BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata di Indonesia hingga saat ini, merupakan salah satu sektor penting bagi pembangunan nasional. Pembangunan kepariwisataan harus diarahkan agar bisa meningkatkan pergerakan sektor ekonomi maupun sektor lainnya yang terkait untuk meningkatkan pendapatan negara. Dengan pengelolaan yang tepat, maka pembangunan di bidang pariwisata sebagai salah satu industri multikompleks bisa menciptakan kemakmuran bagi masyarakat, melalui pengembangan sarana akomodasi, komunikasi, transportasi. Bersamaan dengan itu, perkembangan dunia pariwisata telah mengalami perubahan baik perubahan pola, bentuk dan sifat kegiatan, serta dorongan untuk melakukan perjalanan dengan cara berpikir ( Soewantoro, 1997 ). Banyaknya pembangunan di bidang pariwisata maka akan membuka banyak lapangan kerja bagi masyarakat. Ini bisa menjadi sumber daya dan modal untuk pengembangan pariwisata Indonesia. Hal ini diperkuat dengan Undang Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan terkait tujuan kepariwisataan antara lain adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menghapus kemiskinan, dan mengatasi pengganguran. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka dalam kepariwisataan diperlukan suatu pengelolaan untuk menjalankan suatu destinasi pariwisata. Pengelolaan yang tepat merupakan kunci keberhasilan suatu destinasi atau daya tarik wisata. Pengelolaan pariwisata pada dasarnya adalah manajemen yang berkaitan dengan 1
bagaimana memuaskan konsumen atau memberikan pengalaman yang berkualitas. Karena wisatawan yang tidak puas mungkin tidak akan datang lagi ke suatu destinasi atau daya tarik wisata tersebut, tidak membeli produk atau bahkan memberikan rekomendasi yang negatif kepada orang-orang terdekatnya. Hal ini tentu akan sangat merugikan bagi destinasi atau daya tarik wisata tersebut. Pengelolaan umumnya dikaitkan dengan aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, penempatan, pengarahan, pemotivasian, komunikasi, dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan tujuan untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh organisasi sehingga akan dihasilkan suatu produk atau jasa secara efisien ( Sutikno, 2009 ). Selain itu pengelolaan juga harus melibatkan masyarakat, karena masyarakat merupakan salah satu element penting dalam pilar kepariwisataan. Pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat ( Community Based Tourism ) atau disingkat dengan CBT saat ini tengah gencar disosialisasikan, dimana tujuannya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat tanpa menciptakan ketergantungan pada satu usaha saja, pemerataan pendapatan masyarakat, pelestarian budaya, dan mendukung pembangunan berwawasan lingkungan hidup ( Guterres, 2014 ). Pariwisata berbasis masyarakat ini sangat penting keberadaannya untuk menunjang pembangunan pariwisata berkelanjutan dalam mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan pada suatu daya tarik wisata, dibutuhkan adanya partisipasi masyarakat secara langsung dalam pengelolaannya. Masyarakat lokal sebagai salah satu komponen penting dalam pariwisata sekaligus sebagai pemilik lahan seharusnya sudah dapat mendapatkan keuntungan dari adanya pengembangan 2
pariwisata pada sebuah daya tarik wisata yang berlangsung di wilayah mereka Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan destinasi pariwisata saat ini sudah banyak diterapkan di beberapa destinasi wisata di Bali. Salah satunya adalah di Pulau Penyu yang terletak di Tanjung Benoa. Tanjung Benoa merupakan kawasan wisata yang sering dikunjungi wisatawan untuk melakukan aktivitas watersport. Didukung dengan kondisi alam pantai yang cocok dalam melakukan aktivitas air, maka banyak perusahaan penyedia jasa watersport berdiri sepanjang kawasan Tanjung Benoa. Saat ini Tanjung Benoa tengah menjadi pro dan kontra terkait rencana adanya rencana pemerintah yang bekerjasama dengan pihak swasta untuk merevitalisasi teluk Benoa melalui Perpers No.51 Tahun 2014. Jika rencana revitalisasi ini dilaksanakan, maka dampak kerusakan lingkungan akan terjadi, seperti hilangnya hutan mangrove, naiknya permukaan air laut dan hilangnya mata pencaharian masyarakat lokal yang merupakan nelayan. Ini jelas sangat bertentangan dengan konsep Community Based Tourism ( CBT ) yang dimana, dalam pariwisata harus memperhitungkan aspek keberlanjutan lingkungan, sosial, dan budaya ( Suansri, 2003 ). Diluar adanya rencana revitalisasi tersebut, masyarakat Tanjung Benoa sejak tahun 1993 sudah mengelola secara mandiri destinasi wisata yang bernama Pulau Penyu. Masyarakat turut andil dalam perencanaan, Pengelolaan, serta mengambil keputusan dalam pembangunannya ( Goodwin dan santilli, 2009 ). Untuk mengelola Pulau Penyu ini maka dibentuk kelompok nelayan yang diberi nama kelompok nelayan Deluang Sari. 3
Pulau Penyu merupakan salah satu daya tarik wisata yang terletak di Tanjung Benoa, Kabupaten Badung. Pulau Penyu merupakan sebuah pulau kecil yang berdekatan dengan Pulau Pudut di kawasan Tanjung Benoa. Di Pulau Penyu tersebut terdapat 3 tempat konservasi Penyu yang semuanya dikelola oleh kelompok nelayan, yaitu Deluang Sari, Mooncot Sari, dan Bulih Sari. Latar belakang terbentuk Pulau Penyu sebagai daya tarik wisata, adalah karena masayarakat di kawasan Tanjung Benoa ingin memulihkan nama Tanjung Benoa yang tercorengnya akibat aktivitas pembantaian Penyu. Dahulu kawasan Tanjung Benoa dikenal sebagai kawasan pembantai penyu, sehingga sempat mendapat julukan blood of the beach ( pantai berdarah ). Nelayan memperdagangkan daging penyu penyu tersebut dijual untuk dikomsumsi, diawetkan kemudian dijadikan suvenir, maupun untuk kebutuhan sarana upacara. Keadaan ini membuat kawasan Tanjung Benoa mendapat kecaman keras dari LSM maupun dari masyarakat luas. Mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, maka ancaman dari kegiatan pembantaian dan perdagangan penyu jelas akan mencoreng nama Pulau Bali di mata internasional serta pemboikotan kunjungan wisatawan. Hal tersebut dipertegas dengan pernyataan yang diberikan oleh Jatmiko Wiwoho selaku Koordinator Profauna Bali dalam media online Mongabay 2014, yang mana menyatakan bahwa : kami ingin mengingatkan pemerintah Bali tentang keprihatinan masyarakat internasional atas meningkatnya kembali angka peredaran ilegal penyu di Bali. Hal ini harus segera disikapi oleh Bali agar nama Bali tidak semakin tercoreng di dunia internasional Jika tidak segera direspon, kami khawatir akan muncul seruan boikot pariwisata Bali yang pernah didengungkan pada tahun 2000 silam 4
Namun pengelolaan yang dilakukan oleh kelompok nelayan ini belum optimal, salah satunya belum optimalnya pengelolaan tersebut adalah Pulau Penyu belum mempunyai anggaran dasar rumah tangga ( AD/ART ) sehingga pengelola belum mempunyai gambaran mengenai mekanisme kerja serta rencana program kerja jangka panjang maupun pendek Pulau Penyu tersebut. Tidak adanya AD/ART dalam pengelolaan Pulau Penyu tersebut salah satunya disebabkan kurangnya pengetahuan pihak pengelola Pulau Penyu terkait manajemen pengelolaan akibat dari peralihan profesi pengelola yang dulu adalah nelayan tradisional menjadi pengelola destinasi wisata. Selain terbatasnya SDM yang dimiliki pengelola Pulau Penyu akibat perekrutan karyawan yang tidak memandang latar pendidikan dan pengalaman kerja sehingga menghambat kinerja pengelola pengelolaan Pulau Penyu. Berkaitan dengan hal tersebut, menarik untuk diteliti bagaimana pengelolaan yang dilakukan masyarakat lokal yang tergabung dalam kelompok nelayan di Pulau Penyu, Tanjung Benoa. Penelitian difokuskan di tempat konservasi yang dikelola oleh Kelompok Nelayan Deluang Sari, karena tempat yang dikelola Kelompok Nelayan Deluang Sari tersebut masih sangat sederhana. Hal tersebut penting diteliti karena Pulau Penyu sebagai daya tarik wisata masih memerlukan perbaikan pengelolaan lebih lanjut. Pengelolaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah upaya upaya masyarakat lokal selaku pengelola untuk memperbaiki, memajukan, dan meningkatkan pelayanan terhadap wisatawan yang berkunjung ke Pulau Penyu. Hasil dari upaya pengelolaan ini diharapkan mampu memberikan 5
dampak positif bagi masyarakat lokal sebagai pengelola, maupun bagi wisatawan yang berkunjung ke Pulau Penyu. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Apa keterbatasan masyarakat lokal dalam mengelola Pulau Penyu sebagai daya tarik wisata di Tanjung Benoa, Kabupaten Badung? 2. Bagaimana pengelolaan Pulau Penyu oleh masyarakat lokal sebagai daya tarik wisata di Tanjung Benoa, Kabupaten Badung? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui keterbatasan masyarakat lokal dalam mengelola Pulau Penyu sebagai daya tarik wisata di Tanjung Benoa, Kabupaten Badung. 2. Untuk mengetahui pengelolaan Pulau Penyu oleh masyarakat lokal sebagai daya tarik wisata di Tanjung Benoa, Kabupaten Badung. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun juga manfaat yang diambil dari penelitian ini, yaitu : 6
1. Manfaat Akademis Melalui penelitian ini mahasiswa diharapkan mampu mengaplikasikan konsep pengelolaan berbasis masyarakat dalam mata kuliah pariwisata berbasis masyarakat serta mampu mengindentifikasi masalah terkait pariwisata khususnya tentang Pengelolaan Pulau Penyu oleh masyarakat lokal sebagai daya tarik wisata di Tanjung Benoa, Kabupaten Badung. 2. Manfaat Praktis Diharapkan dapat dijadikan acuan dalam rangka pengelolaan dan pengambilan kebijakan kepariwisataan untuk masyarakat lokal yang tegabung dalam Kelompok Nelayan Deluang Sari selaku pengelola Pulau Penyu sebagai daya tarik wisata, sehingga pengembangan dan pengelolaan Pulau Penyu sesuai dengan rencana yang diharapkan. 1.5 Sistematika Penulisan Dalam penelitian ini, sistematika penulisan akan disusun menjadi 5 bab, dan masing masing akan diuraikan sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. 7
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini diuraikan hasil penelitian sebelumnya dan berbagai tinjaun konsep yang mendukung penelitian ini. meliputi tinjauan konsep tentang pariwisata berbasis masyarakat, konsep pengelolaan, konsep pariwisata berkelanjutan, dan konsep keterbatasan dan konsep wisata alternatif. BAB III : METODE PENELITIAN Dalam bab ini diuraikan tentang lokasi penelitian, ruang lingkup penelitian, jenis dan sumber, teknik pengumpulan data, teknik penentuan informan dan teknik analisi data BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini diuraikan tentang gambaran umum Pulau Penyu, Faktor faktor yang dihadapi masayarakat lokal dalam pengelolaan Pulau Penyu dan Pengelolaan Pulau Penyu oleh masyarakat lokal sebagai daya tarik wisata di Tanjung Benoa, Kabupaten Badung. BAB V : SIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan hasil penelitian yang diperoleh dari hasil penelitian dan pembahasan tentang permasalahan yang diteliti dan saran saran terkait penelitian ini 8