ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH PADA YAYASAN PAGUYUBAN IKHLAS DI DESA CIBENING KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

VI. ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Jamur Tiram

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry 2.2 Penelitian Terdahulu

KARYA ILMIAH E-BISNIS BISNIS JAMUR TIRAM

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

TINJAUAN PUSTAKA. 4 Pengertian Manajemen Risiko [26 Juli 2011]

I PENDAHULUAN Latar Belakang

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Tahun Bawang

ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH PADA DD. MUSHROOM DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT DODO PUTERA ANDESSA

BAB I PENDAHULUAN. bebas, dikatakan tumbuhan sederhana karena tidak berklorofil dan tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS SUMBER-SUMBER RISIKO PADA PROSES PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Jamur tiram putih banyak dijumpai di alam, terutama dimusim hujan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. fotosintesis. Oleh karena itu, didalam pertumbuhannya jamur memerlukan zat-zat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya jamur merang (Volvariella volvacea), jamur kayu seperti jamur

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga

I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon

BAB 2 PRODUK 2.1 Spesifikasi Produk Tabel 2.1 Kandungan Gizi JamurTiram No Komposisi Dalam %

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

TUGAS TERSTRUKTUR SEMINAR (BUDIDAYA JAMUR) Oleh : AGUSMAN ( )

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

V. GAMBARAN UMUM KPJI

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko

I. PENDAHULUAN. komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta

KUESIONER PENELITIAN MANAJEMEN RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH USAHA MILIK BAPAK SUKAMTO DI DESA CIPAYUNG, KECAMATAN MEGAMENDUNG KABUPATEN BOGOR

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMANFAATAN PUPUK KANDANG SAPI UNTUK PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari melalui hortikultura. Hortikultura

RISIKO PRODUKSI DAN HARGA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN PETERNAKAN AYAM BROILER CV AB FARM KECAMATAN BOJONGGENTENG - SUKABUMI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. setiap unit penelitian (baglog). Berat segar tubuh buah dan jumlah tubuh buah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang

KARYA ILMIAH STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

V. GAMBARAN UMUM P4S NUSA INDAH

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Jamur 2.2 Jamur Tiram Putih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Cahyana (1999),kandungan gizi jamur tiram putih yaitu protein

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. penting karena tanpa manajemen perusahaan tidak akan terkelola dengan baik dan benar.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN *

PENDAHULUAN. dikonsumsi. Jenis jamur tiram yang dibudidayakan hingga saat ini adalah jamur

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terintegrasi dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer

PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI, SERASAH DAUN PISANG DAN BEKATUL NASKAH PUBLIKASI

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terutama diperkotaan. Budidaya jamur di Indonesia masih sangat

I. PENDAHULUAN. daerah satu dengan yang lainnya. Menurut konsep geografi yang pernah diuraikan

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram. Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TEKNIK BUDIDAYA JAMUR TIRAM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENGANTAR. konsumsi (edible mushroom), yang telah banyak dibudidayakan, karena selain

. Analisis Kelayakan Usaha Jamur Tiram Putih (Studi Kasus : Yayasan Paguyuban Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

LINGKUNGAN BISNIS BUDIDAYA JAMUR TIRAM SEBAGAI USAHA SAMPINGAN

BAB I PENDAHULUAN. Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, mengingat. pentingnya kebutuhan pangan untuk mencapai angka kecukupan gizi.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sumberdaya hutan yang

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Pleurotus spp. PADA MEDIA SERBUK GERGAJIAN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) ALWIAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ,

Transkripsi:

ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH PADA YAYASAN PAGUYUBAN IKHLAS DI DESA CIBENING KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR SKRIPSI HENDY HERMAWAN PARENGKUAN H34066056 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

RINGKASAN HENDY HERMAWAN PARENGKUAN. Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Yayasan Paguyuban Ikhlas di Desa Cibening Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI). Komoditas sayuran adalah salah satu komoditas yang memberikan manfaat terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan penduduk Indonesia. Selain sebagai salah satu komoditas yang bernilai ekonomis, dan mudah dibudidayakan komoditas sayuran juga memiliki keunggulan sebagai salah satu sumber serat makanan, vitamin dan mineral yang penting untuk pembangunan kesehatan masyarakat. Potensi pasar yang cukup besar dapat memposisikan sayur-sayuran sebagai komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dapat bersaing di pasar domestik maupun internasional. Jamur merupakan salah jenis makanan yang termasuk dalam kategori sayur-sayuran, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mengkonsumsi sayuran saat ini terus meningkat, mengingat sayuran merupakan bahan makanan yang kandungan seratnya tinggi dibanding sumber makanan lain. Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur yang sudah cukup dikenal masyarakat luas. Pengusahaan jamur tiram memiliki beberapa keunggulan antara lain bahan baku mudah diperoleh, tidak memerlukan lahan yang luas dan siklus masa tanam yaitu sekitar empat bulan. Panen dapat dilakukan setiap hari secara terus menerus. Kondisi tersebut memberikan kesempatan bagi para petani untuk memutar modalnya dan otomatis dapat memberikan keuntungan lebih cepat. Jamur tiram putih merupakan salah satu jamur pangan yang dapat tumbuh dengan baik di tempat yang beriklim sedang atau sejuk. Kecamatan Pamijahan merupakan salah satu dari tiga Kecamatan di Kota Bogor yang mempunyai tingkat potensi produksi jamur tiram yang cukup tinggi dengan jumlah produksi jamur tiram putih segar sebanyak 8.638 kilogram per tahun. Yayasan Paguyuban Ikhlas merupakan salah satu yayasan yang didirikan oleh beberapa orang yang bergerak dalam bidang agribisnis usaha budidaya jamur tiram putih yang ada di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Yayasan Paguyuban Ikhlas dalam melakukan kegiatan budidaya jamur tiram putih menghadapi tantangan dalam bentuk risiko produksi. Beberapa faktor yang teridentifikasi sebagai sumber risiko produksi antara lain : kesalahan penanganan pada saat proses sterilisasi log, perubahan suhu udara, serangan hama, dan penyakit pada log jamur. Sumber-sumber risiko tersebut dapat menyebabkan penurunan produktivitas jamur tiram, yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerugian bagi Yayasan Paguyuban Ikhlas. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuik mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi yang dihadapi oleh Yayasan Paguyuban Ikhlas dalam kegiatan produksinya, menganalisis probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan sumber-sumber risiko tersebut, dan menganalisis strategi penanganan yang dapat dilakukan oleh Yayasan Paguyuban Ikhlas untuk mengendalikan sumber-sumber risiko tersebut. Penelitian dilakukan pada budidaya jamur tiram putih yang dimiliki oleh usaha Yayasan Paguyuban Ikhlas yang berada di Jl. Thamrin No 1 di Desa Cibening, ii

Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Penelitian dan pengumpulan data dilakukan dari mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Januari 2011. Analisis deskriptif dilakukan untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha budidaya jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas dengan melakukan pengamatan, wawancara, serta diskusi. Sedangkan analisis yang bersifat kuantitatif dilakukan untuk menghitung probabilitas dan dampak dari masing-masing sumber risiko produksi dengan menggunakan alat perhitungan yang sesuai, yaitu metode nilai standar (z-score) untuk menghitung probabilitas risiko dan value at risk (VaR) untuk menghitung dampak dari risiko. Hasil penelitian mengukur empat faktor sumber risiko produksi pada usaha budidaya jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas antara lain kesalahan penanganan pada saat proses sterilisasi log, perubahan suhu udara, serangan hama, dan penyakit pada log jamur tiram. Berdasarkan hasil analisis probabilitas dan dampak risiko diperoleh hasil bahwa probabilitas dan dampak risiko terbesar ada pada sumber risiko kesalahan penanganan pada saat proses sterilisasi log dengan nilai sebesar 45,2 persen, sedangkan perubahan suhu udara merupakan merupakan sumber risiko yang memberikan dampak terbesar dengan nilai Rp.17.053.516. Berdasarkan status risiko diperoleh hasil bahwa kesalahan pada saat proses sterilisasi yang paling berisiko dan kemudian secara berurutan diikuti oleh akibat gangguan hama, perubahan suhu udara, dan penyakit. Pemetaan yang dilakukan berdasarkan dari analisis probabilitas dan dampak risiko, dimana sumber-sumber risiko ditempatkan di dalam kuadran-kuadran. Pada kuadran 1 dengan probabilitas besar dan dampak kecil ditempati sumber risiko kesalahan proses sterilisasi, hama dan penyakit. Kuadran 4 dengan probabilitas kecil dan dampak besar ditempati sumber risiko perubahan suhu udara, sedangkan untuk kuadran 2 dengan probabilitas besar dan dampak besar tidak ditempati satu sumber risiko pun. Begitu pula dengan kuadran 3 dengan probabilitas kecil dan dampak kecil tidak ditempati oleh satu sumber risiko produksi apapun. Strategi yang bisa diterapkan dengan melihat hasil probabilitas, nilai Value at Risk, status risiko, dan pemetaaan risiko antara lain kontrol dan disiplin dalam proses produksi harus ditingkatkan. Mulai dari proses produksi awal seperti memuat log di dalam alat sterilisasi (steamer), proses inokulasi, tahap inkubasi, pemeliharaan, dan pemanenan. Untuk mencegah hama atau mikroorganisme yang mungkin merusak log jamur, dapat digunakan kapur anti serangga yang ditaburkan di area kumbung, dan selalu rutin membersihkan area kumbung. Pengecekan suhu udara juga perlu dilakukan dan diperhatikan, tujuannya agar jamur dapat tumbuh optimal. Biasanya untuk mempermudah pengontrolan temperatur dan kelembaban, dapat dipasang alat pengukur suhu ruangan yang biasa disebut termometer atau hygrometer. Pemasangan alat ini wajib dipasang di setiap kumbung, terutama kumbung pemeliharaan dan kumbung inkubasi. Frekuensi penyiraman atau pengkabutan ruangan kumbung lebih ditingkatkan, terlebih jika datang musim kemarau. Tujuannya agar ruang kumbung dijaga tetap dalam keadaan lembab dan sejuk. Sedangkan untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia, dapat diberikan pelatihan serta keterampilan secara kontinyu. iii

ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH PADA YAYASAN PAGUYUBAN IKHLAS DI DESA CIBENING KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR HENDY HERMAWAN PARENGKUAN H34066056 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 iv

Judul Skripsi : Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Yayasan Paguyuban Ikhlas di Desa Cibening Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Nama : Hendy Hermawan Parengkuan NIM : H34066056 Menyetujui, Pembimbing Dr. Ir Anna Fariyanti MSi NIP 19640921 199003 2 001 Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir Nunung Kusnadi, MS NIP 19580908 198403 1 002 Tanggal Lulus : v

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Yayasan Paguyuban Ikhlas di Desa Cibening Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Oktober 2011 Hendy Hermawan Parengkuan vi

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 September 1985. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Drs. Gerrit Herry Parengkuan, MSc dan Sri Sukafty. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Pelangi Tangerang Selatan pada tahun 1997 dan pendidikan menengah pertama pada tahun 2000 di SLTP N 2 Pamulang Tangerang Selatan. Pendidikan Lanjutan Menengah Kejuruan di SMK N 57 Jakarta diselesaikan pada tahun 2003. Penulis diterima pada program keahlian Manajemen Usaha Boga Diploma III Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003 melalui jalur reguler. Selanjutnya pada tahun 2006 akhir, disamping bekerja di salah satu bank swasta terkemuka di Jakarta, penulis kemudian melanjutkan pendidikan pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi. vii

KATA PENGANTAR Puji Syukur kepada Allah SWT, atas segala curahan rahmat dan karunianya yang tidak terbatas, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Yayasan Paguyuban Ikhlas di Desa Cibening Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sumber-sumber risiko produksi pada kegiatan produksi jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas untuk kemudian memberikan rekomendasi strategi penanganannya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan sumber-sumber risiko produksi tersebut. Penulis berharap semoga dengan adanya skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan dapat digunakan sebaik-baiknya bagi semua pihak. Bogor, Oktober 2011 Hendy Hermawan Parengkuan viii

UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Dr. Ir Anna Fariyanti, MSi selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Narni Farmayanti, MSc dan Dra. Yusalina, MS selaku dosen penguji pada saat sidang hasil penelitian dan koreksi, saran, masukkan yang telah diberikan kepada penulis. 3. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen evaluator atas koreksi, dan penjelasan yang telah diberikan kepada penulis pada saat seminar proposal (kolokium) penelitian. 4. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku Ketua Departemen Agribisnis yang telah memberikan dan arahan dalam hal akademik serta seluruh dosen dan staf di Departemen Agribisnis. 5. Orang tua terkasih Ayahanda Gerrit Herry Parengkuan, Ibunda Sri Sukafty dan Kakakku tercinta Herti Winastuti Reinisia dan Heidy Nelsiana yang telah memberikkan segala upaya, dukungan yang sangat besar serta kasih sayangnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. 6. Keluarga Hagna Hidayat atas doa dan dukungannya. 7. Anita Kurnia Dewi, terima kasih telah memberikan dorongan moril, doa, serta semangat dan selalu mendampingi penulis selama penulisan skripsi ini. 8. Pak Asep dan Pak Gunawan selaku supervisor Yayasan Paguyuban Ikhlas atas waktu, kesempatan, segala informasi dan dukungan yang diberikan. 9. Teman-teman seperjuangan Lidwina, Reza, Ari, Harry, Solihin, dan masih banyak lagi khususnya angkatan 1 atas semangat dan kerjasamanya. Bogor, Oktober 2011 Hendy Hermawan Parengkuan ix

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 7 1.3 Tujuan Penelitian... 10 1.4 Manfaat Penelitian... 10 II TINJAUAN PUSTAKA... 11 2.1 Gambaran Umum Jamur Tiram Putih... 11 2.2 Budidaya Jamur Tiram Putih... 12 2.2.1 Media Tumbuh Jamur Tiram Putih... 13 2.2.2 Syarat Tumbuh Jamur Tiram Putih... 14 2.2.3 Panen dan Pascapanen... 14 2.3 Penelitian Terdahulu Mengenai Risiko... 15 2.4 Penelitian Terdahulu Mengenai Jamur Tiram Putih... 20 III KERANGKA PEMIKIRAN... 23 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis... 23 3.1.1 Konsep Risiko... 23 3.1.2 Klasifikasi risiko... 24 3.1.3 Manajemen Risiko... 26 3.1.4 Konsep Penanganan Risiko... 29 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional... 31 IV METODE PENELITIAN... 34 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 34 4.2. Sumber dan Jenis Data... 34 4.3. Metode Pengumpulan Data... 35 4.4. Metode Analisis Data... 35 4.4.1 Analisis Deskriptif... 36 4.4.2 Analisis Kemungkinan Terjadinya Risiko... 36 4.4.3 Analisis Dampak Risiko... 37 4.4.4 Pemetaan Risiko... 38 x

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN... 39 5.1 Sejarah Yayasan Paguyuban Ikhlas... 39 5.2 Lokasi Yayasan Paguyuban Ikhlas... 40 5.3 Kegiatan Yayasan Paguyuban Ikhlas... 40 5.4 Kegiatan Proses Produksi Yayasan Paguyuban Ikhlas... 41 5.5 Organisasi Yayasan Paguyuban Ikhlas... 46 5.6 Sumber Daya Manusia... 46 VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH... 48 6.1 Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Produksi... 48 6.2 Indikator Penentuan Jenis Sumber Risiko Pada Setiap Kejadian... 52 6.3 Analisis Probabilitas Risiko Produksi... 54 6.4 Analisis Dampak Risiko... 59 6.5 Pemetaan Risiko... 62 VII KESIMPULAN DAN SARAN... 67 7.1 Kesimpulan... 67 7.2 Saran... 68 DAFTAR PUSTAKA... 70 LAMPIRAN... 72 xi

Nomor DAFTAR TABEL 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode 2005-2008... 1 2. Perkembangan Nilai Ekspor-Impor Sayuran Indonesia Tahun 2005-2008... 2 3. Perkembangan Ekspor dan Impor Jamur Indonesia Tahun 2003-2008... 4 4. Jumlah Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih di Kabupaten Bogor Tahun 2007... 6 5. Penelitian Terdahulu Mengenai Analisis Risiko... 19 6. Penelitian Terdahulu Mengenai Analisis Jamur Tiram Putih... 22 7. Formulasi Log Jamur Tiram Putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas Tahun 2010... 42 8. Perbandingan Probabilitas Risiko dari Sumber Risiko Produksi... 55 9. Perbandingan Dampak dari Sumber Produksi... 62 10. Status Risiko dari Sumber Risiko Produksi... 63 Halaman xii

Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Grafik Produktivitas Jamur Tiram Putih Yayasan Paguyuban Ikhlas (Tahun 2009-2010)... 8 2. Siklus Manajemen Risiko... 28 3. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas... 33 4. Peta Risiko... 38 5. Bahan Baku Log... 41 6. Proses Pengantongan... 41 7. Steamer... 42 8. Proses Sterilisasi... 42 9. Proses Pendinginan... 43 10. Proses Inokulasi... 43 11. Proses Inkubasi... 44 12. Rak Pemeliharaan... 44 13. Pemanenan... 45 14. Jamur Tiram Siap Jual... 45 15. Struktur Organisasi Yayasan Paguyuban Ikhlas Tahun 2009... 46 16. Mesin Steamer... 53 17. Log yang Terkontaminasi... 53 18. Log Rusak Akibat Hama... 54 19. Log Terkena Penyakit... 54 20. Hasil Pemetaan Sumber Risiko Produksi... 65 xiii

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Data Log yang Rusak Akibat Kesalahan Sterilisasi... 73 2. Data Log yang Rusak Akibat Hama... 74 3. Data Jumlah Produksi Jamur Tiram Putih... 75 4. Data Log yang Rusak Akibat Penyakit... 76 5. Perhitungan Masing-masing Sumber Risiko... 77 6. Rumah Kumbung... 78 7. Tempat Pembuangan Log yang Terkontaminasi... 79. xiv

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan penting dalam perekonomian nasional dengan kecenderungan pertumbuhan yang naik atau meningkat. Perkembangan kontribusi subsektor hortikultura terhadap PDB Nasional dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai Produk Domestik Bruto Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode Tahun 2005-2008 Nilai PDB (dalam Milyar Rp) % Perkembangan Komoditas 2005 2006 2007 2008 (a) (b) (c) Buah-buahan 31,694 35,448 42,362 42,660 11,85 19,51 0,7 Sayuran 22,630 24,694 25,587 27,423 9,12 3,62 7,18 Biofarmaka 2,806 3,762 4,105 4,118 34,07 9,12 0,31 Tanaman hias 4,662 4,734 4,741 6,091 1,54 0,14 28,48 Hortikultura 61,792 68,639 76,795 80,292 13,75 11,89 4,55 Keterangan : a) Persentase perkembangan tahun 2005-2006 b) Persentase perkembangan tahun 2005-2007 c) Persentase perkembangan tahun 2007-2008 Sumber : Pusdatin dan BPS (2008) 1 Tabel 1 menunjukkan, seluruh komoditas subsektor hortikultura terus mengalami peningkatan terhadap nilai Produksi Domestik Bruto Nasional dari tahun 2005 sampai 2008. Untuk dapat menilai apakah terjadi pertumbuhan pada subsektor hortikultura dapat dilihat, dari persentase perkembangan komoditi. Persentase perkembangan buah-buahan, tanaman hias dan sayuran memiliki kecenderungan angka yang fluktuasi. Komoditas buah-buahan mengalami peningkatan dari tahun 1 www.hortikultura.deptan.go.id {diakses tanggal 26 Februari 2011} 1

2005-2007 dan turun pada tahun 2008, sedangkan komoditas sayuran dan tanaman hias berfluktuasi dari tahun ke tahun. Komoditas sayuran adalah salah satu komoditas yang memberikan manfaat terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan penduduk Indonesia. Selain sebagai salah satu komoditas yang bernilai ekonomis, dan mudah dibudidayakan komoditas sayuran juga memiliki keunggulan sebagai salah satu sumber serat makanan, vitamin dan mineral yang penting untuk pembangunan kesehatan masyarakat. Potensi pasar yang cukup besar dapat memposisikan sayur-sayuran sebagai komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dapat bersaing di pasar domestik maupun internasional. Tabel 2 menunjukan perkembangan nilai ekspor impor sayuran di Indonesia. Tabel 2. Perkembangan Nilai Ekspor-Impor Sayuran di Indonesia Tahun 2005-2008 Ekspor Impor Tahun Volume Nilai Volume Nilai (ribu (%) (juta (%) (ribu (%) (juta (%) Ton) USD) Ton) USD) 2005 152,7-110,6-508,3-188,0-2006 236,2 54,7 126,2 14,1 550,4 8,3 257,8 37,1 2007 209,4-11,3 137,1 8,6 784,9 42,9 351,4 36,3 2008* 175,9-16,0 171,5 25,1 917,2 16,8 442,4 25,9 Keterangan : *) Angka sementara (%) Persentase perkembangan per tahun Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian (2009) 2 Pada Tabel 2, secara keseluruhan setiap tahun dari tahun 2005 sampai dengan 2008 Indonesia mengalami peningkatan signifikan dalam hal impor sayuran, sedangkan dalam hal ekspor sayuran terlihat pada tabel ekspor Indonesia volumenya cenderung berfluktuasi, dari tahun 2005 sampai tahun 2006 terjadi kenaikan namun 2 http://www.hortikultura.deptan.go.id [diakses tanggal 20 Januari 2011] 2

masuk tahun 2007 volume ekspor menurun. Tahun 2008 kecenderungannya menurun kembali meskipun angkanya masih bersifat sementara. Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa Indonesia lebih banyak melakukan impor sayuran dibanding mengekspor sayuran. Impor sayuran ini dilakukan bertujuan untuk memenuhi permintaan dalam negeri, sebagai akibat dari kurangnya pasokan dari dalam negeri. Dengan demikian terdapat peluang pasar yang besar untuk memenuhi kebutuhan sayuran dalam negeri dan luar negeri. Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mengkonsumsi sayuran saat ini terus meningkat, mengingat sayuran merupakan bahan makanan yang kandungan seratnya tinggi dibanding sumber makanan lain. Jamur merupakan salah satu jenis makanan yang termasuk dalam kategori sayur-sayuran, jamur juga merupakan salah satu komoditi penting yang bernilai ekonomis. Jamur dapat tumbuh subur di tempat yang beriklim tropis. Indonesia merupakan Negara yang memiliki iklim tropis yang sangat cocok untuk pertumbuhan jamur. Didukung dengan kondisi alam yang baik, jamur dapat menjadi salah satu komoditi potensial yang dapat dibudidayakan dan dikembangkan di wilayah Indonesia. Jamur memiliki kandungan gizi dan khasiat yang baik untuk kesehatan. Pola konsumsi masyarakat modern saat ini sering menjadikan jamur sebagai makanan alternatif, karena teksturnya yang kenyal dan rasanya yang enak, jamur juga dapat dijadikan sebagai bahan makanan pengganti daging, terutama para kaum vegetarian. Adanya perubahan pola konsumsi tersebut diharapkan dapat memberikan pengaruh positif terhadap permintaan jamur kedepannnya, terutama permintaan di pasar ekspor. Berbagai jenis jamur diekspor ke luar negeri dengan jumlah yang besar, di luar negeri jamur banyak digunakan sebagai bahan campuran obat ataupun untuk dikonsumsi. Jenis jamur yang biasa diekspor ke luar negeri antara lain jamur shitake, jamur tiram putih dan jamur kuping. Produksi jamur di Indonesia masih bersifat fluktuasi baik untuk jamur ekspor ataupun jamur untuk konsumsi dalam negeri. Data perkembangan ekspor dan impor jamur Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3. 3

Tabel 3. Perkembangan Ekspor Impor Jamur Indonesia Tahun 2003-2008 Ekspor Impor Tahun Volume (kilogram) Nilai (US$) Volume (kilogram) Nilai (US$) 2003 16.113.207 19.201.360 1.539.321 1.217.704 2004 3.333.723 2.793.243 194.010 208.646 2005 22.558.977 24.021.656 2.913.432 2.566.954 2006 18.351.038 22.129.170 3.594.073 3.656.223 2007 20.571.404 29.900.009 3.370.435 3.967.449 2008* 19.452.421 30.863.291 3.431.709 4.726.154 Sumber : Pusdatin dan BPS (2008) Berdasarkan Tabel 3, Perkembangan ekspor dan impor jamur Indonesia dari tahun ke tahun sangat berfluktuasi, jika dilihat secara keseluruhan dari tahun 2003 sampai 2008 jumlah volume ekspor jamur lebih tinggi daripada impor. Berdasarkan hasil ekspor tersebut nilai yang didapat cukup besar, tentunya hal ini memberikan keuntungan pendapatan bagi Negara. Namun pada tahun 2004 jumlah ekspor maupun impor jamur mengalami penurunan volume, kemungkinan penurunan ini diduga disebabkan oleh kegagalan panen dan kondisi perekonomian yang tidak stabil (Direktorat Jendral Hortikultura, 2007). Pada tahun 2005 menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan volume yang tinggi, baik dari segi kuantitas dan nilai. Peningkatan ekspor ini diduga disebabkan oleh meningkatnya permintaan masyarakat luar negeri terhadap jamur, terutama jamur di Indonesia yang kualitasnya dianggap lebih baik dari negara produsen jamur lainnya. Jika dilihat dari besarnya nilai impor menunjukkan bahwa permintaan dalam negeri terhadap komoditas jamur sangat besar, kondisi ini mengindikasikan bahwa peluang pasar untuk mengembangkan budidaya jamur masih sangat terbuka dan permintaan berpotensi akan terus meningkat Permintaan jamur khususnya beberapa Kota di wilayah Propinsi Jawa Barat cukup tinggi, Permintaan pasar terhadap kebutuhan jamur tiram di Kota Bogor, 4

Sukabumi, dan sekitar Jakarta saat ini diperkirakan mencapai 5 sampai 10 ton perbulan. Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2008, permintaan jamur ini akan terus meningkat sampai beberapa tahun ke depan, berapa pun yang diproduksi oleh petani jamur dapat dipastikan habis terserap oleh pasar. Kenaikan permintaan sekitar 20 persen sampai 25 persen per tahun. Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur yang sudah cukup dikenal masyarakat luas. Selain karena rasanya yang digemari, jamur tiram juga memiliki manfaat dalam pengobatan salah satunya adalah dapat menurunkan kolesterol darah. Menurut Suriawiria (2002), konsumsi jamur tiram putih selama tiga minggu dapat menurunkan kadar kolesterol hingga 40 persen. Jika dilihat dari sisi gizi jamur tiram putih memiliki kandungan gizi yang lebih baik dibandingkan dengan bahan makanan lain seperti jamur merang, jamur kuping, daging sapi, bayam, kentang, kubis, seledri, buncis dan lain-lain. Jamur tiram memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang tinggi tetapi rendah lemak (Suriawiria, 2002). Pembudidayaan jamur tiram memiliki beberapa keunggulan antara lain bahan baku mudah diperoleh, tidak memerlukan lahan yang luas dan siklus masa tanam yaitu sekitar empat bulan, Panen dapat dilakukan setiap hari pada pagi hari. Kondisi tersebut memberikan kesempatan bagi para petani untuk memutar modalnya dan otomatis dapat memberikan keuntungan lebih cepat. Jamur tiram putih merupakan salah satu jamur pangan yang dapat tumbuh dengan baik di tempat yang beriklim sedang atau sejuk (Chazali et al, 2009). Menurut Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia (2007), sentra jamur tiram putih banyak dibudidayakan di wilayah Bandung, Bogor, Sukabumi, Garut, Tasikmalaya, Sleman, Yogyakarta, dan Solo. Salah satu wilayah yang beriklim sejuk adalah wilayah Kabupaten Bogor. Usaha budidaya jamur tiram putih yang terdapat di Kabupaten Bogor masih dilakukan secara tradisional dan skala usahanya pun masih tergolong dalam usaha tani rakyat. Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah penghasil jamur tiram. Adapun produksi jamur tiram putih per Kecamatan di Kabupaten Bogor pada tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 4. 5

Tabel 4. Jumlah Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih di Kabupaten Bogor Tahun 2007 No Kecamatan Jumlah Produksi Produktifitas (Log/thn) (Kg/thn) (Kg/log) 1 Tamansari 191.500 38.300 0,20 2 Pamijahan 61.700 8.638 0,18 3 Cisarua 780.000 173.250 0,17 4 Leuwi Sadeng 20.000 3.000 0,15 5 Rancabungur 34.000 4.420 0,13 6 Cijeruk 17000 2040 0,12 7 Sukaraja 10000 1200 0,12 Rata-rata 0,15 Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2007 Jika dilihat pada Tabel 4, dari beberapa wilayah yang ada di Kecamatan Cisarua merupakan wilayah yang paling tinggi tingkat produktivitas dan produksinya, hal ini cukup beralasan, mengingat wilayah Cisarua merupakan wilayah yang mempunyai iklim yang cukup sejuk karena berada di ketinggian. Wilayah berikutnya yang memiliki potensi pengembangan budidaya jamur tiram paling tinggi dengan jumlah produksi jamur tiram putih segar adalah Kecamatan Tamansari sebanyak 38.300 kilogram per tahun dan Kecamatan Pamijahan. Kecamatan Pamijahan merupakan salah satu dari tiga Kecamatan di Kabupaten Bogor yang mempunyai tingkat potensi yang cukup tinggi dengan jumlah produksi jamur tiram putih segar sebanyak 8.638 kilogram per tahun. Penelitian secara sengaja dilakukan di wilayah Kecamatan Pamijahan tepatnya di Yayasan Paguyuban Ikhlas Desa Cibening selain karena dekat dengan lokasi tinggal peneliti, wilayah tersebut juga merupakan salah satu wilayah Kecamatan penghasil jamur tiram terbesar di Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi tersebut juga mempertimbangkan alasan menghemat biaya penelitian, maka dipilihlah wilayah Kecamatan Pamijahan sebagai tempat untuk melakukan penelitian. 6

1.2 Perumusan Masalah Yayasan Paguyuban Ikhlas merupakan salah satu yayasan yang didirikan oleh beberapa orang yang bergerak dalam bidang agribisnis usaha budidaya jamur tiram putih dan baru menjalankan usaha budidaya jamur tiram putih pada awal tahun 2009. Usaha ini beroperasi dalam skala menengah dan pemilik bertanggung jawab sepenuhnya terhadap semua risiko. Budidaya ini dilakukan di Kecamatan Pamijahan yang merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Bogor. Berdasarkan data yang didapat, Kecamatan Pamijahan merupakan salah satu Kecamatan di wilayah Kabupaten Bogor yang cukup tinggi memproduksi jamur tiram putih. Salah satu sentra budidaya jamur tiram putih di wilayah tersebut adalah Yayasan Paguyuban Ikhlas. Yayasan Paguyuban Ikhlas memproduksi sendiri seluruh kebutuhan budidaya seperti media tanam yang biasa disebut log, peralatan-peralatan teknis, dan sumber daya manusia diambil dari masyarakat sekitar. Siklus produksi log dilakukan setiap satu bulan sekali, hal ini disesuaikan dengan kapasitas mesin produksi (steamer) yang hanya mampu memproduksi log sebanyak 1.200 log per hari dikali dengan 24 hari kerja, maka dalam satu bulan produksi Yayasan Paguyuban Ikhlas menghasilkan sekitar 28.800 log media tanam untuk jamur tiram putih. Selama menjalankan bisnis usaha budidaya jamur tiram putih, Yayasan Paguyuban Ikhlas memperoleh produktivitas tertinggi untuk tanaman jamur tiram putih, yaitu sebesar 0,4 kilogram per log, sedangkan produktivitas terendah yang pernah dialami sebesar 0,15 kilogram per log. Berfluktuasinya produktivitas diakibatkan oleh berbagai macam masalah yang dihadapi selama melakukan proses pengusahaan jamur tiram putih. Produktivitas per log dapat menjadi indikator kemungkinan adanya risiko usaha yang mungkin dihadapi oleh Yayasan Paguyuban Ikhlas. Berikut dapat dilihat grafik produktivitas pada Gambar 1. 7

Jumlah Produktivitas (kg/log) 0,40 4 0,35 1 0,30 5 0,25 3 0,20 0,15 2 0,10 Gambar 1. Grafik Produktivitas Jamur Tiram Putih Yayasan Paguyuban Ikhlas (Tahun 2009-2010) Keterangan : 0 Musim Tanam Jan-April Mei-Agt Sept-Des Jan-April Mei-Agt 2009 2010 1 : Produktivitas Januari April 2009 2 : Produktivitas Mei Agustus 2009 3 : Produktivitas September Desember 2009 4 : Produktivitas Januari April 2010 5 : Produktivitas Mei Agustus 2010 Sumber : Yayasan Paguyuban Ikhlas, 2010 Pada Gambar 1 dapat dilihat, grafik hasil produktivitas jamur tiram putih Yayasan Paguyuban Ikhlas berfluktuasi. Produktivitas log dalam menghasilkan jamur tiram tidak stabil di setiap siklus tanam, dalam satu tahun terdapat tiga masa siklus tanam, umur log memproduksi jamur tiram maksimal sekitar empat bulan, lama waktu tersebut dinamakan musim tanam, dimana pada setiap musim tanam tersebut kondisi produktivitas jamur tiram putih per log pernah menurun cukup signifikan, yaitu sampai dengan 0,15 kilogram per log, standar normal produksi yaitu 0,30 kilogram per log. Jika dilihat pada Gambar 1, penurunan terjadi pada musim tanam antara bulan Mei dan Agustus tahun 2009 yaitu pada plot nomor dua, dari informasi yang didapat dari supervisor yang menangani langsung proses budidaya, pada musim 8

tanam tersebut sering terjadi serangan hama yaitu hama tikus, yang merusak log jamur sehingga mempengaruhi produktivitas jamur tiram putih. Akibat produktivitas yang tidak stabil, Yayasan Paguyuban Ikhlas belum mampu memenuhi permintaan jamur tiram putih segar di pasaran. Permintaan Jamur tiram kurang lebih sebanyak satu ton per hari, permintaan tersebut didapat dari hasil wawancara dengan pihak supervisor Yayasan Paguyuban Ikhlas yaitu dengan Pak Gunawan. Pemasaran jamur tiram putih biasanya dijual ke para pedagang di wilayah Bogor, para pedagang pengumpul di pasar TU Kemang ataupun pedagang pengumpul lainnya seperti pasar Bogor, pasar Leuwiliang, dan pasar Anyar Merdeka. Saat ini Yayasan Paguyuban Ikhlas baru bisa memenuhi permintaan dari pasar TU Kemang, dikarenakan kurangnya sumber daya manusia serta kapasitas produksi yang masih belum bisa memenuhi permintaan. Permintaan yang tinggi artinya diperlukan suatu usaha untuk meningkatkan produksi. Peningkatan produksi dapat dilakukan tidak hanya sisi teknis pembudidayaannya namun juga diperlukan pengelolaan manajemen yang kuat. Beberapa sumber-sumber risiko produksi yang didapat dari hasil identifiksi awal, belum bisa memberikan gambaran keseluruhan mengenai faktor-faktor apa saja yang bisa menjadi sumber risiko produksi. Menarik jika diadakan penelitian lebih lanjut untuk mencari dan mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi apa saja yang ada pada usaha budidaya jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas ini. Identifikasi ini dilakukan dengan harapan dapat diterapkan, paling tidak dapat meminimalkan dampak dan probabilitas dari sumber-sumber risiko. Berdasarkan analisa tersebut timbul beberapa pertanyaan yang perlu dijawab, antara lain : 1. Apa saja sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha budidaya jamur tiram putih? 2. Bagaimana dampak dan probabilitas dari sumber-sumber risiko tersebut? 3. Bagaimana alternatif strategi penanganan risiko yang tepat, sehingga dapat dilakukan oleh Yayasan Paguyuban Ikhlas untuk mengendalikan sumbersumber risiko produksi? 9

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha jamur tiram putih Yayasan Paguyuban Ikhlas. 2. Menganalisis probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan dari sumbersumber risiko produksipada kegiatan budidaya jamur tiram putih Yayasan Paguyuban Ikhlas. 3. Menganalisis alternatif strategi untuk mengatasi sumber-sumber risiko produksi usaha budidaya jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan mampu memberikan manfaat bagi para petani jamur tiram putih, untuk penulis juga, para pembaca, dan masyarakat yang menggeluti pembudidayaan jamur tiram putih. Khususnya bagi para pembudidaya jamur tiram putih yang menjadi pengambil keputusan. Penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam hal memberikan gambaran mengenai analisis risiko, mengukur risiko serta dapat mengambil tindakan alternatif yang bersifat strategis dalam menghadapi risiko bisnis atau kerugian yang mungkin saja muncul selama usaha budidaya berjalan. Sedangkan untuk penulis memberikan hal baru dalam menganalisis dan mencari solusi dalam memecahkan suatu masalah bisnis atau kegiatan usaha. Bagi masyarakat ataupun para pembaca diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan sumber informasi ataupun rujukan untuk dapat dijadikan acuan dalam memulai usaha budidaya jamur tiram putih, ataupun dapat dijadikan bahan rujukan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. 10

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Jamur Tiram Putih Jamur disebut juga cendawan, supa, atau mushroom. Jamur merupakan salah satu jenis tumbuh-tumbuhan, yang tidak memiliki klorofil atau zat hijau daun, sehingga kebutuhan karbohidrat harus dipenuhi dari luar. Karena itu jamur hidup pada sisa mahluk hidup lain yang sudah mati (saprofitik) atau hidup pada jasad mahluk lain (parasitik) (Suriawiria, 2002). Jamur tiram putih banyak ditemukan di alam bebas dan tumbuh pada pohon ataupun kayu yang sudah lapuk, tumpukan daun, ataupun organisme lain yang telah mati dan umumnya tumbuh secara bergerombol. Jamur mengambil zat-zat makanan yang berasal dari organisme lain untuk pertumbuhannya. Karena kondisi ketergantungan inilah maka jamur digolongkan sebagai tanaman heterotrofik dan harus hidup secara saprofitik atau secara parasitik. Menurut Suriawiria (2002) hidup saprofitik adalah hidup pada sisa mahluk lain yang sudah mati, misalnya pada tumpukan sampah, tumpukan kotoran hewan, serbuk gergajian kayu, ataupun pada batang kayu yang sudah lapuk. Kemudian hidup secara parasitik adalah hidup pada jasad mahluk lain, misalnya tumbuh-tumbuhan, hewan, atau manusia yang masih hidup. Menurut Chazali dan Pratiwi (2009), jamur sudah dikonsumsi dan dibudidayakan sejak 3000 tahun yang lalu, biasanya digunakan sebagai campuran makanan ataupun obat-obatan herbal. Jamur dahulu kala menjadi salah satu makanan mewah yang disantap oleh para raja-raja. Umumnya jamur konsumsi memiliki rasa yang lezat dan mengandung nutrisi yang dibutuhkan bagi kesehatan tubuh, contoh jamur konsumsi antara lain jamur tiram, jamur kuping, jamur shiitake, jamur champignon, dan jamur merang. Menurut Suriawiria (2002) komposisi zat-zat kimia yang terkandung di dalam jamur tergantung pada jenis dan tempat tumbuh jamur tersebut. Di samping mengandung protein, lemak, mineral, dan vitamin. Jamur juga mengandung beberapa 11

jenis senyawa berkhasiat obat. Dalam protein jamur terdapat 9 macam asam amino esensial dari 20 macam asam amino yang dikenal. Kandungan protein di dalam jamur tiram putih berkisar antara 19 persen sampai 35 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein pada beras dan gandum, namun relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan kandungan protein pada susu dan kedelai. Kandungan protein pada beras adalah 7,3 persen, gandum 13,2 persen, kedelai 39,1 persen, dan air susu 25,2 persen (Suriawiria, 2002). Pada awal tahun 1970-an, masyarakat Indonesia baru mulai mengenal jenis jamur tiram putih, yang bibitnya didatangkan langsung dari negara Taiwan (Suriawiria, 2002). Jamur tiram putih memiliki ciri fisik yang khas yaitu tudungnya menyerupai cangkang kerang dengan diameter kurang lebih antara 5 centimeter sampai 15 centimeter, dengan permukaan yang licin dan dalam kondisi lembab menjadi agak berminyak. Bagian tepi sedikit bergelombang dengan posisi tangkai berada di tengah tudung, tubuh buahnya berwarna putih dan tebal. Nama jamur tiram putih didasarkan pada warna tubuh buahnya (Suriawiria, 2002). Jamur tiram putih dalam bahasa latin disebut Pleurotus ostreatus ini, hidup sebagai saprofit di pohon inangnya dan tumbuh di alam secara liar di kawasan yang berdekatan dengan hutan, Biasanya menempel pada kayu atau dahan kering yang telah lapuk atau mati. 2.2 Budidaya Jamur Tiram Putih Menurut Chazali (2009), proses produksi merupakan tahapan penting dalam budidaya jamur tiram, karena pada tahap ini siklus hidup jamur berlangsung. Oleh sebab itu dibutuhkan sarana pendukung yang baik. Dengan sarana yang memadai diharapkan tercipta lingkungan yang cocok bagi pertumbuhan jamur tiram sehingga diperoleh produksi yang maksimal. Berdasarkan hal tersebut hal-hal yang perlu dilakukan antara lain : 1. Persiapan Bangunan (Rumah kumbung) Bangunan (Rumah kumbung) harus disesuaikan dengan kebutuhan, dan harus disesuaikan dengan log atau media tanam yang akan diproduksi. Selain itu untuk pembuatan rak, yang berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan log atau media 12

tanam sebaiknya dibuat dari bambu agar lebih kuat dan tidak cepat rusak. Jarak dan tinggi rak disesuaikan dengan tinggi ruang pemeliharaan. 2. Pemeliharaan Media Tanam Media tanam merupakan media yang harus dipelihara dengan baik, karena media tanam merupakan tempat tumbuhnya miselium dan tubuh buah. Pemeliharaan ini berhubungan dengan menjaga lingkungan sekitar agar pertumbuhannya baik. Berikut beberapa faktor lingkungan yang harus dijaga : a) Kandungan air di dalam log atau media tanam sebaiknya 35 sampai 45 persen, jika kelebihan air maka akan menyebabkan pertumbuhan jamur lain yang tidak diharapkan dan jamur bisa mengalami pembusukan terutama di bagian akar, dan jika kekurangan air maka miselium tidak dapat tumbuh dengan baik. b) Intensitas cahaya, pertumbuhan miselium dan tubuh buah sangat dipengaruhi oleh adanya cahaya langsung. Tempat penyimpanan harus dibuat tetap dalam keadaan teduh dan meminimalisir cahaya yang masuk secara langsung ke dalam ruangan. 2.2.1 Media Tumbuh Jamur Tiram Putih Media pertumbuhan jamur tiram putih dibuat menyerupai kondisi tempat tumbuh jamur tiram di alam. Umumnya pembudidaya menggunakan log yang berisi serbuk kayu sebagai tempat pertumbuhan jamur tiram yang didalamnya sudah terdapat media dan nutrisi yang mendukung pertumbuhan jamur. Bahan baku yang digunakan untuk membuat media yaitu : (1) serbuk gergaji, (2) bekatul sebagai sumber karbohidrat, lemak dan protein, (3) kapur sebagai sumber mineral dan pengatur ph media, (4) gips sebagai bahan penambah mineral dan untuk mengokohkan media. Salah satu komposisi campuran media tumbuh jamur tiram adalah serbuk gergaji (80%), bekatul (16%), kapur (2%) dan gips (2%). Kadar air di dalam media diatur antara 60 sampai 65 persen dengan cara menambahkan air bersih. Apabila air yang ditambahkan kurang maka penyerapan makanan oleh jamur menjadi kurang optimal, sehingga jamur menjadi kecil (kerdil). 13

Apabila air yang ditambahkan terlalu banyak maka mengakibatkan kebusukan pada akar jamur tiram. Tingkat keasaman media sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur tiram. 2.2.2 Syarat Tumbuh Jamur tiram tumbuh dengan baik pada ketinggian 600 dpl (diatas permukaan laut), dengan suhu rata-rata 15 sampai 30 derajat celcius selain itu daerah tersebut paling tidak harus memiliki kelembaban 80 sampai 90 persen. Untuk pertumbuhan miselium sebaiknya kelembaban udara dipertahankan antara 90 persen sampai 100 persen Dalam pertumbuhannya jamur tiram tidak terlalu membutuhkan cahaya yang tinggi, intensitas cahaya lebih dibutuhkan pada saat pertumbuhan tubuh buah daripada saat pembentukan miselium. Menurut Suriawiria (2009), syarat tumbuh jamur meliputi beberapa parameter, terutama temperatur, kelembapan relatif, waktu, kandungan CO 2 dan cahaya. Paparan cahaya matahari langsung bisa menghambat pertumbuhan miselium atau merusak tubuh buah yang sudah terbentuk. Pada dasarnya cahaya yang menyebar merupakan cahaya yang baik bagi pertumbuhan jamur. Jamur tiram dapat berkembang pada media yang memiliki ph masam dengan kadar ph 5,5 sampai 7, lingkungan yang terlalu asam atau terlalu basa tidak dapat mendukung pertumbuhan jamur. Pertumbuhan jamur tiram membutuhkan kelembaban serta suhu yang relatif sejuk yaitu pada saat pertumbuhan miselium dibutuhkan suhu 23 sampai 28 derajat celcius dengan suhu optimum 25 derajat celcius, sedangkan untuk membentuk tubuh buah sebaiknya pada suhu 17 sampai 23 derajat celcius. 2.2.3 Panen dan Pascapanen Menurut Chazali (2009) Jamur tiram termasuk jenis tanaman budidaya yang memiliki masa panen cukup cepat. Panen jamur tiram dapat dilakukan dalam jangka waktu 37 sampai 40 hari setelah pembibitan atau setelah tubuh buah berkembang maksimal, yaitu sekitar 2 sampai 3 minggu setelah tubuh buah terbentuk. Selama musim tanam jamur tiram kegiatan panen dapat dilakukan antara 4 sampai 8 kali 14

tergantung pada kandungan substrat media tanam, bibit jamur dan lingkungan selama dilakukannya pemeliharaan. 1. Panen Panen dilakukan jika bentuk dan ukuran tubuh buah jamur tiram sudah memenuhi persyaratan, dengan diameter rata-rata antara 5 sampai 10 centimeter dengan kondisi fisik belum mekar penuh atau pecah. Jamur tiram dengan kondisi ini tidak mudah rusak jika dipanen. Waktu yang paling baik untuk memanen jamur tiram adalah pagi hari karena kondisi jamur tiram dalam keadaan masih segar, cara melakukan pemanenan yang baik adalah dengan mencabutnya dan menyertakan tubuh buah bersama akarnya. Hal tersebut dilakukan agar tidak ada bagian jamur tiram yang tertinggal yang bisa mengakibatkan kebusukan. 2. Pasca Panen Penanganan yang dilakukan setelah pemanenan bertujuan untuk menciptakan hasil yang berkualitas sehingga dapat sesuai dengan permintaan pasar. Kegiatan yang dilakukan yaitu melalui penyortiran, pengemasan dan kegiatan lainnya seperti pengeringan. Dalam kegiatan penyortiran jamur tiram harus segera dipisahkan dari pangkalnya agar bersih, selain itu dipisahkan juga berdasarkan bentuk dan ukurannya hal ini bertujuan agar diperoleh hasil yang seragam. Untuk pengemasan jamur umumnya dikemas menggunakan plastik kedap udara, penyimpanan di dalam plastik bisa mempertahankan kesegaran jamur selama 2 sampai 4 hari. 2.3 Penelitian Terdahulu Mengenai Risiko Penelitian mengenai risiko di suatu usaha telah banyak dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti. Hal tersebut memberikan maksud bahwa risiko merupakan hal yang sangat penting untuk dikaji lebih lanjut, terlebih dikaji dengan maksud untuk melindungi suatu usaha dari suatu kerugian. Tentunya yang berkaitan dengan dampak dan strategi penanganan risiko tersebut. Permasalahan produksi dalam hal ini produktivitas ditemui juga pada budidaya jamur tiram yang dimiliki oleh Yayasan Paguyuban Ikhlas. Dimana produktivitas jamur tiram mengalami fluktuasi bahkan terlihat pada musim panen pada bulan tertentu fluktuasinya cukup signifikan, dengan 15

demikian perlu dikaji lebih lanjut pada aspek produksinya. Untuk alat analisis dasar yang digunakan oleh kebanyakan para peneliti sebelumnya juga akan menjadi alat analisis dasar untuk mengetahui kemungkinan atau probabilitas terjadinya risiko produksi pada usaha budidaya jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas ini. Selain dari alat analisis dasar yang digunakan yaitu variance, standard deviation, dan coefficient variance. Ada beberapa alat analisis lain yang sering juga digunakan untuk menganalisis risiko dan mengetahui probabilitas dampak dari suatu risiko, hal tersebut dapat terlihat dari beberapa penelitian-penelitian yang telah dilakukan. Wisdya (2009) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor penyebab risiko produksi pada produksi anggrek phalaeonopsis. Ditemukkan bahwa anggrek yang tidak layak jual (reject) terdiri dari kontaminasi dalam pembibitan dengan teknik kultur jaringan, serangan hama penyakit, virus, mutan, stagnan dan kerusakkan mekanis pada tanaman yang sulit diprediksi.peluang untuk kondisi tertinggi, normal dan terendah diukur dari proporsi frekuensi atau berapa kali perusahaan mencapai presentase keberhasilan produksi dan pendapatan tertinggi, normal dan terendah selama periode siklus berlangsung, selain itu Wisdya (2009) juga mengemukakan bahwa strategi penanganan risiko produksi anggrek phalaeonopsis pada PT. EGF dapat dilakukan dengan pengembangan diversifikasi pada lahan yang ada. Alat analisis yang digunakan z-score dan VaR (Value at Risk) utnuk menganalisis dampak dari terjadinya risiko pada usaha yang sedang diteliti. VaR adalah kerugian terbesar dalam rentang waktu atau periode yang diprediksi dengan tingkat kepercayaan tertentu. Pengukuran dampak dilakukan untuk mengukur dampak dari risiko pada kegiatan produksi dan penerimaan. Penggunaan alat analisis ini tentunya bertujuan untuk memperkaya kajian dari penelitian yang akan dilakukan sehingga nantinya hasil dari penelitian yang dilakukan ini, tidak hanya sekedar menghitung besarnya probabilitas terjadinya risiko pada suatu usaha, tetapi juga mengukur dampak yang ditimbulkan risiko tersebut bagi perusahaan. Jika dihubungkan dengan penelitian yang akan dilakukan, alat analisis ini juga akan digunakan untuk menilai dampak dan besarnya sumber risiko terhadap perkembangan Yayasan Paguyuban Ikhlas. 16

Jamilah (2010) meneliti tentang analisis risiko produksi wortel dan bawang daun. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis tingkat risiko produksi wortel dan bawang daun, serta menganalisis alternatif penanganan risiko produksi dari kedua jenis komoditas tersebut. Penelitian ini difokuskan pada analisis risiko produksi. Alat analisis yang digunakan untuk mengukur tingkat risiko menggunakan analisis dasar yang sering digunakan untuk mengukur risiko yaitu variance, standard deviation, dan coefficient variation. Alat analisis dasar tersebut juga akan digunakan penulis untuk menghitung risiko produksi jamur tiram putih. Berbeda dengan Jamilah (2010) penelitian yang dilakukan Lubis (2009) meneliti tentang manajemen risiko produksi padi. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha padi semi organik, serta menganalisis dampak risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko produksi. Dari konsep tujuan penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis, dimana identifikasi sumber-sumber risiko menjadi tolak ukur awal dalam menjawab kemungkinan-kemungkinan risiko yang bisa saja terjadi pada usaha manajemen risiko padi semi organik. Alat analisis yang digunakan untuk menghitung terjadinya risiko yaitu menggunakan analisis dasar variance, standard deviation, coefficient variation, dan expected return. Lubis (2009) juga menambahkan analisisnya yaitu menghitung dampak risiko juga dengan menggunakan nilai z score dan VaR (Value at Risk). Alat analisis ini juga dipergunakan oleh Wisdya (2009) untuk mengetahui dampak dari risiko pada kegiatan produksi dan penerimaan. Penambahan analisis ini dapat juga diterapkan dan menjadi bahan referensi pada penelitian yang akan dilakukan. Kemudian Sembiring (2010) meneliti tentang analisis risiko produksi sayuran organik, penelitian ini meneliti tentang perusahaan yang bergerak dalam bidang pertanian organik. Menurut penelitian yang telah dilakukan risiko produksi dapat disebabkan oleh kondisi cuaca yaitu curah hujan yang terlalu tinggi, serangan hama, penyakit. Selain itu teknologi yang digunakan juga menjadi hal yang dapat mempengaruhi hasil produksi. Risiko produksi tersebut juga memiliki hubungan dengan penelitian yang akan dilakukan, dimana 17

sumber-sumber risiko tersebut dapat mempengaruhi produktivitas dari jamur tiram. Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan Sembiring yaitu menganalisis risiko produksi sayur organik yang dihadapi perusahaan dan strategi penanganan apa yang dapat diterapkanuntuk menangani risiko produksi tersebut. Tujuan dari penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Jamilah dan Siregar. Sedangkan alat analisis yang digunakan masih sama dengan penelitian risiko sebelumnya tetap menggunakan analisis dasar risiko yaitu meggunakan variance, standard deviation, coefficient variation, dan expected return. Dimana alat analisis dasar ini memang selalu menjadi alat analisis untuk mengetahui nilai risiko suatu usaha. Purwanti (2011) meneliti tentang analisis risiko produksi sayuran hidroponik. Pada penelitian ini difokuskan pada analisis risiko produksi dan hubungannya dengan pendapatan yang diharapkan. Komoditas yang diteliti adalah lollorossa (selada keriting merah) yang menjadi komoditas unggulan di perusahaan tersebut, tujuan dari penelitian ini hampir sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jamilah, Siregar dan Sembiring yaitu menganalisis sumber-sumber risiko produksi, mengetahui besarnya risiko produksi dan menganalisis alternatif strategi untuk mengatasi risiko produksi tersebut. Dari analisis yang dilakukan sumber-sumber risiko yang ada yaitu kondisi cuaca, iklim, ketrampilan SDM, hama dan penyakit, kerusakan sistem pengairan. Jika dilihat dari sumber-sumber risiko tersebut memang usaha di bidang agribisnis tidak jauh berbeda antara risiko yang dihadapi, beberapa sumber-sumber risiko tersebut juga terdapat pada usaha budidaya jamur tiram. Alat analisis yang digunakan untuk menilai risiko pun masih tetap sama menggunakan analisis dasar variance, standard deviation, coefficient variation. Analisis risiko produksi ini dilakukan sebagai akibat dari hasil produktivitas lollorosa yang berfluktuasi di setiap bulannya yang mungkin akan berdampak pada pendapatan perusahaan. Dari penelitian yang dilakukan Purwanti (2011) cukup berkaitan dengan apa yang akan diteliti yaitu analisis produksi jamur tiram putih. Hasil tinjauan penelitian-penelitian terdahulu mengenai risiko, dapat ditarik satu pengertian bahwa seluruh usaha yang berbasis agribisnis secara umum tidak 18

terlepas dari risiko bisnis. Metode analisis dasar yang digunakan tidak hanya untuk mengukur besaran risiko saja tetapi juga harus diukur peluang terjadinya risiko dan dampak yang ditimbulkannya bagi usaha agribisnis yang dijalankan. Penelitian ini secara umum juga akan menggunakan alat-alat analisis yang tersedia yang sebelumnya sudah dilakukan, dengan jamur tiram putih sebagai komoditas yang akan diteliti. Pada Tabel 5 dapat dilihat beberapa penelitian-penelitian terdahulu mengenai Analisis risiko produksi. Tabel 5. Penelitian Terdahulu Mengenai Analisis Risiko No Nama Topik (Analisis Risiko) Metode 1. Wisdya (2009) Analisis Risiko Anggrek Phalaenopsis Pada PT. Ekakarya Graha Flora di Cikampek, Jawa Barat 2. Jamilah (2010) Analisis Risiko Produksi Wortel dan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat 3. Lubis (2009) Analisis Manajemen Produksi dan Penerimaan Padi Semi Organik di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor 4. Sembiring (2010) Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik pada The Pinewood Organik Farm di Kabupaten Bogor 5 Purwanti (2010) Analisis Risiko Produksi Sayuran Hidroponik pada PT. Momenta Agrikultura (amazing farm) Lembang Kabupaten Bandung Variance, standard deviation, coefficient variation, Z-score, VaR Variance, standard deviation, coefficient variation Variance, standard deviation, coefficient variation, Z-score, VaR Variance, standard deviation, coefficient variation Variance, standard deviation, coefficient variation 19

2.4 Penelitian Terdahulu Mengenai Jamur Tiram Putih Penelitian terdahulu mengenai jamur tiram putih, khususnya yang membahas tentang aspek produksi dan produktivitas jamur tiram putih sudah cukup banyak dilakukan. Tinjauan Pustaka mengenai hasil-hasil penelitian tersebut diperlukan untuk dapat memberikan pengetahuan baru, masukan, dan hipotesa (dugaan) awal dalam melakukan kegiatan penelitian mengenai risiko produksi jamur tiram yang tentunya disesuaikan dengan keadaan di lokasi penelitian. Penelitian yang dilakukan Ginting (2009) yaitu menganalisis risiko produksi jamur tiram putih. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengelolaan budidaya jamur tiram putih, serta risiko produksinya. Karena jamur mudah sekali rusak maka perlu penanganan khusus dalam proses produksinya, dari penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa pertama jamur sangat terpengaruh oleh perubahan cuaca terutama cuaca saat ini yang sulit diprediksi. Kedua adalah serangan hama dan penyakit yang sulit dikendalikan karena karakteristik jamur tiram rentan terhadap hama dan penyakit seperti ulat, Ketiga kurangnya ketersediaan tenaga kerja terampil yang memadai dan selanjutnya adalah teknologi yang digunakan masih kurang baik. Dari risiko yang dihadapi diatas cuaca merupakan faktor dominan yang mempengaruhi produksi jamur tiram putih, karena jamur tiram sangat sensitif terhadap perubahan suhu yang ekstrem akibat perubahan cuaca yang tiba-tiba. Penelitian yang dilakukan oleh Rosmayanti (2010) yaitu analisis usaha tani jamur tiram putih. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui budidaya jamur tiram putih di kelompok tani tersebut. Untuk menghindari risiko produksi dalam usaha budidaya jamur tiram, menurut peneliti terdapat beberapa tahapan yang harus diperhatikan, yaitu : 1) Pemilihan lokasi, dalam hal ini lokasi yang tepat adalah pada ketinggian 600 sampai 1200 meter dibawah permukaan laut, suhu udara sekitar 20 sampai 30 derajat celcius, lahan produksi dekat dengan sumber bahan baku media tanam, dan terdapat sumber air bersih, 2) Rumah pemeliharaan jamur atau rumah kumbung sebaiknya terbuat dari bilik bambu agar bilik bambu memiliki pori-pori agar ruangan kumbung lebih sejuk, selain itu kuat dan dapat menghemat biaya (cost). 20

Media tanam jamur tiram adalah log yang umumnya berisi serbuk kayu gergaji, berikut adalah tahapan membuat log : 1) pengayakan, pencampuran, proses fermentasi, pengisian media ke dalam kantung plastik, proses sterilisasi log, pendinginan, inokulasi bibit, inkubasi, produksi, penyiraman, pengaturan suhu ruangan, dan panen. Masing-masing tahap tersebut memiliki risiko produksi, jika salah satu proses tersebut mengalami masalah maka akan mempengaruhi hasil panen jamur tiram, baik itu dari segi kualitas dan kuantitasnya. Penelitian mengenai jamur tiram putih juga pernah dilakukan oleh Vivandri (2010) yang meneliti tentang pengembangan usaha jamur tiram putih, dari penelitian yang dilakukan tidak jauh berbeda yaitu melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembudidayaan jamur tiram putih. Faktor-faktor tersebut antara lain : 1) media tanam atau tumbuh, pengaturan proporsi air yang tepat perlu diperhatikan karena apabila kadar air terlalu rendah atau terlalu tinggi, dapat menghambat pertumbuhan jamur, 2) kondisi lingkungan, dari kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban, cahaya dan sirkulasi udara. Dari penelitian ini dapat diperoleh informasi adalah bahwa faktor lingkungan menjadi faktor yang sangat berpengaruh cukup besar karena jamur sangat rentan terhadap perubahan suhu yang ekstrim, pengaturan suhu ruangan tempat pemeliharaan jamur dapat disiasati dengan melakukan penyemprotan air bersih yang cukup atau proses pengkabutan, kegiatan ini dilakukan untuk menjaga suhu ruangan kumbung tetap sejuk dan dilakukan apabila suhu didalam kumbung diatas 30 derajat celcius. Penelitian tentang jamur tiram juga dilakukan oleh Halim (2011), yang meneliti tentang strategi pengembangan usaha jamur tiram putih. Usaha budidaya jamur tiram ini dalam sehari memproduksi 500 sampai 600 log, dan alat sterilisasi log masih menggunakan dua drum besar dengan kapasitas yang tidak besar, penggunaan teknologi sterilisasi log sangat pentingan untuk diperhatikan karena jika proses ini tidak dilakukan dengan baik maka kemungkinan tumbuhnya jamur lain yang tidak diharapkan bisa saja terjadi, indikasi tumbuhnya jamur lain dapat dilihat secara kasat mata yaitu munculnya warna hitam atau hijau di dalam log, jamur tersebut menghambat pertumbuhan miselium atau bakal jamur tiram. Log yang 21

terkontaminasi harus langsung dipisahkan lalu dimusnahkan agar tidak menular ke log yang lain. Alat sterilisasi sebaiknya menggunakan autoklaf, alat ini mampu melakukan proses sterilisasi dengan baik dan jumlah kerusakan log pun dapat diminimalisir. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian mengenai jamur tiram putih, khusus nya proses produksi, dapat disimpulkan bahwa proses jamur tiram putih memerlukan perlakuan khusus dalam budidayanya dimana faktor lingkungan seperti kebersihan kumbung, suhu udara, cahaya yang cukup mempengaruhi tumbuhnya jamur secara optimal. Sedangkan untuk faktor cuaca yang merupakan faktor yang tidak dapat dikendalikan, terutama jika musim kemarau agar suhu didalam ruang pemeliharaan dijaga tetap sejuk dapat disiasati dengan proses pengabutan. Secara umum budidaya jamur tiram sangat rentan terhadap risiko kerusakan sebagai akibat dari beberapa faktor yang telah disebutkan sebelumnya. Penelitian yang akan dilakukan juga mengambil informasi dasar mengenai proses produksi jamur tiram putih dari penelitian-penelitian sebelumnya, sehingga dapat diketahui kaitan risiko dengan proses produksi jamur tiram putih. Tabel 6 menunjukkan penelitian-penelitian terdahulu mengenai jamur tiram putih. Tabel 6. Penelitian Terdahulu Mengenai Analisis Jamur Tiram Putih No Nama Topik (Analisis Risiko) Bahasan 1. Ginting (2009) Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih Pada Usaha Cempaka Baru, kab Bogor 2. Rosmayanti (2010) Analisis Usaha Tani Jamur Tiram Putih Kasus Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Taman Sari 3. Vivandri (2010) Startegi Pengembangan Usaha Jamur Tiram Putih Pada Trisno Insan Mandiri Mushroom (TIMMUSH) 4. Halim (2011) Strategi Pengembangan Usaha Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Pada Perusahaan Agrojamur, Cianjur Pengelolaan, dan risiko produksi jamur tiram putih Budidaya jamur tiram putih Pengembangan budidaya jamur tiram putih Pengembangan budidaya jamur tiram putih 22

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu penalaran dari peneliti yang didasarkan atas pengetahuan, teori dan dalil dalam upaya menjawab tujuan penelitian. Pengetahuan diperoleh dari ilmu-ilmu yang dipelajari sebelumnya dari sumber bacaan-bacaan dari buku teks, jurnal, skripsi dan logika peneliti yang telah terbangun dari pengalaman penelitian sebelumnya. 3.1.1 Konsep Risiko Robison dan Barry (1987), memberikan arti pada risiko (risk) adalah sebuah peluang terjadinya suatu kejadian yang dapat diukur oleh pengambil keputusan dan pada umumnya pengambil keputusan mengalami suatu kerugian, risiko erat kaitannya dengan ketidakpastian, tetapi kedua hal tersebut memiliki makna yang berbeda. Ketidakpastian (uncertainty) adalah suatu kejadian yang tidak dapat diukur oleh pengambil keputusan dengan demikian adanya ketidakpastian dapat menimbulkan risiko. Risiko adalah akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perubahan atau tindakan, pada umumnya risiko didefinisikan dalam pengertian ketidakpastian (Redja, 2001). Menurut Ghozali (2007) risiko dapat didefinisikan sebagai volatilitas outcome, yang umumnya berapa nilai dari suatu aktiva atau hutang perusahaan dalam aktivitasnya menghadapi dua jenis risiko yaitu risiko usaha dan risiko non usaha. Risiko usaha adalah semua risiko yang berkaitan dengan usaha perusahaan untuk menciptakan keunggulan bersaing dan memberikan nilai bagi pemegang saham. Risiko dalam suatu usaha berhubungan dengan produk seperti inovasi teknologi, desain produk, dan pemasaran produk. Perluasan operasi yang berhubungan dengan besarnya tingkat biaya tetap dan biaya variabel juga merupakan bagian dari risiko usaha. Risiko usaha bagi perusahaan merupakan risiko yang dapat dikendalikan. Sedangkan risiko lainnya yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan dikategorikan sebagai risiko non usaha, salah satu dari risiko non usaha 23

adalah risiko strategik sebagai akibat dari perubahan lingkungan, ekonomi dan politik. Tampubolon (2004) mendefinisikan risiko sebagai bentuk-bentuk peristiwa yang mempunyai pengaruh terhadap kemampuan seseorang atau sebuah intitusi untuk mencapai tujuannya. Djohanputro (2004) mengemukakan pengertian dasar risiko terkait dengan keadaan adanya ketidakpastian dan tingkat ketidakpastiannya yang telah diketahui tingkat probabilitasnya dan kejadiannya. Menurut Darmawi (2005), risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan atau tidak terduga. Penggunaan kata kemungkinan tersebut sudah menunjukkan adanya ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut merupakan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko, sedangkan kondisi yang tidak pasti timbul karena berbagai macam hal, antara lain : 1. Jarak waktu dimulai perencanaan atas kegiatan sampai kegiatan itu berakhir. Makin panjang jarak waktu makin besar ketidakpastiannya. 2. Keterbatasan tersedianya informasi yang diperlukan. 3. Keterbatasan pengetahuan atau keterampilan mengambil keputusan, dan lain sebagainya. Menurut Kountur (2008) terdapat tiga unsur penting dari suatu kejadian yang dianggap sebagai risiko, yaitu: (1) Merupakan suatu kejadian. (2) Kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan, jadi bisa terjadi dan bisa tidak. (3) Jika sampai terjadi maka akan menimbulkan kerugian. 3.1.2 Klasifikasi Risiko Menurut Harwood et al (1999), terdapat beberapa sumber risiko yang dapat dihadapi oleh petani, yaitu : 1. Risiko produksi Sumber risiko yang berasal dari kegiatan produksi diantaranya adalah gagal panen, rendahnya produktivitas, kerusakan barang yang ditimbulkan oleh serangan hama dan penyakit, perbedaan iklim dan cuaca, kesalahan sumberdaya manusia, dan masih banyak lagi. 24

2. Risiko Pasar atau Harga Risiko yang ditimbulkan oleh pasar diantaranya adalah barang tidak dapat dijual yang diakibatkan ketidakpastian mutu, permintaan rendah, ketidakpastian harga output, inflasi, daya beli masyarakat, persaingan, dan lain-lain. Sementara itu risiko yang ditimbulkan oleh harga antara lain harga dapat naik akibat dari inflasi. 3. Risiko Kelembagaan Risiko yang ditimbulkan dari kelembagaan antara lain adanya aturan tertentu yang membuat anggota suatu organisasi menjadi kesulitan untuk memasarkan ataupun meningkatkan hasil produksinya. 4. Risiko Kebijakan Risiko yang ditimbulkan oleh kebijakan-kebijakan antara lain adanya kebijakan-kebijakan tertentu yang keluar dari dalam hal ini sebagai pemegang kekuasaan pemerintah yang dapat menghambat kemajuan suatu usaha. Dalam artian kebijakan tersebut membatasi gerak dari usaha tersebut. Contohnya adalah kebijakan tarif ekspor. 5. Risiko Finansial Risiko yang ditimbulkan oleh risiko finansial antara lain adalah adanya piutang tak tertagih, likuiditas yang rendah sehingga perputaran usaha terhambat, perputaran barang rendah, laba yang menurun akibat dari krisis ekonomi dan sebagainya. Risiko dapat juga diklasifikasikan dari sudut pandang penyebab timbulnya risiko, akibat yang ditimbulkan, aktivitas yang dilakukan, dan sudut pandang kejadian yang terjadi (Kountur, 2008) : 1. Risiko dari Sudut Pandang Penyebab Risiko jika diklasifikasikan dalam sudut pandang penyebab terjadinya risiko dapat dibedakan menjadi dua yaitu risiko keuangan dan risiko operasional. Risiko keuangan adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor keuangan seperti harga, tingkat bunga, dan mata uang asing. Risiko operasional adalah risiko-risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor non keuangan. Faktor-faktor non keuangan tersebut yaitu manusia, teknologi, dan alam. 25

2. Risiko dari Sudut Pandang Akibat Risiko dari sudut pandang akibat dapat dibagi menjadi dua kategori risiko yaitu risiko murni dan risiko spekulatif. Risiko murni adalah suatu kejadian yang dapat berakibat merugikan saja, atau dapat juga berakibat merugikan atau menguntungkan. Apabila suatu kejadian berakibat hanya merugikan saja dan tidak memungkinkan adanya keuntungan maka risiko tersebut disebut risiko murni. Risiko spekulatif adalah risiko yang tidak saja memungkinkan terjadinya kerugian tetapi juga memungkinkan terjadinya keuntungan. 3. Risiko dari Sudut Pandang Aktivitas Risiko ini menyangkut dengan aktivitas yang dapat menimbulkan risiko, misalnya aktivitas pemberian kredit oleh bank risikonya disebut dengan risiko kredit. Banyaknya risiko dari sudut pandang aktivitas sebanyak jumlah aktivitas yang ada. 4. Risiko dari Sudut Pandang Kejadian Risiko ini menyatakan bahwa suatu risiko berdasarkan kejadiannya, misalnya kejadian kebakaran maka disebut risiko kebakaran. Perlu diketahui bahwa dalam suatu aktivitas pada umumnya terdapat beberapa kejadian, sehingga kejadian adalah salah satu bagian dari aktivitas. 3.1.3 Manajemen Risiko Manajemen risiko adalah bagian penting atau titik sentral manajemen strategis suatu organisasi. Manajemen risiko adalah suatu proses dengan metode-metode tertentu agar suatu organisasi atau perusahaan mempertimbangkan risiko yang dihadapi dari setiap kegiatan yang dilakukan organisasi dalam mencapai tujuannya. Fokus dari manajemen risiko adalah mengenal dengan tepat risiko dan mengambil keputusan atau tindakan yang tepat dan bersifat strategis terhadap risiko yang dihadapi, tujuannya adalah dengan secara kontinyu menciptakan atau menambah nilai maksimum kepada semua organisasi (Siahaan, 2009). Manajemen risiko sebagai suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kerugian perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektifitas dan efisiensi perusahaan yang lebih tinggi (Darmawi, 2004). 26

Manajemen risiko juga dapat diartikan sebagai kemampuan seorang manajer untuk menata kemungkinan variabilitas pendapatan dengan menekan sekecil mungkin tingkat kerugian, yang diakibatkan oleh keputusan yang diambil dalam menyelesaikan suatu situasi yang tidak pasti (Sofyan, 2005). Thornhill dalam Tampubolon (2004) mendefinisikan manajemen risiko sebagai sebuah disiplin pengelolaan yang tujuannya adalah memproteksi aset dan laba sebuah organisasi dengan mengurangi potensi kerugian sebelum hal tersebut terjadi dan pembiayaan melalui asuransi atau cara lain atas kemungkinan rugi besar karena bencana alam, kelalaian manusia atau karena keputusan pengadilan dalam prakteknya proses ini mencakup langkah-langkah logis seperti pengidentifikasian risiko, pengukuran dan penilaian atas ancaman yang telah diidentifikasi, pengendalian ancaman tersebut melalui eliminasi atau pengurangan dan pembiayaan ancaman yang tersisa agar apabila kerugian tetap terjadi, organisasi dapat terus menjalankan usahanya tanpa terganggu stabilitas keuangannya. Manajemen risiko adalah bagian penting atau titik sentral manajemen strategis dalam suatu organisasi, merupakan suatu proses metode tertentu agar suatu organisasi mempertimbangkan risiko yang dihadapi dari setiap kegiatan yang dilakukan dalam mencapai tujuan ataupun risiko-risiko dari sebuah portofolio. Fokus dari manajemen risiko adalah mengenal dengan pasti risiko dan mengambil sebuah keputusan yang tepat terhadap suatu risiko dengan tujuan, yang dilakukan secara terus-menerus menciptakan atau menambah nilai maksimum pada semua kegiatan yang dilakukan, dan harus menciptakan nilai tambah bagi organisasi. Menurut Darmawi (2008), manajemen risiko mungkin dapat mencegah perusahaan atau suatu usaha dari kegagalan. Sebagian kerugian seperti hancurnya fasilitas produksi mungkin dapat menyebabkan perusahaan atau suatu usaha harus ditutup, jika sebelumnya tidak ada kesiapsediaan menghadapui musibah seperti itu. Dengan manajemen risiko tersebut perusahaan dapat terhindar dari kehancuran. Menurut Djohanputro (2004), siklus manajemen risiko terdiri dari lima tahap sesuai Gambar 2, sebagai berikut : 27

Evaluasi pihak yang berkepentingan Identifikasi Risiko Pengukuran risiko Pengawasan dan pengendalian risiko Model pengelolaan risiko Pemetaan Risiko Keterangan : = Hubungan langsung = Hubungan tidak langsung Gambar 2. Siklus Manajemen Risiko (Djohanputro, 2004) Tahap 1. Identifikasi risiko Tahap ini mengidentifikasi apa yang dihadapi oleh perusahaan, langkah pertama dalam mengidentifikasi risiko adalah melakukan analisis pihak yang berkepentingan (stakeholder). Tahap 2. Pengukuran risiko Pengukuran risiko mengacu pada dua faktor yaitu faktor kuantitatif dan kualitatif, kuantitas risiko menyangkut berapa banyak nilai atau eksposur yang rentan terhadap risiko, sedangkan kualitatif menyangkut kemungkinan suatu risiko muncul, semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi maka semakin tinggi pula risikonya. Menurut Darmawi (2004) sesudah risiko diidentifikasi, maka selanjutnya risiko itu harus diukur untuk menentukan derajat kepentingannya dan untuk memperoleh informasi yang akan menolong untuk menetapkan kombinasi peralatan manajemen risiko yang cocok untuk menanganinya. Tahap 3. Pemetaan risiko Pemetaan risiko ditujukan untuk menetapkan prioritas risiko berdasarkan kepentingan bagi perusahaan, disini dilakukan prioritas risiko mana yang lebih dahulu dilakukan, selain itu prioritas juga ditetapkan karena tidak semua risiko memiliki dampak pada tujuan perusahaan. Pemetaan risiko adalah suatu gambaran tentang posisi risiko pada suatu peta dari dua sumbu yaitu sumbu vertikal 28

menggambarkan probabilitas, dan sumbu horizontal menggambarkan dampak. Tahap 4. Model pengelolaan risiko Model pengelolaan risiko terdapat beberapa macam diantaranya model pengelolaan risiko secara konvensional, penetapan model risiko struktur organisasi pengelolaan dan lain-lain. Tahap 5. Monitor dan pengendalian Monitor dan pengendalian penting karena : a) Manajemen perlu memastikan bahwa pelaksanaan pengelolaan risiko berjalan sesuai rencana. b) Manajemen juga perlu memastikan pelaksanaan pengelolaan risiko cukup efektif c) Monitor dan pengendalian bertujuan untuk memantau perkembangan terhadap kecenderungan-kecenderungan berubahnya profil risiko perubahan ini berdampak pada pergeseran data risiko yang otomatis pada perubahan prioritas risiko. Dengan manajemen risiko dapat diungkapkan pemahaman mengenai adanya potensi risiko, dengan segala faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan organisasi. Manajemen risiko dapat meningkatkan probabilitas keberhasilan dan pencapaian yang baik dari suatu organisasi, dan juga dapat mengurangi probabilitas kegagalan dan ketidakpastian dari suatu pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan. Menurut Siahaan (2009) manajemen risiko harus dilakukan secara terus menerus dan dalam pelaksanaannya harus didasarkan pada strategi yang kemudian diikuti dengan implementasi strategi, dalam prosesnya harus diungkapkan semua risiko kegiatan-kegiatan organisasi pada masa lampau, sekarang dan terutama yang akan datang. 3.1.4 Konsep Penanganan Risiko Menurut Kountur (2008), berdasarkan peta risiko dapat diketahui cara penanganan risiko yang tepat untuk dilaksanakan. Terdapat dua strategi penanganan risiko, yaitu : 29

1. Preventif Preventif dilakukan sedemikian rupa sehingga risiko tidak terjadi, preventif dilakukan dengan beberapa cara diantaranya : (1) Membuat atau memperbaiki sistem, (2) Mengembangkan sumber daya manusia, dan (3) Memasang atau memperbaiki fasilitas fisik. 2. Mitigasi Mitigasi adalah strategi penanganan risiko yang dimaksudkan untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan dari risiko. Strategi mitigasi dilakukan untuk menangani risiko yang memiliki dampak yang sangat besar. Adapun beberapa cara yang termasuk ke dalam strategi mitigasi adalah : a. Diversifikasi Diversifikasi merupakan cara menempatkan aset atau harta di beberapa tempat sehingga jika salah satu tempat terkena musibah tidak akan menhabiskan semua aset yang dimiliki. b. Penggabungan Penggabungan (merger) adalah salah satu cara atau pola penanganan risiko yaitu dengan cara penggabungan dengan pihak atau perusahaan lain.strategi ini adalah dengan melakukan penggabungan atau dengan cara melakukan akuisisi. c. Pengalihan Risiko Pengalihan risiko merupakan cara untuk mengurangi dampak risiko yaitu dengan cara mengalihkan dampak risiko ke pihak lain. Maksud dari pengalihan risiko ini adalah mengalihkan risiko kepihak lain sehingga jika terjadi kerugian, pihak lainlah yang menanggung kerugian. Ada beberapa cara untuk mengalihkan risiko ke pihak lain antara lain : leasing, outsourcing, hedging dan asuransi. Leasing adalah cara dimana suatu aset digunakan, tetapi kepemilikannya ada pada pihak lain. Jika terjadi sesuatu hal pada aset yang dijaminkan tersebut, maka pemiliknya yang akan menanggung kerugian atas aset tersebut. Outsourcing adalah cara lain untuk mentransfer kerugian kepihak lain jika terjadi risiko, dimana pekerjaan diberikan kepihak lain untuk mengerjakan suatu pekerjaan, sehingga pemilik barang tidak menanggung kerugian. 30

Hedging adalah cara pengurangan dampak risiko yaitu dengan cara pengurangan dampak risiko dengan cara mengalihkan risiko melalui transaksi penjualan atau pembelian. Sedangkan asuransi juga merupakan salah satu cara untuk mengalihkan risiko yaitu dengan cara mengasuransikan harta-harta perusahaan yang dampak risikonya besar,yang artinya jika terjadi risiko pada harta tersebut maka pihak asuransi akan menanggung risiko tersebut. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Yayasan Paguyuban ikhlas memiliki cabang usaha lain dari kegiatan-kegiatan usaha yang dimiliki. Rata-rata usahanya bergerak dibidang sosial dan kemasyarakatan. Yayasan Paguyuban Ikhlas mendirikan unit bisnis jamur tiram putih yang berlokasi di Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data yang didapat wilayah Pamijahan Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra produksi jamur tiram putih ke tiga setelah Cisarua dan Taman sari. Permintaan di pasar lokal wilayah Bogor saja untuk jamur tiram juga cukup tinggi dari informasi dan wawancara yang dilakukan langsung dengan Pak Gunawan selaku supervisor diketahui, dari satu pasar saja permintaan mencapai satu ton, yaitu pasar TU Kemang. Karena saat ini Yayasan Paguyuban Ikhlas baru bisa memenuhi permintaan dari pasar tersebut, dan untuk memenuhi permintaan pasar-pasar lain masih sangat potensial sehingga dpt menjadi sebuah peluang. Peluang yang ada dalam usaha budidaya jamur tiram tentunya menjadi hal yang menjadikan usaha ini menjanjikan. Tetapi para pelaku usaha ini tidak terbebas dari risiko-risiko sebagaimana usaha-usaha lainnya. Selama usahanya berjalan, pemilik juga telah mengeluarkan biaya investasi yang tidak sedikit, secara umum risiko utama yang sering terjadi pada usaha budidaya jamur tiram adalah dalam bentuk risiko produksi. Dengan adanya risiko produksi tersebut dapat menimbulkan hambatan yang untuk menghasilkan jamur tiram putih dengan kualitas dan kuantitas yang diharapkan. Sumber utama yang menjadi faktor penyebab terjadinya risiko produksi antara lain adalah hama penganggu ataupun penyakit, kondisi cuaca dan iklim yang sulit diprediksi diluar dari kemampuan petani. Dimana pertanian jamur tiram putih 31

sangat sensitif terhadap perubahan suhu udara. Faktor lain dari risiko produksi yaitu tingkat keterampilan tenaga kerja yang masih belum terpenuhi dalam hal ini pengetahuan dalam kegiatan proses produksi, khususnya penanganan pada saat proses inokulasi bibit induk ke media tanam log yang telah di sterilisasi. Kesalahan penanganan dapat menimbulkan kerugian bagi petani antara lain dapat menurunkan kualitas dan jumlah hasil panen, karena banyak log substrat yang terkontaminasi. Penurunan produksi dapat langsung dirasakan petani yaitu menurunnya pendapatan. Dengan adanya kejadian tersebut diperlukan usaha untuk mengatasi adanya risiko produksi. Salah satu cara atau strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko produksi adalah dengan menerapkan manajemen risiko produksi, yaitu sebagai salah satu cara pengambilan keputusan yang bersifat strategis dengan cara mengetahui potensi risiko dengan segala faktor-faktor yang dapat mempengaruhi organisasi, yang bertujuan untuk menghindari terjadinya suatu risiko. Dari sumber-sumber risiko produksi yang telah disebutkan sebelumnya, belum dapat dipastikan menggambarkan keseluruhan sumber risiko produksi yang mungkin masih terdapat sumber risiko lain, dalam usaha budidaya jamur tiram putih yang dijalankan Yayasan Paguyuban Ikhlas. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi tersebut. Langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah melakukan identifikasi sumber-sumber risiko produksi apa saja yang dihadapi dari usaha budidaya tersebut. Selain itu, dilakukan juga analisis dengan mengidentifikasi upaya dari penanganan risiko produksi yang dilakukan oleh Yayasan Paguyuban Ikhlas. Analisis ini dilakukan dengan metode analisis deskriptif melalui observasi, wawancara, dan diskusi dengan supervisor dan anggota Yayasan Paguyuban Ikhlas mengenai upaya penanganan risiko produksi yang diterapkan selama ini. Analisis yang selanjutnya dilakukan adalah analisis probabilitas dan dampak risiko produksi budidaya jamur tiram putih yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko. Probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko dilakukan dengan metode nilai standar atau z-score, sedangkan pengukuran dampak risiko dilakukan dengan menggunakan analisis Value at Risk (VaR). Analisis dilakukan menggunakan data 32

produksi budidaya jamur tiram putih dari bulan Januari 2009 sampai dengan Desember 2010. Hasil analisis probabilitas dan dampak risiko produksi selanjutnya dipetakan pada peta risiko yang akan menunjukkan sebaran sumber risiko produksi untuk kemudian ditentukan strategi penanganan risiko yang tepat untuk mengendalikan sumber-sumber risiko tersebut. Penelitian ini hanya dilakukan sebatas pada pemetaan risiko. Kerangka pemikiran operasional penelitian secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 3. Fluktuasi Produksi pada Usaha Budidaya Jamur Tiram Putih Yayasan Paguyuban Ikhlas Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Produksi Menggunakan Analisis Deskriptif pada Aspek Produksi Identifikasi Dampak dari Sumber-sumber Risiko Produksi (Metode Value at Risk) Identifikasi Probabilitas dari Sumber-sumber Risiko Produksi Menggunakan Metode Nilai Standar Pemetaan Risiko dari Hasil Perhitungan Identifikasi Probabilitas dan Identifikasi Dampak Strategi Penanganan Risiko Produksi yang Dapat Dilakukan Yayasan Paguyuban Ikhlas Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Yayasan Paguyuban Ikhlas 33

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu penelitian Penelitian dilakukan pada budidaya jamur tiram putih yang dimiliki oleh usaha Yayasan Paguyuban Ikhlas yang berada di Jl. Thamrin No 1 Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan sengaja, dimana di wilayah tersebut ada beberapa pertanian budidaya jamur tiram yang dikembangkan bersama masyarakat sekitar. Pemilihan tempat dan lokasi ini dilakukan karena dari hasil panen jamur tiram putih diperoleh hasil yang bervariasi dalam hal jumlah produksi. Perbedaan variasi jumlah setiap panen ini dapat saja berimbas pada produktivitas jamur tiram putih, yang jika diteruskan maka dapat memberikan kerugian bagi para petani. Pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data dilakukan dari mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Januari 2011, namun peneliti terkadang melakukan kunjungan beberapa kali ke lokasi penelitian, diluar waktu tersebut untuk melihat perkembangan baru apa saja yang terjadi di lapang. 4.2 Sumber dan Jenis Data Jenis data yang akan digunakan yaitu data yang bersifat kualitatif dan data yang bersifat kuantitatif, data kualitatif yaitu data-data yang bukan angka (non numerik) berupa keterangan-keterangan tentang perkembangan dari usaha jamur tiram putih ini, jenis-jenis peralatan yang digunakan, keadaan usaha,dan faktor lain yang berhubungan dengan penelitian. Kemudian data kuantitatif yaitu data angka atau numerik contohnya data penjualan, jumlah bahan-bahan baku, jumlah produksi, harga-harga yang menyangkut dengan keterangan-keterangan yang berupa numerik atau angka-angka. Data diperoleh penulis berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang dapat diperoleh langsung dari sumber atau objek yang diteliti cara mendapatkan data tersebut yaitu dengan : 1) Pengamatan langsung dilapangan seperti kondisi usaha, proses pengolahan ataupun cara penangan produksi jamur tiram putih, pengamatan ini bersifat mengidentifikasi atau mengkaji risiko-risiko yang 34

mungkin ada di dalam suatu usaha, kemudian 2) data dapat diperoleh dengan wawancara langsung dengan pihak pengelola usaha, dalam hal ini pihak manajemen guna mengetahui apa saja kendala-kendala atau permasalahan yang dihadapi selama ini, contohnya antara lain apa saja penyebab kegagalan usaha jamur tiram putih ini, faktor-faktor apa saja yang menjadi perhatian pihak manajemen dalam mengelola. Data sekunder adalah data yang sudah ada atau yang sudah tertulis, yaitu dapat berupa manajemen risiko serta penanganannya. Untuk memperkaya data dapat diperoleh juga dari literatur-literatur mengenai jamur tiram putih, buku-buku artikel, skripsi, jurnal, disertasi dan berbagai informasi publikasi lainnya. Selain itu data-data juga dapat diperoleh dari Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura dan Departemen Pertanian, yang berkenaan mengenai data-data produksi ataupun konsumsi jamur tiram putih. 4.3 Metode Pengumpulan data Metode pengumpulan data pada penelitian yang akan dilakukan dengan cara : 1. Melakukan observasi atau pengamatan. Observasi dilakukan dengan melihat dan mengamati langsung proses pembudidayaan jamur tiram yang dilakukan Yayasan Paguyuban Ikhlas. 2. Melakukan wawancara dan diskusi langsung untuk memperoleh keterangan yang sesuai dengan kebutuhan penelitian, sehingga data yang digunakan menggambarkan kondisi sebenarnya di lapangan, khususnya data mengenai hal yang menyangkut dengan sumber risiko produksi pada usaha budidaya jamur tiram. 3. Melakukan pencatatan data-data yang dibutuhkan, yang berkaitan dengan penelitian. 4.4 Metode Analisis Data Metode untuk mengolah data dalam penelitian ini terdiri atas analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan melalui pendekatan deskriptif, analisis ini digunakan untuk mengetahui gambaran keadaan umum lokasi penelitian, manajemen risiko yang diterapkan, dan alternatif strategi untuk 35

mengurangi risiko produksi. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan melalui analisis risiko yang meliputi nilai variance, standard deviation, dan coefficient variation. 4.4.1 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan sebuah metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu sel kondisi, suatu sistem pemikiran maupun suatu peristiwa pada masa mendatang. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Analisis ini dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang menjadi sumber risiko produksi dalam usaha budidaya jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas. 4.4.2 Analisis Kemungkinan Terjadinya Risiko Risiko dapat diukur jika diketahui kemungkinan terjadinya risiko dan besarnya dampak risiko. Ukuran pertama dari risiko adalah besarnya kemungkinan terjadinya yang mengacu pada seberapa besar probabilitas risiko yang akan terjadi. Metode yang digunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya risiko adalah metode nilai standar atau z-score. Metode ini dapat digunakan apabila ada data historis dan berbentuk kontinus (desimal). Pada penelitian ini yang akan dihitung adalah kemungkinan terjadinya risiko pada kegiatan produksi budidaya jamur tiram. Langkah-langkah yang dilakukan untuk melakukan perhitungan kemungkinan terjadinya risiko adalah : 1. Menghitung rata-rata kejadian berisiko Adapun rumus yang digunakan : n i i 1 n Dimana: X = Nilai rata-rata dari kejadian berisiko Xi = Nilai per bulan dari kejadian berisiko n = Jumlah data 36

2. Menghitung nilai standar deviasi dari kejadian berisiko S n i 1 i n - 1 Dimana: S = Standar deviasi dari kejadian berisiko. Xi = Nilai per bulan dari kejadian berisiko. X = Nilai rata-rata dari kejadian berisiko. n = Jumlah data 3. Menghitung z-score i S Dimana: Z = Nilai z-score dari kejadian berisiko. Xi = Batas risiko yang dianggap masih dalam taraf normal. X = Nilai rata-rata kejadian berisiko. S = Standar deviasi dari kejadian berisiko. Jika hasil z-score yang diperoleh bernilai negatif, maka nilai tersebut berada di sebelah kiri nilai rata-rata pada kurva distribusi normal dan sebaliknya jika nilai z- score positif, maka nilai tersebut berada di sebelah kanan kurva distribusi normal z 4. Nilai Probabilitas terjadinya risiko produksi. Setelah nilai z-score didapat dari produksi jamur tiram, selanjutnya dapat dicari probabilitas terjadinya risiko produksi yang diperoleh dari tabel distribusi z (normal) sehingga diketahui persen kemungkinan terjadinya keadaan dimana produksi jamur tiram mendatangkan kerugian. 4.4.3 Analisis Dampak Risiko Salah satu metode yang sering digunakan untuk mengukur dampak risiko adalah VaR (Value at Risk). VaR adalah kerugian terbesar yang mungkin terjadi dalam rentang waktu tertentu yang diprediksikan dengan tingkat kepercayaan tertentu. Penggunaan VaR dalam mengukur dampak risiko hanya dapat dilakukan apabila terdapat data historis sebelumnya. Analisis ini dilakukan untuk mengukur dampak dari risiko pada kegiatan produksi budidaya jamur tiram putih pada Yayasan Paguyuban Ikhlas. Kejadian yang dianggap merugikan berupa penurunan produksi 37

sebagai akibat dari terjadinya sumber-sumber risiko. Menurut Kountur (2008) value at risk (VaR), dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : VaR = Z S n Dimana : VaR = Dampak kerugian yang ditimbulkan oleh kejadian berisiko = Nilai rata-rata kerugian akibat kejadian berisiko Z = Nilai z yang diambil dari tabel distribusi normal dengan alfa 5 persen S = Standar deviasi kerugian akibat kejadian berisiko n = Banyaknya kejadian berisiko 4.4.4 Pemetaan Risiko Menurut Kountur (2008) peta risiko adalah gambaran tentang posisi risiko pada suatu peta dari dua sumbu yaitu sumbu vertikal menggambarkan probabilitas, dan sumbu horizontal menggambarkan dampaknya, berikut adalah contoh layout peta risiko dapat dilihat pada Gambar 4 Probabilitas (%) Besar Kuadran 1 Kuadran 2 Kecil Kuadran 3 Kuadran 4 Kecil Gambar 4. Peta Risiko Sumber: Kountur (2008) Besar Dampak (Rp) Probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu kemungkinan besar dan kemungkinan kecil. Demikian juga dampak risiko dapat dibagi menjadi dua yaitu dampak besar dan dampak kecil. Batas antara probabilitas atau kemungkinan besar dan kecilnya terjadinya risiko ditentukan oleh manajemen, namun pada umumnya risiko-risiko yang probabilitas terjadinya 20 persen atau lebih besar dianggap sebagai kemungkinan besar, sedangkan di bawah 20 persen dianggap sebagai kemungkinan kecil (Kountur, 2008). 38

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Sejarah Yayasan Paguyuban Ikhlas Usaha jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas didirikan oleh bapak Hariadi Anwar. Usaha jamur tiram putih ini merupakan salah satu cabang usaha dari kegiatan-kegiatan usaha yang dimiliki Yayasan Paguyuban Ikhlas, dimana seluruh kegiatan usaha yang dilakukan bergerak dibidang sosial dan kemasyarakatan. Seluruh kegiatan Yayasan Paguyuban Ikhlas berpusat di Jakarta. Yayasan Paguyuban Ikhlas ini mempunyai lahan di Desa Cibening yang belum termanfaatkan, kemudian Yayasan bekerjasama dengan masyarakat sekitar untuk memanfaatkan lahan tersebut dengan melakukan kegiatan budidaya ikan gurame. Namun, seiring berjalannya waktu kegiatan budidaya ikan gurame tersebut pailit yang disebabkan oleh tingginya biaya variabel dan serangan hama serta penyakit. Pada tahun 2007, Yayasan Paguyuban Ikhlas memanfaatkan lahan yang belum termanfaatkan dalam kegiatan sebelumnya untuk budidaya jamur tiram putih. Pada akhir tahun 2007, Yayasan Paguyuban Ikhlas menggunakan pola kemitraan bagi petani yang sebelumnya diberikan pelatihan dan fasilitas selama proses produksi jamur tiram putih. Pada akhir tahun 2008 kemitraan yang terjalin dengan petani tidak diperpanjang, hal ini dikarenakan tujuan serta visi dan misi dari pola kemitraan dengan petani dari kegiatan yang dilakukan tidak sesuai. Kemudian Yayasan Paguyuban Ikhlas membuat berbagai persiapan bangunan untuk kegiatan budidaya jamur tiram putih. Investasi yang dikeluarkan dalam usaha ini meliputi pembangunan, peralatan kantor, peralatan produksi dan perlengkapan penunjang lainnya. Semua komponen tersebut sangat mendukung berjalannya pengusahaan jamur tiram putih ini. Biaya investasi yang dikeluarkan sebesar Rp.406.525.000, dengan pengeluaran terbesar adalah untuk pembangunan kumbung selama lima tahun dan pembelian peralatan produksi. Keseluruhan modal investasi awal usaha ini berasal dari modal milik pemilik sendiri. Yayasan Paguyuban Ikhlas ini mempunyai tujuan untuk kegiatan sosial masyarakat dan memanfaatkan lahan yang ada dengan berbagai potensi baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia yang melimpah guna mendapat 39

keuntungan baik secara finansial maupun sosial atas kegiatan yang dilakukan serta memanfaatkan peluang pasar yang tinggi setiap tahunnya terhadap permintaan jamur tiram putih. Selain itu, Yayasan Paguyuban Ikhlas mempunyai misi dan visi yaitu pemberdayaan masyarakat sekitar melalui peningkatan jiwa kewirausahaan. 5.2 Lokasi Yayasan Paguyuban Ikhlas Yayasan Paguyuban Ikhlas berlokasi di Jl. Thamrin No 1 Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Luas lahan yang dimiliki Yayasan Paguyuban Ikhlas yaitu kurang lebih 1,4 hektar, namun dari keseluruhan lahan tersebut hanya 4000 meter persegi yang termanfaatkan untuk usaha jamur tiram putih yaitu berupa kumbung dan bangunan penunjang lainnya. Kapasitas dari masing-masing bangunan yang ada dalam usaha ini adalah kumbung perawatan yaitu 48.000 log, ruang inkubasi yaitu 60.000 log, ruang produksi yaitu 10 orang dan ruang inokulasi yaitu tiga orang. 5.3 Kegiatan Yayasan Paguyuban Ikhlas Yayasan Paguyuban Ikhlas beroperasi pada hari senin sampai sabtu mulai pukul 07.30 sampai 16.00 WIB. Yayasan Paguyuban Ikhlas mulai beroperasi pada pagi hari. Yayasan Paguyuban Ikhlas memiliki empat divisi usaha, meliputi supervisor, divisi produksi, divisi pengantongan, divisi perawatan dan pemasaran. Supervisor yang bertugas sebagai pengawas dan bertanggung jawab penuh di Yayasan Paguyuban Ikhlas dengan dibawah pengawasan Direktur Utama. Divisi produksi bertugas persiapan dan pencampuran bahan baku dalam membuat log, divisi ini merupakan bagian terpenting dalam menentukan kualitas dan kuantitas jamur tiram putih segar yang akan dihasilkan. Divisi pengantogan bertugas melakukan pengisian dan pemadatan media yang telah dipersiapkan oleh divisi produksi ke dalam plastik tahan panas dengan berat 1,2 kilogram. Divisi perawatan bertugas merawat log selama masa pertumbuhan tubuh buah jamur tiram putih (fruit body) sampai pemanenan dan pemasaran jamur tiram putih ke pasar TU kemang. 40

5.4 Kegiatan Proses Produksi Yayasan Paguyuban Ikhlas Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, proses produksi jamur tiram putih yang ada di Yayasan Paguyuban Ikhlas melibatkan beberapa divisi yaitu divisi produksi, divisi pengantongan, divisi perawatan dan pemasaran. Divisi-divisi tersebut sangat berkaitan erat antara satu sama lain dan bertanggung jawab penuh untuk seluruh proses produksi jamur tiram putih sampai dengan pemasarannya, berikut adalah proses produksi jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas : a) Pembuatan Media Taman Bahan baku utama yang diperlukan untuk membuat log yaitu serbuk gergaji, Serbuk gergaji yang digunakan yaitu dari jenis kayu yang tidak mengandung kadar minyak (kayu pinus). Kemudian bahan baku tersebut dicampur secara merata dengan komposisi bahan disesuaikan dengan kebutuhan. Kompisisi substrat tanaman jamur ditunjukkan dalam Tabel 7. Sebelum digunakan sebagai bahan campuran, serbuk gergaji kayu harus diayak terlebih dahulu agar ukurannya seragam dan tidak tercampur benda asing seperti kerikil, pecahan gelas dan lainnya. Gambar 5. Bahan Baku Log Gambar 6. Proses Pengantongan Setelah itu, semua bahan baku tersebut dicampur sampai homogen dan ditambah dengan air secukupnya kemudian dikomposkan selama satu hari. Proses pengomposan ini dimaksudkan untuk menguraikan senyawa-senyawa kompleks dalam bahan-bahan dengan bantuan mikroba, sehingga senyawa-senyawa yang lebih sederhana mudah dicerna oleh jamur. Tahap berikutnya yaitu pengisian bahan baku. Pengisian bahan baku ini dilakukan secara manual kedalam plastik tahan panas 41

(plastik polipropilena) berukuran 18x35 centimeter. Pengisian secara manual harus dilakukan sedemikian rupa sehingga padat, dengan menggunakan pemukul yang terbuat dari semen maupun botol yang berisi air. Pemadatan sangat penting, karena jika pengisian bahan baku ke dalam kantung plastik kurang padat maka pertumbuhan bibit yang ditaman pada media tersebut kurang merata. Setelah media dipadatkan kemudian diberi penutup kertas dan penutup yang terbuat dari paralon plastik. Tabel 7. Formulasi Log Jamur Tiram Putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas Tahun 2010 No Bahan Baku Formulasi (%) 1 Bekatul 46 2 Serbuk gergaji 20 3 Kapur 30 4 Serbuk jagung 2 5 Gipsum 1 Sumber : Yayasan Paguyuban Ikhlas, (2010) b) Sterilisasi Sterilisasi log bertujuan untuk menghambat pertumbuhan semua jasad hidup yang mungkin terbawa bersama bahan baku. Alat sterilisasi yang digunakan oleh Yayasan Paguyuban Ikhlas ini yaitu berupa steamer yang terbuat dari plat baja dan mampu menghasilkan uap air panas bertekanan tinggi, yaitu pada temperatur di atas 85 derajat celcius. Bagian dalam steamer dibagi menjadi dua bagian, yaitu a). Bagian bawah untuk tempat air yang akan dipanaskan dan menghasilkan uap air panas dan b). Bagian atas untuk tempat log yang akan disterilkan. Yayasan Paguyuban Ikhlas memiliki satu steamer dan lima kompor gas Gambar 7. Steamer Gambar 8. Proses sterilisasi 42

c) Inokulasi Hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan inokulasi yaitu masalah kebersihan meliputi kebersihan alat, tempat dan orang yang melakukan inokulasi. Peralatan inokulasi yang digunakan yaitu sendok makan dan log yang harus disterilkan menggunakan alkohol 70 persen dan lampu spritus. Semua alat yang digunakan dalam inokulasi dibilas kedalam larutan alkohol 70 persen kemudian dinyalakan beberapa saat. Ruangan yang dipakai untuk inokulasi merupakan ruangan yang tidak sering dilalui orang dan sebelum digunakan ruangan harus disterilkan terlebih dahulu dengan menggunakan alkohol. Selain ruangan dan media tanam, orang yang akan melakukan inokulasi pun harus mensterilkan tangan dengan cara mencuci menggunakan alkohol dan mengenakan pakaian yang bersih. Sebelum diinokulasi, log yang telah disterilkan didinginkan terlebih dahulu selama dua hari, apabila tidak didinginkan maka dikhawatirkan bibit jamur yang diinokulasi akan mati. Cara melakukan inokulasi adalah dengan menyusun log kedalam ruang inokulasi, kemudian bibit jamur tiram dimasukkan dengan cara ditebar. Setelah media terisi bibit, pada bagian leher plastik yang telah terpasang cincin paralon ditutup dengan menggunakan kertas koran. Penutupan media dimaksudkan untuk menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan miselia jamur, karena miselia jamur tumbuh baik pada kondisi yang tidak terlalu banyak oksigen. Gambar 9. Proses Pendinginan Gambar 10. Proses Inokulasi 43

d) Inkubasi Log yang telah diinokulasi kemudian diinkubasi sampai seluruh medianya ditumbuhi miselia secara merata. Inkubasi yaitu menyimpan log yang sudah diisi dengan bibit didalam ruang inkubasi selama kurang lebih 25 hari. Suhu optimal untuk pertumbuhan miselia yaitu sekitar 28 sampai 30 derajat celcius. Selama pertumbuhan bibit, intensitas cahaya harus dikurangi, dan kelembaban serta sirkulasi udara harus diatur. e) Pemeliharaan Log jamur tiram putih yang dapat dipindahkan ke ruang perawatan adalah media yang telah dipenuhi dengan miselium. Pembukaan log dapat dilakukan dengan membuka sumbatan koran. Setelah dibuka, sekitar tiga sampai tujuh hari kemudian jamur tiram mulai tumbuh. Pertumbuhan tubuh buah awal umumnya ditandai dengan adanya bintik-bintik serat berwarna putih yang makin lama makin membesar dan dalam selang waktu beberapa hari akan tumbuh jamur kecil dan dapat dipanen dengan cara dipetik langsung apabila ukurannya sudah cukup besar. Suhu optimum untuk pertumbuhan tubuh buah jamur sampai panen yaitu antara 26 sampai 28 derajat celcius. Selama pertumbuhan tubuh buah, kelembaban udara diatur sekitar 90 persen karena apabila kurang dari 90 persen media akan mengering. Kelembaban udara selama pertumbuhan tubuh buah dapat tetap dipertahankan yaitu dengan menyiram lantai dan pengabutan. Gambar 11. Proses Inkubasi Gambar 12. Rak Pemeliharaan 44

f) Pemanenan Hal yang harus diperhatikan dalam melakukan kegiatan pemanenan meliputi tiga hal yaitu penentuan saat panen, teknik pemanenan dan penanganan pascapanen. Panen dilakukan setelah pertumbuhan jamur mencapai tingkat optimal yaitu cukup besar tetapi belum mekar penuh. Panen sebaiknya dilakukan pada pagi maupun sore hari, hal ini dilakukan untuk mempertahankan kesegaran dan mempermudah pemasaran. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut seluruh rumpun jamur yang ada baik berukuran besar maupun kecil sampai ke akar-akarnya untuk menghindari akar atau batang yang tertinggal. Setelah pemanenan pertama, maka log disiram air dengan menggunakan air mengalir secara keseluruhan, hal ini bertujuan agar sisa-sisa akar yang tertinggal maupun hama pengganggu larut bersama air saat dilakukan penyiraman. Gambar 13. Pemanenan Gambar 14. Jamur Tiram Siap Jual Penanganan pascapanen yang dilakukan sangat sederhana yaitu dengan membersihkan kotoran yang menempel dibagian akar dengan cara memotong bagian akar jamur yang kotor menggunakan gunting. Dengan cara tersebut, daya simpan jamur akan lebih lama dan penampilannya lebih menarik. Sedangkan untuk menghasilkan output dalam bentuk log jamur tiram putih, maka kegiatan yang diperlukan hanya sampai pada tahap inkubasi. Sementara untuk menghasilkan output dalam bentuk jamur tiram segar maka kegiatan yang dilakukan mulai dari pembuatan log sampai pemanenan dan penanganan pascapanen. 45

5.5 Organisasi Yayasan Paguyuban Ikhlas Yayasan Paguyuban Ikhlas adalah suatu usaha perorangan di bidang pertanian dengan usaha budidaya jamur tiram putih, dimana usaha ini masih beroperasi dalam skala menengah dan pemilik bertanggung jawab sepenuhnya terhadap semua resiko dalam kegiatan yang dilakukan. Yayasan Paguyuban Ikhlas memiliki struktur organisasi yang sederhana, dapat dilihat pada Gambar 15. Dalam organisasi ini direktur utama membawahi beberapa bagian dengan wewenang dan tanggung jawab yang berbeda. Struktur ini menunjukkan bahwa saluran perintah datang dari pemimpin melalui supervisor kemudian diteruskan kepada bawahan. Direktur Utama Supervisor Divisi Produksi (6 orang) Divisi Perawatan (2 orang) Divisi Pengantongan (5 orang) Gambar 15. Struktur Organisasi Yayasan Paguyuban Ikhlas Tahun 2009 Sumber : Yayasan Paguyuban Ikhlas (2009) Direktur utama Yayasan Paguyuban Ikhlas mengambil keputusan dalam segala bidang aktivitas yang dilakukan dan menetapkan garis umum kebijakan. Dalam pengambilan keputusan direktur terlebih dahulu melakukan diskusi dan konfirmasi dengan supervisor sebagai pihak yang mengetahui kondisi kebun. 5.6 Sumberdaya Manusia Tenaga kerja yang dimiliki oleh Yayasan Paguyuban Ikhlas berjumlah 13 orang yang terdiri dari delapan orang yang bertugas sebagai divisi produksi sebanyak enam orang dan divisi perawatan sebanyak dua orang, dan lima orang tenaga kerja 46

pengantongan log jamur tiram putih. Kebutuhan akan tenaga kerja ini dapat disesuaikan dengan target produksi dan diusahakan tidak terlalu banyak dengan harapan masing-masing pegawai dapat bekerja secara efektif dan efisien. Keseluruhan pegawai tersebut terkait dengan kontrak kerja dan kebutuhannya tidak terkait dengan jumlah produksi, sehingga gaji yang diberikan berjumlah tetap sebulan. Kompensasi yang diberikan untuk penyelesaian pekerjaan ini yaitu sebesar Rp.900.000 per bulan per orang untuk divisi produksi dan divisi perawatan, sedangkan untuk divisi pengantongan sebesar Rp.1.333.500 per bulan per orang. Namun dalam prakteknya, pegawai tersebut dapat mengambil lembur untuk mengerjakan pekerjaan yang telah ditetapkan supervisor dengan kompensasi yang diberikan sebesar Rp.20.000 per orang. Selain pegawai tersebut, Yayasan Paguyuban Ikhlas dapat mengangkat pegawai baru yang disesuaikan dengan kapasitas produksi yang akan direncanakan kedepan. 47

VI. ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH 6.1 Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Produksi Identifikasi terhadap sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha budidaya jamur tiram putih yang dilakukan oleh Yayasan Paguyuban Ikhlas dilakukan dengan mengikuti beberapa alur proses produksi yang dianggap berisiko. Alur tersebut antara lain dimulai dari beberapa tahap antara lain : proses sterilisasi log, proses inkubasi setelah dilakukan proses inokulasi bibit ke dalam log, dan proses pemeliharaan log.di dalam rumah kumbung. Risiko produksi yang terjadi secara umum di Yayasan Paguyuban Ikhlas ini adalah berupa rusaknya media log tempat tumbuhnya jamur tiram putih, akibat dari hama penyakit ataupun kontaminasi ditambah dengan rendahnya produktivitas panen. Risiko tersebut terjadi disebabkan karena beberapa faktor. Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung, terhadap proses produksi jamur tiram putih di lokasi penelitian dan wawancara yang dilakukan dengan pembudidaya, maka dapat diketahui beberapa hal yang teridentifikasi sebagai sumber timbulnya risiko produksi. Beberapa faktor yang menjadi sumber risiko pada usaha budidaya jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Kesalahan penanganan pada saat proses sterilisasi log Proses sterilisasi merupakan salah satu kegiatan di dalam proses produksi, proses ini sangat penting dan menentukkan keberhasilan dari proses budidaya yang akan dilakukan. Proses sterilisasi ini harus dilakukan dengan tepat sesuai dengan jumlah kapasitas mesin steamer, karena jika dipaksakan melebihi kapasitasnya maka kemampuan untuk memberikan panas secara merata akan berkurang. Sedangkan loglog harus mendapatkan panas yang cukup agar proses sterilisasi berlangsung dengan baik dan maksimal. Tujuan dari pemberian panas yang cukup yaitu untuk membunuh organisme lain yang mungkin saja ikut masuk ke dalam kantong log pada saat proses pengantongan. Proses pengantongan sendiri masih belum menggunakan mesin atau masih sederhana yaitu menggunakan tangan, dari proses pengantongan tersebut dikhawatirkan dapat mengkontaminasi log-log yang dihasilkan. 48

Pemanas yang digunakan yaitu menggunakan tabung gas ukuran tiga kilogram sebanyak empat buah yang disusun berjejer di bawah steamer dan disambung dengan tungku api. Penggunaan gas selain lebih efektif dan efisien juga dapat memberikan suhu panas yang diinginkan, suhu yang dicapai untuk proses sterilisasi harus mencapai 85 derajat celcius, dengan lama pengukusan selama delapan sampai sepuluh jam. Indikator tercapainya suhu dapat dilihat pada jarum penunujuk suhu yang menempel di steamer. Pembudidaya jamur tiram putih yang ada di Yayasan Paguyuban Ikhlas ini telah cukup lama atau berpengalaman dalam melakukan proses sterilisasi log, sehingga seharusnya sudah mengetahui jumlah kapasitas dari steamer. Akan tetapi ada saat-saat dimana untuk mengejar produksi para pekerja memasukkan log ke dalam mesin steamer melebihi kapasitasnya, karena merasa yakin dengan apa yang dilakukannya tidak akan mengganggu proses sterilisasi. Berdasarkan kejadian berisiko yang dapat dikaitkan langsung dengan kesalahan pembudidaya, dalam melakukan proses sterilisasi melebihi batas kapasitas steamer. Akibatnya proses sterilisasi pun tidak berlangsung secara maksimal, karena terlalu banyak log yang harus dipanaskan sehingga proses pemanasan tidak sempurna. Hasil yang didapat pun banyak yang gagal dalam hal ini terkontaminasi jamur lain. Selama kurun waktu Januari 2009 sampai dengan Agustus 2010 tercatat terjadi delapan kali kejadian kehilangan potensi produksi jamur tiram putih, akibat log atau media tanam terkena kontaminasi dan harus segera dipisahkan dan dimusnahkan. 2. Hama Hama adalah organisme yang dapat bersifat sebagai penganggu atau pemangsa yang berasal dari sekitar lokasi dilakukannya budidaya. Hama yang ada di sekitar tempat budidaya antara lain : tikus, kecoa, ataupun kumbang. Pada pembudidayaan jamur tiram putih ini, hama seperti tikus biasanya menyerang log pada tahap inkubasi, dimana log disimpan di dalam rumah kumbung khusus yang terbuat dari bambu yang dianyam. Hama tikus ataupun kecoa mampu dengan mudah menembus anyaman bambu sehingga log sangat mudah sekali dirusak. 49

Hama tikus tidak akan menyerang log yang telah tumbuh miselium atau bakal jamur. Umumnya hama tikus menyerang log yang sedang mengalami proses inkubasi, karena pada proses ini log disimpan dan disusun diatas rak-rak kayu dan didiamkan selama kurang lebih satu bulan lamanya. Pada kondisi ini hama tikus sering sekali merusak dengan cara merobek plastik pembungkus, yang dimangsa adalah bagian dari bibit jamur, tentunya hal ini dapat menyebabkan log-log jamur menjadi terkontaminasi dan rusak. Karena kegiatan hama tikus ini sebagian besar dilakukan pada malam hari, maka cukup sulit untuk dideteksi dan diawasi secara intensif, memang lingkungan sekitar Yayasan Paguyuban Ikhlas masih alami dengan banyaknya pepohonan dan lahan-lahan kosong yang membantu stabilitas populasi hama tersebut. Log yang rusak disebabkan karena serangan hama berdasarkan hasil wawancara dengan pembudidaya hampir terjadi setiap bulan selama periode produksi Januari 2009 sampai Agustus 2010. Hal tersebut menunjukkan frekuensi terjadinya risiko produksi yang disebabkan oleh hama tersebut menjadi indikasi bahwan sumber risiko produksi hama perlu mendapat penanganan lebih lanjut untuk mengurangi frekuensi terjadinya risiko tersebut. 3. Penyakit Penyakit yang menyerang log juga menjadi salah satu sumber risiko produksi yang cukup mempengaruhi jumlah produksi log sebagai tempat media tumbuhnya jamur tiram. Penyakit yang menyerang log jamur umumnya bakteri dan tumbuhnya jamur lain seperti mucor, rhizopus, penicillium, aspergillus dan sebagainya. Berbagai jamur dan bakteri dapat tumbuh dengan cepat, yang dapat menyebabkan log jamur tidak layak untuk dipelihara. Bakteri dapat menyebabkan log menjadi berlendir atau membusuk, sehingga dapat menyebabkan jamur yang dipelihara terhambat pertumbuhannya Akibat dari penyiraman log yang berlebihan dapat menyebabkan keadaan kumbung menjadi terlalu basah dan lembab, jika terlalu lembab dan sirkulasi udara yang tidak baik maka bakteri dapat dengan mudah tumbuh. Biasanya penyakit yang sering terjadi, selalu bersifat patogen dan menular. Tindakan untuk menghindari 50

kerugian yang lebih besar yaitu memisahkan log yang sudah terjangkit dan segera musnahkan dengan cara dibakar atau dikubur dalam tanah. Hal tersebut perlu dilakukan agar log lain tidak tertular. Penyakit juga berkaitan dengan kebersihan lingkungan sekitar tempat budidaya dan kebersihan peralatan yang digunakan pada saat pembuatan media. Kerugian yang disebabkan sumber risiko penyakit relatif sering juga terjadi selama kurun waktu bulan Januari 2009 sampai dengan Agustus 2010 terjadi hampir disetiap bulannya, namun kerugian terbesar terjadi pada bulan Mei 2009 sampai bulan Agustus 2009. Sumber risiko penyakit ini dampak kerusakannya relatif tidak terlalu besar, tetapi efek dari terjadinya juga akan sangat merugikan. Terlebih jika tidak ditangani dengan cepat maka tidak tertutup kemungkinan dapat memberikan kerugian yang tidak sedikit. 5. Perubahan suhu udara Suhu merupakan salah satu sumber risiko produksi yang perlu diperhatikan, karena jamur tiram dapat tumbuh optimal di suhu yang sejuk dan tidak terlalu panas, paling tidak pembudidayaan harus disesuaikkan dengan kondisi habitat asli jamur tiram di alam. Pada saat masuk musim kemarau perubahan suhu dapat berubah secara signifikan dan bisa mempengaruhi suhu ruangan terutama pada kumbung pemeliharaan, agar pertumbuhan tubuh buah jamur tiram maksimal suhu kumbung harus dipertahankan sekitar 26 sampai 28 derajat celcius. Perubahan suhu yang tibatiba dapat mengganggu pertumbuhan jamur dan menyebabkan media tanam atau log menjadi kering, jika sudah kering maka pertumbuhan jamur tidak akan mungkin terjadi. Hal tersebut tentu berpengaruh terhadap jumlah hasil panen yang dicapai nantinya dan sudah tentu akan menyebabkan kerugian bagi pembudidaya dari sisi produksi. Akan tetapi, karena perubahan suhu yang ekstrim menyangkut dengan musim kemarau yang terjadi dan musim merupakan siklus alam, maka kondisi tersebut memang tidak bisa dihindari dan akan selalu berulang di setiap tahunnya, sehingga pembudidaya hanya dapat berusaha agar penurunan jumlah produksi jamur tiram tidak melebihi batas normal yaitu dengan melakukan upaya-upaya tertentu. 51

Upaya tersebut dilakukan utnuk menekan pengaruh suhu udara terhadap kemungkinan kerugian dari sisi produktivitas jamur tiram, karena secara tidak langsung pengaruh suhu udara terlihat dari berfluktuasinya hasil panen per bulannya. Pada kurun waktu Januari 2009 sampai Agustus 2010, hasil produksi yang didapat selalu berfluktuasi. Diketahui pula bahwa musim kemarau pada waktu tersebut terjadi pada bulan Juni 2009 hingga September 2009. Pada kurun waktu tersebut terutama pada bulan Juni, July, Agustus 2009 hasil panen jamur tiram mengalami penurunan yang cukup besar yaitu sekitar satu ton per bulannya jika dibandingkan dengan target produksi normal di Yayasan Paguyuban Ikhlas sekitar 3,5 ton sampai 4 ton per bulannya. 6.2 Indikator Penentuan Jenis Sumber Risiko Pada Setiap Kejadian Yayasan Paguyuban Ikhlas menghadapi risiko produksi dalam melaksanakan kegiatan budidaya jamur tiram putih, dimana terdapat beberapa faktor yang diindikasikan sebagai sumber dari risiko produksi tersebut. Diantaranya adalah perubahan suhu udara yang ekstrim, kesalahan penanganan pada saat proses sterilisasi log, serangan hama serta penyakit. Oleh karena itu perlu ditetapkan indikator untuk menggolongkan jenis sumber risiko pada setiap kejadian yang berisiko yang terjadi pada pelaksanaan kegiatan budidaya jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas. Tujuan dari penetapan indikator tersebut adalah untuk menghindari kesalahan penggolongan dari setiap kejadian berisiko yang dapat mengakibatkan proses analisis yang dilakukan tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya terjadi di lokasi penelitian. Sumber risiko produksi perubahan suhu udara yang ekstrim diindikasikan oleh kejadian berisiko, ditandai dalam bentuk pertumbuhan tubuh buah jamur yang tidak tumbuh normal cenderung kecil dan kerdil. Perubahan cuaca saat ini sulit untuk diprediksi mengakibatkan perubahan suhu secara tiba-tiba dan sangat mempengaruhi pertumbuhan tubuh buah jamur. Suhu yang dianjurkan agar jamur tumbuh maksimal dan optimal adalah 22 sampai 28 derajat celcius. Tubuh buah jamur tiram yang tumbuh kerdil, dapat diindikasikan dengan jumlah panen yang berfluktuasi. 52

Sumber risiko kesalahan pada saat proses sterilisasi diindikasikan dengan tumbuhnya jamur lain di dalam log, proses Sterilisasi log sendiri menggunakan alat steamer besar yang memiliki kapasitas 1200 log. proses sterilisasi yang kurang baik seperti panas yang tidak merata, melebihi kapasitas steamer yang seharusnya dapat menyebabkan risiko kerusakkan log. Kerusakkan yang sering terjadi dapat terlihat dari banyaknya log yang rusak pada saat proses inkubasi dan pemeliharaan, log yang rusak dapat dilihat dari warna jamur yang tumbuh. Pertumbuhan jamur tersebut bersifat parasit dan dapat merusak bakal jamur atau miselium, dan juga dapat merusak keseluruhan log. Jamur patogen ini sifatnya parasit, maka log yang terkontaminasi harus segera dipisahkan agar tidak menular ke log jamur yang lain. Salah satu fungsi sterilisasi adalah untuk menghilangkan atau membunuh organisme jamur tersebut yang mungkin saja terbawa selama proses persiapan log. Karakteristik log yang telah terkontaminasi adalah adanya noda berwarna hitam atau hijau di dalam log. Kerusakkan tersebut akan melebar sampai menutupi seluruh log jamur tiram. Log yang telah terkontaminasi tetap dapat menghasilkan jamur tiram namun jamur yang dihasilkan kecil dan umumnya agak berbau tidak sedap. Gambar mesin steamer dan log yang terkontaminasi jamur lain dapat dilihat pada Gambar 16 dan Gambar 17. Gambar 16. Mesin Steamer Gambar 17 Log Yang Terkontaminasi Sumber risiko produksi serangan hama diindikasikan oleh kejadian log yang rusak akibat serangan hama tikus, hama tikus biasanya menyerang log yang sedang diinkubasi. Kerusakan log yang terjadi yaitu plastik yang membungkus media 53

terkoyak atau bolong. Proses pengrusakan log oleh tikus terjadi pada malam hari, karena tikus merupakan jenis hama yang aktif pada malam hari. Hama tikus ini menyerang kumbung tempat penyimpanan log atau kumbung inkubasi yang baru saja diinokulasi bibit, tikus tidak menyerang log yang telah ditumbuhi miselium. Dampak kerusakkan yang terjadi akibat hama tikus ini umumnya terjadi dalam skala yang cukup besar. Indikasi penyakit dapat terlihat dari jumlah kerusakkan log yang sedang dipelihara pada kumbung pemeliharaan, log yang terlalu banyak mengandung air yang dapat menyebabkan penyakit pada log, indikasi log yang berpenyakit yaitu adanya lendir yang berlebihan, dan biasanya disusul dengan munculnya ulat dan kumbang jamur yang bisa menyebabkan tubuh buah jamur tiram rusak, layu dan mati. Indikasi kerusakkan hama dan penyakit dapat dilihat pada Gambar 18 dan Gambar 19. Gambar 18. Log Rusak Akibat Hama Gambar 19. Log Terkena Penyakit 6.3 Analisis Probabilitas Risiko Produksi Sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha budidaya jamur tiram putih telah diidentifikasi. Hasil identifikasi yang telah dilakukan memberikan informasi bahwa pada usaha tersebut terdapat empat faktor yang menjadi sumber risiko produksi. Selanjutnya adalah melakukan analisis probabilitas terhadap masingmasing sumber risiko produksi tersebut untuk mengetahui seberapa besar probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko dari masing-masing sumber risiko produksi yang ada pada usaha budidaya jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas. 54

Probabilitas risiko dari masing-masing sumber risiko dihitung untuk mengetahui mana saja sumber risiko produksi yang kemungkinan terjadinya besar dan mana sumber risiko produksi yang kemungkinan terjadinya kecil, sehingga dapat ditentukan prioritas dari masing-masing sumber risiko. Data-data yang digunakan untuk melakukan analisis probabilitas ini adalah, data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan supervisor di Yayasan Paguyuban Ikhlas ditambah data-data produksi jamur tiram putih pada bulan Januari 2009 sampai Agustus 2010, data dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai 4. Sementara itu penentuan jumlah, kondisi, serta batas nilai yang digunakan utnuk perhitungan analisis probabilitas berdasarkan perkiraan perhitungan yang dilakukan oleh pembudidaya dengan mengacu pada pengalaman-pengalaman pada periode terdahulu, batas nilai dan perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 5. Perhitungan analisis probabilitas terjadinya risiko untuk masing-masing sumber risiko produksi yang diolah dengan menggunakan metode nilai standar atau z-score dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Perbandingan Probabilitas Risiko dari Sumber Risiko Produksi No Sumber Risiko Produksi Probabilitas (%) 1. Kesalahan penanganan pada saat proses sterilisasi log 45,22 2. Perubahan suhu udara 5.48 3. Hama 34,09 4. Penyakit 31,56 Pada Tabel 8 dapat dilihat perbandingan tingkat probabilitas terjadinya risiko dari masing-masing sumber risiko produksi. Berdasarkan urutannya probabilitas log yang rusak akibat kesalahan penanganan pada saat proses sterilisasi memiliki tingkat probabilitas risiko terbesar, yaitu sebesar 45,22 persen. Besarnya probabilitas terjadinya risiko akibat kesalahan penanganan pada saat proses sterilisasi tersebut dikarenakan pada periode waktu September 2009 sampai Desember 2009 terjadi kerusakkan pada penutup mesin steamer, sehingga pada saat proses pengukusan atau 55

sterilisasi tekanan panasnya tidak maksimal selain itu untuk mengejar produksi akhir tahun maka log yang dimuat sering melebihi kapasitasnya. Kondisi demikian risiko terjadinya kerusakkan log menjadi semakin besar. Batas normal kerusakan log yang ditentukkan adalah sebanyak 4000 log per bulannya nilai tersebut didapat berdasarkan pengalaman dari periode produksi terdahulu. Sedangkan berdasarkan kondisi di lapangan tercatat terdapat tujuh bulan dalam satu tahun periode, terjadi kerusakkan log akibat kesalahan pada saat proses sterilisasi terbanyak yaitu tahun 2009 dan sekali pada bulan Maret tahun 2010. Nilai z untuk sumber risiko produksi kerusakkan log akibat kesalahan penanganan pada saat proses sterilisasi yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode nilai standar adalah sebesar -0,12. Nilai z yang bertanda negatif menunjukkan bahwa nilai tersebut berada di sebelah kiri dari nilai rata-rata di kurva distribusi normal. Nilai z untuk sumber risiko produksi kesalahan pada saat penanganan sterilisasi tersebut jika dipetakan pada tabel distribusi z akan menunjukkan nilai sebesar 0,452. Nilai 0,452 tersebut menunjukkan bahwa probabilitas rusaknya log akibat kesalahan sterilisasi melebihi 4000 log adalah sebesar 0,452 atau 45,2 persen. Besarnya probabilitas risiko kerusakan log akibat kesalahan penangan sterilisasi melebihi batas normal yang ditentukan disebabkan karena pada saat proses sterilisasi log yang dimuat sering melebihi kapasitasnya sehingga panas tidak menyebar secara sempurna, selain itu umur mesin steamer juga sudah relatif sudah lama secara fisik pintu steamer juga kadang tidak terlalu rapat pada saat proses pengukusan sehingga panas banyak terbuang ke udara luar. Sumber risiko produksi akibat gangguan hama memiliki tingkat probabilitas risiko sebesar 34,9 persen yang merupakan sumber risiko terbesar kedua. Pada kurun waktu Januari 2009 sampai dengan Agustus 2010 telah terjadi sembilan kasus risiko produksi yang disebabkan oleh serangan hama terutama hama tikus. Pada kasus yang terjadi jumlah dari kerugiannya bervariasi. Batas normal yang telah ditentukkan Yayasan Paguyuban Ikhlas untuk kerusakan log akibat hama adalah sebesar 3000 log per bulan. Penetapan batas normal ini dilakukan dengan melihat perhitungan rata-rata setiap kejadian kerusakan terhadap kondisi risiko yang sejenis pada periode-periode 56

sebelumnya. Adapun nilai z yang diperoleh untuk sumber risiko kerusa kan log akibat hama ini dengan menggunakan metode nilai standar adalah sebesar -0,41. Nilai z yang bertanda negatif menunjukkan bahwa nilai tersebut berada di sebelah kiri dari nilai rata-rata di kurva distribusi normal. Jika dipetakan pada tabel distribusi z akan menunjukkan nilai sebesar 0,340. Nilai 0,340 tersebut menunjukkan bahwa probabilitas kerusakan akibat serangan hama melebihi 3000 log adalah sebesar 0,340 atau 34,09 persen. Kerusakan akibat serangan hama memiliki probabilitas risiko yang cukup tinggi. Salah satunya disebabkan karena struktur rumah kumbung yang menggunakan anyaman bambu yang mudah dirusak hama terutama tikus. Hama dapat mudah menembus dan menjangkau masuk ke dalam rumah kumbung, merusak log ataupun tubuh buah jamur tiram. Hama yang menyerang antara lain tikus, kecoa, serangga kecil dan kumbang. Sumber risiko penyakit berada pada urutan ketiga dari segi tingkat probabilitas. Sumber risiko produksi ini mempunyai tingkat probabilitias sebesar 31,56 persen. Batas normal akibat penyakit yang ditentukkan Yayasan Paguyuban Family Ikhlas adalah 800 log per bulan. Penentuan batas tersebut didasarkan pada perkiraan rata-rata jumlah log yang rusak akibat peristiwa sejenis pada periodeperiode sebelumnya. Nilai z yang didapat untuk sumber risiko produksi penyakit adalah sebesar -0,48. Nilai z yang bertanda negatif menunjukkan bahwa nilai tersebut berada di sebelah kiri dari nilai rata-rata di kurva distribusi normal, dan jika dipetakan pada tabel distribusi z akan menunjukkan nilai sebesar 0,315. Nilai 0,315 tersebut menunjukkan bahwa probabilitas kerusakkan akibat serangan penyakit melebihi 800 log adalah sebesar 0,315 atau 31, 56 persen. Penyakit yang biasa menyerang log dan jamur tiram yang sedang dipelihara beradasarkan hasl wawancara dengan supervisor sebagian besar tumbuhnya jamur lain seperti mucor, rhizopus, penicillium, aspergillus dan sebagainya. Jamur tersebut akibat dari tumbuhnya bakteri-bakteri. Bakteri tumbuh akibat dari terlalu lembabnya kondisi kumbung, kandungan air terlalu tinggi dan basah dapat menyebabkan penyakit pada jamur tiram. Efek yang terjadi dapat menular antar log sehingga jika 57

tidak ditangani lebih awal dapat menyebabkan kerugian yang cukup besar, Hal ini terjadi pada kurun waktu Januari 2009 sampai dengan Agustus 2010, yang terjadi jumlah log yang terkontaminasi penyakit melebihi batas yang ditentukan karena terlambatnya penanganan yang dilakukan. Probabilitas sumber risiko terkecil berasal dari sumber risiko pengaruh suhu udara pada rumah kumbung. Probabilitas pengaruh suhu udara ini memiliki tingkat probabilitas sebesar 5,48 persen. Sumber risiko pengaruh suhu udara dapat dilihat dari produktivitas jamur tiram per sekali panen, karena jika suhu udara lembab dan teduh maka jamur tiram dapat tumbuh maksimal, sedangkan jika suhu udara di dalam kumbung hangat atau kering maka jamur tiram akan sulit tumbuh dan secara fisik jamur tiram yang dihasilkan besarnya tidak maksimal. Batas normal produktivitas jamur tiram yang ditetapkan Yayasan Paguyuban Ikhlas adalah 4000 kilogram per bulan. Angka tersebut ditentukkan dengan mempertimbangkan pengalaman sebelumnya dan hasil yang didapat selama melakukan budidaya jamur tiram putih sehingga pengaruh suhu harusnya dapat diatur sedemikian rupa agar hasil panen dapat meningkat. Selain itu penetapan batas juga didasarkan pada pada saat musim kemarau produktivitas dapat turun sekitar 50 sampai 55 persen dari target produktivitas jamur tiram per log yaitu sebesar 0,33 sampai 0,40 gram. Nilai z yang diperoleh untuk sumber risiko produksi pengaruh suhu udara dengan metode nilai standar adalah sebesar 1,60. Nilai z yang positif menunjukkan bahwa nilai tersebut berada di sebelah kanan dari nilai rata-rata di kurva distribusi normal. Nilai z tersebut jika dipetakan pada tabel distribusi z akan menunjukkan nilai 0,054. Nilai tersebut berarti probabilitas penurunan produktivitas jamur tiram akibat pengaruh suhu udara melebihi 4000 kilogram adalah sebesar 5,48 persen. Pengaruh suhu udara berkaitan dengan musim yang sedang berlangsung, musim merupakan faktor alam yang kejadiannya tidak dapat dihindari dan biasanya merupakan siklus tahunan yang terdiri dari musim kemarau dan musim hujan. Musim kemarau berpengaruh terhadap produktivitas jamur tiram. Jamur tidak dapat tumbuh dengan maksimal jika suhu udara naik. Langkah yang dilakukan mengatasi suhu udara akibat musim kemarau dan untuk meminimalisir dampak, biasanya pembudidaya 58

menyemprotkan air pada ruangan kumbung. Hal ini bertujuan memberikan hawa sejuk dan lembab. 6.4 Analisis Dampak Risiko Sumber-sumber risiko yang produksi yang telah teridentifikasi dalam kegiatan budidaya jamur tiram di Yayasan Paguyuban Ikhlas akan memberikan dampak kerugian apabila terjadi pada saat pelaksanaan produksi. Dampak kerugian yang diakibatkan terjadinya sumber-sumber risiko produksi tersebut dapat dihitung dan dinilai dalam satuan mata uang seperti rupiah, sehingga kerugian dapat diketahui atau diperkirakan sebagai sebagai akibat dari sumber-sumber risiko produksi. Nilai besarnya kerugian yang diperkirakan tentu tidak tepat sama dengan kondisi sebenarnya, jika risiko produksi tersebut terjadi maka dilakukan penetapan besarnya kerugian dengan suatu tingkat keyakinan. Perhitungan dampak risiko produksi pada usaha budidaya jamur tiram di Yayasan Paguyuban Ikhlas ini menggunakan metode value at risk (VaR). Pada perhitungan dampak risiko produksi di yayasan Paguyuban Ikhlas ditentukan tingkat keyakinan yang digunakan sebesar 95 persen dan sisanya error sebesar 5 persen. Dengan produktivitas jamur yang dihasilkan per log sebanyak 0,33 kilogram, dan diketahui bahwa harga jamur tiram ditingkat pedagang pengumpul sebesar Rp.6.500 Perhitungan terhadap dampak risiko dilakukan terhadap masing-masing sumbersumber risiko produksi yang ada pada usaha budidaya jamur tiram di Yayasan Paguyuban Ikhlas. Data yang digunakan dalam perhitungan ini adalah data primer serta hasil wawancara dengan pembudidaya. Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui perkiraan kerugian dan kehilangan potensi produktivitas yang terjadi sebagai akibat dari sumber risiko produksi yang telah diidentifikasi sebelumnya. Kesalahan dalam proses sterilisasi log dapat menyebabkan log tempat media tumbuh jamur terkontaminasi. Pada periode Januari 2009 sampai Agustus 2010 terjadi beberapa kasus kerusakan log yang diakibatkan kesalahan dalam proses sterilisasi dari bulan Januari 2009 sampai Agustus 2010, log yang rusak adalah sebanyak 2000 log, 2500 log, 3500 log, 4000 log, 6000 log, 6000 log, 4000 log, 5000 59

log, 6000 log, 6000 log, 7000 log, 6500 log, 3000 log, 4000 log, 5000 log, 2500 log, 3000 log, 3000 log, 2500 log, dan 2500 log. Dalam bentuk tabel dapat dilihat pada Lampiran 1. Jumlah log yang rusak akibat kesalahan sterilisasi tidak sampai membuat penurunan produksi yang signifikan, namun tetap akan merugikan pembudidaya, karena apabila kerugian yang ditimbulkan oleh sumber risiko dapat diminimalisir maka secara otomatis akan mempengaruhi penerimaan atau pemasukkan. Hasil perhitungan yang didapat menggunakan value at risk (Var) sebesar Rp.10.272.182, dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Nilai value at risk yang didapat berarti kerugian maksimal yang diderita akibat kesalahan penanganan dalam proses sterilisasi log adalah Rp.10.272.182, namun ada lima persen kemungkinan kerugian lebih besar dari angka tersebut. Risiko yang ditimbulkan oleh serangan hama adalah kerusakkan log yang terjadi dalam proses inkubasi. Serangan hama yang mengakibatkan kerusakkan log sering terjadi di setiap bulannya. Data dalam tabel dapat dilihat pada Lampiran 2 Perkiraan dari bulan Januari 2009 sampai Agustus 2010 total log yang rusak sekitar 80.000 log, jumlah log yang paling besar dirusak oleh hama adalah antara bulan Mei 2009 sampai agustus 2009 mencapai 10 ribu log yang rusak tiap bulannya. Kerusakkan yang dihasilkan dampaknya pun cukup besar dan masif. Dari perhitungan terhadap dampak risiko dari sumber risiko produksi hama yang telah dilakukan dengan metode value at risk menghasilkan nilai sebesar Rp.10.492.030 dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Nilai value at risk berarti kerugian maksimal yang diderita akibat serangan hama adalah sebesar Rp.10.492.030, tetapi ada lima persen kemungkinan kerugian lebih besar dari angka tersebut. Sumber risiko produksi penyakit juga menyebabkan risiko produksi yang ada di budidaya jamur tiram Yayasan Paguyuban Ikhlas. Kasus penyakit yang menyerang log (media tanam jamur) dan jamur tiram terjadi karena bakteri dan kebersihan kumbung, karena mudahnya penyakit dapat menyebar dan dapat menularkan log lain maka diperlukan perlakuan sesegera mungkin untuk menangani log yang terkena penyakit. Pada periode waktu Januari 2009 sampai dengan Agustus 2010 tercatat beberapa kali terjadi di setiap bulannya terutama di bulan Mei 2009 sampai Agustus 60

2009 jumlah log yang terkena penyakit banyak terjadi rata-rata 1000 log terkontaminasi penyakit. Perkiraan jumlah log yang terkontaminasi penyakit secara berurutan 500 log, 900 log, 1000 log, 1000 log, 1000 log, 1000 log, 1000 log, 1500 log, 800 log, 800 log, 800 log, 900 log, 900 log, 800 log, 1000 log, 1000 log, 800 log, 700 log, 700 log, dan 800 log. Dalam bentuk tabel dapat dilihat pada Lampiran 4. Perhitungan terhadap dampak risiko dari sumber risiko produksi penyakit yang dilakukan dengan metode value at risk menghasilkan nilai sebesar Rp.1.970.068 dengan tingkat keyakinan 95 persen. Nilai value at risk berarti kerugian maksimal yang diderita akibat serangan penyakit adalah sebesar Rp.1.970.068, tetapi ada lima persen kemungkinan kerugian lebih besar dari angka tersebut. Selanjutnya yang terakhir adalah sumber risiko produksi akibat perubahan suhu. Jamur tiram dapat tumbuh maksimal pada suhu udara yang lembab dan sejuk. Perubahan suhu yang drastis menjadi hangat atau kering dapat mempengaruhi pertumbuhan jamur tiram, jamur menjadi tidak tumbuh maksimal dan bentuknya kecil, sehingga dapat mempengaruhi hasil panen. Pada kurun waktu dari bulan Januari 2009 sampai Agustus 2010 hampir disetiap bulan hasil panen berfluktuasi. Hasil panen terendah terjadi pada bulan Mei 2009 sampai dengan Agustus 2009. Jika diurutkan dari Januari 2009 sampai dengan Agustus 2010 hasil produksi sebanyak 4000 kilogram, 4500 kilogram, 3000 kilogram, 2000 kilogram, 2000 kilogram, 1000 kilogram, 1000 kilogram, 1000 kilogram, 4000 kilogram, 2500 kilogram, 2000 kilogram, 2000 kilogram, 3500 kilogram, 2500 kilogram, 1000 kilogram, 1000 kilogram, 3000 kilogram, 2000 kilogram, 1000 kilogram, dan 1000 kilogram. Dalam bentuk tabel dapat dilihat pada Lampiran 3. Perhitungan terhadap dampak risiko dari sumber risiko produsi akibat perubahan suhu, terlihat dari hasil panen yang didapat. Perhitungan menggunakan metode value at risk (Var) yang menghasilkan nilai Rp.17.053.516 dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Nilai value at risk berarti kerugian maksimal yang diderita akibat perubahan suhu udara adalah sebesar Rp.17.053.516, namun ada lima persen kemungkinan kerugian lebih besar dari angka tersebut. 61

Dampak yang ditimbulkan oleh masing-masing sumber risiko produksi memiliki nilai yang berbeda-beda. Nilai-nilai dari perhitungan dampak risiko yang dilakukan akan semakin menarik jika diplotkan pada peta risiko, sehingga dapat ditentukkan strategi penanganan risiko yang sesuai. Adapun perbandingan nilai dari hasil perhitungan dampak risiko yang dilakukan pada masing-masing sumber risiko dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Perbandingan Dampak dari Sumber Risiko Produksi No. Sumber Risiko Produksi Dampak (Rp) 1. Kesalahan penanganan pada saat proses sterilisasi log 10.272.182 2. Perubahan suhu udara 17.053.516 3. Hama 10.492.030 4. Penyakit 1.970.068 Pada Tabel 9 dapat dilihat perbandingan dampak dari terjadinya suatu risiko produksi yang disebabkan oleh masing-masing sumber risiko produksi. Beradasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa penurunan produksi yang disebabkan oleh perubahan suhu udara di dalam kumbung terutama jika memasuki musim kemarau adalah yang paling berpengaruh terhadap pendapatan Yayasan Paguyuban Ikhlas. Tetapi dampak yang diakibatkan oleh sumber-sumber risiko produksi lain juga harus tetap diperhatikan, walaupun nilai yang ditampilkan masih dbawah nilai dari nilai dampak dari perubahan suhu udara. Hasil dari perhitungan ini selanjutnya akan dikombinasikan dengan hasil dari perhitungan probabilitas risiko dari masing-masing sumber risiko produksi untuk menggambarkan bagaimana status dan prioritas masing-masing sumber risiko produksi dan posisinya pada suatu peta risiko. 6.5 Pemetaan Risiko Produksi Hasil perhitungan probabilitas dan dampak dari masing-masing sumbersumber risiko produksi, pada usaha budidaya jamur tiram putih telah dihitung dan dianalisis nilai-nilainya. Kemudian dapat dilakukan pemetaan risiko yaitu dengan maksud untuk mengukur risiko dan menghasilkan apa yang disebut dengan status 62

risiko dan peta risiko. Status risiko adalah ukuran yang menunjukkan tingkatan risiko dari beberapa sumber risiko produksi yang telah teridentifikasi sebelumnya. Nilai dari status risiko diperoleh dari perkalian antara probabilitas dan dampak dari masingmasing sumber risiko produksi. Hasilny dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Status Risiko dari Sumber Risiko Produksi No Sumber Risiko Produksi Probabilitas (%) Dampak (Rp) Status Risiko 1. Kesalahan proses sterilisasi 45,22 10.272.182 4.645.080 2. Perubahan suhu udara 5.48 17.053.516 934.532 3. Hama 34,9 10.492.030 3.661.718 4. Penyakit 31, 56 1.970.068 621.753 Pada Tabel 10 dapat dilihat tingkatan risiko dari empat sumber risiko produksi pada usaha budidaya jamur tiram di Yayasan Paguyuban Ikhlas. Dari informasi status risiko tersebut dapat diketahui urutan dari risiko, mulai dari yang paling besar hingga paling kecil. Kesalahan pada saat proses sterilisasi log merupakan sumber risiko produksi dengan risiko terbesar diikuti dengan gangguan hama, perubahan suhu udara, dan penyakit. Perubahan suhu udara memiliki dampak kerugian yang paling besar yaitu sebesar Rp. 17.053.516 dengan nilai probabilitas yang paling kecil juga yaitu sebesar 5,48 persen. Perubahan suhu udara berkaitan dengan cuaca dan musim, sedangkan pertumbuhan jamur tiram sangat bergantung dari suhu udara, karena jamur tiram tumbuh baik pada kondisi suhu udara yang sejuk dan lembab. Kerugian besar dapat terjadi apabila kondisi suhu udara meningkat dan menjadi panas maka pertumbuhan jamur tiram dapat terganggu. Jika tidak segera ditangani suhu udara yang demikian dapat memberikan kerugian dalam skala besar dan nilainya pun tidak sedikit. Status risiko hanya menggambarkan urutan risiko dari yang paling berisiko hingga yang paling tidak berisiko. Setelah diketahui status risikonya dapat dilakukan pembuatan peta risiko, yang akan menunjukkan posisi risiko pada peta risiko guna menentukkan strategi penanganan risiko yang sesuai. 63

Peta risiko adalah gambaran tentang posisi risiko pada suatu peta dari dua sumbu yaitu sumbu vertikal menggambarkan probabilitas, dan sumbu horizontal menggambarkan dampak. Penempatan posisi risiko dilakukan berdasarkan hasil perhitungan probabilitas dan dampak risiko yang telah dilakukan sebelumnya. Probabilitas terjadinya risiko dapat dibagi ke dalam dua bagian besar yaitu kemungkinan besar dan kemungkinan kecil, sementara itu dampak risiko juga dapat dibagi ke dalam dua bagian besar yaitu dampak besar dan dampak kecil. Batas antara kemungkinan besar dan kemungkinan kecil serta dampak besar dan dampak kecil ditentukkan pihak Yayasan Paguyuban Ikhlas. Berdasarkan data yang didapat dengan wawancara bahwa nilai yang membatasi probabilitas besar kecil adalah sebesar 20 persen, sedangkan nilai yang membatasi dampak besar dan kecil adalah sebesar Rp.12.355.200. Target produksi minimal adalah sebanyak 23.000 log, dengan meminimalkan kegagalan pada saat pembuatan log. Dalam satu bulan Yayasan Paguyuban Ikhlas biasa memproduksi 28.800 log, selama masa pemeliharaan log Yayasan Paguyuban Ikhlas menyadari adanya risiko produksi dan menentukkan probabilitas terjadinya risiko produksi dengan batas toleransi sebesar 20 persen. Sementara itu penentuan batas antara dampak besar dan kecil ditentukan berdasarkan batas toleransi risiko produksi, yaitu sebanyak 20 persen dari 28.800 log yaitu sebanyak 5.760 log dengan produktivitas per log menghasilkan 0,33 kilogram jamur tiram dan pada tingkat harga Rp 6.500 per kilogram, sumber risiko dengan dampak lebih besar dari Rp.12.355.200 akan masuk dalam kategori dampak besar. Peta risiko sendiri terdiri dari empat kuadran untuk memisahkan antara probabilitas besar dan probabilitas kecil serta dampak besar dan kecil. Berdasarkan hasil perhitungan probabilitas dan dampak dari masing-masing sumber risiko produksi, selanjutnya dapat dilakukan pemetaan sumber-sumber risiko pada peta risiko yang dapat dilihat pada Gambar 20. 64

Probabilitas (%) Besar 20% Kecil - Kesalahan proses sterilisasi - Hama - Penyakit - Perubahan suhu udara Gambar 20. Hasil Pemetaan Sumber Risiko Produksi Kecil Rp. 12.355.200 Besar Dampak (Rp) Gambar 20 menunjukan posisi dari masing-masing sumber risiko pada peta risiko. Kesalahan pada saat proses sterilisasi log, hama, dan penyakit masuk dalam kuadran satu yang merupakan tempat untuk sumber risiko produksi dengan probabilitas besar, namun memiliki dampak yang kecil. Kuadran dua yang merupakan tempat untuk sumber risiko produksi dengan probabilitas dan dampak besar tidak terisi oleh sumber risiko produksi, begitu juga dengan kuadran tiga yang merupakan tempat bagi sumber risiko produksi dengan probabilitas dan dampak kecil tidak terisi oleh sumber risiko produksi apapun. Sementara itu perubahan suhu ruangan kumbung masuk pada kuadran empat yang merupakan tempat untuk sumber risiko produksi yang memiliki probabilitas kecil, tetapi memiliki dampak yang besar. Dari hasil pemetaan tersebut dapat dilihat prioritas untuk menanggulangi risiko lebih awal, mulai dari status risiko dilihat mana yang paling tinggi tingkat risikonya agar risiko tersebut dapat ditanggulangi lebih awal. Strategi penanganan sumber-sumber risiko dapat dilihat dari hasil pemetaan risiko, acuan dari membuat strategi risiko adalah dengan melihat status risiko dan menggambarkan urutan risiko dari yang paling berisiko hingga yang paling tidak berisiko mulai dari yang paling besar hingga paling kecil. Untuk meminimalkan risiko produksi akibat suhu udara, dapat dilakukan kontrol terhadap suhu ruangan yaitu dapat dilakukan dengan cara memasang alat bantu ukur suhu ruangan atau 65

termometer karena saat ini di area rumah kumbung belum terdapat alat termometer. Selain itu, jika suhu udara sedang tinggi atau panas dapat dilakukan penyemprotan air secara berkala atau proses pengkabutan, tujuannya agar suhu udara di kumbung dapat dijaga selalu lembab dan sejuk. Untuk meminimalkan proses kesalahan sterilisasi dapat dilakukan cara, yaitu dengan memberikan arahan kepada para pekerja dalam hal ini supervisor untuk menekankan agar memuat log sesuai dengan kapasitas steamer yaitu 1200 log, tidak lebih dari itu agar proses sterilisasi dapat merata dan maksimal. Dalam proses sterilisasi untuk menghindari kerusakan log lebih awal, mungkin waktu pengukusan log dapat ditambah lagi agar mikroorganisme yang terkandung didalam log dapat benar-benar mati. Risiko akibat Hama atau penyakit dapat diminimalisir dengan melakukan pembersihan secara berkala di seluruh area budidaya termasuk kebersihan para pekerja, antara lain dengan membersihkan lantai kumbung pemeliharaan, dan meningkatkan kebersihan sanitasi pekerja. Kebersihan pekerja sangat penting, tindakan minimal yang harus dilakukan adalah dengan mencuci tangan, terutama pada saat proses inokulasi. Untuk mencegah hama atau mikroorganisme yang mungkin berpotensi merusak log jamur dapat digunakan kapur anti serangga yang ditaburkan di area kumbung. Faktor lain yang juga sangat penting adalah meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia, dengan cara memberikan pelatihan serta ketrampilan secara kontinyu yang bertujuan untuk memberikan kemampuan sesuai dengan kebutuhan. 66

VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1) Risiko produksi yang terjadi secara umum di Yayasan Paguyuban Ikhlas adalah berupa rusaknya media log tempat tumbuhnya jamur tiram putih akibat dari hama penyakit ataupun kontaminasi dan rendahnya produktivitas panen. Risiko tersebut terjadi disebabkan karena beberapa faktor. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diketahui beberapa hal yang teridentifikasi sebagai sumber timbulnya risiko produksi, antara lain: 1) Kesalahan penanganan pada saat proses sterilisasi log, 2) Hama, 3) Penyakit, dan 4) Perubahan suhu udara di dalam kumbung. Sumber-sumber risiko produksi tersebut menjadi tolak ukur untuk menganalisis risiko produksi yang ada di Yayasan Paguyuban Ikhlas. 2) Hasil identifikasi sumber risiko produksi dihitung dari analisis probabilitas Hasil dari analisis probabilitas log yang rusak akibat kesalahan penanganan saat proses sterilisasi memiliki tingkat probabilitas risiko terbesar, yaitu sebesar 45,2 persen. Menunjukkan nilai akibat kesalahan sterilisasi melebihi batas 4000 log adalah sebesar 45,2 persen. Probabilitas sumber risiko terkecil berasal dari sumber risiko pengaruh suhu udara pada rumah kumbung. Probabilitas pengaruh suhu udara ini memiliki tingkat probabilitas sebesar 5,48 persen. Batas normal produktivitas jamur tiram yang ditetapkan Yayasan Paguyuban Ikhlas adalah 4000 kilogram per bulan. Nilai kerugian maksimal (Value at Risk) yang diderita dari sumber risiko produksi perubahan suhu menghasilkan nilai terbesar yaitu Rp.17.053.516. berarti kemungkinan kerugian maksimal, yang diderita akibat perubahan suhu udara adalah sebesar Rp.17.053.516, dengan demikian perubahan suhu merupakan sumber risiko yang jika terjadi risiko tersebut maka kemungkinan kerugiannya sangat besar, dan dapat merugikan petani jamur tiram. Dampak paling rendah dari sumber risiko akibat penyakit. Jika terjadi maka kemungkinan kerugian maksimal yang diderita sebesar Rp.1.970.068. Jumlah ini memang tidak terlalu besar karena sumber risiko penyakit, dapat 67

ditanggulangi lebih awal dengan selalu menjaga kebersihan kumbung sehingga kemungkinan terjadinya dapat diminimalisir. 3. Strategi penanganan sumber-sumber risiko pada penelitian ini dapat dilihat dari hasil pemetaan risiko, dari hasil tersebut dapat dilakukan beberapa strategi antara lain strategi preventif, dapat dilakukan salah satunya adalah mengembangkan sumber daya manusia dalam hal ini pekerja dan supervisor sebagai pengawas langsung dilapang, memperbaiki fasilitas fisik yang sudah ada terutama fasilitas fisik seperti bangunan yang sudah tidak layak. Strategi mitigasi juga dapat dilakukan dengan melakukan penggabungan (merger), proses ini dapat dilakukan dengan menggabungkan diri dengan pembudidaya lain di wilayah setempat, terutama pembudidaya skala kecil yang belum terlalu kuat. Dengan adanya penggabungan ini diharapkan dapat memberikan kekuatan kebersamaan untuk memajukan secara bersama-sama usaha budidaya jamur ini. 7.2 Saran 1) Pengawasan perlu dilakukan oleh supervisor, mulai dari proses pengantongan sampai dengan proses pemanenan jamur, sepanjang alur proses produksi harus dilakukan pengontrolan yang ketat agar penyimpangan di setiap proses dapat dihindari. Ditambah dengan kesadaran dan kedisiplinan para pekerja sebaiknya ditingkatkan lagi, agar hasil pekerjaan dapat maksimal dan meminimalisir kesalahan bekerja, terutama akibat dari kesalahan manusia (human error) yang disengaja. 2) Selalu melakukan pengecekan suhu udara serta kelembaban ruangan kumbung dengan memasang thermometer atau hygrometer. Agar suhu udara dan kelembaban di dalam kumbung mudah dikontrol, mengingat jamur tiram merupakan jenis tumbuhan yang sensitif terhadap perubahan suhu udara secara tiba-tiba. Harapannya jika suhu dan kelembaban dapat dijaga, maka dapat menekan salah satu sumber risiko produksi. Resiko ini dapat diredam dampaknya dengan melakukan frekuensi penyiraman ruangan kumbung terlebih jika masuk musim kemarau. Untuk mencegah hama atau mikroorganisme yang 68

mungkin merusak log jamur dapat digunakan kapur anti serangga yang ditaburkan di area kumbung jamur, dan rajin membersihkan area kumbung dari kemungkinan dijadikannya kumbung sebagai sarang hama dan penyakit. 3) Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia yang ada dengan cara memberikkan pelatihan serta ketrampilan secara kontinyu, yang tujuannya untuk memberikan kemampuan sesuai dengan kebutuhan. 69

DAFTAR PUSTAKA Basyib F. 2007. Manajemen Risiko. PT Grasindo, Jakarta. Cahyana Y. A, Muchrodji, Bakrun M. 1999. Jamur Tiram (Pembibitan, Pembudidayaan, Analisis Usaha). Penebar Swadaya, Jakarta. Cahyana Y. A, Muchrodji M. Bakrun. 1998. Jamur Tiram. Penebar Swadaya, Jakarta. Chazali S, Pratiwi PS. 2009. Usaha Jamur Tiram. Penebar Swadaya, Jakarta. Darmawi H. 2004. Manajemen Risiko. Bumi Aksara, Jakarta. Darmawi H. 2008. Manajemen Risiko. Edisi-1 Cetakan ke-11. Bumi aksara, Jakarta. Direktorat Jenderal Hortikultura. Departemen Pertanian. Komoditas Tanaman Binaan. http : // hortikultura. Deptan.go.id (4 Maret 2011). Djarijah, Marlina N, Siregar Djarijah AS. 2001. Budidaya : Jamur Tiram, Pembibitan, Pemeliharaan dan Pengendalian Hama Penyakit. Kanisius, Yogyakarta. Djohanputro. 2004. Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi. Penerbit PPM, Jakarta. Ghozali. 2007. Manajemen Risiko Perbankan. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Ginting B. R. 2009. Risiko Produksi Jamur Tiram Putih Pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Harwood J, Heifner R, Coble K, Perry J, Somwaru A. 1999. Managing Risk in Farming : Concepts, Researsch and Analysis. Agriculture Economics Report No. 774. Market and Trade Economic Division, Economic Research Service U.S Department of Agriculture. Halim D. Z. 2011. Strategi Pengembangan Usaha Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Pada Perusahaan Agro Jamur Arismanjaya Cianjur Jawa Barat. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Jamilah M. 2010. Analisis Risiko Produksi Wortel dan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur, Jawa Barat. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Kountur R. 2004. Manajemen Risiko Operasional Perusahaan. PPM, Jakarta. Kountur R. 2008. Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan. PPM, Jakarta 70

Lubis A. 2009. Manajemen Risiko Produksi dan Penerimaan Padi Semi Organik (Studi Petani Gabungan Kelompok Tani Silih Asih di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor). [Skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Parjimo dan Agus Andoko. 2007. Jamur Kuping, Jamur Tiram dan Jamur Merang. Agromedia Pustaka. Jakarta. Purwanti Y. F. 2011. Analisis Risiko Produksi Sayuran Hidroponik pada PT. Momenta Agrikultura (Amazing Farm) Lembang Kabupaten Bandung. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Redja. 2001. Principles of Risk Management and Insurance 7 nd edition. Addison Wesley. Robison L. J, Barry P.J. 1987. The Competitive Firm s Response to Risk. Macmillan Publisher. London. Rosmayanti S. 2010. Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat.[Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Sembiring L. 2010. analisis Risiko Produksi Sayuran Organik Pada The Pinewood Organic Farm di Kabupaten Bogor Jawa Barat. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Siahaan H. 2009. Manajemen Risiko Pada Perusahaan dan Birokrasi. Cetakan ke-2. Jakarta : PT Gramedia. Suriawiria H. U. 2002. Budidaya Jamur Tiram. Yogyakarta : Kanisius. Tampubolon R. 2004. Risk Management. Jakarta : Elexmedia Komputindo. Vivandri K. 2010. Strategi Pengembangan Usaha Jamur Tiram Putih Pada Trisno Insan Mandiri Mushroom (TIMMUSH) Desa Cibuntu Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Walpole R. E. 1992. Pengantar Statistika. Jakarta : PT Gramedia. Wisdya S. 2009. Analisis Risiko Anggrek Phalaenopsis Pada PT. Ekakarya Graha Flora di Cikampek, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. 71

LAMPIRAN 72

Lampiran 1. Data Log yang Rusak Akibat Kesalahan Sterilisasi Tahun/bulan Jumlah Log yang rusak/bln Tahun 2009 Januari 2000 February 2500 Maret 3500 April 4000 Total 12000 Mei 6000 Juni 6000 Juli 4000 Agustus 5000 Total 21000 September 6000 Oktober 6000 November 7000 Desember 6500 Total 25500 Tahun 2010 Januari 3000 February 4000 Maret 5000 April 2500 Total 14500 Mei 3000 Juni 3000 Juli 2500 Agustus 2500 Total 11000 73

Lampiran 2. Data Log yang Rusak Akibat Hama Tahun/bulan Jumlah Log yang rusak/bln Tahun 2009 Januari 2000 February 2000 Maret 2500 April 3000 Total 9500 Mei 8000 Juni 10000 Juli 10000 Agustus 5000 Total 33000 September 4000 Oktober 2500 November 3000 Desember 3000 Total 12500 Tahun 2010 Januari 3200 February 3500 Maret 2800 April 2500 Total 12000 Mei 3500 Juni 3000 Juli 3500 Agustus 3000 Total 13000 74

Lampiran 3. Data Jumlah Produksi Jamur Tiram Putih Tahun/bulan Produksi Jamur Tiram Putih per Bulan (Kg) Tahun 2009 Januari 4000 February 4500 Maret 3000 April 2000 Total 13500 Mei 2000 Juni 1000 Juli 1000 Agustus 1000 Total 5000 September 4000 Oktober 2500 November 2000 Desember 2000 Total 10500 Tahun 2010 Januari 3500 February 2500 Maret 1000 April 1000 Total 8000 Mei 3000 Juni 2000 Juli 1000 Agustus 1000 Total 7000 75

Lampiran 4. Data Log yang Rusak Akibat Penyakit Bulan Jumlah Log yang rusak/bln Tahun 2009 Januari 500 February 900 Maret 1000 April 1000 Total 3400 Mei 1000 Juni 1000 Juli 1000 Agustus 1500 Total 4500 September 800 Oktober 800 November 800 Desember 900 Total 3300 Tahun 2010 Januari 900 February 800 Maret 1000 April 1000 Total 3700 Mei 800 Juni 700 Juli 700 Agustus 800 Total 3000 76

Lampiran 5. Perhitungan masing-masing Sumber Risiko Batas nilai ratarata St Dev Z-score Peluang Persentase Sumber-sumber Risiko Baglog yang rusak akibat kesalahan Sterilisasi 4000 4200 1600.987-0.12 0.4522 45.2% Baglog yang rusak akibat Hama 3000 4000 2423.351-0.41 0.3409 34.0% Jumlah Produksi (dipengaruhi oleh suhu) 4000 2200 1123.345 1.60 0.0548 5.4% Baglog yang rusak akibat Penyakit 800 895 195.9457-0.48 0.3156 31.5% 77

Lampiran 6. Rumah Kumbung 78

Lampiran 7. Tempat Pembuangan Log yang Terkontaminasi 79