I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dukungan pemerintah terhadap pengembangan sektor pertanian sangat besar. Pemerintah terus melakukan upaya agar produksi dan kualitas pertanian serta Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian mengalami peningkatan. Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap total PDB nasional. Data BPS tahun 2007-2011, menunjukkan bahwa rata-rata laju pertumbuhan sektor pertanian adalah sebesar 5 persen. Namun demikian, sektor pertanian memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Data laju pertumbuhan sembilan sektor perekonomian nasional dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Laju Pertumbuhan Sektor Perekonomian di Indonesia (%) Tahun 2007-2011 Lapangan Usaha Laju Pertumbuhan (%) 2007 2008 2009 2010 2011 Pertanian 3,5 4,8 4 3 3 Pertambangan 1,9 0,7 4,5 3,6 1,4 Industri 4,7 3,7 2,2 4,7 6,2 Listrik, Gas, dan Air 10,3 10,9 14,3 5,3 4,8 Konstruksi 8,5 7,6 7,1 7 6,7 Perdagangan 8,9 6,9 1,3 8,7 9,2 Pengangkutan 14 16,6 15,8 13,4 10,7 Keuangan 8 8,2 5,2 5,7 6,8 Jasa 6,4 6,2 6,4 6 6,7 Sumber: BPS 2011 Salah satu subsektor pertanian yang telah memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto adalah subsektor hortikultura. Saat ini, di dalam sektor pertanian, PDB hortikultura menempati urutan ke dua setelah subsektor tanamana pangan. Data Ditjen Hortikultura 2010, kontribusi hortikultura adalah sebesar 21,17 persen terhadap total PDB pertanian diatas peternakan dan perkebunan. Sementara, subsektor tanaman pangan memberikan kontribusi sebesar 40,75 persen. Subsektor hortikultura di Indonesia sangat beragam, yang terdiri atas berbagai jenis kelompok komoditas, yaitu buah-buahan, sayuran, biofarmaka, dan tanaman hias. Secara umum jika dilihat dari sisi kontribusi terhadap total PDB hortikultura, maka buah-buahan merupakan kelompok komoditas yang memiliki 12
kontribusi terbesar diikuti dengan kelompok sayuran, biofarmaka, dan tanaman hias. Kontribusi PDB kelompok komoditas hortikultura dari tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Tabel 2. Selain sebagai kontributor PDB pertanian yang penting, hortikultura juga merupakan salah satu produk pertanian yang berperan dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Hal ini terkait dengan fungsinya sebagai sumber gizi berupa vitamin dan mineral. Aneka ragam vitamin dan mineral tersebut diperoleh dari berbagai macam produk hortikultura yang terdiri dari buah-buahan dan sayur-sayuran. Table 2. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun 2005-2009 Komoditas Nilai PDB (Milyar Rp) 2005 2006 2007 2008 2009 Buah-buahan 31.694 35.448 42.362 47.06 50.595 Sayuran 22.63 24.694 25.587 28.205 29.005 Tanaman Hias 4.662 4.734 4.741 4.96 5.348 Biofarmaka 2.806 3.762 4.105 3.853 4.109 Hortikultura 61.792 68.639 76.795 84.078 89.057 Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura 2010 Cabai merah merupakan kelompok komoditas sayuran buah yang banyak dibudidayakan oleh petani baik secara tradisional maupun intensif di lahan sawah dataran rendah. Komoditi cabai merah termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubtitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan yang kaya akan vitamin dan mineral serta sebagai bahan obat tradisional. Komoditi cabai merah dalam bentuk segar antara lain mengandung kalori 31 kal, protein 1 gram, lemak 0,3 gram, karbohidrat 7,3 gram, kalsium 29 mg, fosfor 24 mg, besi 0,5 mg, vitamin A 470 SI, vitamin B1 0,05 mg, vitamin C 18 mg, Niacin, Capsaicin, Pektin, Pentosan, dan air (Setiadi 2008). Kebutuhan cabai merah di Indonesia sangat berfluktuatif dari tahun ke tahun. Jumlah konsumsi cabai tersebut akan terus mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya, serta sebagian besar penduduk Indonesia merupakan penggemar masakan pedas. 13
Jika kebutuhan perkapita cabai merah Indonesia adalah 1,38 kg dengan jumlah penduduk tahun 2008 sekitar 220 juta orang, maka kebutuhan cabai merah Indonesia adalah 303.600.000 kg per tahun. Kebutuhan cabai yang sangat besar ini juga harus diimbangi dengan produksi cabai yang tinggi agar tidak terdapat lag, sehingga kebutuhan cabai lokal juga dapat dipenuhi oleh petani lokal tidak oleh impor, seperti pada akhir tahun 2010, dimana impor cabai dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan cabai dalam negeri. Pada Tabel 3 dapat dilihat kebutuhan masyarakat dalam mengkonsumsi cabai terutama sebagai bumbu masakan atau dalam bentuk segar untuk memberikan rasa pedas, aroma, warna maupun untuk memenuhi kebutuhan gizi. Tabel 3. Konsumsi Cabai Merah di Indonesia (Kg/Kapita/Tahun) Tahun 2003-2008 Konsumsi Per Kapita Pertumbuhan Tahun (Kg/Tahun) (%) 2007 1,35 2008 1,43 5,32 2009 1,40-1,68 Sumber : Dirjen Hortikultura 2008 Sebagai bumbu masakan, konsumsi cabai merah mengalami perubahan yang cenderung meningkat. Konsumsi tertinggi per kapita tercapai pada tahun 2008 yaitu sebesar 1,43 kg per kapita per tahun, sedangkan terendah terjadi pada tahun 2007 sebesar 1,35 kg per kapita per tahun sehingga mengakibatkan penurunan dari tahun 2008-2009, yaitu sebesar 1,68 persen. Konsumsi yang tinggi ini mengindikasikan permintaan akan cabai merah juga cukup tinggi. Tanaman cabai merah dijumpai di seluruh Indonesia, dengan daerah produksi utama adalah di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan. Bila pada tahun 1997 produksi cabai merah di Indonesia sebanyak 801.545 ton, maka pada tahun 2003 produksi tersebut meningkat 75 persen. Produksi cabai merah ini terus meningkat seperti terlihat pada Tabel 4 dimana untuk tahun 2010 produksi telah mencapai 1.328.864 ton. Akan tetapi angka tertinggi yang pernah dicapai adalah pada tahun 2009
sebesar 1.378.727 ton. Meskipun demikian belum merupakan produksi maksimal yang bisa dicapai. Tabel 4. Perkembangan Produksi Cabai Merah di Indonesia Tahun 1997 2010 Tahun Cabai Tahun Cabai (Ton) (Ton) 1997 801.545 2004 1.100.514 1998 848.388 2005 1.058.023 1999 1.007.726 2006 1.185.057 2000 727.747 2007 1.128.792 2001 580.464 2008 1.153.060 2002 635.089 2009 1.378.727 2003 1.066.722 2010 1.328.864 Sumber : BPS 2011 Dari bebapa provinsi di Indonesia, provinsi Jawa Barat merupakan daerah yang menghasilkan cabai merah terbesar disusul Jawa Timur dan Jawa Tengah. Berikut ini Tabel 4 data luas panen, produksi, dan produktivitas cabai merah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kelangkaan cabai yang menyebabkan harga cabai tinggi di dalam negeri pada akhir tahun 2010 disebabkan oleh produksi cabai yang berkurang. Produksi cabai yang terpusat di Jawa, banyak mengalami kegagalan sehingga produksi dan pasokan cabai berkurang, baik di pasar lokal maupun pasar nasional. Terjadinya variasi atau fluktuasi produksi ini mengindikasikan bahwa usahatani cabai merha di Indonesia menghadapi risiko produksi. Tabel 5. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Cabai Merah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur Tahun 2009 2010 Provinsi Tahun 2009 Tahun 2010 Luas panen Produksi Produktivitas Luas panen Produksi Produktivitas (Ha) (Ton) (Ton/Ha) (Ha) (Ton) (Ton/Ha) Jawa Barat 23212 315569 13,6 26087 245597 9,41 Jawa Tengah 40729 220929 5,42 36917 194971 5,28 Jawa Timur 59308 243562 4,11 57706 213674 3,7 Sumber: BPS 2009
Data Tabel 5 menunjukkan bahwa, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi cabai merah di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan nilai perduktivitas tertinggi baik pada tahun 2009 ataupun 2010. Cabai merah merupakan komoditas sayuran yang menarik untuk diteliti, karena saat ini menjadi kebutuhan utama setelah beras. Hal ini terlihat dari nilai konsumsi cabai merah yang dari tahun ke tahun semakin meningkat, namun tidak diimbangi dengan tingginya nilai produksi cabai merah. Pada saat ini banyak wilayah di Provinsi Jawa Barat yang telah melakukan budidaya cabai merah, diantaranya adalah di Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bogor. 1.2. Perumusan Masalah Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu sentra sayuran di Provinsi Jawa Barat, salah satunya adalah cabai merah. Secara umum iklim di wilayah Kabupaten Sukabumi dapat dikategorikan sebagai daerah beriklim basah (humid tropical climate), sehingga cocok untuk pembudidayaan cabai merah. Dari data produksi pada Tabel 6 menunjukkan bahwa, Kabupaten Sukabumi memiliki urutan keempat setelah Kabupaten Cianjur. Hal ini mengindikasikan bahwa cabai merah merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Sukabumi. Selain itu, walaupun Kabupaten Sukabumi memiliki urutan keempat, namun pada Tabel 6 menunjukkan bahwa Kabupaten Sukabumi memiliki perubahan produksi per tahun yang positif. Perubahan terbesar yang bernilai positif ini mengindikasikan bahwa produksi cabai merah di Kabupaten Sukabumi terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan serta penurunan yang relatif kecil. Berikut Tabel 6 yang menunjukkan produksi cabai merah di Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Garut. Tabel 6. Produksi Cabai Merah di Empat Kabupaten di Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 2010 Kabupaten Produksi (Tahun/Ton) 2009 2010 Bogor 3571 2950 Sukabumi 7084 8816 Cianjur 23581 17988 Bandung 24174 20495 Garut 76803 56540 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 2005, 2006, 2007
Salah satu daerah sentra sayuran di Kabupaten Sukabumi adalah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi. Desa Perbawati merupakan salah satu Desa di Kecamatan Sukabumi yang memiliki luas lahan tanaman cabai terluas dan memiliki komoditas unggulan berupa cabai merah. Data Produksi cabai merah di Kecamatan Sukabumi Tahun 2008-2010 dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Produksi Cabai Merah di Kecamatan Sukabumi Tahun 2008-2010 Tahun Produksi (Kwintal) 2008 4660 2009 3950 2010 4720 Sumber: BPS Kabupaten Sukabumi 2011 Pada Tabel 7 menunjukkan produksi cabai merah di Kecamatan Sukabumi yang mengalami fluktuasi. Pada tahun 2010 terjadi musim hujan yang berkepanjangan serta adanya bencana alam, sehingga terjadi gagal panen cabai merah di seluruh wilayah Indonesia. Data produksi cabai merah di Desa Perbawati dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Produktivitas Cabai Merah di Desa Perbawati (Kwintal/Tahun) Tahun 2009-2012 Tahun Produktivitas (Kwintal/Tahun) 2009 20,90 2010 116,12 2011 185,80 2012 46,45 Sumber: Rata-rata Data Primer Olahan 2009-2012 Tabel 8 menunjukkan produktivitas cabai merah di Desa Perbawati tahun 2009-2012 yang mengalami fluktuasi. Data tersebut diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani responden selama empat musim terakhir. Dari empat musim tersebut, menunjukkan bahwa produktivitas terendah terjadi pada tahun 2009 dan tertinggi pada tahun 2011. Fluktuasi produksi ini mengindikasikan adanya risiko produksi yang dihadapi petani di Desa Perbawati. Risiko ini disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal dari petani. Berikut ini pada
Tabel 9 dan Tabel 10 data mengenai luas lahan sayuran dan komoditas unggulan di enam desa di Kecamatan Sukabumi. Tabel 9. Luas Potensi Usahatani di Kecamatan Sukabumi Tahun 2012 Komoditi Luas Potensi Komoditi (Ha) Karawang Parungseah Perbawati Sudajayagirang Sukajaya Warnasari Jumlah Lahan Kering: Sayuran 25 3 100 45 5 5 183 Palawija 52 6 10 20 30 5 123 Buahbuahan - 1 10 15 - - 26 Bunga 1-1 15 2-19 Teh (rakyat) - - 5 35 - - 40 Kopi - - - 10 - - 10 Bambu 213.12 4.25 10 30.84 3.3 11.3 272.81 Jumlah 291.12 14.25 136 170.84 40.3 21.3 673.81 Sumber: BP3K Kecamatan Sukabumi 2012 Data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa Desa Perbawati merupakan Desa yang memiliki komoditas unggulan sayuran di Kecamatan Sukabumi. Hal ini terlihat dari luas lahan kering untuk komoditas sayuran terbesar yaitu 100 hektar. Salah satu sayuran unggulan di Desa Perbawati adalah cabai merah. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 8. Oleh karena itu, Desa Perbaawati merupakan salah satu sentra pemasok cabai merah terbesar di Kabupaten Sukabumi dan nasional. Tabel 8. Potensi Usahatani Berdasarkan Komodias Unggulan di enam Desa Kecamatan Sukabumi Tahun 2012 Desa Komoditas Unggulan Sayuran Tanaman Hias Buah-buahan Karawang - Sedap Malam - Parungseah - - - Perbawati Tomat,Cabai Suji & Sedap Malam Pisang Ambon Sudajayagirang - Garbera, Krisan Pisang Ambon Sukaaya - Krisan & sedap malam - Warnasari - - - Sumber: BP3K Kecamatan Sukabumi 2012 Dalam menjalankan usahataninya, petani cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi menghadapi masalah-masalah yang komplek, baik masalah yang sifatnya internal maupun eksternal. Pada umumnya masalah internal yang dihadapi para petani cabai merah di Desa Perbawati,
Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi adalah masalah yang dapat dikontrol oleh petani, seperti masalah sempitnya penguasaan lahan, rendahnya penguasaan teknologi, serta lemahnya permodalan. Sedangkan masalah eksternal adalah masalah masalah yang berada di luar kontrol petani yang mencakup masalah perubahan iklim atau cuaca, serangan hama penyakit, dan harga input. Dari kondisi tersebut, pengembangan bisnis komoditi cabai merah memiliki potensi risiko yang dapat menimbulkan kerugian. Sebagaimana teori penawaran, besarnya penawaran suatu komoditi ditentukan oleh jumlah yang diproduksi. Selain aspek produksi, tingkat penawaran suatu komoditi juga dipengaruhi oleh tingkat harga (Nicholson 1991). Seperti terlihat pada Gambar 1, harga cabai merah menunjukkan peningkatan terus menerus sejak minggu ketiga Oktober 2010 dan mencapai puncaknya pada bulan juli 2010. Pada Januari 2010 harga cabai merah sebesar Rp 25.000,00 per kilogram dan harga terendah terjadi pada bulan Maret 2010 yaitu sebesar Rp 20.000,00 per kilogram. Sementara harga cabai merah tertinggi mencapai Rp 45.000,00 per kilogram, yaitu pada Juli 2010. Namun, mulai awal tahun 2011 harga cabai merah mulai berangsur naik, yaitu sebesar Rp 40.000,00 per kilogram. Peningkatan harga mulai Januari 2010 hingga Januari 2011 mencapai 95 persen. Kenaikan harga cabai merah ini disebabkan kurangnya pasokan akibat cuaca buruk, dimana sepanjang tahun 2010 terjadi musim hujan yang berkepanjangan, sehingga cabai merah rentan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman. Beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi penawaran suatu komoditi adalah seperti harga dan ketersediaan faktor produksi yang meliputi benih, pupuk, obatobatan, dan tenaga kerja, ketersediaan infrastruktur pertanian seperti pengairan, pengaruh hama dan penyakit tanaman, serta faktor iklim dan cuaca.
Sumber: Kementerian Bidang Perekonomian 2011 Gambar 1. Harga Eceran Cabai Merah Januari 2010 - Januari 2011 Berbagai permasalahan pada aspek produksi dapat memberikan gambaran terhadap kemungkinan adanya faktor risiko produksi cabai merah. Sebagaimana teori penawaran, tingkat penawaran suatu komoditas akan dipengaruhi oleh jumlah komoditas yang diproduksi (Nicholson 1991). Oleh karena itu, perlu diketahui sejauh mana tingkat risiko produksi dan perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi. Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Berapa tingkat risiko produksi dan sumber risiko cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi? 2. Bagaimana perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan pokok di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis tingkat risiko produksi dan sumber risiko cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi.
2. Menganalisis perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi. 1.4. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah: 1. Bagi petani cabai merah di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam manajemen risiko yang terjadi dalam pengembangan usaha cabai merah. 2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan agribisnis cabai merah. 3. Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk mengembangkan daya analisis mengenai risiko agribisnis.