BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup (Baharjah, Kasryno dan Darmawan, 1989).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

PENDAHULUAN. setelah beras. Jagung juga berperan sebagai bahan baku industri pangan dan

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut (Putra et. al., 2015). Usaha

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I. PENDAHULUAN. Pangan yang memiliki protein hewani antara lain daging, telur, susu, ikan dan

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi produk

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PROSPEK TANAMAN PANGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

PENDAHULUAN. anemia (kekurangan zat besi), terutama terjadi pada anak-anak. Hal ini

I. PENDAHULUAN. Dalam pembangunan nasional Indonesia, sub sektor peternakan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging,

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN JUMLAH PEMBELIAN AYAM PEDAGING DI KOTA MAKASSAR

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

ANALISIS FORECASTING KETERSEDIAAN PANGAN 2015 DALAM RANGKA PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani merupakan salah satu nutrisi yang sangat dibutuhkan

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

PENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

KINERJA PERTUMBUHAN PDB PERTANIAN 2003 : BERADA PADA FASE PERCEPATAN PERTUMBUHAN 1)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam pembangunan nasional Indonesia, sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA. Oleh :

Bab 4 P E T E R N A K A N

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan,

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman cabai yang memiliki nama ilmiah Capsicum annuuml. ini berasal dari

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC)

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian terdiri dari subsektor tanaman pangan, hortikultura, kehutanan, perkebunan, dan peternakan. Di antara keempat subsektor tersebut subsektor tanaman pangan merupakan salah satu subsektor yang memiliki peran penting dalam penyediaan bahan pangan utama bagi masyarakat untuk menunjang kelangsungan hidup (Baharjah, Kasryno dan Darmawan, 1989). Tantangan yang dihadapi Indonesia dalam penyediaan pangan ke depan adalah jumlah penduduk yang terus bertambah yang pada tahun 2030 diperkirakan akan mencapai 278 juta jiwa. Tantangan yang lebih besar adalah pertumbuhan pendapatan, perubahan preferensi, dan pola hidup masyarakat. Pertumbuhan pendapatan akan mendorong perubahan pola konsumsi yang lebih beragam dan lebih bergantung pada produk peternakan dan hortikultura. Dampaknya permintaan turunan (derived demand) terhadap bahan baku pakan seperti jagung, kedelai, ketela pohon, dan lain-lain akan meningkat lebih cepat dibandingkan dengan permintaan bahan pangan seperti beras (Suryana, 2006). Adapun konsumsi jagung terbesar untuk pangan dan industri pakan ternak. Hal ini dikarenakan sebanyak 51% bahan baku pakan ternak adalah jagung. Dari sisi pasar, potensi pemasaran jagung terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari semakin berkembangnya industri peternakan yang pada akhirnya akan meningkatkan permintan jagung sebagai campuran bahan pakan ternak (Budiman, 2011). 1

2 Pemintaan jagung yang terus meningkat seiring dengan berkembangnya industri pakan dan pangan, menurut kontinuitas ketersediaan dan mutu produk yang memadai. Usaha peningkatan produksi jagung nasional dilakukan melalui upaya penambahan luas tanam dan peningkatan produktivitas melalui pengenalan varietas unggul. Meskipun demikian, pertumbuhan produksi yang dicapai dinilai belum memuaskan karena belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Oleh karena itu, ada saatnya Indonesia harus mengimpor jagung. Dalam jangka pendek, usaha pemenuhan kebutuhan konsumsi jagung dalam negeri dengan cara impor bisa diterima, namun dalam jangka panjang hal tersebut harus dihindarkan guna melindungi petani jagung dalam negeri, menghemat devisa dan mengurangi ketergantungan dari negara lain (BPS, 2009). jagung selama kurun waktu terus meningkat. Pada tahun 2012, konsumsi mencapai sekitar 20,39 juta ton, jauh diatas konsumsi tahun 2008 yang hanya 16,62 juta ton, walaupun konsumsi 2012 tersebut sedikit turun dibanding tahun 2011 yang mencapai 20,51 juta ton. Tabel 1. dan Defisit Jagung Nasional (Ton) (Ton) Defisit ( Kekurangan) (Ton/Ha) 2008 16.615 16.317 298 2009 17.989 17.630 359 2010 20.066 18.328 1.738 2011 20.505 17.230 3.275 2012 20.392 19.377 1.015 Sumber :Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Pangan Dan Pertanian 2015-2019 Pada tahun 2012, produksi jagung mencapai 19,38 juta ton, sementara pada tahun 2008 hanya 16,32 juta ton. Akibatnya, terjadi defisit produksi yang meningkat sangat besar sejak tahun 2010 yang mencapai 1,74 juta ton, lalu melonjak lagi

3 pada tahun 2011 menjadi 3,28 juta ton. Pada tahun 2012, defisit menurun namun masih tetap cukup besar yaitu 1,02 juta ton. jagung di Sumatera Utara dari tahun 2008-2012 mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 konsumsi jagung mencapai 0,5 kg/kapita jauh diatas konsumsi pada tahun 2009 yang hanya 0,1 kg/kapita. Hal itu dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut : Tabel 2. dan Jagung di Sumatera Utara (Kg/Kapita) 2008 0,2 1.098 2009 0,1 1.166 2010 0,1 1.377 2011 0,3 1.294 2012 0,5 1.347 Sumber : Dinas Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara, 2013 Pada tahun 2012, produksi jagung mencapai 1.347 kg, sementara pada tahun 2008 hanya 1.098 kg. 2011 produksi meningkat sebesar 1.294 kg dari tahun 2009, walaupun mengalami penurunan produksi dari tahun 2010. Salah satu sumber protein hewani dengan harga yang relatif terjangkau dan mudah diperoleh adalah daging ayam ras pedaging atau yang sering disebut sebagai ayam broiler (selanjutnya dipakai istilah ayam broiler) dan selain harganya yang relatif lebih terjangkau, daging ayam broiler mudah diolah menjadi berbagai macam masakan sehingga banyak digunakan dalam rumah tangga maupun rumah makan karena dagingnya yang empuk dan tebal (Setiawan et al. 2006). Ayam broiler /pedaging baru dikenal menjelang 1980-an. Pada akhir tahun 1980- an, pemegang kekuasaan mencanangkan penggalakan konsumsi daging ayam

4 untuk menggantikan konsumsi daging rumansia yang saat itu semakin sulit keberadaannya. Seiring dengan itu jumlah permintaan daging ayam broiler terus meningkat (Muhammad, 2008). Ayam broiler merupakan salah satu komoditas yang tergolong paling popular dalam dunia agribisnis peternakan di Indonesia. Sampai saat ini, ayam broiler merupakan usaha peternakan yang berkembang paling menakjubkan. Sejak dikembangkan secara lebih intensif di masa awal orde baru, ayam broiler telah menggeser komoditas-komoditas ternak lainnya dalam memenuhi kebutuhan protein asal ternak. Usaha ayam broiler cukup prospektif karena selera masyarakat terhadap cita rasa ayam broiler sangat tinggi di semua lapisan. Di samping itu, nilai keuntungan yang diperoleh juga cukup tinggi jika dikelola dengan efisien (Setyono dan Maria, 2011). Ayam broiler/pedaging merupakan jenis unggas hasil rekayasa manusia telah mengalami seleksi gen selama bertahun-tahun sehingga hanya dalam waktu 21-40 hari sudah layak dikonsumsi. Seperti makhluk hidup umumnya, ayam broiler mengalami dua fase kehidupan, yaitu fase starter dan fase finister. Fase starter merupakan fase awal yang dimulai dari ayam ke luar dari cangkang telurnya sampai bulu tubuhnya sudah tumbuh sempurna. Pada fase finister tersebut kondisi tubuh ayam masih lemah dan organ tubuhnya belum berfungsi secara optimal sehingga ayam memerlukan perhatian yang lebih intensif agar dapat tumbuh secara optimal (Anonimus, 2012).

5 Tabel 3. dan Rata-Rata per Kapita Daging Ayam Ras Nasional (Kg/Kapita) 2009 3,0 1,1 2010 3,5 1,2 2011 3,6 1,3 2012 3,4 1,4 2013 3,6 1,4 Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2013. Dari sisi produksi menurut Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, dari tahun 2009 sampai tahun 2013 mengalami peningkatan yaitu dari 1,1 kg menjadi 1,4 kg. Namun meningkatnya produksi daging ayam broiler tidak dapat memenuhi konsumsi yg setiap tahunnya juga mengalami peningkatan, pada tahun 2009 sampai 2013 yaitu dari 3,0 kg/kapita menjadi 3,6 kg/kapita. Namun pada kondisi di Sumatera Utara konsumsi daging ayam broiler mengalami penurunan. Walaupun pada tahun 2009 sampai tahun 2011 mengalami peningkatan tetapi pada tahun 2012 dan tahun 2013 konsumsi megalami penurunan. Namun pada tahun 2013 konsumsi daging broiler meningkat dari tahun 2012. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. dan Rata-Rata per Kapita Daging Ayam Ras di Sumatera Utara (Kg/Kapita) 2009 3,9 50,6 2010 3,5 46,3 2011 3,5 47 2012 2,6 35,1 2013 2,8 37,8 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumatera Utara tahun 2013.

6 Telur ayam merupakan jenis makanan bergizi yang sangat populer dikalangan masyarakat yang bermanfaat sebagai sumber protein hewani. Hampir semua jenis lapisan masyarakat dapat mengkonsumsi jenis makanan ini sebagai sumber protein hewani. Hal ini disebabkan telur merupakan salah satu bentuk makanan yang mudah diperoleh dan mudah pula cara pengolahannya (Setiawan, 2009). Masyarakat yang semakin maju tingkat pengetahuannya, semakin sadar akan pentingnya kebutuhan protein dalam kehidupan mereka. Sumber protein dalam makanan dapat diperoleh baik dari sumber nabati maupun hewani. Sumber protein dari hewani dapat diperoleh dari ternak, salah satunya ayam. Ternak memberikan kontribusi yang sangat penting untuk memproduksi zat-zat makanan bagi manusia. Tabel 5. dan Telur Ayam Ras Nasional (Kg/Kapita) 2009 5,8 3,8 2010 6,7 0,9 2011 6,6 1 2012 6,5 1,1 2013 6,1 1,2 Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional Nasional dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2013. Tabel 5 diatas memperlihatkan perkembangan telur ayam ras nasional. Jika dilihat dari tabel konsumsi masyarakat akan telur ayam ras paling tinggi pada tahun 2010, dan pada tahun 2011 sampai tahun 2013 menurun. Begitu pula pada tabel produksi akan telur ayam ras paling tinggi pada tahun 2009, dan pada tahun 2010 sangat menurun. Namun, besarnya jumlah konsumsi tidak diikuti dengan meningkatnya produksi telur ayam ras tersebut

7 Tabel 6. dan Telur Ayam Ras di Sumatera Utara (Kg/Kapita/Thn) 2009 6,8 69,3 2010 7,8 79,2 2011 7,9 80,5 2012 10 108 2013 12,5 140,7 Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumatera Utara, 2013 telur ayam ras di Sumatera Utara mengalami kenaikan setiap tahunnya. Berdasarkan tabel 5 diketahui produksi paling tinggi diperoleh pada tahun 2013. Adapun penyebab meningkatnya konsumsi telur ayam setiap tahunnya karena harga daging ayam broiler lebih murah dibandingkan dengan harga daging ternak ruminansia seperti daging kambing, sapi dan kerbau sehingga masyarakat tetap mampu memenuhi protein dalam kehidupan. Sumber protein dalam makanan dapat diperoleh baik dari sumber nabati maupun hewani. Sumber protein dari hewani diperoleh dari ternak, salah satunya adalah ayam dan telur. Peningkatan konsumsi mampu dipenuhi dengan adanya peningkatan produksi. Harga suatu produk pada dasarnya merupakan rangkuman dari sejumlah informasi yang menyangkut ketersediaan sumberdaya, kemungkinan produksi dan preferensi konsumen. Untuk sampai pada tingkat harga produk tertentu, pasar merupakan fasilitas dalam pengumpulan dan penyebaran informasi harga tersebut, agar dapat digunakan untuk pengambilan keputusan ekonomis di masa yang akan datang. Dengan demikian peranan harga terkait erat dengan keragaan pasar sebagai pusat informasi. Khusus untuk komoditas pertanian yang memiliki sifat mudah rusak, pengetahuan dan pemahaman tentang situasi, sifat dan perilaku

8 pasar sangat diperlukan, terutama oleh petani dan produsen (Leuthold dan Hartman, 1979 dalam Adiyoga 1999). Menurut Yusdja dan Pasandaran (1996), fluktuasi (kecenderungan kenaikan) harga pakan disebabkan beberapa faktor antara lain: a. Sebagian besar bahan baku pakan harus diimpor dan tergantung ketersediaannya di pasaran. b. Kecil kemungkinan terjadi kelebihan penawaran pakan, mengingat produksinya dibatasi dan kelebihan sedikit dapat disimpan dalam gudang. c. Besar peluang terjadi kelebihan permintaan jika produksi menurun akibat kelainan musim atau gangguan hama Sedangkan pengaruh naik turunnya harga ayam ras dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain daya beli masyarakat terhadap produk perunggasan, biaya untuk memproduksi perunggasan itu sendiri, dan jumlah populasi ayam. Harga telur ayam ras sangat fluktuatif. Penyebabnya bermacam-macam, diantaranya faktor keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Biasanya pada waktu menjelang lebaran (Hari Raya Idul Fitri), harga telur ayam ras akan mulai merangkak naik pada minggu kedua bulan Ramadhan dan akan mencapai puncaknya pada 2-3 hari menjelang lebaran. 1.2 Identifikasi Masalah Dari hasil uraian pada latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Berapa besar pengaruh harga jagung giling dan harga pakan ayam terhadap harga ayam ras?

9 2. Berapa besar pengaruh langsung dan tidak langsung harga jagung giling, harga pakan ayam terhadap harga telur ayam ras? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini : 1. Untuk menganalisis berapa besar pengaruh harga jagung giling dan harga pakan ayam terhadap harga ayam ras. 2. Untuk menganalisis berapa besar pengaruh langsung dan tidak langsung harga jagung giling, harga pakan ayam terhadap harga telur ayam ras. 1.4 Kegunaan Penelitian Sebagai sumber informasi dan pertimbangan kepada pemerintah didalam merumuskan kebijakan terhadap harga pakan ternak di Sumatera Utara. 1. Sebagai sumber informasi dan pertimbangan kepada pemerintah di dalam merumuskan kebijakan terhadap harga pakan ternak di Sumatera Utara. 2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi penelitian selanjutnya berhubungan dengan pengaruh harga jagung giling terhadap harga pakan ayam serta dampaknya terhadap harga ayam dan harga telur ayam ras.