BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pernikahan pada hakikatnya bukan hanya ikatan untuk melegalkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. (tetapi tidak dengan anak laki-laki) yang masih muda. Usia muda menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat 1 tentang Perkawinan menuliskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu bagi siapa yang hendak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

BAB I PENDAHULUAN. insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan (Luthfiyah,

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. mental dan fisik. Persiapan mental seseorang dilihat dari faktor usia dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki hak dan kewajiban didalam

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup

Alhiwar Jurnal Ilmu dan Teknik Dakwah Vol. 04 No. 07 Januari-Juni

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

Oleh : TIM DOSEN SPAI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya alam yang dimiliki, tetapi juga kaya akan kebudayaan. Dengan latar

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan cikal bakal terciptanya keluarga sebagai tahap

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang

PORTAL PELATIHAN PRA-NIKAH (PORPLAN) UNTUK MENGURANGI TINGKAT PERCERAIAN PADA PERNIKAHAN DINI

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis maupun secara sosial. Seseorang dengan melangsungkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN

PUTUSAN. Nomor : 0571/Pdt.G/2013/PA.Plg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG TRADISI MELARANG ISTRI MENJUAL MAHAR DI DESA PARSEH KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA. A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Perkawinan pada pasal 6 menyatakan bahwa Untuk

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB I PENDAHULUAN. membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan khusus terkait dengan perkawinan yaitu

I. PENDAHULUAN. Perilaku manusia dalam kehidupannya sehari-hari selalu dihadapkan dengan

P U T U S A N. NOMOR: XXX/Pdt.G/2013/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengingat jumlah penduduk usia remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Sebuah pernikahan akan membuat individu memperoleh keseimbangan

PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI LEMBAGA SANDI NEGARA

IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. antara dua jenis manusia, tetapi hubungan yang masing-masing mempunyai peranan

PERKAWINAN USIA MUDA DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT PERCERAIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

PERSEPSI PELAJAR SMA NEGERI 1 BANJARMASIN DAN SMA NEGERI 2 BANJARMASIN TERHADAP PERNIKAHAN USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

Veronica Sovita Sari 1, Suwarsito 2, Mustolikh 3

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan pada hakikatnya bukan hanya ikatan untuk melegalkan hubungan biologis namun juga membentuk sebuah keluarga yang menuntut pelaku pernikahan mandiri dalam berpikir dan menyelesaikan masalah dalam pernikahan. Karena pernikahan merupakan ikatan yang kuat didasari oleh perasaan cinta yang sangat mendalam dari masing-masing pihak untuk hidup. Dan tentunya dalam jangka waktu yang lama dan didalam pernikahan tersebut terdapat berbagai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, bahagia, harmonis serta mendapatkan keturunan (Naibaho,2014). Menikah di usia muda atau pernikahan dini yang menjadi fenomena di saat ini tidak hanya terjadi di pedesaan, namun juga terjadi di wilayah perkotaan bahkan telah merambah pelajar sekolah yang semestinya fokus dalam menuntut ilmu dan mengembangkan bakatnya demi masa depan. Pernikahan dini kebanyakan dipengaruhi oleh alasan jika dengan menikah di usia muda akan terhindar dari hal-hal yang dilarang oleh agama dan kaedah yang berlaku di masyarakat dan alasan lainya. Banyak individu yang menikah muda beranggapan bahwa apabila pernikahan tersebut menghasilkan keturunan, secara otomatis mereka memiliki keturunan di usia muda, sehingga disaat anak-anak mereka 1

tumbuh besar, mereka masih mempunyai kesehatan yang baik dan usia yang belum terlalu tua. Salah satu faktor di negara berkembang yang menyebabkan orang tua menikahkan anak usia dini karena kemiskinan. Orang tua beranggapan bahwa anak perempuan merupakan beban ekonomi dan perkawinan merupakan usaha untuk mempertahankan kehidupan keluarga (UNICEF,2000 dalam Rafidah dkk,2009) Undang-undang No.1 tahun 1974, pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun, usulan perubahan pada pasal 7 tahun 1974 ayat (1), perkawinan dapat dilakukan jika pihak laki-laki dan perempuan berusia minimal 19 tahun, ayat (2) untuk melangsungkan pernikahan masing-masing calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua. Undang-undang ini kemudia diperkuat oleh badan kependudukan dan keluarga berencana nasional (BKKBN), menyatakan bahwa usia perkawinan pertama diizinkan apabila pria mencapai umur 25 tahun dan wanita mencapai umur 21 tahun. Perkawinan usia muda yang sudah dilarang di dalam Undang-Undang No.1/1974 ternyata tidak mengurangi niat masyarakat Indonesia untuk melakukan pernikahan dini. Di beberapa daerah menunjukkan sepertiga dari jumlah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan usia di bawah 16 tahun. Jumlah kasus pernikahan dini di Indonesia mencapai 50 juta penduduk dengan rata-rata usia 2

perkawinan 19 tahun. Bahkan di sejumlah pedesaan, pernikahan sering kali terjadi segera setelah anak perempuan mendapat haid pertama, sebanyak 4,8% perempuan di Indonesia menyatakan telah menikah pada usia 10-14 tahun, sedangkan untuk perempuan yang menikah pada usia 15-19 tahun sebanyak 41,9% (Wilopo, 2005 dalam Sitorus,2015). Berdasarkan susenas yang dilakukan BPS, sebanyak 1,59 % perempuan berumur 10-17 tahun di Indonesia berstatus kawin dan pernah kawin. Persentase terbesar berada di Kalimantan tengah (3,32 %) dan persentase terkecil di Sumatera Barat (0,33 %). Fenomena menikah dini diwilayah pedesaan pada tahun 2010 mencapai 2,17 % sedangkan di perkotaan mencapai 0,98% (alimoeso, 2012 dalam Priyanti, 2013 ). Pernikahan dini yang masih banyak terjadi di berbagai daerah seperti Kalimantan tengah yang memiliki persentase tertinggi pada tahun 2010 menurut BPS, maka nikah siri menjadi salah satu cara bagi pelaku pernikahan dini untuk bisa menikah. Nikah siri atau pernikahan bawah tangan merupakan perkawinan yang secara hukum sipil tidak sah dan dilakukan atas dasar aturan adat atau agama saja. Secara harfiah sirri itu artinya rahasia. Jadi, nikah sirri adalah pernikahan yang dirahasiakan dari pengetahuan orang banyak. Pelaku pernikahan siri dapat berasal dari berbagai lapisan masyarakat (kelas sosial), usia, status sosial dan sebagainya (Basith, 2011 dalam Ridwan,2014) Pernikahan siri bisa juga menjadi solusi bagi masyarakat yang belum cukup umur untuk melakukan pernikahan secara resmi dan sah secara hukum 3

yang dicatat di catatan sipil. Karena masyarakat menganggap bahwa nikah siri tidak akan mengikat hukum seperti pernikahan resmi yang dicatat di catatan sipil,salah satu pasangan bisa saja meninggalkan pasangannya begitu saja tanpa melalui proses perceraian di pengadilan,sehingga membuat pelaku perkawinan siri bisa menikah lagi dengan orang lain. Tujuan perkawinan menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 1 adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Sedangkan tujuan berumah tangga menurut BKKBN adalah membentuk rumah tangga yang sakinah penuh dengan kedamaian, cinta kasih sayang dan penuh tanggung jawab antara suami istri. Namun perceraian juga dapat terjadi dalam rumah tangga, salah satu daerah di Indonesia yang tertinggi dalam kasus perceraian adalah Jawa Timur, Badan Pusat Statistik mencatat tingginya kasus perceraian di jawa timur pada tahun 2015 jumlah perceraian yang terjadi di Jawa Timur mencapai 87 ribu kasus. Angka perceraian ini jumlahnya turun dibandingkan tahun 2014 yang dilaporkan sebanyak 89 ribu (http;//databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/09/05/ceraipasangan-paling-tinggi-terjadi-di-jawa-timur) Dari berbagai kabupaten/kota di Indonesia menunjukan bahwa pernikahan dini dan percereaian juga terjadi hampir di setiap daerah di Indonesia. Salah satunya pernikahan dini dan perceraian yang banyak terjadi di jorong Mawar, nagari Lubuk Jantan, Lintau Buo Utara, kabupaten Tanah Datar, provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan BPS (badan pusat statistik) 2015, di Sumatera Barat 4

jumlah laki-laki dan perempuan yang menikah sekitar 55,68 %, cerai hidup 2,37 % dan cerai mati 6,04% dari jumlah penduduk di Sumatera Barat. Sedangkan, Persentase masyarakat yang belum kawin di kabupaten Tanah Datar adalah sekitar 32,79 %,kawin 56,18 %, cerai hidup 3,32 %, dan cerai mati 7,71 % (Sumber : BPS, Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2015). Jorong Mawar memiliki jumlah penduduk sebesar 873 jiwa, Laki-laki berjumlah 446 jiwa dan perempuan 427 jiwa. Jumlah kartu keluarag (KK) yang terdapat di jorong mawar adalah 226 kartu keluarga (KK). Tahun 2016 ada 58 kasus perceraian yang terjadi di Jorong Mawar. Pernikahan siri 31 kk,dan pernikahan resmi KUA 175 kk. Hampir dari setiap pasangan menikah pada saat berumur 14-17 tahun. Pernikahan yang tercatat resmi di KUA dilakukan setelah pasangan berumur cukup menurut hukum Indonesia. Jorong Mawar merupakan salah satu desa yang terdapat di kecamatan Lintau Buo Utara, Kota Batusangkar. Waktu tempuh antara Jorong Mawar ke Kota Batusangkar itu sendiri sekitar 2 jam perjalanan. Masyarakat Jorong Mawar ini mayoritasnya adalah suku minang asli. Sebagian besar masyarakatnya berkebun karet. Masyarakat disini memiliki perawakan yang tampan dan cantikcantik. Menurut sejarahnya, nenek moyang mereka adalah orang buangan. Orang buangan adalah orang yang menentang adanya kerja rodi sehingga mereka memutuskan untuk lari dan bersembunyi di Jorong Mawar. Bagi masyarakat Jorong Mawar sekolah bukanlah hal yang utama, Tamat SMP itu sudah pendidikan yang sangat tinggi bagi mereka. Jorong Mawar terdapat sekolah satu atap yang didalamnya terdapat SD dan SMP. Jarang anak-anak yang ingin 5

melanjutkan pendidikan sampai ke perguruan tinggi. Kurangnya pola pikir anakanak Jorong Mawar untuk pendidikan membuat mereka mudah sekali untuk memutuskan menikah di usia muda. Menikah di usia muda sudah merupakan kebiasaan dan tradisi bagi masyarakat di Jorong Mawar. Pada umur 13 atau 14 tahun anak-anak yang sudah mendapatkan jodoh langsung dinikahkan oleh orang tuanya. Pernikahannya jarang yang berlangsung lama. Dalam kurun waktu 2 tahun dan memiliki anak, mereka memutuskan untuk bercerai dan menikah lagi. Gonta-ganti pasangan berlangsung antara warga yang satu dengan warga yang lainnya. Sudah menjadi hal yang biasa jika seorang teman menikah dengan mantan istri temannya, Anak teman atau cucu teman. Kebiasaan ini berlangsung sampai mereka tua. Masih banyak masyarakat yang menikah siri dan tidak mencatatkan secara resmi di Kantor Urusan Agama (KUA) karena mereka merasa malu jika harus sering mencatatkan pernikahannya di Kantor Urusan Agama (KUA). Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik meneliti tentang pernikahan dini dan perceraian (studi kasus pada masyarakat Minang di jorong Mawar, nagari Lubuk Jantan, kecamatan Lintau Buo Utara, kabupaten Tanah Datar, provinsi Sumatera Barat ). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah 6

a. Apa faktor sosial, sosial ekonomi dan sosial budaya yang melatarbelakangi terjadinya pernikahan dini dan nikah siri di Jorong Mawar, Nagari Lubuk Jantan, Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. b. Apa faktor sosial, sosial ekonomi dan sosial budaya yang menyebabkan terjadinya perceraian di Jorong Mawar, Nagari Lubuk Jantan, Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. c. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap pernikahan dini, nikah siri dan perceraian di Jorong Mawar, Nagari Lubuk Jantan, Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. 1.3 Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui faktor sosial, sosial ekonomi dan sosial budaya yang melatarbelakangi terjadinya pernikahan dini dan nikah siri di Jorong Mawar, Nagari Lubuk Jantan, Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. b. Untuk mengetahui faktor sosial, sosial ekonomi dan sosial budaya yang menyebabkan terjadinya perceraian di Jorong Mawar, Nagari Lubuk Jantan, Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. c. Untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap pernikahan dini, nikah siri dan perceraian di Jorong Mawar, Nagari Lubuk Jantan, Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. 7

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis a. Bermanfaat untuk pengembangan ilmu khususnya untuk matakuliah sosiologi keluarga. 1.4.2 Manfaat Praktis a. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat dan pembelajaran. b. Sebagai bahan masukan bagi petinggi desa untuk merencanakan pengadaan kerjasama dengan instansi yang terkait (instansi pendidikan, kesehatan, agama, lembaga swadaya masyarakat) dalam rangka menurunkan angka pernikahan dini, nikah siri dan perceraian di Jorong Mawar, Nagari Lubuk Jantan, Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. c. Sebagai bahan informasi dan pembelajaran untuk peneliti lain. d. Sebagai tambahan wawasan dan ilmu pengetahuan bagi peneliti terutama dalam bidang sosial budaya di masyarakat. 1.5 Defenisi Konsep Untuk melakukan penelitian ini, terdapat beberapa konsep yang digunakan sebagai acuan untuk mengerjakan penelitian tersebut. Dan konsep tersebut juga digunakan sebagai menelaah sebuah kasus yang akan di teliti sehingga dapat mengindari terjadinya kesalahan dalam penafsiran sebuah kasus dalam penelitian. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain ialah : 8

1.5.1 Pernikahan dini Pernikahan dini adalah pernikahan antara laki-laki dan wanita yang belum dewasa, belum matang dan belum mempunyai pengetahuan tentang arti berumah tangga, yang secara umum belum mampu secara fisik dan psikologi untuk menanggung beban pernikahan dan memiliki anak. Dengan batasan umur dibawah 18 tahun. 1.5.2 Nikah siri Nikah siri adalah pernikahan yang dilakukan secara sembunyi dan tidak tercatat secara hukum sipil dan dilakukan atas dasar adat dan agama saja. 1.5.3 Perceraian Perceraian adalah perpisahan hidup antara pasangan suami istri secara resmi yang diakui oleh hukum dan agama sebagai dari akibat kegagalan mereka mejalankan rumah tangga karena perselisihan terus menerus dan tidak dapat diharapkan hidup rukun kembali. 1.5.4 Nilai sosial Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh masyarakat mengenai apa yang dianggap baik dan buruk, pantas atau tidak pantas oleh masyarakat dengan proses menimbang dan menyangkut tentang aspek kehidupan masyarakat. 9

1.5.5 Adat istiadat Adat istiadat adalah aturan atau perilaku budaya yang diberlakukan secara turun temurun dari generasi ke generasi dan dilakukan sejak dahulu kala yang mengatur kehidupan manusia dan diterapkan dalam lingkungan masyarakat. 1.5.6 Persepsi masyarakat Persepsi masyarakat adalah proses dimana sebuah kelompok dalam suatu masyarakat yang hidup dan tinggal bersama dalam wilayah tertentu memberikan tanggapan terhadap hal-hal yang menarik yang terjadi di lingkungan tempat tinggalnya. 1.5.8 Sosial budaya Segala hal yang diciptakan manusia dengan pemikiran dan budi nuraninya dalam kehidupan bermasyarakat atau manusia membuat segala sesuatu dari budi dan pikirannya yang diperuntukan dalam kehidupan bermasyarakat 1.5.9 Sosial ekonomi Kedudukan atau posisi seseorang dalam kelempok masyarakat yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendidikan serta pendapatan. 10