BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB I PENDAHULUAN. Sepanjang masa hidupnya, manusia mengalami perkembangan dari sikap

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan intelektual dan kognitif. Kemampuan intelektual ini ditandai

HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR. Dr. Poeti Joefiani, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Majid (2014: 1) menjelaskan bahwa hal tersebut sesuai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01

BAB IV HASIL PENELITIAN. remaja ini terbagi di SMKN 1, SMKN 2, SMKN 5, SMA Mataram, SMA

BAB II LANDASAN TEORI

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. begitu saja terjadi sendiri secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi

pendengarannya sehingga hal ini berpengaruh pada kemampuan bahasanya. Karena

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari tiga ciri utama yaitu derajat kesehatan, pendidikan dan. bertumbuh dan berkembang (Narendra, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. memprihatinkan kita semua, sekaligus menyisakan pekerjaan rumah bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan satu jenis kecerdasan saja, karena kecerdasan merupakan kumpulan kepingan

BAB I PENDAHULUAN. akan sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia dalam. mengoptimalkan dan memaksimalkan perkembangan seluruh dimensi

PENDAHULUAN. dengan apa yang ia alami dan diterima pada masa kanak-kanak, juga. perkembangan yang berkesinambungan, memungkinkan individu

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh

KEMANDIRIAN BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP NEGERI 27 PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pembelajaran memungkinkan siswa bersosialisasi dengan. menghargai perbedaan (pendapat, sikap, dan kemampuan prestasi) dan

BAB I PENDAHULUAN. dari dalam maupun dari luar individu. Havighurst yang dikutip (Hurlock,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang bermakna dan bisa mengaktifkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua,

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang menghadapi banyak. persoalan dan konflik, termasuk diantaranya kebingungan dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. datang, jika suatu bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai masalah yang timbul di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Akuntansi

HASIL UJI VALIDITAS KUESIONER EMOTIONAL AUTONOMY

BAB I PENDAHULUAN. terperinci serta dapat mengaplikasikan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

LAMPIRAN 1. DATA VALIDITAS & RELIABILITAS ALAT UKUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan yang terus mengalami perubahan, dan bagaimana mengambil inisiatif

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. mengubah emosi, sosial dan intelektual seseorang. Menurut Tudor (dalam Maurice

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB I PENDAHULUAN. masalah penilaian terhadap hasil usaha tersebut. ( Suryabrata, 2002 : 293 ).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang lebih tinggi. Salah satu peran sekolah untuk membantu mencapai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Organisasi merupakan sebuah wadah berkumpulnya orang-orang yang

BAB I PENDAHULUAN. dan pemerintah. Menurut Slameto (dalam Pradhana, 2012), Keluarga adalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas perkembangan yang sangat penting yaitu mencapai status

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemandirian Belajar Matematika Setiap individu memiliki latar belakang yang berbeda-beda, hal ini berdampak pada kemandirian belajar yang dimiliki individu tersebut. Kemandirian belajar didefinisikan sebagai suatu proses dimana seseorang berinisiatif belajar dengan atau tanpa bantuan orang lain, menganalisis kebutuhan belajar, merumuskan tujuan belajar, mengidentifikasi sumber belajar yang dapat digunakan, memilih dan menerapkan strategi belajar, dan mengevaluasi hasilnya (Lowry, 1989). Sejalan dengan Lowry, Pannen (dalam Sumarsih, 2010) mendefinisikan kemandirian belajar pada mahasiswa adalah usaha individu mahasiswa yang otonomi untuk mencapai suatu kompetensi akademis. Hal tersebut memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menentukan tujuan belajarnya, merencanakan proses pembelajarannya, menggunakan sumber-sumber belajar yang dipilihnya, membuat keputusan akademis, melakukan kegiatan-kegiatan yang dipilihnya untuk mencapai tujuan belajarnya. Seorang mahasiswa membutuhkan kemandirian belajar yang tinggi, karena semua hal yang berkaitan dengan kegiatan perkuliahan ditentukan sendiri. Kemandirian belajar yang baik akan memberikan dampak yang positif dalam perkuliahan. Mahasiswa dengan inisiatifnya sendiri akan merumuskan kebutuhan belajar, mencari sumber belajar, sampai mengevaluasi kegiatan belajar. Menurut Soewandi (dalam Asrori, 2002) kurangnya kemandirian dalam belajar mengakibatkan gangguan mental setelah memasuki perguruan tinggi, kebiasaan belajar yang kurang baik yaitu belajar ketika akan menjelang ujian, membolos, mencontek, atau mencari bocoran soal ujian. Salah satu tujuan dari pembelajaran matematika adalah untuk mengembangkan disposisi matematis atau kebiasaan dan sikap belajar berkualitas yang tinggi (Sumarmo, 2004). Kebiasaan dan sikap yang dimaksud sesuai dengan definisi dari kemandirian belajar yang diterapkan dalam bidang matematika. Menurut Arifin (dalam Sari, 2010) kemandirian dalam belajar matematika adalah suatu kemampuan untuk menimbulkan dorongan pada diri 5

6 sendiri secara berkelanjutan untuk terlibat dalam penyelesaian masalah matematika. Berdasarkan uraian tersebut, kemandirian belajar matematika pada mahasiswa dapat diartikan sebagai keinginan atau kemauan yang muncul dari dalam diri, tanpa adanya pengaruh dari luar dirinya dalam menganalisis kebutuhan belajar matematika, merumuskan tujuan belajar, mengidentifikasi sumber belajar yang dapat digunakan, memilih dan menerapkan strategi belajar, dan mengevaluasi hasilnya. B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Belajar Kemandirian belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor yang berasal dari dalam diri sendiri (faktor internal) dan faktor-faktor yang berasal dari luar diri (faktor eksternal). Faktor internal adalah semua pengaruh yang bersumber dari dalam dirinya sendiri, seperti kematangan usia, jenis kelamin, kecerdasan, dan gen atau keturunan orang tua (Asrori, 2002 dan Thoha dalam Astuti, 2005). Faktor gen atau keturunan masih menjadi perdebatan, karena adanya perbedaan pendapat yang menyatakan bahwa bukan sifat kemandirian orang tua yang diturunkan, namun sifat atau cara orang tua pada saat mendidik atau mengasuh anak. Cara orang tua dalam mendidik anak termasuk dalam faktor eksternal yang mempengaruhi kemandirian belajar. Faktor eksternal adalah semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar diri individu. Menurut Basri (1995), Asrori (2002), dan Thoha (dalam Astuti, 2005) lingkungan keluarga, masyarakat, dan sistem pendidikan di sekolah memberikan pengaruh yang cukup besar dalam membentuk kemandirian. Ketiga faktor lingkungan tersebut termasuk dalam faktor eksternal. Aktivitas pendidikan dalam keluarga, cara hidup orang tua, dan cara orang tua mengasuh dan mendidik anak merupakan faktor eksternal dari lingkungan keluarga. Cara orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak disebut sebagai pola asuh orang tua. Faktor eksternal dari lingkungan masyarakat, misalnya lingkungan masyarakat yang maju dan memiliki tuntutan hidup yang kompleks cenderung akan menumbuhkan kemandirian dibandingkan lingkungan masyarakat yang sederhana. Proses pendidikan di sekolah juga berpengaruh terhadap perkembangan kemandirian, misalnya proses pendidikan yang mengembangkan demokratisasi, memberikan penghargaan terhadap

7 kemampuan anak, menciptakan persaingan yang sehat akan lebih menumbuhkan kemandirian. C. Aspek-aspek Kemandirian Belajar Matematika Menurut Nurjanah (Riani, 2011) mengungkapkan bahwa terdapat tiga aspek dalam kemandirian belajar, yaitu: 1. Tanggung jawab dalam belajar matematika, hal ini terlihat dari adanya percaya diri seseorang atas kemampuannya, tidak tergantung secara terus menerus pada orang lain dan menentukan keputusan sendiri arah belajarnya. 2. Tegas dalam mengambil keputusan dalam belajar matematika, hal ini terlihat adanya kebebasan dan keberanian dalam mengambil keputusan, selalu mengandalkan diri sendiri dan mampu mengatasi atau memecahkan masalah. 3. Memburu minat baru dalam hal bertindak kreatif, keberanian mencoba hal baru dan mampu menyatakan buah pikiran atau pendapat ketika belajar matematika. D. Pola Asuh Orang Tua Setiap individu mendapatkan cara pengasuhan yang berbeda dari masing-masing orang tua. Salah satu faktor yang mempengaruhi penerapan pola asuh adalah perbedaan latar belakang orang tua, baik latar belakang keluarga maupun pekerjaannya. Orang tua yang bekerja sebagai tentara tentu akan berbeda dengan orang tua yang bekerja sebagai guru dalam menerapkan pola asuh kepada anak. Darling & Steinberg (1993) tentang pola asuh orang tua menyebutkan bahwa pola asuh orang tua adalah sekumpulan sikap orang tua terhadap anak dalam berbagai situasi yang dikomunikasikan dan secara bersama membentuk suasana emosional dalam kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan (dalam Kennell, 2006 dan Balogun, 2010). Baumrind menyatakan bahwa interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak akan memberi pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak. Terdapat beberapa teori mengenai tipe pola asuh orang tua. Baumrind (dalam Kennell 2006, Elias 2009, Afriani 2012) pola asuh diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu authoritative (demokratis), authoritarian, dan permissive. Teori Baumrind tersebut kemudian dikembangkan oleh Maccoby &

8 Martin (dalam Balogun 2010, dan Hasan 2009), yang kemudian mengklasifikan pola asuh orang tua menjadi empat tipe yaitu authoritative (demokratis), authoritarian, indulgent (penyabar), uninvolved (penelantar). Pengelompokkan pola asuh tersebut didasarkan pada dua dimensi pengasuhan, yaitu responsiveness dan demandingness. Responsiveness menggambarkan bagaimana orang tua memperhatikan kebutuhan anak, memberikan dukungan, dan menunjukan cintanya, sedangkan demandingness menggambarkan level dimana orang tua yang lebih banyak mengawasi dan mengatur tingkah laku anak mereka. E. Pola Asuh Demokratis Orang Tua Pola asuh demokratis bercirikan dua dimensi demandingness dan responsiveness dalam level sedang. Artinya, orang tua mengawasi dan mengatur tingkah laku anak, namun tetap memberikan perhatian kepada anak dalam level yang sedang. Orang tua bersifat tegas namun tidak mencampuri dan melarang apa yang dilakukan anak. Fathi (2011) berpendapat bahwa pola asuh demokratis adalah salah satu tehnik atau cara mendidik dan membimbing anak, dimana orang tua bersikap terbuka terhadap tuntutan dan pendapat yang dikemukakan anak, kemudian mendiskusikan hal tersebut bersama-sama. Pola ini lebih memusatkan perhatian pada aspek pendidikan daripada aspek hukuman, orang tua memberikan peraturan yang luas serta memberikan penjelasan mengenai sesuatu hal boleh atau tidak boleh dilakukan. Pola asuh demokratis menurut Dariyo (2004) kedudukan antara orang tua dan anak sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan yang bertanggungjawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak tetap harus di bawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Pola asuh demokratis merupakan perpaduan antara pola asuh authoritarian dan permissive, oleh karena itu, pola asuh demokratis dianggap sebagai pola asuh yang ideal di antara pola asuh lainnya (Hasan, 2009). Orang tua memberikan alasan atas hukuman dan larangan yang diberikan kepada anak. Tujuan dari pola asuh ini adalah membentuk anak agar tumbuh menjadi anak yang mandiri, tegas terhadap diri sendiri, ramah dengan teman

9 sebayanya, dan mau bekerja sama. Hal ini akan bermanfaat ketika anak masuk dalam jenjang pendidikan yang lebih tinggi, khususnya mahasiswa. Mahasiswa menentukan semua kegiatan perkuliahan sendiri, mulai dari jadwal kuliah, dosen, dan teman. Kegiatan dalam perkuliahan juga menuntut mahasiswa untuk mandiri, karena mahasiswa dapat merumuskan kebutuhan belajar, mencari bahan dari berbagai sumber belajar, dan mengevaluasi kegiatan perkuliahan. Sumber belajar seperti internet, yang menyediakan berbagai macam informasi mengharuskan mahasiswa memilih bahan-bahan yang relevan dengan kebutuhan belajarnya. F. Aspek-aspek Pola Asuh Demokratis Orang Tua Terdapat empat aspek pola asuh demokratis orang tua, yaitu warmth/involvement, reasoning/induction, democratic participation, dan good nature/easy going (Robinson, 1995 dalam Ellis, 2003). Warmth/involvement adalah aspek yang paling kuat dan paling konsisten pada perkembangan anak. Keterlibatan orang tua dalam hal ini berpusat pada anak, orang tua tertarik dengan kehidupan anak dan tidak ingin mementingkan keinginan dan kebutuhannya daripada kebutuhan anak. Aspek reasoning/induction merupakan aspek di mana orang tua memberikan penjelasan atau alasan kepada anak agar mengetahui mengapa suatu hal dilakukan dan tidak dilakukan. Aspek democratic participation adalah aspek dimana orang tua memberikan kesempatan kepada anak untuk berparitipasi dan mempertimbangkan pendapat anak dalam setiap pengambilan keputusan. Good nature/easy going adalah aspek dimana orang tua menunjukan kasih sayang dan perilaku yang menyenangkan terhadapa anak. G. Hubungan antara Pola Asuh Demokratis Orang Tua dengan Kemandirian Belajar Matematika Mahasiswa Mahasiswa merupakan pelajar yang dianggap mampu untuk mandiri dalam kegiatan belajar. Kegiatan belajar dalam perkuliahan menuntut mahasiswa untuk aktif dalam mencari sumber belajar, mengatur waktu untuk belajar, dan beberapa kegiatan belajar lain yang harus diatur secara mandiri. Oleh karena itu kemandirian belajar sangat diperlukan bagi seorang mahasiswa, khususnya mahasiswa Pendidikan Matematika. Pannen (dalam Sumarsih, 2010) mendefinisikan kemandirian belajar pada mahasiswa adalah usaha individu mahasiswa yang otonomi untuk

10 mencapai suatu kompetensi akademis. Hal tersebut memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menentukan tujuan belajarnya, merencanakan proses pembelajarannya, menggunakan sumber-sumber belajar yang dipilihnya, membuat keputusan akademis, melakukan kegiatan-kegiatan yang dipilihnya untuk mencapai tujuan belajarnya. Definisi kemandirian belajar ini menjadi salah satu tujuan dari pembelajaran matematika, yaitu mengembangkan disposisi matematis atau kebiasaan dan sikap belajar berkualitas yang tinggi (Sumarmo, 2004). Kemandirian pada anak berawal dari keluarga serta dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Orang tua berperan langsung dalam mengasuh, membimbing, dan mengarahkan anak menjadi mandiri. Pola asuh yang dapat mendukung dalam perkembangan kemandirian adalah pola asuh demokratis orang tua, karena aspek-aspeknya lebih bersifat mendidik daripada menghukum. Pola asuh demokratis tidak hanya mengatur dan mengontrol tingkah laku anak, namun juga memberikan pengertian dan perhatian terhadap kebutuhan anak, sehingga anak menjadi mandiri, tidak takut dan lebih bertujuan dalam hidupnya. Mahasiswa khususnya jurusan Pendidikan Matematika harus memiliki kemandirian belajar matematika yang baik, karena hal tersebut merupakan salah satu tujuan dari pembelajaran matematika (Sumarmo, 2004). Mahasiswa Pendidikan Matematika yang mendapat pola asuh demokratis dari orangtuanya akan memiliki kemandirian belajar dan memiliki tujuan dalam perkuliahannya (Latif, 2009). H. Penelitian yang Relevan Penelitian tentang hubungan antara pola asuh demokratis dengan kemandirian belajar siswa sudah pernah dilakukan. Astuti (2005) melakukan penelitian di SMA Negeri Sumpiuh, Banyumas, menghasilkan bahwa sumbangan pola asuh otoriter terhadap kemandirian siswa dalam belajar yaitu 11,06%, untuk pola asuh demokratis berpengaruh terhadap kemandirian siswa dalam belajar sebesar 37,03% dan untuk pola asuh permisive berpengaruh terhadap kemandirian siswa dalam belajar sebesar 15,83%. Dengan demikian dapat diketahui bahwa yang memberikan pengaruh paling besar terhadap kemandirian siswa dalam belajar adalah pola asuh demokratis, kemudian diikuti oleh pola asuh permisive dan yang terakhir yaitu pola asuh otoriter.

11 Lebih lanjut, Pratt (dalam Walker, 2008) menemukan bahwa pengaruh pola asuh demokratis orang tua lebih mendukung pemahaman tugas matematika daripada pola asuh lainnya. Penelitian lain dilakukan oleh Starr (2011) pada mahasiswa di timur laut Amerika Serikat, menemukan hasil yang berbeda dari dua penelitian sebelumnya di atas. Pola asuh demokratis bukan menjadi pengaruh utama dalam kemandirian belajar matematika mahasiswa. Sudenska (2012) melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dan pembawaan personal terhadap kemandirian belajar. Hasil dari penelitian Sudenska menunjukkan bahwa faktor bawaan personal adalah faktor yang paling mempengaruhi kemandirian belajar, walaupun pola asuh demokratis juga cukup mempengaruhi kemandirian belajar. I. Kerangka Berpikir Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola asuh demokratis orang tua terhadap kemandirian belajar mahasiswa Pendidikan Matematika, oleh karenanya terdapat dua variabel yang akan diukur yaitu pola asuh demokratis orang tua dan kemandirian belajar matematika. Berikut merupakan Bagan 2.1 kerangka berpikir dalam penelitian ini. Pola asuh demokratis orang tua Bagan 2.1. Kerangka Berpikir Kemandirian belajar matematika mahasiswa Pendidikan Matematika Pola asuh orang tua merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar. Pola asuh yang dianggap dapat mendukung perkembangan kemandirian belajar adalah pola asuh demokratis, karena aspek-aspeknya lebih bersifat mendidik daripada menghukum. Kemandirian belajar yang baik akan memberikan dampak yang positif dalam perkuliahan. Mahasiswa dengan inisiatifnya sendiri akan merumuskan kebutuhan belajar, mencari sumber belajar, sampai mengevaluasi kegiatan belajar. Menurut Soewandi (dalam Asrori, 2002) kurangnya kemandirian dalam belajar mengakibatkan gangguan mental setelah memasuki perguruan tinggi, kebiasaan belajar yang kurang baik yaitu belajar ketika akan menjelang ujian, membolos, mencontek, atau mencari bocoran soal ujian. Penelitian ini

12 bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara pola asuh demokratis orang tua dengan kemandirian belajar matematika Mahasiswa Pendidikan Matematika angkatan 2012 Universitas Kristen Satya Wacana. J. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif signifikan antara pola asuh orang tua demokratis dengan kemandirian belajar matematika Mahasiswa Pendidikan Matematika angkatan 2012 Universitas Kristen Satya Wacana. Hal ini diharapkan dapat memperoleh hasil bahwa mahasiswa yang mendapat pola asuh demokratis orang tua yang tinggi, maka akan mempunyai kemandirian belajar matematika yang tinggi pula, begitu juga sebaliknya, mahasiswa yang mendapat pola asuh demokratis orang tua yang rendah, maka akan mempunyai kemandirian belajar matematika yang rendah pula.