I, PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia yang merupakan negara agraris, sampai seka- rang masih bergantung pada hasil-hasil pertaniannya, baik untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan dan negeri, maupun untuk ekspor di dalam usaha industri dalam mendapatkan de- visa negara. Pemenuhan kebutuhan bahan pangan dan industri ini sampai sekarang sedang giat dilakukan, baik dengan card ekstensifikasi, intensifikasi maupun diversifikasi. untuk budidaya tanaman pangan, tidak terbatas hanya Khusus pada tanaman padi, tetapi juga tanaman lainnya, seperti palawija dan hortikultura. Sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah kahwa dalam pembngunan pertanian, khususnya tanaman pangan di samping terus meningkatkan produksi padi, perhatian juga diarahkan pada per~imgkatan produk si palav.5 ja dan hortikultura di lahan kering, sejalan dengan program transmigrasi, pemukiman kembali penduduk dan pengembangan perkebunan inti tanaman pangan. Luas lahan kering di Indonesia menempati urutan ter- atas, yaitu sekitar 124 juta hektar dark 200 juta hektar luas daratan Indonesia. Sebagian besar atau sekitar 90 juta hektar dari lahan kering tersebut tergolong jenis Podsolik (Satari, Sajad dan Sastrosoedardjo, 1977).
Lahan kering memberi arti bahwa suatu lahan hampir se- panjang tahun tidak tergenang atau jenuh air. Hal ini me- nunjukkan bahwa air akan menjadi faktor pembatas dalam pem- bangunan pertanian. Untuk memecahkan masalah terbatasnya ketersediaan air di daerah-daerah lahan kering dan rawan air permukaan, pemerintah akan lebih meningkatkan pengemba- ngan air tanah. Air tanah sebagai surnber air untuk irigasi mempunyai debit yang relatiw kecil dibandingkan dengan sum- ber air permukaan. Dengan demikian eflsiensi dan efektivi- tas penggunaan air tanah sangat diperlukan dalam pembangunan pertanian, khususnya tanaman palawija dan hortikultura di lahan kering, sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih tinggi. Sistem pemberian air bagi budidaya tanaman palawija dan hortikultura tidak dilakukan dengan menggenangi seluruh permukaan tanah, karena pangkal batang atau biji tanaman tersebut sangat peka terhadap penggenangan (Booher, 1974). Cara yang dapat dilakukan antara lain dengan sistem irigasi curah (sprinkler irrigation) atau irigasi alur {furrow irrigation). Sistem irigasi curah walaupun mempunyai efisiensi lebih tinggi dibandingkan dengan irigasi alur,tetapi memerlukan biaya permulaan yang tinggi dan rancangan tata letak yang cukup teliti sehingga diperlukan keahlian yang le- bih tinggi (Israelsen dan Hanserf, 1962). Berdasarkan kedua ha1 tersebut, penggunaan sistem irigasi alur dalam pengemba- ngan pertanian di lahan kering yang dikaitkan dengan program
pemukiman kembali penduduk, transmigrasi dan pengembangan perkebunan inti tanaman pangan lebih memungkinkan karena lebih sederhana dan lebih mudah dilakukan. Dengan sistem irigasi alur, berarti tanaman dibudidayakan pada guludan. Sistem ini seharusnya tidak hanya dilakukan bagi tanaman palawija dan hortikultura di lahan kering, tetapi juga pada lahan beririgasi permukaan, karena dengan cara demikian ta- ta udara tanah dan sistem pemberian airnya dapat lebih ba- ik. Hal ini perlu dilakukan mengingat produksi beberapa tanaman pangan di Indonesia masih rendah. Berdasarkan data produksi tanaman pangan ~ndonesia tahun 1982, beberapa di - antaranya masih menunjukkan hasil yang rendah, seperti ka- cang tanah 0.95 ton/ha, kedelai 0.86 ton/ha, jagung 1-57 ton/ha, ubi kayu 9.8 ton/ha dan ubi jalar 1.6 ton/ha (Biro Pusat Statistik, 1983). Somaatmadja C1972) mengemukakan bahwa rendahnya hasil rata-rata palawija pada tingkat psta- ni, yaitu sekitar 30 pessen dari hasil percobaan, karena benih yang kurang bermutu, varietas lokal berpotensi hasil rendah dan cara bercocok tanam yang sederhana. Chandler (1976) mengemukakan bahwa sebagian besar produksi palawija di Thailand, Indonesia dan Philipina masih rendah karena pengelolaannya masih sederhana, seperti pemberanta- san gulma yang minimal, pemberian pupuk dan insektisida gang sedikit dan tanaman tidak mendapat air yang cukup. Dengan demikian salah satu usaha untuk menaikkan produksi palawija dan hortikultura adalah dengan cara bercocok tanam
yang lebih baik, diantaranya dengan pemberian air yang cukup dan sistem pertanaman pada guludan. Dengan sistem pertanaman pada guludan, berarti air diberikan melalui alur. Irigasi alur membasahi tanah melalui dasar dan sisi alur, sehingga gerakan air sangat berperan dalam menentukan kecepatan dan keseragaman distribusi air di dalam tanah yang berkaitan dengan efisiensi pemberian airnya. Efisiensi pemberian air di dalam irigasi alur bergantung pada gera- kan air secara lateral dari alur ke dalam profil tanah (Booher, 1974). Hal ini menunjukkan bahwa efisiensi pem- berian air dipengaruhi oleh jumlah air yang tidak dapat di pakai tanaman karena meninggalkan daerah perakaran, baik karena perkolasi dalam (deep percolation), perembeean ke samping (seepage) maupun evaporasi (euaporation). Gerakan air'di dalm guludan yang bertanaman masalahnya akan lebih kompleks, karena adanya pengaruh penyerapan air oleh akar tanaman. Dengan demikian keadaan akar tana- man turut menentukan gerakan air di dalam guludan. Untuk keadaan cuaca, tanaman dan tanah tertentu, efisiensi pemberian air, kecepatan dan keseragaman penyebaran air di dalam guludan dipengaruhi oleh bentuk pexmukaan dan lebar guludan, bentuk alur, jarak dan kedalaman alur, jarak tanam dan tinggi penggenangan air dalam alur. Booher (1974) mengemukakan bahwa bentuk permukaan guludan dan alur sa- ngat mempengaruhi efisiensi irigasi alur. Alur berbentuk V dan permukaan guludan datar lebih baik digunakan karena
mempunyai efisiensi penyaluran air yang lebih tinggi dan keteguhan permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan bentuk lain. Dengan demikian, apabila faktor-faktor di atas sudah tertentu, maka kecepatan dan keseragaman pe- nyebaran air di dalam guludan serta efisiensi pemberian air dipengaruhi oleh tinggi penggenangan air dalam alur. Efisiensi pemberian air dalam ha1 ini meliputi efisiensi penyimpanan air dan efisiensi keseragaman penyebaran air. Analisis terhadap kedua klasifikasi efisiensi pemberian air dan adanya data ketinggian bagian guludan yang jenuh air diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman tidak un- tuk menentukan tinggi penggenangan air di dalam alur yang tepat, dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan air di satu pihak dan usaha untuk menekan kehilangan air di lain pihak. Pemilihan alur berbentuk V dan permukaan guludan da- tar ini sesungguhnya sesuai dengan sebagian besar bentuk alur yang ditemui di lapang. Pennasalahan Fang timbul di dalam usaha mendapatkan efektivitas dan efisiensi pemberian air yang tepat dengan cara tersebut adalah langkaaya penelitian dan analisis mendasar tentang masalah ini. Untuk itu perlu dilakukan penelitian pengaruh tinggi penggenangan air dalam alur terhaaap gerakan air dan efisiensi pemberian air pada guludan yang mempunyai permukaan datar
dan alur berbentuk V. Sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah dan untuk menunjang pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia, khususnya bagi budidaya palawija dan hortikultura, maka tanah yang digunakan dalam penelitian adalah Podsolik Coklat Kekuningan yang merupakan bagian dari tanah Podsolik. Jenis tanah Podsolik ini merupakan golongan terbesar dari luas lahan kering di Indonesia (Satari, et al, 1977). sedang tanaman yang digunakan adalah kedelai. Penelitian dilakukan dengan simulasi model matematik dan keterandalannya diuji dengan percobaan di laboratorium dan di lapang. 2. Tujuan Penelitian 2.1. Mendapatkan model gerakan air dalam guludan tanaman dari jenis tanah Podsolik Coklat Kekuningan yang mempunyai permukaan datar dan alur berbentuk V. 2.2. Menganalisis gerakan air dalam guludan tanaman untuk beberapa kedalaman penggenangan air dalam alur. 3. Kegunaan Penelitian 3.1. Simulasi model akan sangat berguna untuk mengungkapkan secara lebih jelas fenomena gerakan air di dalam guludan tanaman dari jenis tanah Podsolik Coklat Kekuningan yang mempunyai permukaan datar dan alur berbentuk V karena adanya perbedaan kedalarnan air dalam alur.
3.2. Model dapat digunakan untuk menduga kandungan air tanah dan menentukan hubungan antara tinggi penggenangan air dalam alur, lebar guludan dan jarak alur, agar dipero- leh efisiensi dan efektivitas pemberian air yang lebih tinggi,