BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah (Stuart, 2006). Skizofrenia merupakan salah satu jenis gangguan psikis yang paling serius karena dapat menyebabkan menurunnya fungsi manusia dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti kesulitan dalam merawat diri sendiri, bekerja atau bersekolah, memenuhi kewajiban peran, dan membangun hubungan yang dekat dengan seseorang (Jeste dan Mueser, 2008). Berdasarkan data yang dikeluarkan World Health Organization (WHO), penderita gangguan psikis dengan diagnosis skizofrenia telah menjangkiti kurang lebih 24 juta jiwa di seluruh dunia (WHO, 2010). Prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia adalah 0,3-1% dan biasanya timbul pada usia sekitar 18-45 tahun, namun ada juga yang baru berusia 11-12 tahun sudah menderita skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa, maka diperkirakan sekitar 2 juta jiwa menderita skizofrenia, dimana sekitar 99% pasien di RS Jiwa di Indonesia adalah penderita skizofrenia (Arif, 2006). Dalam sebuah penelitian yang ditulis oleh Davies (1994) hampir 80% pasien skizofrenia mengalami relaps berulang kali. Relaps biasanya terjadi bila keluarga hanya menyerahkan perawatan pada rumah sakit jiwa dan obat-obatan anti psikotik tanpa disukung perawatan langsung dari keluarga. Dalam sebuah penelitian yang ditulis dalam The Hongkong Medical Diary bahwa studi naturalistik telah menemukan tingkat 1
2 kekambuhan atau relaps pada pasien skizofrenia adalah 70%-82% hingga lima tahun setelah pasien masuk rumah sakit pertama kali. Penelitian di Hongkong menemukan bahwa dari 93 pasien skizofrenia masing-masing memiliki potensi relaps 21%, 33%, dan 40% pada tahun pertama, kedua, dan ketiga. Study pendahuluan yang saya peroleh dari UPT Puskesmas Jenangan tahun 2013, prevalensi pasien gangguan jiwa dari Desa Paringan yang dirawat berjumlah 1,17% dari keseluruhan warga yang tinggal di Desa Paringan yang berjumlah 6063 jiwa yaitu sebanyak 71 orang, dari jumlah tersebut pasien skizofrenia berjumlah 67 orang (94,37%). Sebanyak 67 orang penderita yang dirawat sebanyak 63 (94,03%) penderita mengalami relaps. Berdasarkan data tersebut menunjukkan tingginya angka relaps pada penderita skizofrenia. Menurut Agus (2001) penyebab kekambuhan pasien skizofrenia adalah faktor psikososial yaitu pengaruh lingkungan keluarga maupun sosial. Menurut Riyanto (2007) konflik dari keluarga bisa menjadi pemicu stres seorang anak. Keadaan itu semakin parah jika lingkungan sosialnya tidak mendukung. Kekambuhan dapat disebabkan oleh ketidakpatuhan minum obat, gejala yang umum terhadap pengobatan peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres, kerentanan individu terhadap stres, pengetahuan, dan dukungan caregiver (Fleischacker, 2003). Pasien skizofrenia dengan ketidakmampuannya melakukan fungsi sosial, tentunya memerlukan perawatan yang berkelanjutan, oleh karena itu diperlukan peran serta caregiver informal dalam merawat klien skizofrenia. Kemampuan caregiver informal dalam merawat pasien dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, persepsi, dan dukungan. Tingkat pengetahuan caregiver informal dalam perawatan merupakan suatu gambaran suatu peran dan fungsi yang dapat dijalankan. Masyarakat masih belum terlalu mengetahui secara detail tentang skizofrenia dan bagaimana cara
3 melakukan perawatan yang tepat terhadap penderita skizofrenia, terbukti dengan masih adanya penderita skizofrenia yang dipasung, dan dikerangkeng. Sementara persepsi merupakan proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk gambaran yang berarti mengenai dunia (Kotler, 2001). Penderita skizofrenia sering mendapat stigma dan diskriminasi yang lebih besar dari masyarakat disekitarnya dibandingkan individu yang menderita penyakit medis lainnya, misalnya mereka sering sekali disebut sebagai orang gila (insanity atau madness). Masyarakat juga menganggap bahwa penderita skizofrenia merupakan sebuah aib dan dianggap sebagai seorang yang menakutkan oleh karena itu masih ada penderita skizofrenia yang diasingkan. Sedangkan dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melakukan kegiatan (Sarwono, 2003). Dukungan yang dimiliki oleh seseorang dapat mencegah berkembangnya masalah akibat tekanan yang dihadapi. Tanpa dukungan pasien akan mengalami perburukan, sulit untuk bersosialisasi, dan sulit sembuh. Berdasarkan latar belakang, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan, persepsi, dan dukungan caregiver informal dengan tingkat kekambuhan penderita skizofrenia. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah : 1. Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan caregiver informal tentang skizofrenia? 2. Bagaimana gambaran persepsi caregiver informal terhadap penderita skizofrenia? 3. Bagaimana gambaran tingkat dukungan caregiver informal terhadap penderita skizofrenia?
4 4. Bagaimana gambaran tingkat kekambuhan penderita skizofrenia? 5. Adakah hubungan antara tingkat pengetahuan caregiver informal dengan tingkat kekambuhan penderita skizofrenia? 6. Adakah hubungan antara persepsi caregiver informal dengan tingkat kekambuhan penderita skizofrenia? 7. Adakah hubungan antara dukungan caregiver informal dengan tingkat kekambuhan penderita skizofrenia? 8. Adakah hubungan antara tingkat pengetahuan, persepsi, dan dukungan caregiver informal dengan tingkat kekambuhan penderita skizofrenia? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan, persepsi, dan dukungan caregiver informal dengan tingkat kekambuhan pada penderita skizofrenia. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mendeskripsikan gambaran tingkat pengetahuan caregiver informal penderita skizofrenia. 2. Mendeskripsikan gambaran persepsi caregiver informal terhadap penderita skizofrenia. 3. Mendeskripsikan gambaran dukungan caregiver informal terhadap penderita skizofrenia. 4. Mendeskripsikan gambaran tingkat kekambuhan penderita skizofrenia. 5. Menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan caregiver informal dengan tingkat kekambuhan penderita skizofrenia. 6. Menganalisis hubungan antara persepsi caregiver informal dengan tingkat kekambuhan penderita skizofrenia.
5 7. Menganalisis hubungan antara dukungan caregiver informal dengan tingkat kekambuhan penderita skizofrenia. 8. Menganalisis hubungan bersama antara tingkat pengetahuan persepsi dan dukungan caregiver informal dengan tingkat kekambuhan penderita skizofrenia. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Caregiver Informal Penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dan informasi bagi caregiver informal dalam rangka mencegah maupun mengurangi tingkat kekambuhan pasien skizofrenia, sehingga dapat memberikan perawatan kepada pasien yang menderita skizofrenia dengan lebih baik lagi. 2. Bagi Perawat Menjadi bahan dalam ilmu keperawatan terutama mengenai faktor-faktor yang menyebabkan kekambuhan pada pasien yang menderita skizofrenia. 3. Bagi Institusi Pendidikan Menjadi bahan referensi dan memberikan bekal kompetensi bagi mahasiswa sehingga mampu menerapkan ilmu yang didapat kepada masyarakat. 4. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan peneliti dan dapat mengaplikasikan beberapa ilmu yang telah didapat serta menjadi pengalaman berharga untuk penelitidan kemudian sebagai referensi untuk penelitian berikutnya. 1.5 Keaslian Penelitian Berdasarkan penelitian Prinda Kartika Mayang Ambari (2010) didapatkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara variabel dukungan keluarga dengan keberfungsian sosial. Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu
6 dukungan keluarga sebagai variabel independen dan keberfungsian sosial sebagai variabel dependen. Perbedaan antara penelitian Prinda Kartika Mayang Ambari (2010) dengan penelitian yang saya lakukan adalah variabel yang digunakan tempat dan waktu penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan, persepsi, dan dukungan caregiver informal sebagai variabel independen dan tingkat kekambuhan pada penderita skizofrenia sebagai variabel dependen. Tempat dan waktu penelitian ini adalah di Desa Paringan pada bulan November 2013. Berdasarkan penelitian Asima Sirait (2008) didapatkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara variabel koping keluarga dengan relaps pada skizofrenia. Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu koping keluarga sebagai variabel independen dan relaps pada skizofrenia sebagai variabel dependen. Perbedaan antara penelitian Asima Sirait (2008) dengan penelitian yang saya lakukan adalah variabel yang digunakan tempat dan waktu penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan, persepsi, dan dukungan caregiver informal sebagai variabel independen dan tingkat kekambuhan pada penderita skizofrenia sebagai variabel dependen. Tempat dan waktu penelitian ini adalah di Desa Paringan pada bulan November 2013.