1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi - tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum sebagai yang dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pelayanan kesehatan adalah salah satu faktor penentu derajat kesehatan masyarakat. Salah satu sasarannya adalah Pusat Kesehatan Masyarakat yang lebih sering disebut Puskesmas. Puskesmas diharapkan menjadi pusat pelayanan kesehatan yang paling dekat dengan masyarakat dan mampu memberikan pelayanan proaktif dan responsif (Depkes, 2002). Layanan yang telah diterapkan di puskesmas yaitu dengan memberikan senyum, salam, sapa, sopan dan santun (5 S) kepada setiap pasien yang datang ke puskesmas, memberikan pelayanan pemeriksaan yang baik pada setiap pasien yang datang berobat, sehingga memberikan kesan yang akrab dan nyaman serta tidak menimbulkan rasa kekhawatiran bagi pasien terhadap penyakit yang diderita serta berusaha memberikan pengobatan yang terbaik terhadap penyakit pasien, memberi layanan secara tepat dan cepat kepada setiap pasien. Tuntutan pasien terhadap pelayanan yang berkualitas bukan hanya dikaitkan dengan kesembuhan dari penyakit, tetapi juga menyangkut kepuasan pasien terhadap kualitas keseluruhan 1
2 proses pelayanan termasuk pelayanan medis di puskesmas guna memenuhi kebutuhan dan harapan pasien. Menurut Kotler (2003), kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan atau kinerja produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang. Kepuasan dalam konteks pelayanan kesehatan adalah kepuasaan pasien, yaitu suatu keadaan keinginan, harapan dan kebutuhan pasien dipenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pasien. Kualitas pelayanan merupakan hal prima dan merupakan keharusan bila organisasi ingin maju. Betapapun baiknya kinerja pegawai bila kualitas pelayanan buruk maka organisasi tersebut akan ditinggalkan pelanggannya (Agustiono dan Sumarno, 2003). Pengukuran kepuasan pasien merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila pasien merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Kenyataan menunjukkan bahwa pasien yang tidak puas akan memberikan rekomendasi dari mulut kemulut, sehingga mempengaruhi sikap dan keyakinan orang lain untuk berkunjung kesarana tersebut (Tjiptono dan Diana, 2001). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Azkha dkk (2007) di puskesmas dalam wilayah Kota Padang menjelaskan bahwa tingkat kesesuaian pasien terhadap kepuasan pelayanan kesehatan di Puskesmas Kota Padang berkisar
3 antara 76,84% sampai dengan 86,16%. Hasil penelitian menunjukkan masih terdapat perbedaan antara harapan pasien dengan kepuasan terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan, sehingga secara keseluruhan belum tercapai kepuasaan pasien. Menurut Sugito dan Yulherina (2005), sebuah pelayanan kesehatan dapat terselenggara karena interaksi beberapa hal. Interaksi yang dimaksud adalah tersedianya sarana dan prasarana yang memungkinkan pelayanan kesehatan itu diberikan, tenaga pelaksana yang akan menyelenggarakan pelayanan yang handal, sistem dan prosedur yang mengatur penyelenggaraan pelayanan kesehataan tersebut. Investasi dalam sumber daya manusia sangat penting untuk memperbaiki kualitas pelayanan, seperti yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dinyatakan bahwa tenaga kesehatan merupakan salah satu sumber daya kesehatan yang diperlukan sebagai pendukung penyelenggaraan upaya kesehatan agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Walton dan Ulrich dalam Gao-LW (2012), mengatakan bahwa sumber daya manusia merupakan asset/modal intelektual dalam sebuah organisasi yang terdiri dari beragam keahlian, pengetahuan dan kompetensi mempunyai pengaruh pada kinerja organisasi tersebut untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Gao-LW (2012), dengan memberikan kepercayaan dan apresiasi kepada pegawai maka produktivitas kerja pegawai akan meningkat dan kinerja organisasi juga meningkat sehingga tujuan organisasi tercapai. Kepercayaan yang diberikan organisasi kepada pegawai akan menimbulkan komitmen pegawai terhadap organisasi tersebut. Selain diberikan
4 kepercayaaan, pegawai juga diberikan beban kerja yang sesuai dengan kemampuan dan keahlian dari masing-masing pegawai. Steers dalam Sopiah (2008), komitmen karyawan terhadap organisasi adalah sebagai rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi) dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap organisasinya. Sebuah komitmen akan melahirkan dedikasi dan loyalitas terhadap organisasi. Dedikasi terhadap organisasi itu sendiri adalah pengorbanan tenaga, pikiran, waktu demi keberhasilan tujuan organisasi. Sementara loyalitas itu sendiri adalah memiliki makna kesediaan seseorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun (Wisanggeni, 2011). Meyer, Allen dan Smith dalam Sopiah (2008), mengemukakan bahwa ada tiga komponen komitmen, yaitu : komitmen afektif, komitmen berkelanjutan dan komitmen normatif. Komitmen afektif terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional antara karyawan dengan organisasi ditempatnya bekerja. Komitmen berkelanjutan, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena kebutuhan akan gaji dan keuntungankeuntungan lain yang diperoleh karyawan dari organisasi. Komitmen normatif, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota
5 organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan. Seseorang yang memiliki komitmen yang tinggi akan terlibat sungguhsungguh dalam pekerjaannya dan loyalitas terhadap organisasi, selain itu tingkah laku individu berusaha ke arah tujuan organisasi dan berkeinginan untuk tetap bergabung pada organisasi dalam jangka waktu yang lama. Pegawai yang memiliki komitmen yang tinggi akan menerima hampir semua tugas dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Menurut Ilyas (2004), menurunnya kualitas pelayanan bukan hanya karena faktor mutu tenaga, tetapi juga karena tingginya beban kerja yang diterima tenaga kesehatan. Kesesuaian beban kerja yang telah diatur dan ditargetkan oleh manajemen organisasi menunjukkan tanggungjawab pegawai didalamnya. Beban kerja yang berlebihan dapat menimbulkan suasana kerja yang tidak nyaman bagi pegawai, jika kekurangan beban kerja dapat menimbulkan kerugian bagi organisasi. Ketidaksesuaian beban kerja dengan kemampuan yang dimiliki oleh karyawan mengakibatkan organisasi menjadi tidak produktif (Lituhayu, 2008). Menurut Ilyas (2004), beban kerja didasarkan pada pemanfaatan waktu kerja yang tersedia untuk melakukan serangkaian pekerjaan. Beban kerja merupakan waktu yang digunakan oleh karyawan untuk melaksanakan tugasnya dibandingkan dengan banyaknya pekerjaan yang harus dilakukannya. Hasil studi yang dilakukan Ilyas pada tahun 2000, bahwa hanya 53,2% waktu yang benar-benar produktif yang
6 digunakan untuk pelayanan kesehatan langsung dan sisanya 39,8% digunakan untuk kegiatan penunjang. Beban kerja pada tenaga kesehatan di pukesmas dapat dilihat dari aspekaspek seperti tugas-tugas yang dijalankan berdasarkan fungsi utamanya. Tugas-tugas yang dijalankan meliputi tugas pokok, tugas tambahan/rangkap, jumlah pasien yang harus dilayani, kapasitas kerja sesuai dengan pendidikan tenaga kesehatan, waktu kerja yang digunakan untuk mengerjakan tugas sesuai dengan jam kerja yang berlangsung setiap hari, serta kelengkapan fasilitas yang dapat membantu tenaga kesehatan dalam menyelesaikan kerjanya dengan baik (Irwandi, 2007). Kota Solok adalah salah satu kota yang terdapat di Propinsi Sumatera Barat yang berupaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan memberikan pelayanan kesehatan secara gratis di puskesmas bagi penduduk Kota Solok dan diatur dalam Peraturan Walikota nomor 4 tahun 2007 (Pemerintah Kota Solok, 2007). Puskesmas Tanah Garam merupakan salah satu Unit Pelayanan Terpadu Dinas Kesehatan Kota Solok, terletak di Kelurahan VI Suku dengan jumlah penduduk sebanyak 21.945 jiwa penduduk. Letak puskesmas yang strategis membuat masyarakat memanfatkan Puskesmas Tanah Garam dengan maksimal. Puskesmas Tanah Garam memberikan fasilitas pelayanan kesehatan rawat jalan, rawat inap dan IGD. Jenis pelayanan yang diberikan pada unit rawat jalan adalah pelayanan kesehatan umum (askes, umum, jamkesda/jamkesmas dan remaja), kesehatan ibu dan anak, pelayanan gigi, pelayanan imunisasi, konsultasi gizi,
7 konsultasi kesehatan lingkungan, konsultasi remaja, pemeriksaan mata, pelayanan KB, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan IVA, pelayanan fisioterapi, klinik tumbuh kembang (fisioterapi anak) dan pelayanan obat/farmasi. Puskesmas Tanah Garam memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam enam hari kerja yaitu senin-sabtu, dengan jam pelayanan 24 jam. Pelayanan rawat jalan puskesmas pada jam 08.00 12.00, setelah jam 12.00 pelayanan dipindahkan ke bagian IGD/Rawat Inap Puskesmas Tanah Garam. Puskesmas Tanah Garam dalam upaya untuk meningkatkan pelayanan bekerja sama dengan dokter spesialis kandungan untuk memberikan pelayanan pada ibu hamil dan transfer ilmu pada petugas tiap bulannya sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh Dinas Kesehatan Kota Solok. Puskesmas Tanah Garam juga bekerjasama dengan dokter kejiwaan pada minggu kedua tiap dua bulan sekali. Jenis pelayanan yang diberikan Puskesmas Tanah Garam menjadikan petugas cukup aktif dalam melaksanakan pelayanan di puskesmas, sementara upaya pengobatan bukanlah satu-satunya upaya kesehatan pokok puskesmas. Arah pembangunan kesehatan belakangan ini difokuskan untuk pencapaian millenium development goals (MDGs) bidang kesehatan melalui berbagai kegiatan upaya kesehatan promotif dan preventif yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk mempercepat pencapaian tujuan tersebut (Depkes, 2013). Berdasarkan survey pendahuluan dengan melakukan wawancara terhadap bagian administrasi Puskesmas Tanah Garam, diketahui rata-rata jumlah kunjungan
8 pasien pada Unit Rawat Jalan Puskesmas Tanah Garam bervariasi antara 100-180 kasus setiap hari dan dirata-ratakan jumlah pasien pada Unit Rawat Jalan Puskesmas Tanah Garam sekitar 152 orang/kasus setiap harinya, seperti pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Jumlah Kunjungan Kasus pada Unit Rawat Jalan Puskesmas Tanah Garam Kota Solok Kunjungan Rawat Jalan Tahun Jumlah Gratis % Bayar % Rata rata /hari (kasus) 2010 48.998 43.085 87,9 5.908 12,1 157 2011 48.114 38.879 80,8 9.235 19,2 154 2012 47.642 40.558 85 7.084 15 152 Sumber : Laporan Tahunan Puskemas Tanah Garam Tahun 2012 Berdasarkan data jumlah kunjungan kasus pada unit rawat jalan diatas, ketahui bahwa terjadi penurunaan jumlah kunjungan pasien pada Unit Rawat Jalan Puskesmas Tanah Garam dalam 3 (tiga) tahun terakhir. Jumlah kunjungan pada unit rawat jalan pada tahun 2011 menurun sebanyak 884 kasus dari tahun 2010 dan pada tahun 2012, jumlah pasien menurun sebanyak 472 kasus dari tahun 2011. Tahun 2012 terjadi kenaikan jumlah kunjungan pasien gratis sebanyak 1.679 kasus dari tahun 2011 dan terjadi penurunan kunjungan kasus sebanyak 2.151 kasus (4,2%) dari tahun 2011 pada pasien bayar. Secara keseluruhan terjadi penurunan pada jumlah kunjungan kasus pasien pada Unit Rawat Jalan Puskesmas Tanah Garam Kota Solok. Berdasarkan dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap 20 orang pasien pada Unit Rawat Jalan Puskesmas Tanah Garam Kota Solok, 13 pasien (65%) menyatakan puas karena dilayani oleh Dokter Umum dan Dokter Spesialis Anak (aspek jaminan), 12 pasien (60%) menyatakan tidak puas pada kenyamanan di ruang
9 tunggu dan toilet pasien (aspek bukti fisik), 8 pasien (40%) menyatakan puas karena jam pelayanan yang tepat waktu (aspek kehandalan), 10 pasien (50%) menyatakan tidak puas terhadap pelayanan petugas yang kurang perhatian terhadap keluhan pasien (aspek empati) dan 9 pasien (45 %) menyatakan tidak puas terhadap petugas dalam hal penyampaian informasi (aspek ketanggapan). Peneliti melanjutkan wawancara dengan 20 orang petugas terhadap komitmen petugas pada Puskesmas Tanah Garam Kota Solok berdasarkan dimensi komitmen yaitu komitmen afektif, komitmen berkelanjutan dan komitmen normatif diperoleh data bahwa sebanyak 6 orang petugas (30%) setuju terhadap komitmen afektif, sebanyak 7 orang petugas (35%) setuju terhadap komitmen berkelanjutan, sementara itu untuk komitmen normatif sebanyak 7 (35%) orang petugas setuju. Berdasarkan pengamatan peneliti di unit pelayanan pasien umum, rata-rata waktu yang dibutuhkan petugas untuk melayani pasien dengan baik adalah 8-10 menit, jumlah pasien rata-rata perhari sebanyak 39 orang dengan jumlah jam layanan rawat jalan 4 jam (240 menit), jika berdasarkan jumlah pasien dan jam layanan maka jumlah pasien yang dilayani sebanyak 30 orang, sementara jumlah pasien yang harus dilayani ada 39 orang, maka terdapat kelebihan pasien sebanyak 9 orang, maka diasumsikan beban kerja petugas di unit pelayanan umum tinggi. Unit pelayanan remaja melayani pasien rata-rata perhari sebanyak 20 orang, waktu yang dibutuhkan petugas untuk melayani pasien di unit pelayanan remaja adalah 10 menit, seharusnya unit pelayanan remaja melayani pasien sebanyak 24 orang, petugas di unit pelayanan
10 remaja mempunyai waktu luang sebanyak 40 menit, diasumsikan beban kerja petugas di unit pelayanan remaja sedang. Menurut penelitian Joeharno (2010), pada sebuah Puskesmas Jumpandang Baru Kota Makasar menunjukkan 18 (36%) petugas kesehatan memiliki waktu kerja yang tidak memenuhi syarat dan menyebabkan 3 (16,7%) diantaranya memiliki beban kerja yang tidak sesuai, 18 (36%) petugas kesehatan di Puskesmas Jumpandang Baru menyatakan lingkungan fisik organisasi pada kondisi tidak baik dan menyebabkan 3 (16,7%) diantaranya memiliki beban kerja yang tidak sesuai dan 15 (30%) petugas kesehatan di Puskesmas Jumpandang Baru menyatakan keadaan lingkungan sosial organisasi pada kondisi tidak baik dan menyebabkan 2 (13,3%) diantaranya memiliki beban kerja yang tidak sesuai. Berdasarkan data kepuasan pasien, komitmen petugas dan beban kerja di atas maka peneliti berkeinginan melakukan penelitian terhadap beban kerja dari petugas kesehatan dan komitmen petugas dalam memberikan pelayanan terhadap kepuasan pasien pada Unit Rawat Jalan Puskesmas Tanah Garam Kota Solok. Sehingga penelitian terhadap beban kerja petugas merupakan upaya peningkatan kinerja petugas untuk mendukung penyelenggaraan pelayanan yang berkualitas di puskesmas. 1.2 Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh beban kerja dan komitmen petugas terhadap kepuasan pasien pada Unit Rawat Jalan Puskesmas Tanah Garam Kota Solok.
11 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh beban kerja dan komitmen petugas terhadap kepuasan pasien pada Unit Rawat Jalan Puskesmas Tanah Garam Kota Solok. 1.4 Hipotesis Beban kerja dan komitmen petugas berpengaruh terhadap kepuasan pasien pada Unit Rawat Jalan Puskesmas Tanah Garam Kota Solok. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Memberikan masukan bagi manajemen Puskesmas Tanah Garam dalam pendistribusian petugas pada masing-masing unit pelayanan sesuai dengan beban kerja dan latar belakang pendidikan petugas. 2. Tersedianya informasi tentang beban kerja dan komitmen petugas terhadap kepuasan pasien untuk penelitian selanjutnya.