BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 terlihat kecenderungan insiden naik. Pada tahun 2000 Incidence Rate (IR) penyakit diare terjadi pada 301 penderita dari 1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411 penderita dari 1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan case fatallity rate(cfr) yang masih tinggi. Pada tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %) (Kemenkes, 2011). Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di saranakesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepatdan tepat (Kemenkes, 2011). Upaya pengobatan penderita diare sebagian besar adalah dengan terapi rehidrasi atau dengan pemberian oralit untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat adanya dehidrasi. Tetapi 10-20% penyakit diare disebabkan oleh infeksi sehingga memerlukan terapi antibakteri (Wijaya, 2010). 1
Sebagian besar kasus diare yang dijumpai adalah diare akut non spesifik, dan diare tersebut dapat sembuh dengan sendirinya. Sedangkan diare yang disebabkan oleh bakteri (timbul panas dan simtom sistemik), maka diberikan obat antibakteri yang sesuai (Priyanto, 2009). Pemberian antibakteri hanya diberikan pada bloddy diarrhoea (shigellosis), infeksi kolera dengan dehidrasi berat, disentri (ada lendir atau darah pada feses), dan infeksi giardiasis atau amoebiasis. Pemberian antibakteri secara empiris dapat dilakukan, tetapi terapi antibakteri spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman (WHO, 2005). Penggunaan antibakteri perlu didasarkan pada berbagai pertimbangan khusus menuju penggunaan antibakteri secara rasional. Prinsip penggunaan antibakteri secara rasional adalah tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat pasien dan waspada efek samping obat. Pemilihan dan penggunaan terapi antibakteri yang tepat dan rasional akan menentukan keberhasilan pengobatan untuk menghindari terjadinya resistensi bakteri (Lisni, dkk, 2008).Keberhasilan pengobatan antibakteri dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu jenis antibakteri dan spektrum antibakteri. Penggunaan antibakteri yang berspektrum luas seperti antibiotik golongan penisilin, sulfonamida, dan sefalosporin sering digunakan pada terapi diare yang memerlukan antibakteri. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa merupakan rumah sakit rujukan atas mata rantai sistem kesehatan di Pemerintah Kota Langsa (Anonim, 2015). Berdasarkan data epidemiologi sepuluh besar penyakit dari Pusat Informasi RSUD Kota Langsa, diare dan gastroenteritis merupakan penyakit urutan pertama yang menyebabkan pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2014. 2
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa perlu untuk melakukan evaluasi penggunaan antibakteri pada pasien anak rawat inap diare di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Langsa untuk mengevaluasi kerasionalan terapi antibakteri berdasarkan pedoman tata laksana penggunaan antibakteri pada penanganan diare dari WHO yang digunakan RSUD Kota Langsa. 1.2 Kerangka Pikir Penelitian Penelitian ini mengkaji tentang kerasionalan berdasarkan ketepatan penggunaan antibakteripada pasien anak diare di ruang perawatan anak di RSUD Kota Langsa tahun 2014. Dalam penelitian ini obat-obat antibakteriyang tercatat dalam rekam medik pasien anak diare merupakan parameter dan rasionalitas berdasarkan ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis, dan ketepatan pasien sebagai variabel pengamatan.hubungan kedua variabel tersebut digambarkan dalam kerangka pikir penelitian seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1. Obat-obat antibakteri yang tercatat dalam rekam medik pasien anak diare Telaah dan analisis a. Tepat indikasi b. Tepat obat c. Tepat dosis d. Tepat pasien Rasionalitas penggunaan antibakteri Gambar 1.1Skema hubungan variabel bebas dan variabel terikat 3
1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas, maka rumusan masalah penelitian adalah: a. Apakah jenis antibakteri yang paling sering diresepkan pada pasien anak diare di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa Tahun 2014 adalah antibakteri yang berspektrum luas? b. Apakah penggunaan antibakteri pada pasien diare anak di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa Tahun 2014 sudah rasional berdasarkan ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis dan ketepatan pasien? 1.4 Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah: a. Jenis antibakteri yang paling sering diresepkan pada pasien anak diare di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa Tahun 2014 adalah antibakteri berspektrum luas. b. Penggunaan antibakteri pada pasien diare anak di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa Tahun 2014 sudah tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan tepat pasien. 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan hipotesis diatas, maka tujuan penelitian ini untuk: a. Mengetahui gambaran jenis antibakteri yang paling sering diresepkan pada pasien anak diare di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa Tahun 2014. 4
b. Mengevaluasi rasionalitas penggunaan antibakteri pada pasien anak penderita diare di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa Tahun 2014 berdasarkan ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis dan ketepatan pasien. 1.6 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah: a. Untuk peneliti, dapat menambah pengetahuan peneliti tentang rasionalitas penggunaan antibakteri. b. Untuk masyarakat, memperoleh gambaran rasionalitas penggunaan antibakteri pada penyakit diare pada anak. c. Untuk rumah sakit, diharapkan dari hasil penelitian dapat digunakan untuk bahan evaluasi mengenai pelaksanaan penggunaan antibakteri pada pengobatan diare anak dalam praktik di rumah sakit tersebut. 5