Vol.15 No.2. Agustus 2013 Jurnal Momentum ISSN : X

dokumen-dokumen yang mirip
Vol.17 No.2. Agustus 2015 Jurnal Momentum ISSN : X

Vol.17 No.1. Februari 2015 Jurnal Momentum ISSN : X

PENGARUH VARIASI KADAR ASPAL TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

PENGARUH VARIASI KADAR AGREGAT HALUS TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

Vol.14 No.1. Februari 2013 Jurnal Momentum ISSN : X

EFEK PEMAKAIAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

Vol.16 No.1. Februari 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

BAB III LANDASAN TEORI

NASKAH SEMINAR INTISARI

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

III. METODOLOGI PENELITIAN. mendapatkan data. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, penelitian ini

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL

PENGARUH BATU KAPUR SEBAGAI FILLER PADA CAMPURAN LASTON LAPIS AUS (AC-WC) ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

DAFTAR ISI UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

Pengaruh Penggunaan Abu Sekam Padi sebagai Bahan Pengisi pada Campuran Hot Rolled Asphalt terhadap Sifat Uji Marshall

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN:

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3)

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 )

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Pada pembuatan aspal campuran panas asbuton dengan metode hot mix (AC

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan

BAB III LANDASAN TEORI

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

KAJIAN HUBUNGAN BATASAN KRITERIA MARSHALL QUOTIENT DENGAN RATIO PARTIKEL LOLOS SARINGAN NO.#200 BITUMEN EFEKTIF PADA CAMPURAN JENIS LASTON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENAMBAHAN FILLER GRANIT DAN KERAMIK PADA CAMPURAN LASTON AC-WC TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHALL

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

BAB I PENDAHULUAN. agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.2, Januari 2013 ( )

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

PERENCANAAN CAMPURAN ASPAL BETON AC-BC DENGAN FILLER ABU SEKAM PADI, PASIR ANGGANA, DAN SPLIT PALU ABSTRACT

PEMANFAATAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRETE-WEARING COURSE GRADASI KASAR NASKAH PUBLIKASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN:

ANALISIS ITS (INDIRECT TENSILE STRENGTH) CAMPURAN AC (ASPHALT CONCRETE) YANG DIPADATKAN DENGAN APRS (ALAT PEMADAT ROLLER SLAB) Naskah Publikasi

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC)

PENGARUH ABU VULKANIK GUNUNG SINABUNG SEBAGAI BAHAN PENGGANTI FILLER AC-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL.

BAB III Landasan Teori LANDASAN TEORI. A. Bahan Penyusun Campuran Perkerasan Lapis Aus

APLIKASI GRADASI GABUNGAN DI LABORATORIUM DAN GRADASI HOT BIN ASPHALT MIXING PLANT CAMPURAN LATASTON (HRS - BASE) TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL

Studi Alternatif Campuran Aspal Beton AC WC dengan Menggunaan Pasir Seruyan Kabupaten Seruyan Kalimantan Tengah

PENGARUH UKURAN BUTIRAN MAKSIMUM 12,5 MM DAN 19 MM TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-WC

PENGGUNAAN PASIR BESI SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA BETON ASPAL LAPISAN AUS

ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN TIPIS ASPAL PASIR (LATASIR) KELAS A YANG SELURUHNYA MEMPERGUNAKAN AGREGAT BEKAS

PENGARUH PENGGUNAAN GENTENG KERAMIK SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR DAN ABU TERBANG SEBAGAI PENGISI PADA LASTON AC-BC ABSTRAK

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

TINJAUAN VOID CAMPURAN ASPAL YANG DIPADATKAN MENGGUNAKAN ALAT PEMADAT ROLLER SLAB (APRS) DAN STAMPER

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (AC-WC) TAMBAHAN LATEKS TERHADAP SIFAT MARSHALL

PENGARUH PENUAAN ASPAL TERHADAP KARAKTERISTIK ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE ( AC WC ) GRADASI KASAR DENGAN ACUAN SPESIFIKASI UMUM BINA MARGA 2010

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk

KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

Abstract. Kata Kunci : Asphalt Concrete Wearing Course, SPSS, Karakteristik Marshall. Abstract

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

lapisan dan terletak di atas tanah dasar, baik berupa tanah asli maupun timbunan

KARAKTERISTIK MARSHALL DALAM ASPAL CAMPURAN PANAS AC-WC TERHADAP VARIASI TEMPERATUR PERENDAMAN

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

Transkripsi:

PENGARUH VARIASI KADAR AGREGAT HALUS TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-WC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL Oleh : M i s b a h Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Padang Abstrak Jalan merupakan sarana transportasi yang sangat menentukan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat umumnya dan perekonomian masyarakat khususnya. Biaya pembangunan dan perawatan jalan yang besar, akan lebih baik jika pembangunan jalan dititik beratkan pada peningkatan mutu jalan, baik dari segi biaya, metoda pelaksanaan maupun segi pemeliharaan sehingga diperoleh hasil maksimal dan jalan bisa bertahan lama. Sering ditemui perkerasan jalan yang mengalami kerusakan sebelum umur rencana tercapai. Faktor penyebab kerusakan diantaranya : pemeliharaan jalan yang belum optimal, muatan kendaraan berlebih, pengaruh faktor aspal dan faktor gradasi agregat, serta pelaksanaan perkerasan yang tidak memenuhi persyaratan spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum. Untuk itu, perlu suatu metoda yang bisa mengetahui terjadinya penyimpangan pelaksanaan yang telah memenuhi persyaratan spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum. Salah satu adalah metode analisa pengaruh variasi agregat halus terhadap nilai karakteristik campuran Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC). Lapisan perkerasan lentur Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC) adalah lapisan perkerasan yang digunakan sebagai lapis permukaan atau lapis aus, untuk itu diperlukan kepadatan (density) yang memenuhi standar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menurunkan kadar aggregat halus hingga nilai 80 % dan menaikkan kadar agregat kasar hingga 130 % dari kondisi normal (100 %), mengakibatkan nilai Flow dan VFA mengalami penurunan dari kondisi normal ( 100 % ) dan nilai VIM mengalami kenaikkan dari kondisi normal, hal ini mengakibatkan nilai karakteristik campuran Marshall tidak memenuhi spesifikasi campuran. Kata Kunci : Variasi Agregat Halus, Karakteristik Marshall Abstract Roads are the means of transport is crucial in improving the welfare of society in general and the economy in particular. Cost of construction and maintenance of the road, it would be better if the roads emphasis on improving the quality of roads, both in terms of costs, methods of implementation and maintenance terms in order to obtain maximum results and long-lasting way. Often found with damaged pavement before the design life is reached. Factors causing such damage: road maintenance is not optimal, excessive vehicle loads, the influence factors of asphalt and aggregate gradation factors, as well as the implementation of pavement that does not meet the requirements of the Public Works Department specifications. For that, need a method that can determine the deviation of the implementation meets the specification requirements of the Department of Public Works. One is the method of analysis of the influence of variations in the value of fine aggregate characteristics-mixed Concrete Asphalt Wearing Course (AC-WC). Flexible pavement layer-wearing Course Asphalt Concrete (AC-WC) is used as a pavement layer surface layer or wear layer, it is necessary for the density (density) that meet the standards.. The results showed that by lowering the levels of fine aggregate to the value of 80% and raise the level of coarse aggregate up to 130% of normal (100%), resulting in values VFA and Flow decreased from normal conditions (100%) and the value of VIM had passed all of the conditions normal, this has resulted in the value of the characteristic blend Marshall mix does not meet specifications. Keywords: Fine Aggregate Variation, Characteristics Marshall 67

PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan jalan di Indonesia akhirakhir ini sangat meningkat, mulai dari proyek pembangunan jalan baru sampai proyek peningkatan jalan. Perkerasan jalan biasanya direncanakan untuk masa pelayanan yang disesuaikan dengan kondisi lalu lintas yang ada, tetapi sering ditemukan perkerasan jalan yang mengalami kerusakan sebelum umur rencana tercapai. Faktor penyebab terjadi kerusakan diantaranya pemeliharaan jalan yang belum optimal, muatan kendaraan berlebih serta pengaruh faktor aspal dan faktor gradasi. Proses pembuatan campuran dilakukan dengan dua kondisi yaitu : pembuatan campuran dilaboratorium dan pembuatan campuran di AMP. Sebelum pembuatan campuran di AMP, sampel terlebih dahulu diuji di laboratorium dengan syarat material harus sesuai standar spesifikasi ideal. Pada proses pembuatan campuran di AMP, material agregat kasar, halus dan filler dimasukkan ke dalam bin dingin, kemudian agregat dialirkan dengan menggunakan ban berjalan dan bergetar kebagian dryer (pengering). Dari dryer, agregat dialirkan ke unit saringan panas (hot screen). Kemudian agregat dialirkan ke bin panas (hot bin). Dari hot bin dialirkan ke bagian penimbangan. Dari penimbangan agregat dialirkan ke bagian pencampuran (mixer pugmill). Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan hasil produksi. a. Daya Tahan (Durabilitas) b. Adhesi dan Kohesi c. Kepekaan terhadap campuran d. Kekerasan aspal Agregat atau batuan adalah kumpulan butir-butir mineral alam maupun buatan yang dapat berupa batu pecah, kerikil, pasir atau komposisi mineral lain. Agregat merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan (sekitar 90% - 95% berat atau 75% - 85% volume campuran). Berdasarkan besar partikelnya agregat dibedakan menjadi agregat kasar dan agregat halus. Agregat kasar adalah batuan yang tertahan saringan no : 8 (2,38 mm) dan agregat halus adalah batuan yang lolos saringan no. 8 (2,38 mm) dan tertahan saringan no : 200 (0,075 mm). Metodologi Pada penelitian ini metoda pengujian berupa pembuatan dan pengujian sejumlah benda uji standar berbentuk tabung dengan diameter 102 mm (4 inch) dan tinggi 63,5 mm (2.5 inch). Pemadatan dilakukan dengan penumbukan sebanyak 75 kali per bidang di Laboratorium dengan total benda uji 15 buah (terdapat 5 variasi dan tiap variasi terdiri dari tiga benda uji) dengan penambahan 10%, 20%, 30%, dan pengurangan 10% dan 20% kadar agregat halus. Tinjauan Pustaka Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat, yang mengandung hydrocarbon. Menurut Asphalt Institute, MS-22 2001, sifat-sifat aspal yang dibutuhkan untuk perkerasan jalan adalah : 68

Tidak Pengujian Agregat Kasar, halus, filler Spesifikasi Ya Studi Literatur Persiapan Material Mix Design AC-WC Pengujian Marshall Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO) Pembuatan Benda Uji Penyimpangan Kadar Filler Pengujian Marshall Analisa Data Kesimpulan dan Saran Pengujian Aspal Penetrasi 60/70 Spesifikasi Ya Gambar. 1. Bagan Alir Penelitian SHELL BITUMEN (1990) menyatakan bahwa campuran panas aspal agregat harus memiliki kemampuan untuk : a) Memiliki ketahanan terhadap deformasi permanen. b) Ketahanan terhadap retak lelah (fatique) c) Mudah dikerjakan saat penghamparan sampai tingkat kepadatan yang diinginkan dengan peralatan yang memungkinkan. d) Bersifat kedap air untuk melindungi lapisan perkerasan di bawahnya terhadap pemasukan air dari luar yang bersifat merusak. e) Tahan lama dan mampu menahan abrasi oleh lalulintas, pengaruh air dan udara. f) Berperan dalam mendukung struktur perkerasan g) Pemeliharaan murah dan paling utama harganya murah. Di dalam penelitian, pendekatan empiris yang dipakai yang sesuai dengan perhitungan Marshall adalah sebagai berikut : a) Berat jenis Bulk dari total agregat: P1 P2... Pn Gsb P / Gsb P / Gsb... P / Gsbn 1 2 b) Berat jenis Apparent dari total agregat P1 P2... Pn Gsa P / Gsa P / Gsa... P / Gsan 1 1 2 c) Berat jenis efektif dari total agregat Gsb Gsa Gse 2 d) Isi Bulk dari campuran padat, cc Vbulk = W ssd Ww 1 e. VIM/Rongga didalam campuran (prosentase dari volume total) Gmm - Gmb VIM 100 x Gmm f. VMA/Rongga dalam agregat (prosentase dari volume total) Gmb - Ps VMA 100 Gsb n n 69

g. VFA/Rongga terisi aspal (prosentase dari VMA) VMA - VIM VFA 100 x VMA h. Penyerapan aspal Gse - Gsb Pba 100 x XGb GsexGsb i. Kadar aspal efektif dari total campuran Pba Pbe Pb XPs 100 Dengan maksud, P1,P2,...Pn = prosentase berat agregat Gsb, Gsb n, = berat jenis dari agregat Gsa1,Gsa n,= berat jenis apparent dari agregat Gsa = berat jenis apparent dari total agregat Gsb = berat jenis bulk dari total agregat V bulk = volume bulk campuran dipadatkan Wssd = berat jenis kering permukaan Ww = berat dalam air Gmb = berat jenis bulk pada campuran padat Gmm = berat jenis teoritis maksimum campuran padat Pmm = prosentase berat dari total campuran lepas 100% Pb = kadar aspal Gb Ps VITM VFWA VMA Pba Pbe MS MF MSS MSI = berat jenis aspal = prosentase berat agregat VIM rongga dalam campuran = rongga dalam campuran = rongga udara terisi aspal = rongga uddara dalanm agregat = penyerapan aspal, prosentase dari berat agregat = kadar aspal efektif, prosentase dari berat campuran = Stabilitas Marshall, kg = Marshall Flow (mm) = stabilitas Marshall pada kondisi standar (kg) = stabilitas Marshall pada kondisi perendaman (kg) Pengujian Marshall Pengujian Marshal adalah metode pengujian laboratorium untuk bahan dasar perkerasan yang meliputi pengujian karakteristik campuran dan perencanaan kadar aspal optimum. Pengujian ini menghasilkan sejumlah data Marshall properties dan terdiri dari Stabilitas, Flow, rongga antar butir agregat (VMA), rongga dalam campuran (VIM), rongga terisi aspal (VFA), dan Marshall Quotient (MQ). Hasil Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap Agregat Kasar, berat jenis curah (bulk) sebesar : 2.483 gr/cc, berat jenis semu (Apparent) sebesar : 2.594 gr/cc dan penyerapan (Absorption) sebesar : 1.725 %. Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap Agregat Halus, berat jenis curah (bulk) sebesar : 2.518 gr/cc, berat jenis semu (Apparent) sebesar : 2.662 gr/cc dan penyerapan (Absorption) sebesar : 2.146 %. Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap Filler, berat jenis curah (bulk) sebesar : 2.574 gr/cc, berat jenis semu (Apparent) sebesar : 2.735 gr/cc dan penyerapan (Absorption) sebesar : 2.282 %. Pembahasan Dari pengujian yang telah dilakukan dapat dilihat pembahasan tentang Marshall properties yang terdiri dari Stabilitas, Flow, rongga antar butir agregat (VMA), rongga dalam campuran (VIM), rongga terisi aspal (VFA), dan Marshall Quotient (MQ). Stabilitas Stabilitas merupakan kemampuan lapis perkerasan menerima beban lalu lintas tanpa mengalami perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur (rutting), maupun mengalami bleeding, nilai stabilitas dipengaruhi oleh kohesi/penetrasi, kadar 70

aspal, gesekan (internal friction), sifat saling mengunci (interlocking) dari partikel-partikel agregat, bentuk, tekstur permukaan serta gradasi agregat. Nilai stabilitas yang terlalu tinggi menyebabkan campuran menjadi terlalu kaku, hal ini berakibat perkerasan mudah menjadi retak bila menerima beban, tapi bila nilai stabilitas yang terlalu rendah campuran aspal agregat akan mudah mengalami rutting oleh adanya beban lalu lintas. nilai stabilitas dapat dilihat pada gambar dibawah ini : Nilai Stabilitas (Kgr) 2200 2100 2000 1900 1800 1700 1600 1500 1400 1300 1200 1100 1000 900 800 STABILITAS Kadar Agregat Halus ( %) Gambar 1 : Hubungan Agregat Halus dengan Stabilitas Hasil pemeriksaan memperlihatkan mengurangi kadar agregat halus sampai nilai 80 % mengakibatkan nilai stabilitas mengalami penurunan dari kondisi normal. Hal ini disebabkan karena berkurangnya kadar agregat halus meningkatkan rongga dalam campuran, sehingga fungsi agregat halus sebagai bahan pengisi pada rongga, tidak tercapai/tercukupi karena pengurangan kadar agregat halus tadi, sedangkan menaikkan kadar agregat halus sampai nilai 130% mengakibatkan nilai stabilitas semakin tinggi dari kondisi normal. Hal ini disebabkan karena peningkatan agregat halus dari kondisi normal mengakibatkan ketimpangan pada campuran sehingga pengikatan agregat dengan aspal menjadi berkurang, namun kondisi diatas menunjukkan daerah tersebut memenuhi spesifikasi campuran Departemen Pekerjaan Umum, yaitu diatas 800 Kg. Flow Flow (kelelahan) adalah deformasi vertikal yang terjadi mulai dari awal pembebanan sampai dengan kondisi stabilitas menurun, yang menunjukkan besarnya deformasi yang terjadi pada lapis perkerasan akibat menahan beban yang diterimanya, pengujian dengan alat Marshall. Flow (kelelehan) merupakan besarnya perubahan bentuk plastis suatu benda uji campuran agregat yang terjadi akibat pembebanan yang dilakukan sampai batas keruntuhan, dinyatakan dalam panjang. nilai Flow dapat dilihat pada gambar dibawah ini : Kelelehan (mm) 3.45 3.20 2.95 2.70 2.45 2.20 1.95 F L O W Gambar 2 : Hubungan Agregat Halus dengan flow Hasil pemeriksaan memperlihatkan mengurangi agregat halus sampai nilai 80 % mengakibatkan nilai flow mengalami penurunan dari kondisi normal. Hal ini disebabkan karena berkurangnya agregat halus meningkatkan rongga dalam campuran, sehingga agregat halus yang ada tidak cukup menutup rongga diantara agregat kasar, sedangkan menaikkan agregat halus sampai nilai 130% mengakibatkan nilai menurun dari kondisi normal. Hal ini disebabkan karena penambahan agregat halus mengakibatkan terjadinya ketimpangan pada campuran sehingga aspal tidak optimal dalam mengikat agregat, kondisi ini mengakibatkan daerah tersebut tidak memenuhi spesifikasi campuran Departemen Pekerjaan Umum, yaitu min 3 mm. Marshall Quotient Marshall Quotient merupakan hasil bagi Marshall dengan flow. Nilai flow menggambarkan nilai fleksibilitas dari 71

campuran. Semakin besar nilai MQ berarti campuran semakin kaku dan sebaliknya semakin kecil nilai MQ, maka campuran semakin lentur. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil bagi Marshall yaitu nilai stability dan flow, penetrasi, viscositas aspal, kadar aspal campuran, bentuk dan tekstur permukaan agregat, gradasi agregat. nilai Marshall Quotient dapat dilihat pada gambar dibawah ini : persen terhadap total volume campuran aspal agregat, faktor-faktor yang mempengaruhi void in mineral aggregate antara lain gradasi agregat (komposisi campuran agregat dan ukuran diameter butir terbesar), energi pemadat, kadar aspal dan bentuk butiran. nilai VMA dapat dilihat pada gambar dibawah ini : V M A 25 24 MARSHALL QUOTIENT 23 22 Marshall Quotient (Kgr/mm) 800 700 600 500 400 300 200 Nilai VMA (%) 21 20 19 18 17 16 15 14 Gambar 4 : Hubungan Agregat Halus dengan VMA Gambar 3 : Hubungan Agregat Halus dengan MQ Hasil pemeriksaan memperlihatkan mengurangi kadar agregat halus pada campuran sampai nilai 80% mengakibatkan nilai MQ mengalami penurunan dari kondisi normal. Hal ini disebabkan karena agregat halus yang ada tidak cukup menutupi rongga pada campuran sehingga nilai MQ cenderung menurun, sedangkan menaikkan kadar agregat halus sampai nilai 130% mengakibatkan nilai MQ naik signifikan dari kondisi normal. Hal ini disebabkan karena peningkatan kadar agregat halus sampai nilai 130% menjadikan campuran menjadi lebih kental dan pengikatan antara agregat tidak maksimal sehingga mengakibatkan nilai MQ cenderung meningkat naik, kondisi diatas menunjukkan daerah tersebut memenuhi spesifikasi campuran Departemen Pekerjaan Umum, yaitu min 250 kg/mm. Void in mineral aggregate (VMA) Void in mineral agregat (VMA) merupakan rongga udara antar butiran agregat yaitu rongga udara yang ada diantara partikel campuran agregat aspal yang sudah dipadatkan termasuk ruang yang terisi aspal yang dinyatakan dalam Hasil pemeriksaan menunjukkan pengurangan agregat halus sampai nilai 80 % mengakibatkan nilai VMA mengalami kenaikan dari kondisi normal. Hal ini disebabkan berkurangnya persentase kadar agregat halus mengakibatkan agregat halus yang ada tidak cukup menutupi rongga pada campuran sehingga meningkatkan nilai VMA, sedangkan meningkatkan kadar agregat halus sampai nilai 130% menjadikan campuran lebih kental mengakibatkan nilai VMA menurun dari nilai normal, kondisi diatas menunjukkan daerah tersebut memenuhi spesifikasi campuran Departemen Pekerjaan Umum, yaitu min. 15 %. Void in the Mix (VIM) Void in the mix (VIM) merupakan prosentase rongga dalam campuran, nilai VIM berpengaruh kepada keawetan dari campuran aspal agregat, semakin tinggi nilai VIM menunjukkan semakin besar rongga dalam campuran sehingga campuran bersifat porous, hal ini mengakibatkan campuran menjadi kurang rapat dimana air dan udara mudah masuk ke rongga-rongga dalam campuran, yang menyebabkan mudah teroksidasi mengurangi keawetannya. Nilai VIM dapat dilihat pada gambar dibawah ini : 72

Nilai VIM (%) 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 V I M Gambar 5 : Hubungan Agregat Halus dengan VIM Hasil pemeriksaan menunjukkan pengurangan agregat halus sampai nilai 80 % mengakibatkan nilai VIM meningkat dari kondisi normal. Hal ini disebabkan karena aggregat halus yang ada tidak cukup menutupi rongga dalam campuran sehingga kepadatan menjadi berkurang mengakibatkan campuran bersifat porous, sedangkan penambahan kadar agregat halus sampai nilai 130% mengakibatkan nilai VIM meningkat dari kondisi normal. Hal ini disebabkan meningkatnya kadar agregat halus menjadikan campuran menjadi lebih kental, dan terjadi ketimpangan pada campuran sehingga pengikatan aspal dengan agregat tidak optimal, kondisi diatas menunjukkan daerah tersebut tidak memenuhi spesifikasi campuran Departemen Pekerjaan Umum, yaitu min. 3,0 5,0 mm. Void filled with Asphalt (VFA) Mak Void filled with Asphalt (VFA) yaitu rongga terisi aspal pada campuran setelah mengalami pemadatan yang dinyatakan dalam persen campuran setelah mengalami proses pemadatan terhadap rongga butiran agregat (VMA), sehingga nilai VFA dengan VMA mempunyai kaitan yang erat, faktor-faktor yang mempengaruhi VFA antara lain kadar aspal, gradasi agregat, energi pemadat dan temperatur pemadatan, VFA yang terlalu tinggi dapat menyebabkan aspal naik kepermukaan pada temperatur tinggi, sedangkan nilai VFA yang terlalu rendah menyebabkan campuran bersifat porous dan mudah teroksidasi (Roberts et.al, 1991). Nilai VFA dapat dilihat pada gambar dibawah ini : Nilai VFA (%) 71 67 63 59 55 51 47 43 39 35 V F A Gambar 6 : Hubungan Agregat Halus dengan VFA Hasil pemeriksaan menunjukkan pengurangan kadar agregat halus sampai nilai 80 % mengakibatkaan nilai VFA mengalami penurunan dari kondisi normal. Hal ini disebabkan karena agregat halus yang ada tidak cukup menutupi rongga diantara agregat kasar, sehingga kepadatan menjadi berkurang karena ikatan antara agregat mengecil, sedangkan penambahan agregat halus sampai nilai 130% mengakibatkan nilai VFA juga menurun dari kondisi normal. Hal ini disebabkan dengan kelebihan agregat mengakibatkan campuran menjadi kental dan pengikatan antara agregat tidak maksimal, kondisi diatas menunjukkan daerah tersebut tidak memenuhi spesifikasi campuran Departemen Departemen Pekerjaan Umum, yaitu min. 65 %. Kepadatan (Density) Nilai Density adalah nilai berat volume untuk menunjukkan kepadatan dari campuran beton aspal, faktor-faktor yang mempengaruhi Density yaitu temperatur pemadatan, komposisi bahan penyusun, semakin bertambahnya kadar aspal semakin banyak rongga-rongga udara yang terisi aspal, sehingga kerapatan semakin tinggi. Nilai Density dapat dilihat pada gambar dibawah ini : 73

Density Saran Kepadatan (gr/cc) 2.40 2.30 2.20 2.10 2.00 Gambar 7 : Hubungan Agregat Halus dengan Density Hasil pemeriksaan menunjukkan pengurangan kadar agregat halus sampai nilai 80 % mengakibatkan nilai Density mengalami penurunan dari kondisi normal. Hal ini disebabkan karena agregat halus yang ada tidak cukup menutupi rongga diantara agregat kasar, sehingga kepadatan menjadi berkurang karena ikatan antara agregat mengecil, sedangkan penambahan agregat halus sampai nilai 130% mengakibatkan nilai Density naik dari kondisi normal, hal ini disebabkan karena dengan kelebihan kadar agregat halus mengakibatkan campuran menjadi kental dan pengikatan antara agregat tidak maksimal. 1. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan kajian unsur kimia aspal. 2. Mengkaji efisiensi biaya pemakaian agregat untuk aplikasi di lapangan. 3. Penelitian dapat dilanjutkan dengan mengkaji variasi temperatur pemadatan campuran terhadap nilai karakteristik Marshall. 4. Penelitian juga dapat dilanjutkan dengan mengkaji variasi tumbukan terhadap nilai karakteristik Marshall. Daftar Pustaka The Asphalt Institute, 2001, Construction of Hot Mix Asphalt Pavement, Manual series No. 22, Second Edition : Asphalt Institute Lexington, Kentucky. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. Menurunkan kadar agregat halus hingga nilai 80% dan menaikkan kadar agregat halus hingga nilai 130% dari kondisi normal, mengakibatkan nilai Flow dan VFA mengalami penurunan, sedangkan nilai VIM mengalami kenaikan dari kondisi normal. 2. Berdasarkan hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan dengan melihat pada nilai karakteristik Marshall dan variasi kadar agregat halus, tidak semua nilai karakteristik Marshall memenuhi spesifikasi yang disyaratkan, maka variasi menurunkan kadar agregat halus hingga nilai 80 % dan menaikkan kadar agregat halus hingga nilai 130 % tidak boleh dilakukan. Balai Pengujian Kanwil PU Prop. Sumbar, Dinas Pekerjaan Umum, 2000, Bahan Kursus Asphalt Mix Training Program, Puslitbang Jalan bandung. Kimpraswil, 2003, Seksi 6.3, Spesifikasi Campuran Beraspal Panas. Kimpraswil, 2004, Buku I. Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas. Kimpraswil, 2004, b. Buku I. Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas. Standar Nasional Indonesia, SNI-06-2489- 1991, Pengujian Campuran Beraspal dengan alat Marshall (AASHTO T-245-1978) Silvia.S, 1999, Perkerasan Lentur Jalan Raya, Nova, Bandung. 74

Suprapto, T, 1998, Model Rancangan Campuran Agregat Aspal Untuk Uji Marshall, Media Teknik, FT- UGM, Yokyakarta. Totomihardjo, S, 2004, Bahan dan Struktur Jalan Raya, Edisi Ketiga, Biro Penerbit Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 75