1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Secara geografis Indonesia mempunyai zona maritim yang sangat luas yaitu, sebesar 5,8 juta km 2 yang terdiri dari laut territorial dengan luas 0,8 juta km 2, laut nusantara 2,3 juta km 2 dan zona ekonomi eksklusif 2,7 juta km 2. Disamping itu Indonesia memiliki pulau sebanyak 17 480 pulau dan garis pantai sepanjang 95 181 km (Dewan Kelautan Indonesia, 2008). Kekayaan sumberdaya alam yang begitu besar menjadikan Indonesia memiliki banyak potensi untuk dikembangkan, salah satunya adalah potensi wilayah pesisir dan laut. Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi sumberdaya kelautan yang besar dan khususnya memiliki peluang sebagai salah satu negara pengekspor produk sumberdaya perikanan. Pada tahun 2007, Indonesia menempati posisi ke 12 negara pengekspor ikan di dunia yaitu sebesar dua persen, sedangkan pada posisi pertama adalah China sebesar 11 persen, lalu Norwegia sebesar tujuh persen dan Thailand enam persen 1. Salah satu hasil laut yang banyak dieskpor adalah rajungan (Portunus pelagicus)-(blue Swimming Crab). Rajungan merupakan komoditi ekspor perikanan penting di Indonesia selain dari udang dan tuna. Pada Tabel 1 dapat dilihat nilai ekspor hasil perikanan menurut komoditi pada tahun 2005-2007. Komoditas udang dari tahun 2005-2007 menempati urutan pertama untuk nilai 1 www.waspada.co.id Diakses 28 Februari 2011
ekspor hasil perikanan. Komoditas udang memiliki nilai ekspor sebesar US$ 1 029 935 000 menurun dari tahun sebelumnya. Urutan kedua terdapat komoditas tuna dan nilainya terus meningkat dari tahun ke tahun dan memiliki nilai ekspor pada tahun 2007 sebesar US$ 304 348 000. Urutan ketiga terdapat komoditas ikan lainnya yang mempunyai nilai ekspor sebesar US$ 568 420 000. Urutan keempat terdapat komoditas kepiting yang mempunyai nilai ekspor sebesar US$ 179 189 000. Tabel. 1 Nilai Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditi Tahun 2005-2007 (US$) No Komoditi 2005 2006 2007 1 Udang 984 130 000 1 115 963 000 1 029 935 000 2 Tuna/Cakalang 246 303 000 250 567 000 304 348 000 3 Ikan lainnya (ikan putih, cumi dll) 366 414 000 449 812 000 568 420 000 4 Kepiting 130 905 000 134 825 000 179 189 000 5 Lainnya (ikan hias, rumput laut dll) 221 553 000 152 305 000 177 028 000 Total 1 913 305 000 2 103 472 000 2 258 902 000 Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan, 2008 Total ekspor Rajungan selama bulan Januari-Mei 2010 mencapai 9 000 ton dengan nilai US$ 84 juta apabila dirata-ratakan eksportir Indonesia mengirim 1 800 ton rajungan. Jumlah ini naik 13,68 persen jika dibandingkan dengan ekspor 2009 sebanyak 1 583,3 ton per bulan 2. Rajungan merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan dieskpor terutama ke Amerika dan seperti China, Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Malaysia dan sejumlah negara Eropa lainnya. Rajungan dalam bentuk segar di ekspor ke Singapura dan Jepang. Sedangkan rajungan dalam bentuk olahan kaleng diekspor ke Belanda. Hingga saat ini seluruh kebutuhan ekspor rajungan masih mengandalkan hasil tangkapan nelayan di laut, sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi populasi rajungan di alam. 2 2 www.industri.kontan.co.id. Diakses 18 Desember 2010
3 Banyak stakeholder yang terlibat dalam crab fishery salah satunya adalah nelayan, sedangkan hasil tangkapan nelayan mengalami penurunan dan berakibat pada tingkat kesejahteraan nelayan saat ini. Hal ini menunjukkan peningkatan upaya penangkapan (catching effort) yang dilakukan oleh para nelayan dan tidak menghasilkan manfaat ekonomis maksimal. Guna mengantisipasi kecenderungan peningkatan penangkapan rajungan yang berukuran kecil dan menyebabkan rajungan tidak bisa mencapai usia dewasa untuk berkembang biak, diperlukan kebijakan untuk membatasi tingkat pemanfaatan sumberdaya rajungan yang optimal dan berkelanjutan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menetapkan regulasi pendekatan ukuran minimum atau minimum legal size sebagai dasar dalam merancang kebijakan pemanfaatan sumberdaya perikanan rajungan yang berkelanjutan dan dampaknya terhadap kesejahteraan nelayan rajungan. Kecamatan Gebang Kabupaten Cirebon merupakan produsen penghasil perikanan laut terbesar di Kabupaten Cirebon dengan produksi sebesar 9 144 ton (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, 2010). Desa Gebang Mekar adalah salah satu desa di Kecamatan Gebang yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai nelayan yang menangkap rajungan. Alat tangkap rajungan yang digunakan oleh nelayan disana adalah jaring kejer, bubu lipat dan jaring arad. Namun, alat tangkap yang diperbolehkan untuk menangkap rajungan hanya jaring kejer dan bubu lipat sedangkan jaring arad merupakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan (illegal). Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Gebang Mekar merupakan salah satu basis penangkapan rajungan terbesar di Kabupaten Cirebon. Pemerintah
4 Kabupaten belum menerapkan kebijakan untuk rajungan dalam bentuk minimum legal size sehingga kajian mengenai perkiraan dampak kebijakan ini dapat menjadi referensi dalam penerapan kebijakan tersebut dan dampaknya bagi nelayan sehingga dapat mengoptimalkan tingkat pemanfaatan sumberdaya rajungan yang ada dengan memperhatikan keberlanjutan dari sumberdaya rajungan dan kesejahteraan nelayan. 1.2 Perumusan Masalah Saat ini Indonesia tidak mempunyai pengaturan terhadap penangkapan rajungan, nelayan dapat menangkap rajungan dalam berbagai ukuran dan menjualnya kepada tengkulak atau perusahaan-perusahaan rajungan. Penangkapan ikan di bawah ukuran dapat menyebabkan penipisan stok, karena rajungan tidak mencapai maturity. Berdasarkan beberapa penilitian disebutkan ukuran yang tepat adalah sekitar 8,5-10 cm lebar cangkang. Sebagian besar perikanan di dunia mulai dengan proses manajemen yang sederhana untuk melindungi stok spesies yang banyak dieksploitasi. Pendekatan yang umum digunakan adalah dengan menggunakan minimum legal size untuk menjamin bahwa spesies tersebut dapat mencapai usia dewasa dan berkembang biak sebelum ditangkap oleh nelayan. Implementasi kebijakan ini dalam perikanan dapat memiliki efek positif dan negatif. Dalam jangka pendek dapat mengurangi jumlah penangkapan dan akan berdampak pada pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Namun, dalam jangka panjang maka stok ikan dapat dipertahankan, dengan kata lain para nelayan akan mengalami kerugian pada jangka pendek namun akan meningkatkan keuntungan pada jangka panjang.
5 Indonesia merupakan negara kepualuan terbesar di dunia tetapi, masyarakat dan nelayannya masih hidup di bawah tingkat kesejahteraan rata-rata penduduk Indonesia. Kemiskinan masyarakat nelayan di daerah pesisir bersifat struktural. Hal ini ditengarai karena tidak terpenuhinya hak-hak dasar nelayan seperti pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan infrastruktur. Kurangnya kesempatan berusaha, kurangnya akses informasi, teknologi dan permodalan, menyebabkan posisi tawar nelayan semakin lemah. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2010 menunjukkan, jumlah nelayan di Indonesia hingga 2008 mencapai 2 240 067 nelayan 3. Industri pengolahan rajungan dan perusahaan pengekspor rajungan serta nelayan khawatir terhadap dampak negatif yang akan diterima jika regulasi mengenai ukuran minimum diberlakukan. Hal ini akan merugikan nelayan dalam waktu singkat, karena mereka akan lebih memilih untuk menangkap rajungan ukuran kecil agar nelayan tetap mendapatkan penghasilan karena rajungan ukuran besar semakin sulit untuk didapatkan terutama di daerah utara Jawa. Namun, apabila pemerintah dan perusahaan tidak mengeluarkan kebijakan untuk mengontrol penangkapan rajungan kecil akan memberikan dampak ekonomi negatif pada industri, nelayan dan semua stakeholder yang terlibat dalam perikanan tersebut. Selain itu, pemulihan stok ikan akibat deplesi jauh lebih sulit daripada membuat kebijakan saat ini. Permasalahan yang akan diteliti adalah: 1. Bagaimana karakteristik usaha nelayan rajungan saat ini? 3 Kompas, 8 Februari 2011.
6 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pendapatan nelayan rajungan saat ini? 3. Berapa nilai kesejahteraan nelayan rajungan saat ini dan bagaimana dampak ekonomi diterapkannya kebijakan minimum legal size? 4. Bagaimana kelayakan usaha nelayan rajungan saat ini dan dampak diterapkannya kebijakan minimum legal size? 5. Apa saja instrumen kebijakan yang tepat untuk diterapkan agar kebijakan minimum legal size dapat berjalan? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi karakteristik usaha nelayan rajungan saat ini. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan rajungan saat ini. 3. Memperkirakan nilai kesejahteraan nelayan rajungan saat ini dan setelah minimum legal size. 4. Menilai kelayakan usaha nelayan rajungan saat ini dan setelah minimum legal size. 5. Mengkaji penerapan kebijakan minimum legal size. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini bagi : 1. Bagi peneliti Sebagai media pembelajaran dan penerapan ilmu ekonomi sumberdaya dan lingkungan.
7 2. Bagi akademisi Sebagai bahan untuk menambah khasanah ilmu ekonomi sumberdaya dan lingkungan. 3. Bagi pemerintah Sebagai bahan acuan dalam menerapkan kebijakan terhadap sumberdaya perikanan serta dampak positif dan negatif yang akan diterima oleh masyarakat. 4. Bagi masyarakat Sebagai bahan informasi mengenai dampak positif dan negatif dari sebuah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. 1.5 Batasan Penelitian Penelitian ini memiliki batas-batas : 1. Terdapat tiga alat tangkap yang ada di tempat penelitian yaitu jaring kejer, bubu lipat dan jaring arad. Namun, untuk semua analisis di skripsi ini hanya berdasarkan dua alat tangkap yang legal yaitu jaring kejer dan bubu lipat. Sedangkan, jaring arad tidak dihitung karena merupakan jaring yang illegal. 2. Preferensi nelayan mengenai kebijakan tidak diteliti. 3. Kesejahteraan nelayan yang dibahas dalam penelitian ini hanya meliputi pendapatan untuk memenuhi kebutuhan subsisten nelayan. 4. Analisis yang digunakan dalam kelayakan usaha nelayan adalah benefit cost analysis finansial.