BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Milenium Depelopment Goals (MDGs) telah membawa dampak positif terhadap sektor kesehatan dunia yang ditandai dengan meningkatnya kesadaran isu kesehatan global, meningkatnya alokasi anggaran kesehatan, serta menyatunya arah pembangunan kesehatan. Tahun 2015 telah berlalu, maka berakhirlah salah satu program pembangunan dunia yang di kenal dengan Milenium Depelopment Goals (MDGs). Sebagai penggantinya maka diluncurkan suatu sistim pembangunan baru yang bernama Sustainable Depelopment Goals (SDGs) yang memiliki 17 Goals dan 169 target (Litbang Depkes RI, 2016). Sustainable Depelopment Goals (SDGs) diantaranya adalah goals ke 3 (tiga) yang berbunyi menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala usia dengan 13 target yang ingin dicapai, salah satu targetnya adalah pada 2020, mengurangi setengah jumlah global kematian dan cidera akibat kecelakaan (karena tindakan tidak aman) yang terjadi di dunia kerja, khususnya ditempat-tempat yang sangat beresiko terjadi cidera bahkan kematian akibat tindakan tidak aman, misalnya di tempat-tempat berlalu lintas, industri, serta diberbagai pertambangan yang ada di negara berkembang khususnya Negara Indonesia. Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang mempunyai banyak kekayaan alam baik yang dapat diperbaharui (renewable) maupun yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable). Jenis kekayaan alam yang tidak dapat 1
2 diperbaharui contohnya adalah sumber daya alam berupa tambang. Banyak jenis bahan tambang yang ada di Indonesia, antara lain emas. Tidak semua daerah mempunyai potensi tambang emas. Salah satu daerah yang mempunyai potensi tambang emas adalah daerah Kabupaten Mandailing Natal (Pane, 2013). Tambang tradisional dalam skala kecil ini dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan pekerja dan seringkali menghasilkan dampak kesehatan dan resiko keselamatan yang serius bagi pekerja dan masyarakat di sekitarnya. Pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, proses penambangan emas hanya dilakukan dengan menggunakan alat-alat sederhana, seperti cangkul, linggis, ganco, palu dan beberapa alat sederhana lainnya serta pemakaian APD yang tidak lengkap disamping faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan tidak aman lainnya. Sehingga sangat beresiko terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja tambang emas tersebut. Tenaga kerja yang merupakan komponen terpenting dalam pelaksanan proyek merupakan aset yang menentukan bagi pengusaha yang harus dijaga kesehatan dan keselamatannya. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai sumber hukum dari segala sumber hukum. Sumber hukum peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) berlandaskan pada pasal 27 ayat 2 UUD tahun 1945 yang dinyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ditinjau dari segi administrasi ternyata para penambang emas tersebut tidak memiliki izin dari pemerintah setempat. Padahal dalam ketentuan pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2001, tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang
3 Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Pokok Pertambangan telah ditentukan tentang izin usaha Pertambangan Daerah ditentukan bahwa setiap kegiatan pertambangan daerah dapat dilaksanakan setelah mendapat izin usaha pertambangan. Disamping itu, UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal 86 menyatakan bahwa pengusaha wajib melindungi pekerja dan Undang-Undang No.1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja pasal 14 mengenai kewajiban pengurus untuk melindungi pekerja dan potensi bahaya ditempat kerja. Diantaranya dengan memperhatikan potensi bahaya yang diakibatkan oleh tindakan tidak aman oleh pekerjanya sendiri. Tindakan tidak aman (unsafe action) adalah tindakan yang dapat membahayakan pekerja itu sendiri maupun orang lain yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan (Suma mur, 2013). Suatu kecelakaan tidak dapat terjadi dikarenakan oleh suatu penyebab, biasanya disebabkan oleh beberapa faktor. Misalnya faktor yang berhubungan dengan tinadakan tidak aman yang saling berhubungan atau kombinasi dari berbagai faktor pendahulu. Setiap tahun ada lebih dari 250 juta kecelakaan di tempat kerja dan lebih dari 160 juta pekerja menjadi sakit karena bahaya/ tindakan tidak aman di tempat kerja. Terlebihlagi 1,2 juta pekerja meninggal akibat kecelakaan yang diakibatkan tindakan tidak aman pada pekerja dan sakit di tempat kerja (ILO, 2013). Beberapa penelitian serupa di Indonesia menemukan bahwa angka kecelakaan kerja akibat Tindakan Tidak Aman menjadi mayoritas di antara penyebab kecelakan kerja lainnya. Seperti hasil penelitian Victoria Afrianty
4 Bessie (2006) dalam Saragih (2014), yang melakukan penelitian pada dua divisi berbeda. Pada sebuah perusahaan menemukan 78,3% dari 129 responden pernah melakukan tindakan tidak Jenis tindakan tidak aman yang paling sering dilakukan adalah pekerja dengan postur janggal, yakni sebesar 19,4% dari 101 responden dan 22,8% dari 81 respnden. Berdasarkan hasil penelitian Dwi Irawati (2008), sebesar 82,4% dari 85 responden pernah melakukan tindaklan tidak 42 orang di antaranya berada pada range usia 19-23 tahun, 62 orang bekerja kurang dari 5 tahun, 50 orang memiliki pengetahuan yang baik mengenai bahaya potensial, dan 60 di antaranya kurang mendapatkan pelatihan K3. Heinrich (1980) dalam Suma mur (2013), 88% tindakan tidak aman(unsafe act ) berkontribusi terhadap kecelakaan kerja, 10% disebabkan oleh unsafe conditions (kondisi tidak aman), dan 2% adalah anavoidable (hal yang tidak dapat di hindari). Dengan demikian, accident lebih banyak disebabkan oleh tindakan tidak aman manusia(man) yang meliputi faktor Umur, Pendidikan, Masa Kerja, Pengetahuan, pelatihan yang pernah di ikuti, serta faktor managemen berupa pemakaian APD. Secara geografis tambang emas tersebut berada di daerah perbukitan +5000 meter dari selatan permukiman penduduk desa hutabargot julu kecamatan hutabargot kabupaten mandailing natal. Diatas bukit, tambang tersebut berada di kedalaman lubang dengan kedalaman maksimalnya mencapai 1500 meter dengan diameter lubang 1-3 meter serta kedalaman lubang yang berbentuk zig-zag yang dihuni 10-17 pekerja. Disamping itu, pekerja dibagi dalam dua klompok,
5 kelompok Pertama bekerja didalam lubang mulai dari menggali tanah, memecahkan batu lalu memasukkannya kedalam karung, serta mengangkat batu dan membawanya keluar dari lubang hingga sampai kepermukaan lubang. Kelompok Kedua bekerja sebagai pengankut material tambang yang sudah sampai di permukaan lubang tambang, lalu mengantarkannya dengan cara dipundak dan jalan kaki dengan melewati jalanan berlumpur yang disertai tanjakan dan turunan bukit sejauh + 5000 meter hingga sampai ketempat penyimpanan di permukiman penduduk. Berdasarkan survey awal yang penulis lakukan pada bulan Agustus (2016), dengan 2 tokoh desa dan 6 pekerja, dalam 6 (enam) bulan terakhir sudah terjadi 50 kasus kecelakaan ringan, berat, serta kematian akibat faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan tidak aman pada pekerja, diantaranya cidera berat yang menyebabkan kecacatan permanen akibat terjatuh dan tertimpa beban karena ketidaktahuan pekerja akan tanda bahaya, skill yang kurang, masa kerja yang berlebihan pendidikan yang rendah serta usia yang semakin lanjut. Disamping itu 32 orang meninggal dunia, 15 orang diantaranya tertimbun tanah saat berada di dalam lobang pertambangan dan 17 orang lainnya terjatuh dan tertimpa beban karna ketidak tahuan pekerja akan tanda bahaya waktu mengangkat dan mengantar material tambang dari permukaan lubang (tempat penambangan) hingga sampai ketempat penyimpanan di permukiman penduduk. Berdasarkan pernyataan salah satu pekerja yang berusia 17 tahun, mengaku yang seharusnya masih duduk dibangku SMA terpaksa berhenti sekolah dan memilih bekerja sebagai penambang emas karena harus menggantikan ayahnya yang sudah
6 meninggal di usia 55 tahun karena tindakan tidak aman ayahnya disamping faktor usia yang menyebabkan kecelakaan kerja di pertambangan tersebut. Dengan demikian, sudah sepantasnyalah pemerintah lebih memperhatikan hal tersebut sebelum lebih banyak lagi yang mengalami cidera bahkan kematian akibat tindakan tidak aman oleh pekerja tersebut. Hal diatas melatarbelakangi ketertarikan penulis untuk mengambil judul Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Tidak Aman Pada Pekerja Tambang Emas Desa Hutabargot Julu Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017. 1. 2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang seperti yang disebutkan diatas, maka timbullah suatu masalah yang ingin penulis ketahui yaitu mengenai Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Tidak Aman Pada Pekerja Tambang Emas Desa Hutabargot Julu Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017. 1. 3 Tujuan Penelitian 1. 3. 1 Tujuan Umum Untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Tidak Aman Pada Pekerja Tambang Emas Desa Hutabargot Julu Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017.
7 1. 3. 2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui hubungan Umur dengan Tindakan tidak 2. Untuk mengetahui hubungan Pendidikan dengan Tindakan tidak 3. Untuk mengetahui hubungan Masa kerja dengan Tindakan tidak 4. Untuk mengetahui hubungan Pengetahuan dengan Tindakan tidak 5. Untuk mengetahui hubungan Pelatihan dengan Tindakan tidak 6. Untuk mengetahui hubungan Pemakaian APD dengan Tindakan tidak 1. 4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai masukan untuk pekerja di bagian pekerja tambang emas agar lebih memperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan kerja di dalam melakukan pekerjaannya. 2. Menambah wawasan dan pengalaman bagi penulis tentang kondisi keselamatan pekerja tambang emas. 3. Sebagai bahan referensi untuk penulis lain yang ingin meneliti tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan Tindakan tidak aman khususnya yang berkaitan dengan pertambangan emas.