BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan pada hakikatnya bukan hanya ikatan untuk melegalkan hubungan biologis namun juga membentuk sebuah keluarga yang menuntut pelaku pernikahan mandiri dalam berpikir dan menyelesaikan masalah dalam pernikahan. Karena pernikahan merupakan ikatan yang kuat didasari oleh perasaan cinta yang sangat mendalam dari masing-masing pihak untuk hidup. Dan tentunya dalam jangka waktu yang lama dan didalam pernikahan tersebut terdapat berbagai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, bahagia, harmonis serta mendapatkan keturunan (Naibaho,2014). Menikah di usia muda atau pernikahan dini yang menjadi fenomena di saat ini tidak hanya terjadi di pedesaan, namun juga terjadi di wilayah perkotaan bahkan telah merambah pelajar sekolah yang semestinya fokus dalam menuntut ilmu dan mengembangkan bakatnya demi masa depan. Pernikahan dini kebanyakan dipengaruhi oleh alasan jika dengan menikah di usia muda akan terhindar dari hal-hal yang dilarang oleh agama dan kaedah yang berlaku di masyarakat dan alasan lainya. Banyak individu yang menikah muda beranggapan bahwa apabila pernikahan tersebut menghasilkan keturunan, secara otomatis mereka memiliki keturunan di usia muda, sehingga disaat anak-anak mereka 1
tumbuh besar, mereka masih mempunyai kesehatan yang baik dan usia yang belum terlalu tua. Salah satu faktor di negara berkembang yang menyebabkan orang tua menikahkan anak usia dini karena kemiskinan. Orang tua beranggapan bahwa anak perempuan merupakan beban ekonomi dan perkawinan merupakan usaha untuk mempertahankan kehidupan keluarga (UNICEF,2000 dalam Rafidah dkk,2009) Undang-undang No.1 tahun 1974, pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun, usulan perubahan pada pasal 7 tahun 1974 ayat (1), perkawinan dapat dilakukan jika pihak laki-laki dan perempuan berusia minimal 19 tahun, ayat (2) untuk melangsungkan pernikahan masing-masing calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua. Undang-undang ini kemudia diperkuat oleh badan kependudukan dan keluarga berencana nasional (BKKBN), menyatakan bahwa usia perkawinan pertama diizinkan apabila pria mencapai umur 25 tahun dan wanita mencapai umur 21 tahun. Perkawinan usia muda yang sudah dilarang di dalam Undang-Undang No.1/1974 ternyata tidak mengurangi niat masyarakat Indonesia untuk melakukan pernikahan dini. Di beberapa daerah menunjukkan sepertiga dari jumlah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan usia di bawah 16 tahun. Jumlah kasus pernikahan dini di Indonesia mencapai 50 juta penduduk dengan rata-rata usia 2
perkawinan 19 tahun. Bahkan di sejumlah pedesaan, pernikahan sering kali terjadi segera setelah anak perempuan mendapat haid pertama, sebanyak 4,8% perempuan di Indonesia menyatakan telah menikah pada usia 10-14 tahun, sedangkan untuk perempuan yang menikah pada usia 15-19 tahun sebanyak 41,9% (Wilopo, 2005 dalam Sitorus,2015). Berdasarkan susenas yang dilakukan BPS, sebanyak 1,59 % perempuan berumur 10-17 tahun di Indonesia berstatus kawin dan pernah kawin. Persentase terbesar berada di Kalimantan tengah (3,32 %) dan persentase terkecil di Sumatera Barat (0,33 %). Fenomena menikah dini diwilayah pedesaan pada tahun 2010 mencapai 2,17 % sedangkan di perkotaan mencapai 0,98% (alimoeso, 2012 dalam Priyanti, 2013 ). Pernikahan dini yang masih banyak terjadi di berbagai daerah seperti Kalimantan tengah yang memiliki persentase tertinggi pada tahun 2010 menurut BPS, maka nikah siri menjadi salah satu cara bagi pelaku pernikahan dini untuk bisa menikah. Nikah siri atau pernikahan bawah tangan merupakan perkawinan yang secara hukum sipil tidak sah dan dilakukan atas dasar aturan adat atau agama saja. Secara harfiah sirri itu artinya rahasia. Jadi, nikah sirri adalah pernikahan yang dirahasiakan dari pengetahuan orang banyak. Pelaku pernikahan siri dapat berasal dari berbagai lapisan masyarakat (kelas sosial), usia, status sosial dan sebagainya (Basith, 2011 dalam Ridwan,2014) Pernikahan siri bisa juga menjadi solusi bagi masyarakat yang belum cukup umur untuk melakukan pernikahan secara resmi dan sah secara hukum 3
yang dicatat di catatan sipil. Karena masyarakat menganggap bahwa nikah siri tidak akan mengikat hukum seperti pernikahan resmi yang dicatat di catatan sipil,salah satu pasangan bisa saja meninggalkan pasangannya begitu saja tanpa melalui proses perceraian di pengadilan,sehingga membuat pelaku perkawinan siri bisa menikah lagi dengan orang lain. Tujuan perkawinan menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 1 adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Sedangkan tujuan berumah tangga menurut BKKBN adalah membentuk rumah tangga yang sakinah penuh dengan kedamaian, cinta kasih sayang dan penuh tanggung jawab antara suami istri. Namun perceraian juga dapat terjadi dalam rumah tangga, salah satu daerah di Indonesia yang tertinggi dalam kasus perceraian adalah Jawa Timur, Badan Pusat Statistik mencatat tingginya kasus perceraian di jawa timur pada tahun 2015 jumlah perceraian yang terjadi di Jawa Timur mencapai 87 ribu kasus. Angka perceraian ini jumlahnya turun dibandingkan tahun 2014 yang dilaporkan sebanyak 89 ribu (http;//databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/09/05/ceraipasangan-paling-tinggi-terjadi-di-jawa-timur) Dari berbagai kabupaten/kota di Indonesia menunjukan bahwa pernikahan dini dan percereaian juga terjadi hampir di setiap daerah di Indonesia. Salah satunya pernikahan dini dan perceraian yang banyak terjadi di jorong Mawar, nagari Lubuk Jantan, Lintau Buo Utara, kabupaten Tanah Datar, provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan BPS (badan pusat statistik) 2015, di Sumatera Barat 4
jumlah laki-laki dan perempuan yang menikah sekitar 55,68 %, cerai hidup 2,37 % dan cerai mati 6,04% dari jumlah penduduk di Sumatera Barat. Sedangkan, Persentase masyarakat yang belum kawin di kabupaten Tanah Datar adalah sekitar 32,79 %,kawin 56,18 %, cerai hidup 3,32 %, dan cerai mati 7,71 % (Sumber : BPS, Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2015). Jorong Mawar memiliki jumlah penduduk sebesar 873 jiwa, Laki-laki berjumlah 446 jiwa dan perempuan 427 jiwa. Jumlah kartu keluarag (KK) yang terdapat di jorong mawar adalah 226 kartu keluarga (KK). Tahun 2016 ada 58 kasus perceraian yang terjadi di Jorong Mawar. Pernikahan siri 31 kk,dan pernikahan resmi KUA 175 kk. Hampir dari setiap pasangan menikah pada saat berumur 14-17 tahun. Pernikahan yang tercatat resmi di KUA dilakukan setelah pasangan berumur cukup menurut hukum Indonesia. Jorong Mawar merupakan salah satu desa yang terdapat di kecamatan Lintau Buo Utara, Kota Batusangkar. Waktu tempuh antara Jorong Mawar ke Kota Batusangkar itu sendiri sekitar 2 jam perjalanan. Masyarakat Jorong Mawar ini mayoritasnya adalah suku minang asli. Sebagian besar masyarakatnya berkebun karet. Masyarakat disini memiliki perawakan yang tampan dan cantikcantik. Menurut sejarahnya, nenek moyang mereka adalah orang buangan. Orang buangan adalah orang yang menentang adanya kerja rodi sehingga mereka memutuskan untuk lari dan bersembunyi di Jorong Mawar. Bagi masyarakat Jorong Mawar sekolah bukanlah hal yang utama, Tamat SMP itu sudah pendidikan yang sangat tinggi bagi mereka. Jorong Mawar terdapat sekolah satu atap yang didalamnya terdapat SD dan SMP. Jarang anak-anak yang ingin 5
melanjutkan pendidikan sampai ke perguruan tinggi. Kurangnya pola pikir anakanak Jorong Mawar untuk pendidikan membuat mereka mudah sekali untuk memutuskan menikah di usia muda. Menikah di usia muda sudah merupakan kebiasaan dan tradisi bagi masyarakat di Jorong Mawar. Pada umur 13 atau 14 tahun anak-anak yang sudah mendapatkan jodoh langsung dinikahkan oleh orang tuanya. Pernikahannya jarang yang berlangsung lama. Dalam kurun waktu 2 tahun dan memiliki anak, mereka memutuskan untuk bercerai dan menikah lagi. Gonta-ganti pasangan berlangsung antara warga yang satu dengan warga yang lainnya. Sudah menjadi hal yang biasa jika seorang teman menikah dengan mantan istri temannya, Anak teman atau cucu teman. Kebiasaan ini berlangsung sampai mereka tua. Masih banyak masyarakat yang menikah siri dan tidak mencatatkan secara resmi di Kantor Urusan Agama (KUA) karena mereka merasa malu jika harus sering mencatatkan pernikahannya di Kantor Urusan Agama (KUA). Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik meneliti tentang pernikahan dini dan perceraian (studi kasus pada masyarakat Minang di jorong Mawar, nagari Lubuk Jantan, kecamatan Lintau Buo Utara, kabupaten Tanah Datar, provinsi Sumatera Barat ). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah 6
a. Apa faktor sosial, sosial ekonomi dan sosial budaya yang melatarbelakangi terjadinya pernikahan dini dan nikah siri di Jorong Mawar, Nagari Lubuk Jantan, Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. b. Apa faktor sosial, sosial ekonomi dan sosial budaya yang menyebabkan terjadinya perceraian di Jorong Mawar, Nagari Lubuk Jantan, Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. c. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap pernikahan dini, nikah siri dan perceraian di Jorong Mawar, Nagari Lubuk Jantan, Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. 1.3 Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui faktor sosial, sosial ekonomi dan sosial budaya yang melatarbelakangi terjadinya pernikahan dini dan nikah siri di Jorong Mawar, Nagari Lubuk Jantan, Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. b. Untuk mengetahui faktor sosial, sosial ekonomi dan sosial budaya yang menyebabkan terjadinya perceraian di Jorong Mawar, Nagari Lubuk Jantan, Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. c. Untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap pernikahan dini, nikah siri dan perceraian di Jorong Mawar, Nagari Lubuk Jantan, Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. 7
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis a. Bermanfaat untuk pengembangan ilmu khususnya untuk matakuliah sosiologi keluarga. 1.4.2 Manfaat Praktis a. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat dan pembelajaran. b. Sebagai bahan masukan bagi petinggi desa untuk merencanakan pengadaan kerjasama dengan instansi yang terkait (instansi pendidikan, kesehatan, agama, lembaga swadaya masyarakat) dalam rangka menurunkan angka pernikahan dini, nikah siri dan perceraian di Jorong Mawar, Nagari Lubuk Jantan, Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. c. Sebagai bahan informasi dan pembelajaran untuk peneliti lain. d. Sebagai tambahan wawasan dan ilmu pengetahuan bagi peneliti terutama dalam bidang sosial budaya di masyarakat. 1.5 Defenisi Konsep Untuk melakukan penelitian ini, terdapat beberapa konsep yang digunakan sebagai acuan untuk mengerjakan penelitian tersebut. Dan konsep tersebut juga digunakan sebagai menelaah sebuah kasus yang akan di teliti sehingga dapat mengindari terjadinya kesalahan dalam penafsiran sebuah kasus dalam penelitian. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain ialah : 8
1.5.1 Pernikahan dini Pernikahan dini adalah pernikahan antara laki-laki dan wanita yang belum dewasa, belum matang dan belum mempunyai pengetahuan tentang arti berumah tangga, yang secara umum belum mampu secara fisik dan psikologi untuk menanggung beban pernikahan dan memiliki anak. Dengan batasan umur dibawah 18 tahun. 1.5.2 Nikah siri Nikah siri adalah pernikahan yang dilakukan secara sembunyi dan tidak tercatat secara hukum sipil dan dilakukan atas dasar adat dan agama saja. 1.5.3 Perceraian Perceraian adalah perpisahan hidup antara pasangan suami istri secara resmi yang diakui oleh hukum dan agama sebagai dari akibat kegagalan mereka mejalankan rumah tangga karena perselisihan terus menerus dan tidak dapat diharapkan hidup rukun kembali. 1.5.4 Nilai sosial Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh masyarakat mengenai apa yang dianggap baik dan buruk, pantas atau tidak pantas oleh masyarakat dengan proses menimbang dan menyangkut tentang aspek kehidupan masyarakat. 9
1.5.5 Adat istiadat Adat istiadat adalah aturan atau perilaku budaya yang diberlakukan secara turun temurun dari generasi ke generasi dan dilakukan sejak dahulu kala yang mengatur kehidupan manusia dan diterapkan dalam lingkungan masyarakat. 1.5.6 Persepsi masyarakat Persepsi masyarakat adalah proses dimana sebuah kelompok dalam suatu masyarakat yang hidup dan tinggal bersama dalam wilayah tertentu memberikan tanggapan terhadap hal-hal yang menarik yang terjadi di lingkungan tempat tinggalnya. 1.5.8 Sosial budaya Segala hal yang diciptakan manusia dengan pemikiran dan budi nuraninya dalam kehidupan bermasyarakat atau manusia membuat segala sesuatu dari budi dan pikirannya yang diperuntukan dalam kehidupan bermasyarakat 1.5.9 Sosial ekonomi Kedudukan atau posisi seseorang dalam kelempok masyarakat yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendidikan serta pendapatan. 10