IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 4 Diagram alir penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Musim Hujan. Musim Kemarau

PERILAKU CURAH HUJAN DI KOTOTABANG, PONTIANAK, DAN BIAK BERBASIS HASIL ANALISIS DATA EAR DAN WPR INING SUNARSIH

PERILAKU CURAH HUJAN DI KOTOTABANG, PONTIANAK, DAN BIAK BERBASIS HASIL ANALISIS DATA EAR DAN WPR INING SUNARSIH

PEMANFATAAN DATA EQUATORIAL ATMOSPHERE RADAR (EAR) DALAM MENGKAJI TERJADINYA MONSUN DI KAWASAN BARAT INDONESIA

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERAN REVERSAL WIND DALAM MENENTUKAN PERILAKU CURAH HUJAN DI KAWASAN BARAT INDONESIA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS STRUKTUR VERTIKAL MJO TERKAIT DENGAN AKTIVITAS SUPER CLOUD CLUSTERS (SCCs) DI KAWASAN BARAT INDONESIA

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

ANALISIS PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTA MAKASSAR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

I. INFORMASI METEOROLOGI

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

I. INFORMASI METEOROLOGI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISIS VARIASI CURAH HUJAN HARIAN UNTUK MENENTUKAN RAGAM OSILASI ATMOSFER DI KOTA PADANG (Studi Kasus Data Curah Hujan Harian Tahun )

I. INFORMASI METEOROLOGI

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISIS FENOMENA HUJAN ES (HAIL) DUSUN PAUH AGUNG, LUBUK MENGKUANG, KAB. BUNGO, PROVINSI JAMBI TANGGAL 2 FEBRUARI 2017

I. INFORMASI METEOROLOGI

Naziah Madani, Eddy Hermawan, dan Akhmad Faqih 1. Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA IPB 2

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BAB IV Hasil Dan Pembahasan

ANALISIS CUACA PADA SAAT PELAKSANAAN TMC PENANGGULANGAN BANJIR JAKARTA JANUARI FEBRUARI Abstract

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

ANALISIS RAGAM OSILASI CURAH HUJAN DI PROBOLINGGO DAN MALANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTRIM TERKAIT HUJAN LEBAT, BANJIR DAN TANAH LONGSOR DI KOTA BALIKPAPAN DAN PENAJAM PASIR UTARA (PPU) TANGGAL 17 MARET 2018

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Anomali Curah Hujan 2010 di Benua Maritim Indonesia Berdasarkan Satelit TRMM Terkait ITCZ

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

LAPORAN POTENSI HUJAN AKHIR JANUARI HINGGA AWAL FEBRUARI 2016 DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

ANALIS1S DATA BLR DAN EAR DALAM MENGKAJI FENOMENA M]0 DAN KETERKAITANNYA DENGAN CURAH HUJAN Dl ATAS KOTOTABANG DAN SEKITARNYA

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

MEKANISME INTERAKSI MONSUN ASIA DAN ENSO

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S.

PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2017 REDAKSI

PRAKIRAAN MUSIM 2017/2018

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Oleh : Irman Sonjaya, Ah.MG

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

ANALISIS KLIMATOLOGI HUJAN EKSTRIM BULAN JUNI DI NEGARA-BALI (Studi Khasus 26 Juni 2017)

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Variasi Iklim Musiman dan Non Musiman di Indonesia *)

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN KLIMATOLOGIS KEJADIAN BANJIR DI KOTA PONTIANAK TANGGAL 15 FEBRUARI 2017

PROSPEK IKLIM DASARIAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Update: 01 Februari 2016

KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA. Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES. Abstrak PENDAHULUAN

ANALISIS CUACA KEJADIAN BANJIR TANGGAL 26 OKTOBER 2017 DI BANDARA PONGTIKU KABUPATEN TANA TORAJA

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten

Angin Meridional. Analisis Spektrum

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

El-NINO DAN PENGARUHNYA TERHADAP CURAH HUJAN DI MANADO SULAWESI UTARA EL-NINO AND ITS EFFECT ON RAINFALL IN MANADO NORTH SULAWESI

ANALISIS KLIMATOLOGI BANJIR BANDANG BULAN NOVEMBER DI KAB. LANGKAT, SUMATERA UTARA (Studi Kasus 26 November 2017) (Sumber : Waspada.co.

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI NABIRE

Pengaruh Angin Dan Kelembapan Atmosfer Lapisan Atas Terhadap Lapisan Permukaan Di Manado

DAMPAK DIPOLE MODE TERHADAP ANGIN ZONAL

Kajian Curah Hujan Tinggi 9-10 Februari 2015 di DKI Jakarta

KEJADIAN POHON TUMBANG DI PANGKALAN BUN TANGGAL 5 APRIL 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS KEJADIAN HUJAN ES DI DUSUN SORIUTU KECAMATAN MANGGALEWA KABUPATEN DOMPU ( TANGGAL 14 NOVEMBER 2016 )

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

Fase Panas El berlangsung antara bulan dengan periode antara 2-7 tahun yang diselingi fase dingin yang disebut dengan La Nina

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Hasil dan Analisis. IV.1.2 Pengamatan Data IR1 a) Identifikasi Pola Konveksi Diurnal dari Penampang Melintang Indeks Konvektif

ANALISIS CURAH HUJAN DASARIAN III MEI 2017 DI PROVINSI NTB

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Data Bulanan Analisis Data Bulanan merupakan analisis tentang pola curah hujan, penentuan bulan basah dan kering serta keterkaitannya dengan pola atau profil vertikal angin pada saat hujan berkelanjutan (kontinu). Kototabang, Pontianak, dan Biak merupakan kota-kota yang letaknya sama-sama berada di ekuator, dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8 Lokasi Penelitian, yaitu Kototabang, Pontianak, dan Biak (Syamsudin 2006) Berdasarkan distribusi curah hujan bulanan periode Maret 2007-Februari 2008 yang ditunjukkan pada Gambar 9 terlihat adanya perbedaan yang signifikan antara curah hujan Kototabang, Pontianak, dan Biak. Curah hujan rata-rata maksimum dimiliki oleh Pontianak sebesar 282.033 mm. Curah hujan rata-rata Biak sebesar 238.33 mm sedangkan Kototabang sebesar 177.18 mm. Daerah di sekitar ekuator, umumnya memiliki pola curah hujan equatorial atau Semi Annual Oscillation (SAO). Ciri khas pola curah hujan Equatorial adalah memiliki dua puncak musim hujan. Berdasarkan data curah hujan periode Maret 2007 Februari 2008 yang ditunjukkan pada Gambar 9, Pontianak dan Biak mempunyai pola curah hujan equatorial. Puncak musim hujan di Pontianak terjadi pada bulan Mei dan Oktober 2007. Sedangkan Biak mengalami puncak musim hujan pada bulan Juli 2007 dan Januari 2008. Berbeda dengan daerah Kototabang, memiliki pola curah hujan monsoonal. Pola curah hujan Monsoonal atau Annual Oscillation (AO) dicirikan oleh adanya perbedaan yang tegas antara musim hujan dan musim kemarau yaitu enam bulan musim hujan dan enam bulan berikutnya musim kemarau. Puncak musim hujan atau bulan basah di Kototabang terjadi pada bulan Desember 2007 sehingga diduga bulan kering terjadi pada bulan Juni. Bulan basah dan kering daerah Kototabang dijadikan bahan analisis untuk daerah Pontianak dan Biak. Berdasarkan data NCEP/NCAR Reanalysis yang menunjukkan pola angin dan curah hujan, pada bulan Desember tampak basah di berbagai daerah di Indonesia dengan dominan adalah angin baratan. Angin ini yang membawa massa uap air sehingga dijadikan indikator terjadinya hujan. Sedangkan untuk bulan Juni curah hujan yang terjadi sangat rendah dengan angin yang terjadi adalah angin timuran. Angin ini sangat terkait erat dengan musim kemarau, dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11. Gambar 9 Distribusi Curah Hujan Bulanan Daerah Kototabang, Pontianak, dan Biak Periode Maret 2007- Februari 2008 Gambar 10 Pola Angin yang dioverlay dengan Curah Hujan di Atas Indonesia bulan Desember 2007

Berdasarkan Gambar 14 menunjukkan kontur anomali angin zonal di Kototabang Tanggal 5-13 Desember 2007. Warna merah menunjukkan angin baratan yang terjadi sampai ketinggian 4 km. Berdasarkan kontur tersebut terlihat adanya osilasi atau embutan 3 harian dengan angin baratan maksimum terjadi pada tanggal 7 dan 12 Desember 2007. Gambar 11 Pola Angin yang dioverlay dengan Curah Hujan di Atas Indonesia bulan Juni 2007 Secara umum curah hujan pada bulan Desember terjadi secara kontinu atau terus menerus dengan rata-rata curah hujan di ketiga tempat tersebut 10.8 mm. Sebaliknya curah hujan di bulan Juni terjadi secara diskontinu atau terputus-putus dengan ratarata curah hujan 9.8 mm. Curah hujan kontinu atau berkelanjutan di daerah Kototabang terjadi pada tanggal 5-13 Desember 2007 dan 14-17 Juni 2007, dapat dilihat pada Gambar 12 dan 13. Gambar 12 Curah Hujan Harian di Atas Kototabang, Pontinak, dan Biak Bulan Desember 2007 Gambar 14 Kontur Anomali Angin Zonal di Kototabang pada Tanggal 5-13 Desember 2007 Pontianak tampak adanya osilasi angin baratan sekitar 4-5 harian dengan angin baratan maksimum terjadi pada tanggal 7 dan 13 Desember 2007. Angin baratan ini terjadi di bawah ketinggian 2 km. Sedangkan pada ketinggian lebih dari 2 km terjadi angin timuran, tetapi tidak membentuk pola tertentu. Pembelokan angin atau angin reversal terjadi pada ketinggian sekitar 1.3 km, dapat dilihat pada Gambar 15. Sedangkan untuk daerah Biak angin yang mendominasi pada tanggal 5-13 Desember adalah angin timuran, lihat Gambar 16. Gambar 13 Curah Hujan Harian di Atas Kototabang, Pontinak, dan Biak Bulan Juni 2007 Gambar 15 Kontur Anomali Angin Zonal di Pontianak pada Tanggal 5-13 Desember 2007

Gambar 16 Kontur Anomali Angin Zonal di Biak pada Tanggal 5-13 Desember 2007 Pada saat bulan kering yaitu bulan Juni bukan berarti tidak ada hujan. Namun curah hujan yang terjadi sangat rendah dibandingkan pada saat bulan basah. Angin yang mendominasi pada saat bulan kering adalah angin timuran baik di Kototabang maupun di Biak, lihat Gambar 17 dan 19. Akan tetapi beda dengan Pontianak, angin yang mendominasi di daerah ini adalah angin baratan dengan tidak memiliki osilasi, tampak pada Gambar 18. Gambar 17 Kontur Anomali Angin Zonal di Kototabang pada Tanggal 14-17 Juni 2007 Gambar 19 Kontur Anomali Angin Zonal di Biak pada Tanggal 14-17 Juni 2007 4.2 Analisis Data Tahunan Analisis jangka panjang dilakukan untuk menganalisis variasi angin yang terjadi dari periode Maret 2007-Februari 2008 sehingga diketahui apakah ada keterkaitan dengan fenomena global yang mempengaruhi curah hujan di Indonesia yaitu Madden Julian Oscillation (MJO). MJO merupakan osilasi atau gelombang tekanan (pola tekanan tinggi-tekanan rendah) dengan periode 30-60 harian yang menjalar dari barat ke timur. Sepanjang ekuator. MJO mempengaruhi variabilitas hujan di Indonesia yang melibatkan variasi angin, suhu permukaan laut (sea surface temperature, SST), perawanan, dan hujan. Berdasarkan data angin zonal yang terukur dari data Equatorial Atmospheric Radar (EAR) periode Maret 2007-Februari 2008 menunjukkan di Kototabang terlihat adanya propagasi atau penjalaran arah dan kecepatan angin zonal, lihat Gambar 20. Propagasi atau pola pengulangan angin zonal tersebut menunjukkan adanya MJO. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena MJO melewati daerah Kototabang. Gambar 18 Kontur Anomali Angin Zonal di Pontianak pada Tanggal 14-17 Juni 2007 Gambar 20 Kontur Anomali Angin Zonal di Kototabang Periode 2 Maret 2007-29 Februari 2008

Angin zonal membawa massa uap air dari barat ke timur sehingga akan terkait erat dengan fenomena konvergen atau divergen. Berdasarkan Gambar 20, angin reversal atau pembelokan angin di Kototabang terjadi pada ketinggian 5.1 km dan angin dominan terjadi pada ketinggian 2.9 km. Angin yang dominan bergerak di bawah ketinggian 5.1 km adalah angin baratan. Sedangkan di lapisan atas lebih dari 5.1 km angin dominan bergerak ke timur. Hal ini sesuai dengan teori skema perpotongan MJO sepanjang ekuator yang menunjukkan aktivitas konvergen atau kenaikan massa udara pada lapisan bawah dan pada lapisan atasnya terjadi divergen atau penurunan massa udara di sepanjang ekuator. Aktivitas konvergen akan membentuk awan-awan konvektif seperti awan-awan besar (Super Cloud Cluster atau SCC) yang bergerak ke arah timur. Pergerkan SCC berkaitan dengan pusat tekanan rendah yang akan diikuti pola perubahan pola angin. Kejadian MJO yang ditandai dengan penjalaran pertumbuhan gugus awan selalu diikuti dengan curah hujan yang tinggi. Pontianak dan Biak menggunakan data Wind Profiler Radar (WPR). Berdasarkan Gambar 21 menunjukkan di daerah Pontianak terjadi angin reversal pada ketinggian 4.9 km sedangkan angin dominan pada ketinggian 2.6 km. Angin yang dominan bergerak di bawah ketinggian 4.9 km adalah angin baratan dan di atasnya terjadi angin timuran. Propagasi angin zonal di Pontianak tidak terlalu tampak kelihatan seperti di Kototabang. Akan tetapi fenomena MJO tetap sampai di daerah Pontianak sekitar bulan Desember 2007- Februari 2008 meskipun nampak tidak terlalu jelas. Fenomena MJO dipengaruhi oleh posisi matahari yang relatif terhadap garis ekuator. Secara umum dapat dikatakan bahwa ketika matahari berada di ekuator, MJO bergerak lurus ke arah timur sehingga fenomena MJO terasa sampai daerah Indonesia bagian timur seperti Biak. Selain itu, topografi Indonesia sebagai benua maritim juga mempengaruhi penjalaran MJO. Berdasarkan kontur anomali angin zonal di daerah Biak yang ditunjukkan pada Gambar 22, angin baratan terkuat yang ditunjukkan dengan warna merah terjadi pada bulan Maret 2007 dan mulai akhir November sampai Desember 2007. Angin baratan pada periode tersebut mendominasi sampai pada ketinggian 7.8 km. Angin reversal di daerah Biak terjadi pada ketinggian 1.6 km sedangkan angin dominan pada ketinggian 0.5 km. Biak mengalami kenaikkan massa udara atau konvergen di bawah ketinggian 1.6 km dan di atasnya terjadi penurunan massa udara yang disebut divergen. Sehingga lebih membuktikan di daerah Biak juga mengalami fenomena MJO. Apalagi tampak penjalaran atau propagasi angin zonal sebagai indikasi terjadinya awan super cluster. Gambar 22 Kontur Anomali Angin Zonal di Biak Periode 11 Maret 2007-13 Februari 2008 Gambar 21 Kontur Anomali Angin Zonal di Pontianak Periode 1 Maret 2007-29 Februari 2008 Pada saat sekitar bulan kering yang diduga sekitar Mei-Juli 2007, angin yang dominan bergerak adalah angin timuran (lihat Gambar 23). Angin timuran membawa massa udara kering dan bertepatan waktunya dengan monsun panas asia (Summer Monsoon). Angin timuran lebih terasa di daerah Biak karena massa uap yang bergerak dari barat ke timur telah berkurang pada saat sampai di Biak sehingga dirasakan daerah Biak lebih kering dibandingkan daerah-daerah lain.

Gambar 23 Kecepatan Angin di Sekitar Bulan Kering di Kototabang, Pontianak, dan Biak. Sekitar bulan basah yaitu November 2007-Januari 2008 angin yang dominan bergerak adalah angin baratan, seperti terlihat pada Gambar 24 (a). Angin baratan bertepatan dengan Monsun Dingin Asia dan cenderung membawa massa udara dingin yang lembab, sehingga menimbulkan banyak hujan. Pada periode ini pula menunjukkan adanya pembentukan awanawan besar yang bergerak dari arah barat, lihat Gambar 24 (b). Analisis ini sesuai dengan yang telah dilakukan Hashiguchi et al (1995) dan Nurhayati (2006) bahwa radar dapat menunjukkan pembentukan awanawan besar terlihat bergerak dari arah barat pada bulan November dan akan melewati nya sampai pada bulan Desember. (a) (b) Gambar 24 Kecepatan Angin pada Ketinggian 5.1 km (a); Propagasi awan (b); Bulan November 2007-Januari 2008 di Kototabang, Pontianak, dan Biak MJO merupakan bergesernya pusat-pusat konveksi secara periode harian ke arah timur di ekuatorial dengan osilasi yang ditimbulkan adalah osilasi 30-60 harian. Osilasi ini dapat diketahui dari nilai Power Spectral Density (PSD) dan wavelet. Berdasarkan analisis PSD dan wavelet, osilasi maksimum kecepatan angin zonal harian pada ketinggian 5.1 km di Kototabang menunjukkan 45 harian. Artinya apabila osilasi ini berjalan dengan sempurna, tidak ada faktor lain yang

mengganggunya, dalam waktu 45 harian akan terjadi peningkatan kecepatan angin di kawasan-kawasan yang dilaluinya. Hal ini menunjukkan fenomena MJO terasa di Kototabang. Hasil analisis PSD dapat dilihat pada Gambar 25. Berdasarkan analisis wavelet pun sama, periodisitas kecepatan angin pada ketinggian 5.1 km di Pontianak terjadi 55 harian. Puncak kecepatan angin zonal harian mengalami pergeseran menjadi sekitar bulan Desember, lihat Gambar 28. Hal ini menunjukkan aktivitas awan konveksi bergerak dari barat menuju timur Indonesia. 45 harian 55 harian Gambar 25 Power Spectral Density Kecepatan Angin Zonal pada Ketinggian 5.1 km di Kototabang Analisis yang sama dengan menggunakan teknik wavelet menunjukkan periodisistas dari data angin zonal pada ketinggian 5.1 km adalah terjadi 45 harian, lihat Gambar 26. Berdasarkan wavelet power spectrum menunjukkan puncak angin baratan terjadi sekitar bulan Juli. Gambar 27 Power Spectral Density Kecepatan Angin Zonal pada Ketinggian 5.1 km di Pontianak 55 harian 45 harian Gambar 28 Wavelet Kecepatan Angin Zonal pada Ketinggian 5.1 km di Pontianak Gambar 26 Wavelet Kecepatan Angin Zonal pada Ketinggian 5.1 km di Kototabang Pada ketinggian yang sama, dianalisis osilasi kecepatan angin zonal harian di Pontianak menghasilkan 55 harian (lihat Gambar 27). Artinya apabila osilasi ini berjalan dengan sempurna, tidak ada faktor lain yang mengganggunya, dalam waktu 55 harian akan terjadi peningkatan kecepatan angin di daerah Pontianak. Hal ini menunjukkan fenomena MJO juga mempengaruhi curah hujan di Pontianak. MJO bergerak lurus ke arah timur. Berdasarkan analisis angin zonal pada ketinggian 5.1 km di daerah Biak mengalami osilasi 45 harian, lihat Gambar 29. Artinya apabila osilasi ini berjalan dengan sempurna, tidak ada faktor lain yang mengganggunya, dalam waktu 45 harian akan terjadi peningkatan kecepatan angin. Hasil analisis Power Spectral Density dipertegas dengan analisis wavelet yang menghasilkan osilasi yang sama, yaitu 45 harian. Analisis wavelet dapat dilihat pada Gambar 30. Berdasarkan analisis wavelet kecepatan angin di Biak menunjukkan kecepatan angin zonal harian terjadi sama pada bulan Desember.

45 harian Gambar 29 Power Spectral Density Kecepatan Angin Zonal pada Ketinggian 5.1 km di Biak Gambar 30 45 harian Wavelet Kecepatan Angin Zonal pada Ketinggian 5.1 km di Biak 4.3 Analisis Statistika Analisis statistik ini dilakukan untuk membuktikan hubungan antara kecepatan angin dan curah hujan dengan teknik korelasi silang (cross correlation). Software yang digunakan adalah SPSS versi 13.0 for windows. Korelasi silang merupakan ukuran hubungan atau measure of association yang telah distandarkan antara satu deret berkala dengan nilai-nilai masalah, saat ini dan yang akan datang dari deret berkala lainnya. Data-data yang digunakan adalah data kecepatan angin pada ketinggian 5.1 km dan curah hujan (CH) periode bulan basah yaitu dari 1 November 2007-29 Februari 2008 dengan jumlah data (n) sebanyak 121. Nilai selang kepercayaan dari kedua variabel tersebut adalah 2/n 0.5 yaitu -0.18 sampai 0.18, dapat dilihat Gambar 31. Gambar 31 Grafik Korelasi Silang Kecepatan Angin dengan CH di Kototabang Tabel 5 Nilai korelasi silang Kecepatan angin dengan CH di Kototabang Periode November 2007-Februari 2008 Lag Cross Correlation Std. Error -7 0.006 0.094-6 -0.030 0.093-5 0.014 0.093-4 0.151 0.092-3 0.175 0.092-2 0.049 0.092-1 -0.005 0.091 0 0.116 0.091 1 0.234 0.091 2 0.255 0.092 3 0.240 0.092 4 0.240 0.092 5 0.143 0.093 6 0.059 0.093 7 0.068 0.094 Berdasarkan Gambar 31 menunjukkan signifikan antara kecepatan angin dan curah hujan di Kototabang. Nilai koefisien korelasi tertinggi adalah 0.234 pada selang satu hari (lag 1), lihat Tabel 5. Hal ini menunjukkan semakin tinggi kecepatan angin zonal maka curah hujan yang terjadi tinggi pula dengan angin baratan yang mendominasi daerah Kototabang. Kecepatan angin dan curah hujan di Pontianak menunjukkan hubungan yang signifikan diantara kedua variabel tersebut dengan nilai maksimum yaitu 0.182 berada pada lag -6, lihat pada Gambar 32. Hal ini menunjukkan angin yang mendominasi adalah angin baratan namun curah hujan yang turun di atas Pontianak terjadi karena adanya intervensi atau pengaruh dari daerah lain.

Gambar 32 Grafik korelasi silang kecepatan angin dengan CH di Pontianak Tabel 6 Nilai korelasi silang Kecepatan angin dengan CH di Pontianak Periode November 2007-Februari 2008 Lag Cross Correlation Std. Error -7 0.147 0.094-6 0.182 0.093-5 0.105 0.093-4 -0.068 0.092-3 0.051 0.092-2 0.015 0.092-1 0.035 0.091 0-0.050 0.091 1 0.047 0.091 2 0.097 0.092 3 0.037 0.092 4-0.064 0.092 5-0.039 0.093 6-0.109 0.093 7 0.018 0.094 Hubungan kecepatan angin dengan curah hujan di Biak menunjukkan signifikan atau adanya korelasi silang dengan nilai maksimum 0.199 dengan selang waktu 1 hari (lag -1), lihat pada Gambar 33 dan Tabel 7. Hal ini pula menunjukkan curah hujan di daerah Biak terjadi karena adanya pengaruh dari daerah lain. Gambar 33 Grafik korelasi silang kecepatan angin dengan CH di Biak Tabel 7 Nilai korelasi silang Kecepatan angin dengan curah hujan di Biak pada tanggal 1 November 2007-29 Februari 2008 Lag Cross Correlation Std. Error -7-0.023 0.094-6 -0.037 0.093-5 -0.031 0.093-4 -0.040 0.092-3 -0.124 0.092-2 -0.072 0.092-1 0.199 0.091 0 0.103 0.091 1-0.078 0.091 2-0.073 0.092 3-0.036 0.092 4-0.078 0.092 5-0.058 0.093 6 0.076 0.093 7 0.084 0.094 KESIMPULAN 1. Pada saat bulan Desember, angin yang mendominasi daerah Kototabang adalah angin baratan sampai pada ketinggian 4 km sehingga curah hujan pun tinggi. di permukaan. Sedangkan pada bulan Juni angin yang mendominasi adalah angin timuran sehingga curah hujan rendah. Daerah Pontianak baik bulan Desember maupun Juni angin yang mendominasi adalah angin baratan karena Pontianak memiliki osilasi setengah tahunan yang sempurna dan dipengaruhi oleh efek regional, efek pegunungan tidak mempengaruhi daerah ini. Daerah Biak baik bulan Desember maupun Juni terjadi angin timuran sehingga curah hujannya rendah. Hal ini disebabkan semakin ke timur Indonesia uap air semakin berkurang. 2. Berdasarkan data kecepatan angin zonal periode Maret 2007-Februari 2008, Kototabang, Pontianak, dan Biak terlihat adanya propagasi atau penjalaran arah dan kecepatan angin zonal, serta aktivitas konvergen dan divergen. Angin reversal di Kototabang terjadi pada ketinggian 5.1 km, Pontianak 4.9 km, dan Biak 1.6 km. 3. Osilasi kecepatan angin zonal harian untuk daerah Kototabang dan Biak terjadi 45 harian sedangkan untuk daerah Pontianak 55 harian. Hal ini menunjukkan fenomena MJO mempengaruhi curah hujan di ketiga tempat tersebut.