RENCANA KERJA TAHUN 2018

dokumen-dokumen yang mirip
PENGUKURAN INDIKATOR KINERJA SASARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Landasan Hukum

PERJANJIAN KINERJA (PK) TAHUN 2015

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Kesehatan Kab. Purbalingga 2013 hal 1

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

REVIEW INDIKATOR RENSTRA DINAS KESEHATAN KOTA BOGOR

PEMERINTAH KOTA PRABUMULIH DINAS KESEHATAN

TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas

PERJANJIAN KINERJA DINAS KESEHATAN TAHUN 2016

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERJANJIAN KINERJA (PK) TAHUN 2015

KATA SAMBUTAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3

A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat.

RINGKASAN EKSEKUTIF. L K j - I P D i n a s K e s e h a t a n P r o v. S u l s e l T A

BAB II PERENCANAAN KINERJA

FORMULIR RENCANA KINERJA TAHUNAN TINGKAT UNIT OEGANISASI ESELON I KL DAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAAH (SKPD)

BAB VI INDIKATOR KINERJA PERANGKAT DAERAH YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

RENCANA KINERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN PACITAN TAHUN 2015

RENCANA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANJAR TAHUN 2017

BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 35 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 862 TAHUN 2011 TENTANG

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2015

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016

PERNYATAAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 (PERUBAHAN ANGGARAN) PEMERINTAH KABUPATEN SUKABUMI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

KATA PENGANTAR. Soreang, Februari 2014 KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANDUNG

BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

Target Tahun. Kondisi Awal Kondisi Awal. 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 Program pengadaan, peningkatan dan penduduk (tiap 1000 penduduk

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data

BAB III TUJUAN, SASARAN DAN KEBIJAKAN

PERNYATAAN PERJANJIAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN SUKABUMI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017

LAMPIRAN PENETAPAN KINERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

1 Usia Harapan Hidup (UHH) Tahun 61,2 66,18. 2 Angka Kematian Bayi (AKB) /1.000 KH Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI) /100.

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF DINAS KESEHATAN PROVINSI BANTEN

PERJANJIAN KINERJA TINGKAT SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4

Kata Sambutan KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Tersusunnya laporan penerapan dan pencapaian SPM Tahun 2015 Bidang Kesehatan Kabupaten Klungkung.

Standar Pelayanan Minimal Puskesmas. Indira Probo Handini

DINAS KESEHATAN BUKU SAKU DINAS KESEHATAN P R O V I N S I K A L I M A N T A N T I M U R

FORMULIR RENCANA KINERJA TAHUNAN TINGKAT UNIT OEGANISASI ESELON I KL DAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAAH (SKPD)

IV.B.2. Urusan Wajib Kesehatan

INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN TAHUN

Juknis Operasional SPM

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN

FORMULIR RENCANA KINERJA TAHUNAN TINGKAT UNIT OEGANISASI ESELON I KL DAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAAH (SKPD)

Tabel 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan SKPD Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar Kabupaten Gianyar

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BELITUNG

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT DI LINGKUNGAN DINAS KESEHATAN KABUPATEN TASIKMALAYA

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

RENCANA AKSI KINERJA DAERAH (RAD) DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Target ,10 per 1000 KH

RENCANA STRATEGIS CARA MENCAPAI TUJUAN/SASARAN URAIAN INDIKATOR KEBIJAKAN PROGRAM KETERANGAN. 1 Pelayanan Kesehatan 1.

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEDIRI TARGET

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN LALU

TREND PEMBANGUNAN KESEHATAN

PROFIL PUSKESMAS KARANGASEM I TAHUN 2012

Tabel 1. Rekapitulasi Evaluasi Hasil Pelaksanaan Renja Dinas Kesehatan dan Pencapaian Renstra Dinas Kesehatan s/d tahun Realisa si (s/d 2012)

STRUKTUR ORGANISASI DEPARTEMEN KESEHATAN

B. MATRIKS RENCANA STRATEGIK DINAS KESEHATAN KABUPATEN SINJAI TAHUN

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 47

BAB IV VISI MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG,

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas ijin dan. kehendak-nya sehingga Laporan Tahunan dan Profil Kesehatan Puskesmas

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 36 TAHUN 2012 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BELITUNG

ANGGARAN SETELAH PERUBAHAN REALISASI JUMLAH PENDAPATAN , ,00 ( ,00) 93,85

BAB. III TUJUAN, SASARAN PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

KEPUTUSAN KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN PELALAWAN NOMOR :440/SEKT-PROG/DINKES/2016/ TENTANG

DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR RENCANA STRATEGIS TAHUN 2009 S/D 2014 MASYARAKAT JAWA TIMUR MANDIRI UNTUK HIDUP SEHAT

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI

BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN. tahun. Berikut data ketenagaan pegawai di Puskesmas Banguntapan III per 31

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR : 440 / 104 / KPTS / KES / 2015 TENTANG

POHON KINERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan pada

BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BULUNGAN

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

KATA PENGANTAR. Gorontalo, 25 Februari 2017 Plt. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo

PENGANTAR PRINSIP KERJA PEMBANGUNAN KESEHATAN KABUPATEN

Transkripsi:

RENCANA KERJA TAHUN 2018 DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN

D A F T A R I S I BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Landasan Hukum 1 BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN LALU 2.1. Analisis Capaian Renstra dan Renja.... 3 BAB III TUJUAN DAN SASARAN 3.1. Tujuan 87 3.2. Sasaran.. 87 BAB IV PROGRAM DAN KEGIATAN 4.1. Program 93 4.2. Kegiatan 93 BAB IV PENUTUP 4.1. Kaidah Pelaksanaan... 94 4.2. Penutup. 95 LAMPIRAN Matriks Rencana Kerja Tahun 2018

BAB I PENDAHULUAN Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara, Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah mengamanatkan bahwa Pemerintah Daerah menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan setiap SKPD menyusun Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD) yang merupakan dokumen Perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah Periode 1 (satu) tahun. Renja SKPD Dinas Kesehatan disusun berdasarkan pedoman yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 serta mengacu pada Rencana Strategis (Renstra) SKPD dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) serta RKP Bidang Kesehatan. Renja SKPD ini memuat kebijakan, program dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh SKPD yang bersangkutan maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Renja SKPD ini akan menjadi acuan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam rangka mewujudkan Visi, Misi yang tertuang dalam Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013-2018. Landasan Hukum penyusunan Renja SKPD : a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah; c. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; e. Peraturan Presiden Republik Indonesia No.5 Tahun 2010 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014; f. Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; g. Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 2007 tentang Struktur Organisasi Perangkat Daerah; h. Instruksi Presiden No.7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah; i. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.02/Menkes/52/2015 tentang Rencana Srategis Kementerian Kesehatan RI Tahun 2015-2019;

j. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; k. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; l. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi Dinas Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan; m. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2015 tentang Peubahan Atas Perda Nomor 10 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013-2018;

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN LALU Pada Tahun 2016, Rencana Kerja Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan terdiri dari 11 Program dan 142 Kegiatan dengan gambaran umum hasil evaluasi sebagai berikut : 1. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran Program ini terdiri dari 8 (delapan) kegiatan dengan indikator kinerja program adalah meningkatnya mutu administrasi perkantoran dan telah mencapai realisasi kinerja sebesar 100% 2. Program Peningkatan Kapasitas dan Kinerja SKPD Program ini terdiri dari 14 (empat belas) kegiatan dengan indikator kinerja program adalah meningkatnya kinerja Dinas Kesehatan dan telah mencapai realisasi kinerja sebesar 100% 3. Program Pengembangan Sistem Perencanaan dan Sistem Evaluasi Kinerja SKPD Program ini terdiri dari 10 (sepuluh) kegiatan dengan indikator program adalah terkoordinasinya dan tersinkronisasinya perencanaan dan evaluasi pembangunan kesehatan yang terdiri dari dua indikator kinerja yaitu : - Jumlah dokumen perencanaan, Sistem Informasi Kesehatan (SIK), Laporan evaluasi kinerja dan anggaran. Pada indikator kinerja ini, telah ditargetkan akan dibuat sebanyak 12 Dokumen dan hingga akhir 2016 realisasi kinerja telah mencapai sebesar 100% atau telah diselesaikan sebanyak 12 Dokumen yang terdiri dari Dokumen Perencanaan dan anggaran, Sistem Informasi Kesehatan serta laporan evaluasi dan kinerja anggaran. - Persentase ketersediaan profil kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota Berdasarkan indikator kinerja ini, seluruh Kabupaten/Kota diharapkan menyusun Profil Kesehatan secara berkala setiap tahunnya. Pada tahun 2016, realisasi kinerja telah mencapai sebesar 100%, hal ini berarti bahwa sebanyak 24 Kabupaten/Kota masingmasing telah menyusun dan memiliki Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2016. 4. Program Pengadaan Obat, Pengawasan obat, Makanan dan Pengembangan Obat Asli Indonesia Program ini terdiri dari 5 (lima) kegiatan dengan indikator program adalah meningkatnya cakupan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan dalam mendukung upaya kesehatan dengan indikator kinerja sebagai berikut : - Persentase ketersediaan obat generik

Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 85% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 85% - Persentase pengawasan obat dan makanan yang layak, bermutu dan aman dikonsumsi Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 50% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 35% - Persentase kualitas pelayanan kefarmasian pada sarana pelayanan obat tradisional Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 50% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 50% - Persentase kualitas pelayanan kefarmasian dalam pengembangan Obat Asli Indonesia Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 65% dan hingga triwulan IV realisasinya hanya mencapai sebesar 50% 5. Program Peningkatan Upaya Kesehatan Masyarakat Program ini terdiri dari 25 (dua puluh lima) kegiatan dengan indikator program adalah meningkatnya cakupan upaya kesehatan masyarakat yang terjangkau dan bermutu pada pelayanan kesehatan dasar, pengembangan dan penunjang yang terdiri dari indikator kinerja sebagai berikut : - Umur Harapan Hidup (UHH) Umur Harapan Hidup ditargetkan sebesar 72,10 tahun dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 69,80 tahun. - Cakupan kunjungan Puskesmas Cakupan kunjungan Puskesmas ditargetkan sebesar 40,42% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 39,59% - Persentase Puskesmas yang mengembangkan Program Kesehatan Indera Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 52,5% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 61,5% - Persentase Puskesmas yang mengembangkan Program Kesehatan Olahraga Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 40% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 39,2% - Persentase Puskesmas yang mengembangkan Program Kesehatan Jiwa Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 42% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 55% - Persentase Puskesmas yang mengembangkan Program Kesehatan Gigi Mulut Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 41,14% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 45%

- Persentase Puskesmas yang mengembangkan Program Kesehatan Kerja Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 32% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 60% - Persentase Puskesmas yang mengembangkan Program Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 33,14% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 81,11% - Persentase Puskesmas yang mengembangkan Program Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 50% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 44% 6. Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Program ini terdiri dari 5 (lima) kegiatan dengan indikator kinerja program adalah meningkatnya cakupan pelayanan Promosi Kesehatan dan upaya-upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat yang terdiri dari indikator kinerja sebagai berikut : - Cakupan PHBS Rumah Tangga Cakupan PHBS rumah tangga ditargetkan sebesar 60% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 56,26% - Cakupan Desa Siaga Aktif Cakupan indikator ini ditargetkan sebesar 98% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 97,11% 7. Program Perbaikan Gizi Masyarakat Program Perbaikan Gizi Masyarakat terdiri dari 5 (lima) kegiatan dengan indikator program adalah meningkatnya kesadaran keluarga dan surveilans gizi serta penanggulangannya yang terdiri dari indikator kinerja sebagai berikut : - Prevalensi Balita Gizi Buruk Prevalensi balita gizi buruk ditargetkan sebesar 5,0% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 5,0% - Prevalensi Balita Gizi Kurang Prevalensi balita gizi kurang ditargetkan sebesar 18,1% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 20,2% - Prevalensi Balita Stunting Prevalensi balita stunting ditargetkan sebesar 33,86% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 35,7%

- Cakupan Balita Gizi Buruk yang memperoleh perawatan Cakupan balita gizi buruk memperoleh perawatan ditargetkan sebesar 100% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 100% - Cakupan Penimbangan Balita (D/S) Cakupan penimbangan balita ditargetkan sebesar 87% dan hingga triwulan IV realisasinya sebesar 81,0% - Cakupan ASI Eksklusif Cakupan ASI Eksklusif ditargetkan sebesar 83% dan hingga triwulan IV realisasinya sebesar 68% - Cakupan Pendistribusian Vitamin A pada Balita Cakupan pendistribusian vitamin A pada balita ditargetkan sebesar 90% dan hingga triwulan IV realisasinya sebesar 84,8% - Cakupan Ibu Hamil yang mengkonsumsi Tablet Fe 90 Tablet Cakupan ibu hamil yang mengkonsumsi tablet Fe 90 Tablet ditargetkan sebesar 87% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 87% - Cakupan Konsumsi Garam Beryodium Cakupan konsumsi garam beryodium ditargetkan sebesar 92% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 89,2% - Cakupan Kabupaten/Kota yang melaksanakan Surveilance Gizi Cakupan kabupaten/kota yang melaksanakan surveilance gizi ditargetkan sebesar 100% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 100% 8. Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Program ini terdiri dari 37 (tiga puluh tujuh) kegiatan dengan indikator program adalah menurunnya jumlah/angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang terdiri dari indikator kinerja sebagai berikut : - Cakupan Desa/Kelurahan UCI (Universal Child Immunization) Untuk cakupan triwulanan indikator ini yang diukur adalah Persentase Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) dan ditargetkan sebesar 95% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 94,26% - Angka Penemuan/Kejadian Malaria per 1.000 Penduduk (API) Angka penemuan/kejadian malaria per 1.000 penduduk (API) ditargetkan sebesar <1 / 1.000 penduduk dan hingga triwulan IV realisasinya sebesar 0,12/1.000 penduduk - Angka Kejadian Tuberculosis/100.000 Penduduk (CNR) Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 186/100.000 penduduk dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 155/100.000 penduduk

- Cakupan Desa/Kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan Epidemiologi < 24 jam Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 100% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai 100% - Cakupan Kualitas Air Minum Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 83,5% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 82,07% - Cakupan Akses Sanitasi Dasar Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 67% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 82,57% 9. Program Standarisasi Pelayanan Kesehatan Program ini terdiri dari 15 (lima belas) kegiatan dengan indikator program adalah meningkatnya upaya-upaya kesehatan secara optimal dan sesuai standar baik sarana, tenaga dan peralatan melalui pemantapan kebijakan dan manajemen kesehatan yang terdiri dari indikator kinerja sebagai berikut : - Jumlah RS yang terakreditasi Internasional Jumlah RS yang terakreditasi Internasional telah tercapai sebanyak 1 RS, tidak ditargetkan pada tahun 2016 dan ditargetkan kembali sebanyak 1 RS pada tahun 2017 - Jumlah RS yang terakreditasi Nasional Jumlah RS yang terakreditasi nasional ditargetkan sebanyak 5 RS dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai 31 RS - Jumlah regulasi yang dihasilkan Indikator kinerja ini ditargetkan sebanyak 1 (satu) Regulasi dan hingga triwulan IV realisasinya sebanyak 1 (satu) Regulasi - % RS Pemerintah yang telah mempunyai registrasi Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 100% (32 RS) dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 100% (32 RS) - % RS Swasta yang telah mempunyai registrasi Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 80% (40 RS) dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 95,74% (45 RS) - % RS Pemerintah yang telah melaksanakan penetapan kelas Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 100% (32 RS) dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 100% (32 RS) - % RS Swasta yang telah melaksanakan penetapan kelas

Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 70% (40 RS) dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 89,36% (42 RS) - % RS Non Rujukan menjadi Kelas C Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 100% (26 RS) dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 88,46% (23 RS) - % RS Pusat Rujukan sebagai Kelas B Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 100% (6 RS) dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 100% (6 RS) - % RS Pemerintah yang memiliki izin operasional RS Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 80% (26 RS) dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 100% (32 RS) - % RS Swasta yang memiliki izin operasional RS Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 70% (35 RS) dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 100% (45 RS) - % RS sebagai Wahana Internship Indikator kinerja ini ditargetkan sebanyak 21 RS dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebanyak 23 RS - Jumlah Puskesmas yang telah melaksanakan Akreditasi Pelayanan Jumlah Puskesmas yang telah melaksanakan akreditasi pelayanan ditargetkan sebanyak 6 Puskesmas dan hingga triwulan IV telah direalisasikan sebanyak 135 Puskesmas - Cakupan Gawat Darurat Level 1 yang harus diberikan Sarana Kesehatan (RS) di Kabupaten/Kota Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 100% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 100% - Rasio Dokter Umum per 100.000 Penduduk Rasio Dokter Umum ditargetkan sebesar 19/100.000 penduduk dan hingga triwulan IV realisasinya sebesar 17/100.000 penduduk - Rasio Dokter Spesialis per 100.000 Penduduk Rasio Dokter Spesialis ditargetkan sebesar 11/100.000 penduduk dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 16/100.000 penduduk - Rasio Dokter Gigi per 100.000 Penduduk Rasio Dokter Gigi ditargetkan sebesar 14/100.000 penduduk dan hingga triwulan IV realisasinya sebesar 8/100.000 penduduk - Rasio Apoteker per 100.000 Penduduk

Rasio Apoteker ditargetkan sebesar 13/100.000 penduduk dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 11/100.000 penduduk - Rasio Bidan per 100.000 Penduduk Rasio Bidan ditargetkan sebesar 54/100.000 penduduk dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 59/100.000 penduduk - Rasio Perawat per 100.000 Penduduk Rasio Perawat ditargetkan sebesar 97/100.000 penduduk dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 136/100.000 penduduk - Rasio Ahli Gizi per 100.000 Penduduk Rasio Ahli Gizi ditargetkan sebesar 14/100.000 penduduk dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 14/100.000 penduduk - Rasio Ahli Sanitasi per 100.000 Penduduk Rasio Ahli Sanitasi ditargetkan sebesar 15/100.000 penduduk dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 15/100.000 penduduk - Rasio Ahli Kesmas per 100.000 Penduduk Rasio Ahli Kesmas ditargetkan sebesar 23/100.000 penduduk dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 23/100.000 penduduk 10. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Program ini terdiri dari 10 (sepuluh) kegiatan dengan indikator program adalah terjaminnya penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan dan akses penduduk terhadap layanan kesehatan secara marata dan bermutu yang terdiri dari indikator kinerja sebagai berikut : - Cakupan kepesertaan Jamkesda menuju Universal Coverage Cakupan kepesertaan Jamkesda ditargetkan sebesar 100% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai 100% - Cakupan kepesertaan kemitraan Asuransi Kesehatan menuju Universal Coverage Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 60% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 69,68% - Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin ditargetkan sebesar 100% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai 100% - Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin ditargetkan sebesar 100% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai 100%

11. Program Peningkatan Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak, Balita dan Lansia Program ini terdiri dari 8 (delapan) kegiatan dengan indikator program adalah meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan Ibu, Anak, Balita dan Lansia yang terdiri dari indikator kinerja sebagai berikut : - Jumlah Kasus Kematian Bayi Jumlah kematian bayi ditargetkan sebanyak 1.021 kasus dan hingga triwulan IV terjadi sebanyak 1.183 kasus kematian bayi - Jumlah Kasus Kematian Ibu Jumlah kematian ibu ditargetkan sebanyak 105 kasus dan hingga triwulan IV terjadi sebanyak 156 kasus kematian ibu - Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4 Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 94% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 89,25% - Cakupan Komplikasi Kebidanan yang Ditangani Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 73% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 76,48% - Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan yang Memiliki Kompetensi Kebidanan Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan ditargetkan sebesar 97% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 92,90% - Cakupan Pelayanan Nifas Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 95% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai 91,32% - Cakupan Neonatus dengan Komplikasi yang Ditangani Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 97% dan hingga triwulan IV realisasinya sebesar 60,66% - Cakupan Kunjungan Bayi Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 98% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 98,08% - Cakupan Pelayanan Anak Balita Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 85% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 69,09% - Cakupan Peserta KB Aktif Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 67% dan hingga triwulan IV realisasinya telah mencapai sebesar 72,39% - Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat

Indikator kinerja ini ditargetkan sebesar 97% dan hingga triwulan IV realisasinya sebesar 87,50% Secara lebih detail, Matriks Evaluasi Rencana Kerja Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan hingga Triwulan IV Tahun 2016 dapat dilihat pada matriks terlampir. Di bawah ini akan diuraikan capaian 9 sasaran yang tertuang dalam Rencana Strategis Dinas Kesehatan sebagai berikut : Menurunnya Jumlah/Angka Kesakitan dan Kematian Akibat Penyakit dan Meningkatnya Umur Harapan Hidup Sasaran ini diukur melalui 11 (sebelas) indikator kinerja dan mendapatkan angka capaian kinerja sasaran sebesar 104,10%. Hasil pengukuran capian kinerja sasaran Menurunnya Jumlah/angka Kesakitan dan Kematian Akibat Penyakit dan Meningkatnya Umur Harapan Hidup disajikan dalam tabel berikut ini : Tabel 1. Capaian Kinerja Sasaran 1 No. Indikator Kinerja Target Realisasi Capaian (%) 1. Umur Harapan Hidup (UHH) 72,10 tahun 69,80 tahun 96,81% 2. Cakupan Kunjungan Puskesmas 40,42% 39,59% 97,95% 3. Prevalensi Penduduk usia >15 tahun dengan tekanan darah tinggi 19,84% 20,8% 95,38% 4. Prevalensi Obesitas 18,6% 10,10% 134,65% 5. Prevalensi perokok anak dan remaja 6. Angka Penemuan/Kejadian 6,3% 2,86% 220,28% < 1/1.000 0,12/1.000 100%

Malaria per 1.000 Penduduk (API) Penduduk Penduduk No. Indikator Kinerja Target Realisasi Capaian (%) 7. Angka Kejadian Tuberkulosis per 100.000 Penduduk (Case 186/100.000 Penduduk 155/100.000 Penduduk 83,33% Notification Rate) 8. Cakupan Desa/Kelurahan yang mencapai Universal Child Imunitation (UCI) 9. Cakupan Desa/Kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan epidemiologi < 24 jam 10. Cakupan Pengawasan Kualitas Air Minum 11. Cakupan Akses Sanitasi Dasar Rata-rata Capaian 95 % 94,26% 99,92% 100 % 100 % 100% 83,5% 82,07% 98,29% 67% 82,57% 124,24% 104,10% Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa dari 11 indikator kinerja terdapat 5 (lima) indikator kinerja yang telah mencapai dan melebihi target yang ditetapkan yaitu : 1). Prevalensi Obesitas, 2). Prevalensi perokok anak dan remaja, 3). Angka Penemuan/Kejadian Malaria per 1.000 Penduduk (API), 4). Cakupan Cakupan Desa/Kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan epidemiologi < 24 jam 5). Cakupan Akses Sanitasi Dasar.

Selanjutnya terdapat 5 (lima) indikator lainnya walaupun belum mencapai target namun dapat dikategorikan baik karena besaran capaian hampir mencapai target (± 95% dari target), yaitu : 1). Umur Harapan Hidup (UHH), 2). Cakupan Kunjungan Puskesmas 3). Prevalensi Penduduk usia >15 tahun dengan tekanan darah tinggi 4). Cakupan Desa/Kelurahan yang mencapai Universal Child Imunitation (UCI) 5). Cakupan Pengawasan Kualitas Air Minum Sedangkan 1 (satu) indikator lainnya, yaitu Angka Kejadian Tuberkulosis per 100.000 Penduduk (Case Notification Rate) capaian kinerja masih di bawah 90%, hal ini menunjukkan masih diperlukannya peningkatan upaya-upaya penemuan kasus Tuberkulosis agar penderita dapat segera diobati dan disembuhkan sehingga dapat diminimalisir penularan kasus TB khususnya di Sulawesi Selatan. Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda dimana meningkatnya kasus-kasus penyakit menular dibarengi juga dengan meningkatnya penyakit degeneratif. Keadaan ini terjadi karena transisi pola penyakit yang terjadi pada masyarakat, pergeseran pola hidup, peningkatan derajat sosial, ekonomi masayarakat dan semakin luasnya jangkauan masyarakat. Sehingga untuk mencapai sasaran ini pembangunan kesehatan khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan tidak hanya fokus untuk menurunkan penanggulangan penyakit tetapi masalah kesehatan secara keseluruhan baik Kejadian Luar Biasa (KLB), masalah kesehatan lingkungan, peningkatan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta kegiatan-kegiatan promotif yang diarahkan pada pencegahan terjadinya penyakit. Hasil pengukuran indikator kinerja pada sasaran ini dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Umur Harapan Hidup (UHH) Data BPS terakhir memperlihatkan Umur Harapan Hidup (UHH) di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2015 mencapai angka 69,80 tahun walaupun belum mencapai target yang ditetapkan (72,10 tahun) namun mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2014 (69,60 tahun). Salah satu dampak pembangunan kesehatan adalah meningkatnya umur harapan hidup. Meningkatnya umur harapan hidup menunjukkan pula perbaikan kesehatan dan perbaikan ekonomi sosial masyarakat. Namun dengan meningkatnya umur harapan hidup, Pemerintah diharapkan lebih waspada untuk mengantisipasi permasalahan kesehatan yang akan dihadapi oleh kelompok lanjut usia. Pada tahun 2020 diprediksikan akan lebih banyak lanjut

usia dibandingkan balita. Oleh karena itu, program dan upaya penanganan masalah lanjut usia kerapkali mengidap berbagai kelemahan dan gangguan kesehatan berupa komplikasi penyakit. Di Provinsi Sulawesi Selatan ada dua Kabupaten/Kota yang telah melebihi capaian dan target UHH Provinsi, seperti Kabupaten Toraja Utara umur harapan hidup di tahun 2015 telah mencapai 72,80 tahun dan Kabupaten Tana Toraja sebesar 72,41 tahun. Sedangkan 3 Kabupaten/Kota yang berada pada tiga peringkat UHH terendah yaitu Kabupaten Jeneponto sebesar 65,49 tahun, Kabupaten Pangkep sebesar 65,67 tahun dan Kabupaten Bone sebesar 66,01 tahun. Hal ini menunjukkan masih diperlukannya perhatian khusus pada upaya peningkatan kesehatan pada kelompok lanjut usia sehingga dapat meningkatkan angka harapan hidup yang dapat menunjukkan kualitas pembangunan kesehatan. 2. Cakupan Kunjungan Puskesmas Cakupan kunjungan Puskesmas merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat pemanfaatan Puskesmas terhadap pelayanan kesehatan. Di Provinsi Sulawesi Selatan cakupan kunjungan Puskesmas tahun 2016 mencapai 39,59%, angka ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 39,11% di tahun 2014 meningkat menjadi 39,24% di tahun 2015. Meningkatnya cakupan kunjungan masyarakat ke Puskesmas bukan hanya pada kegiatan pelayanan yang bersifat kuratif dimana masyarakat yang sakit datang ke Puskesmas untuk berobat dan sembuh, namun lebih menuju ke arah pemberdayaan masyarakat yang memanfaatkan Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan baik kuratif maupun promotif sesuai dengan fungsi Puskesmas berdasarkan Permenkes 75 tahun 2014. 3. Prevalensi Penduduk Usia >15 tahun dengan Tekanan Darah Tinggi Sampai saat ini, Hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer. Data Riskesdas tahun 2013, menunjukkan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 25,8%. Pengentasan hipertensi sampai saat ini belum adekuat meskipun obatobatan yang efektif banyak tersedia. Pada kasus Hipertensi bila tidak dilakukan deteksi dini dan mendapat pengobatan yang memadai dapat menyebabkan berbagai gangguan bagi tubuh. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (Gagal Ginjal), Jantung (Penyakit Jantung Koroner) dan otak (menyebabkan stroke). Sampai dengan bulan Desember 2016, data menunjukkan prevalensi penduduk usia >15 tahun dengan tekanan darah tinggi di Sulawesi Selatan sebesar

20,85%, diakui memang kondisi ini belum mencapai target (19,84%) namun capaian ini menurun bila dibandingkan hasil Riskesdas tahun 2013 yaitu 28%. Penurunan ini bisa terjadi karena berbagai macam faktor antara lain faktor alat pengukur tensi yang berbeda ataupun masyarakat mulai sadar akan bahaya penyakit hipertensi. Melalui program pendekatan keluarga sehat diharapkan dapat membantu menekan prevalensi pada penyakit ini dan mengubah pola hidup masyarakat baik pola konsumsi dan gaya hidup sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan. 4. Prevalensi Obesitas Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, memperlihatkan secara nasional prevalensi gemuk pada anak usia 5-12 tahun masih tinggi, yakni, 18,8 persen, terdiri atas gemuk 10,8 persen dan sangat gemuk (obesitas) 8,8 persen. Sedangkan prevalensi gemuk pada remaja usia 13-15 tahun sebesar 10,8 persen, terdiri atas 8,3 persen gemuk dan 2,5 persen sangat gemuk (obesitas). Bila dibandingkan dengan kondisi Prevalensi Obesitas di Sulawesi Selatan tahun 2016 yaitu sebesar 10,10% maka capaian ini walaupun masih dibawah angka batas yang ditargetkan (18,6%) namun perlu diwaspadai karena obesitas dan berat berlebih menyebabkan munculnya berbagai penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung bahkan berakhir dengan gagal ginjal. Menurut data WHO, lebih dari 1,4 miliar orang dewasa memiliki berat badan berlebih dan 2,8 juta orang dewasa meninggal tiap tahun karena obesitas dan Sumber Euromonitor Internasional menyebutkan, di Asia-Pasifik, obesitas meningkat pesat dan sejumlah negara diprediksi memiliki tingkat pertumbuhan obesitas tercepat dari tahun 2010 hingga 2020 yakni, Vietnam 225 persen, Hong Kong 178 persen, India 100 persen, Korea Selatan 80,7 persen, Selandia Baru 52 persen, dan Indonesia 50 persen. Dalam melakukan upaya pencegahan dan pengendalian meningkatnya prevalensi obesitas, beberapa upaya yang dilakukan antara lain : 1. Untuk masyarakat, berupa pemberian pemahaman kepada masyarakat tentang obesitas dan dampaknya terhadap kesehatan, pemahaman tentang pola makan sehat dengan gizi dan Pemahaman tentang aktifitas fisik dan latihan fisik serta manfaatnya. 2. Untuk petugas kesehatan di Puskesmas dan RS melakukan pengendalian dengan identifikasi obesitas, memberikan edukasi tentang obesitas dan konseling tentang pola hidup sehat kepada pasien, mengidentifikasi dampak obesitas terhadap penyakit-penyakit tidak menular, melakukan pengobatan dengan tindakan

tindakan operatif untuk obesitas yang sesuai dengan SOP Penatalaksanaan obesitas. 3. Selain itu diperlukan upaya pencegahan melalui kerjasama antar lintas program dan lintas sektor, organisasi profesi dan lembaga swadaya masyarakat lainnya. Upaya-upaya pencegahan tersebut, antara lain Penyebarluasan informasi tentang obesitas dan dampaknya terhadap kesehatan melalui media cetak maupun elektronik, di sektor Pendidikan diharapkan sekolah untuk memberikan pendidikan tentang pola hidup sehat serta memfasilitasi tersedianya makan sehat dan sarana untuk melakukan aktifitas fisik ataupun olahraga, Pemerintah juga diharapkan dapat menyediakan fasilitas umum yang bersih dan aman untuk pejalan kaki, bersepeda, tempat bermain untuk anak, di sektor perekonomian masyarakat diharapkan dapat tersedianya sayur dan buah yang terjangkau oleh masyarakat untuk menunjang gizi seimbang. 5. Prevalensi Perokok Anak dan Remaja Bahaya mengkonsumsi tembakau dan merokok terhadap kesehatan merupakan sebuah kebenaran dan kenyataan yang harus diungkapkan secara sungguh-sungguh kepada seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat benar-benar memahami, menyadari, mau dan mampu menghentikan kebiasaan merokok dan menghindarkan diri dari bahaya akibat asap rokok. Selama ini, masyarakat telah terbuai dengan propaganda dan iklan rokok yang aduhai. Padahal itu tidak lebih dari sebuah kebohongan yang terus diulang-ulang, sehingga menjadi diyakini dan terinternalisasi dalam diri. Sesuai dengan target yang tertuang dalam Renstra, Kementerian Kesehatan menargetkan prevalensi perokok usia di bawah 18 tahun menurun menjadi 6,4 persen pada 2016 dan 5,4 persen pada 2019. Namun, kenyataannya saat ini malah meningkat secara signifikan. Prevalensi merokok di Indonesia saat ini sudah mengkhawatirkan. Sepertiga masyarakat Indonesia saat ini adalah perokok. Bahkan perokok usia di bawah 15 tahun di Indonesia saat ini termasuk terbesar di dunia setelah China dan India. Perilaku merokok berkontribusi besar menjadi faktor penyebab penyakit tidak menular dibanding faktor risiko yang lain. Seorang perokok memiliki risiko dua hingga empat kali lebih besar terkena penyakit jantung koroner. Tahun 2016, walaupun data prevalensi perokok anak dan remaja di Sulawesi Selatan masih dibawah batas angka yang ditargetkan namun permasalahan merokok pada saat ini bukanlan hal yang mudah untuk diatasi. Sebagai upaya untuk mengendalikan dampak yang ditimbulkan akibat merokok di Sulawesi Selatan dilakukan dengan Penegakan Kawasan Tanpa Rokok

(KTR) yang juga merupakan salah satu kegiatan yang mendukung dalam menciptakan kualitas lingkungan yang sehat di Provinsi Sulawesi Selatan sesuai dengan yang tertuang dalam Undang-Undang kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 115 ayat 2. yaitu Pemerintah Daerah Wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya. Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan atau mempromosikan produk tembakau. Penegakan KTR Provinsi Sulawesi Selatan dipertegas melalui Peraturan Daerah Nomor I Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Peraturan Daerah ini melindungi masyarakat Sulawesi Selatan dari bahaya akibat paparan zat beracun asap rokok orang lain sebagai perokok pasif. Adalah hak hidup manusia yang paling fundamental untuk menghirup udara bersih jauh dari pencemaran asap rokok. Selain itu untuk mengurangi jumlah perokok, salah satunya dengan membuka layanan konseling untuk berhenti merokok di banyak layanan kesehatan. 6. Angka Penemuan/Kejadian Malaria per 1.000 Penduduk (API) Di Provinsi Sulawesi Selatan, situasi malaria setiap tahunnya mengalami penurunan. Pada tahun 2014, kasus klinis malaria sebanyak 31,452 dan dari klinis tersebut yang diperiksa baik dengan RDT maupun mikroskopis sebanyak 31.362 (99,71%), dari hasil pemeriksaan diperoleh hasil bahwa yang positif malaria sebanyak 1.126 dan yang diobati dari yang positif 1.058 (93,96%). Tahun 2015, kasus klinis yang ditemukan sebanyak 27.062, dari klinis tersebut yang diperiksa sediaan darahnya sebanyak 26.940 (99,54%), dari hasil pemeriksaan tersebut diperoleh sebanyak 938 kasus positif malaria, yang diobati dengan ACT sebanyak 844 (89,97%). Sedangkan tahun 2016 Tahun 2016, suspect malaria sebanyak 18.978 dan yang diperiksa sediaan darahnya sebanyak 18.226 (96,04%), diperoleh hasil sebanyak 1.008 kasus positif (SPR = 5,53%). yang diobati dengan Obat Anti Malaria (OAM) sebanyak 947 kasus yang diobati atau 93,95% dari positif. Dari data tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa terjadi penurunan kasus positif setiap tahunnya, sedangkan untuk pengobatan yang belum 100% disebabkan oleh beberapa hal diantaranya dokter yang pernah dilatih mutasi dan di RS pengobatan sesuai standar belum maksimal, tetapi telah ditindaklanjuti dengan pendistribusian buku pedoman tatalaksana yang dikeluarkan oleh Kemenkes RI kepada Puskesmas dan RS. Untuk tingkat endemisitas malaria, selama 3 (tiga) tahun berturut-turut Annuall Parasite Incidence (API) di Provinsi Sulawesi Selatan menunjukkan penurunan yaitu

pada tahun 2014 yaitu 0,14 per 1000 penduduk, tahun 2015 sebesar 0,11 per 1000 penduduk dan tahun 2016 sebesar 0,12 per 1000 penduduk. Sesuai tingkat endemisitas malaria maka Provinsi Sulawesi Selatan telah masuk pada tingkat endemisitas rendah atau Low Case Incidence (LCI), hal ini sejalan dengan target nasional yaitu menurunkan angka kesakitan malaria < 1 per 1.000 penduduk. 3 (tiga) Kabupaten/Kota dengan tingkat endemisitas yang tertinggi pada tahun 2016 yaitu Kabupaten Toraja Utara (0,58 per 1.000 penduduk), Kabupaten Enrekang (0,49 per 1.000 penduduk) dan Kota Palopo (0,36 per 1.000 penduduk) sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Gowa dengan API 0,02 per 1.000 penduduk. Tingginya angka kesakitan penyakit malaria pada Kabupaten tersebut karena mobilitas penduduk yang cukup tinggi dan masih memiliki daerah reseptif yang potensial untuk menjadi tempat perindukan nyamuk yang dapat menjadi vector penular penyakit malaria merupakan daerah yang sangat potensial untuk menjadi tempat perkembangbiakan vektor penular penyakit Malaria serta sistem surveilans migrasi yang belum berjalan dengan baik. 7. Angka Kejadian Tuberkulosis per 100.000 Penduduk (Case Notification Rate) Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course). Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan rantai penularan TB dan dengan demikian menurunkan insiden TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan penyakit. Angka Case Notification Rate (CNR) yang dihitung berdasarkan jumlah seluruh kasus TB yang ditemukan dan diobati dalam kurun waktu tahun 2011-2016 menunjukkan trend yang meningkat yaitu tahun 2011 sebanyak 139/100.000 penduduk, tahun 2012 sebanyak 153/100.000 penduduk, tahun 2013 mencapai 159/100.000 penduduk dan di tahun 2014 angka CNR turun menjadi 152/100.000 penduduk, tahun 2016 sebanyak 154/100.000 penduduk dan mencapai 155/100.000 penduduk di tahun 2016. Meningkatnya angka penemuan kasus TB (CNR) ini tidak terlepas dari upaya untuk menjaring suspek sebanyak-banyaknya. Berdasarkan hasil survey prevalensi tahun 2013 menunjukkan bahwa masih banyak kasus-kasus TB yang belum terjaring dengan baik dan salah satu faktor penyebabnya adalah masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit tuberculosis dan stigma yang masih belum hilang dimasyarakat. Selain itu sistem pelaporan kasus TB dari Kabupaten/Kota ke tingkat Provinsi yang terus dioptimalkan didukung dengan

peningkatan jejaring lintas sektor dalam mengatasi permasalahan Kasus TB di masyarakat. 8. Cakupan Desa/Kelurahan yang mencapai Universal Child Imunitation (UCI) Imunisasi merupakan salah satu program pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian dari penyakit melalui pemberian vaksin. Dengan tersedianya vaksin yang dapat mencegah penyakit menular tertentu, maka tindakan pencegahan untuk berpindahnya penyakit dari satu daerah ke daerah lain dapat dilakukan dalam kurun waktu singkat dan dengan hasil yang efektif. Pemberian vaksin secara dini dan rutin pada bayi dan balita diketahui mampu memunculkan kekebalan tubuh secara alamiah. Imunisasi dasar pada bayi terdiri dari imunisasi DPT, BCG, Polio, Campak dan Hepatitis B. Cakupan UCI di Provinsi Sulawesi Selatan selama empat tahun berturut-turut (tahun 2013-2015) menunjukkan peningkatan, pada tahun 2013 sebesar 87,1% meningkat menjadi 90,5% di tahun 2013, ditahun 2014 kembali meningkat menjadi 94,98% dan mencapai 95,28% pada tahun 2015. Namun data Sampai dengan bulan Desember tahun 2016 menunjukkan Cakupan UCI di Provinsi Sulawesi Selatan mengalami penurunan yaitu sebesar 94,26%, tercatat dari 3.027 Desa/Kelurahan di Provinsi Sulawesi Selatan jumlah Desa/Kelurahan yang sudah mencapai UCI sebanyak 2.884 Desa/Kelurahan. Data ini bila dibandingkan dengan tahun 2015 mengalami penurunan yaitu sebanyak 2.884 Desa/Kelurahan yang sudah mencapai UCI. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan program imunisasi baik dari sisi input dan proses dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian yang baik didukung oleh ketersediaan SDM Kesehatan, dana, sarana dan prasarana yang cukup dengan metode yang sesuai dan efektif. 9. Cakupan Desa/Kelurahan mengalamikejadian Luar Biasa (KLB) yang dilakukan Penyelidikan Epidemiologi <24 jam. KLB penyakit menular, keracunan makanan, keracunan bahan berbahaya lainnya masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan meningkatnya jumlah kasus kesakitan dan kematian. Kejadian-kejadian KLB perlu dideteksi secara dini dan diikuti dengan tindakan yang cepat dan tepat, perlu diidentifikasi ancaman KLB agar dapat dilakukan peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan KLB/wabah. Dalam rangka penanggulangan KLB, di tahun 2016 Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan melaksanakan beberapa kegiatan antara lain Penyelidikan/penanggulangan KLB penyakit menular, Monitoring dan pembinaan kepada petugas surveilans di Kabupaten/Kota dan Pengembangan Provincial

Epidemiologi Surveylans Team (PEST) yang melibatkan lintas program/sektor terkait yang diharapkan dapat mengidentifikasi awal dan dapat berkolaborasi untuk menanggulangi permasalahan kesehatan dan pencegahan KLB. Tahun 2015 jumlah KLB Penyakit yang terjadi di masyarakat sebanyak 113 kejadian dan tahun 2016 sebanyak 114 kejadian. Angka ini menurun dibandingkan dengan kondisi dua tahun lalu (2014) yaitu 132 kejadian dan semua kejadian dapat ditanggulangi dan dilakukan penyelidikan epidemiologi kurang dari 24 jam (100%). 10. Cakupan Pengawasan Kualitas Air Minum Dari pelaporan Kabupaten/Kota diperoleh data Cakupan Pengawasan Kualitas Air Minum di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2016 yaitu sebesar 82,07%, walaupun belum mencapai target yang ditetapkan (83,5%) namun telah mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 80,95% di tahun 2015. Beberapa upaya telah dilaksanakan untuk meningkatkan cakupan kualitas air minum antara lain, Pemantauan Klinik Sanitasi, Bimbingan Teknis dan Monitoring Evaluasi Limbah Medis serta Pembinaan Kesehatan Lingkungan Sekolah. Selain itu dilakukan Pembinaan dan Pengawasan Kualitas Sarana Air Minum Masyarakat yang ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan para petugas di kabupaten/kota terhadap pengelolaan kualitas air bersih dan pengawasan air layak konsumsi, yang nantinya diharapkan dapat berperan menciptakan kader-kader kesehatan lingkungan yang dapat berperan langsung dalam pengawasan dan peningkatan kualitas air minum masyarakat di Provinsi Sulawesi Selatan secara umum. 11. Cakupan Akses Sanitasi Dasar Persentase Cakupan Akses Sanitasi Dasar di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2016 yaitu sebesar 82,57% mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2015 yaitu 69,44%. Peningkatan ini menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan Pemerintah meningkatkan kinerja pembangunan kesehatan di bidang kesehatan lingkungan cukup berarti. Upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan antara lain Pembinaan Kabupaten/Kota Sehat, Pelatihan Sanitasi Tempat Pengelolaan Makanan (TPM), kemudian melalui kegiatan STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) yang menitikberatkan pemberdayaan masyarakat agar dapat mandiri menghadapi masalah-masalah kesehatan lingkungan yang dihadapi. Data menunjukkan sampai dengan bulan Desember tahun 2016, dari 3.024 Desa di Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 580 Desa yang telah STOP BABS/ODF (Stop Buang Air Besar Sembarangan/Open Deficiation Free). Salah satu kegiatan yang bersinergi yaitu Program Kabupaten/Kota Sehat (KKS) dan Program Pamsimas (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat) yang saat ini terlaksana pada 20 Kabupaten. Namun

capaian ini masih harus terus ditingkatkan sehingga dapat mencapai kondisi 100% sesuai dengan target Universal Akses di tahun 2019 nanti. Dalam mencapai sasaran Menurunnya Jumlah/angka Kesakitan dan Kematian Akibat Penyakit dan Meningkatnya Umur Harapan Hidup, didukung oleh kebijakan peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dan Pengendalian Penyakit serta Penyehatan Lingkungan melalui Program berikut : 1. Program Upaya Kesehatan Masyarakat 2. Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian sasaran ini, antara lain : 1. Tersedianya sarana pelayanan kesehatan swasta yang bermitra dengan BPJS yang diharapkan dapat mendukung terlaksananya pelaksanaan kesehatan secara merata dan mampu menciptakan akses pelayanan khususnya di daerah terpencil, kepulauan dan perbatasan. 2. Tingkat keaktifan kader Posyandu dan kader-kader UKBM (Upaya kesehatan berbasis masyarakat) dalam menyampaikan pesan-pesan kesehatan kepada masyarakat. 3. Meningkatnya kualitas dan mutu tenaga kesehatan dengan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan melalui Pelatihan-pelatihan teknis dan perbaikan manajemen SDM. 4. Meningkatnya teknologi di bidang informasi berimbas kepada meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Namun dalam pelaksanaannya mencapai sasaran ini, tidak terlepas dari kendala dan hambatan yang dihadapi antara lain : 1. Mobilitas tenaga kesehatan cukup tinggi (termasuk tenaga surveilans penyakit dan sanitarian yang sangat tinggi dengan proses mutasi yang sering terjadi di Puskesmas dan Kabupaten/kota) sehingga menyebabkan jumlah tenaga kesehatan tidak merata secara proporsional. 2. Adanya tugas rangkap bagi petugas kesehatan sehingga tidak maksimal dalam menjalankan profesinya dan masa kerja petugas yang terbatas. 3. Di sektor pengendalian penyakit TB menunjukkan masih rendahnya angka kesembuhan pasien TB RO dan masih tingginya pasien putus berobat. Salah satu penyebab utama adalah efek samping obat yang dirasakan oleh semua pasien TB RO yang menjalani terapi khususnya pada awal pengobatan atau fase intensif, ditambah lagi masa pengobatan yang cukup lama yang membutuhkan waktu hingga 2 tahun. Selain itu faktor sosial ekonomi pasien yang tidak mendukung karena ratarata pasien yang diobati berasal dari ekonomi lemah.

4. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam upaya kesehatan lingkungan. 5. Menjamurnya warung-warung makanan siap saji khususnya di daerah Perkotaan yang dapat merubah pola konsumsi masyarakat sehingga mempertinggi resiko terhadap penyakit hasil manifestasi obesitas dan tekanan darah tinggi. 6. Perubahan gaya hidup pada kelompok remaja sehingga kebiasaan merokok seperti menjadi suatu kebanggaan untuk dilakukan. Upaya pemecahan yang dapat dilakukan terhadap masalah tersebut di atas antara lain: 1. Pendayagunaan tenaga kesehatan secara profesional dan proporsional serta advokasi ke Pemerintah Kabupaten/Kota tenaga kesehatan yang telah dilatih difungsikan secara maksimal. 2. Perlu adanya regulasi yang mengatur tentang penempatan tenaga strategis dan fungsional terlatih terutama pada daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan. 3. Peningkatan homecare untuk pengawasan minum obat secara rutin kepada penderita TB dan memberikan semangat kepada pasien untuk mempertebal kepercayaan diri terhadap kesembuhan. 4. Meningkatkan penyuluhan kepada mayarakat tentang pemantauan dan pengawasan kesehatan lingkungan khususnya sarana air bersih dan sanitasi dasar masyarakat serta meningkatkan sarana dan prasarana sanitasi dasar di fasilitas pelayanan kesehatan baik di tingkat dasar maupun lanjutan, meningkatkan koordinasi dan kerjasama lintas sektor dalam rangka pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan lingkungan. 5. Mengalakkan promosi kesehatan melalui berbagai media mengenai pola konsumsi dan gaya hidup sehat.

Meningkatnya Status Gizi Masyarakat Sasaran ini diukur melalui 11 (sebelas) indikator kinerja dan mendapatkan angka capaian kinerja sasaran sebesar 95,68%. Hasil pengukuran capian kinerja sasaran Meningkatnya Status Gizi Masyarakat disajikan dalam tabel berikut ini : Tabel 2. Capaian Kinerja Sasaran 2 No Indikator Kinerja Target Realisasi Capaian 1. Prevalensi Balita Gizi Buruk 5,0% 5,0% 100% 2. Prevalensi Balita Gizi Kurang 18,1% 20,2% 89,6% 3. Prevalensi Balita Stunting 34,55% 35,7% 96,8% 4. Cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI) pada anak usia 6-24 bulan keluarga miskin 5. Cakupan Balita gizi buruk mendapat perawatan 45% 100% 100% 100 % 100 % 100% 6. Cakupan D/S Posyandu 87% 81% 93,10% 7. Cakupan ASI Eksklusif 83% 68% 81,93% 8. Cakupan Pendistribusian Vitamin A pada Balita 9. Cakupan Ibu hamil yang mengkonsumsi tablet Fe 90 tablet 10. Cakupan Konsumsi Garam Beryodium 11. Cakupan Kabupaten/Kota yang melaksanakan Surveilans Gizi 87% 84,8% 97,47% 90% 87% 96,67% 92% 89,2% 96,96% 100% 100% 100% Rata-rata Capaian 95,68% Dari tabel tersebut di atas terlihat bahwa dari 11 indikator kinerja terdapat 4 (empat) indikator kinerja yang telah mencapai target yang ditetapkan yaitu :

1. Prevalensi Balita Gizi Buruk 2. Cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada anak usia 6-24 bulan keluarga miskin 3. Cakupan Balita gizi buruk mendapat perawatan 4. Cakupan Kabupaten/Kota yang melaksanakan Surveilans Gizi Selanjutnya terdapat 5 (lima) indikator lainnya walaupun belum mencapai target namun dapat dikategorikan baik karena besaran capaian hampir mencapai target (± 95% dari target), yaitu : 1. Prevalensi Balita Stunting 2. Cakupan D/S Posyandu 3. Cakupan Pendistribusian Vitamin A pada Balita 4. Cakupan Ibu hamil yang mengkonsumsi tablet Fe 90 tablet 5. Cakupan Konsumsi Garam Beryodium Sedangkan 2 (dua) Indikator lainnya yang capaian kinerja masih di bawah 90%, yaitu : 1. Prevalensi Balita Gizi Kurang 2. Cakupan ASI Eksklusif Hasil pengukuran 2 indikator kinerja di atas menjadi perhatian lebih bagi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan untuk lebih meningkatkan kinerja dan upaya-upaya peningkatan status gizi masyarakat, karena status gizi masyarakat tidak hanya berperan dalam program penurunan prevalensi balita pendek, namun juga terkait erat dengan tiga program lainnya, mengingat status gizi berkaitan dengan kesehatan fisik maupun kognitif, mempengaruhi tinggi rendahnya risiko terhadap penyakit tidak menular dan berpengaruh sejak awal kehidupan hingga masa usia lanjut. Hasil pengukuran indikator kinerja pada sasaran ini dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Prevalensi Balita Gizi Buruk Sebagai sebuah gejala sosial, gizi buruk bukanlah suatu gejala yang berdiri sendiri. Gizi buruk memiliki relasi yang sangat erat dengan gejala sosial yang lainnya termasuk sindrom kemiskinan dan masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Gizi buruk juga tak bisa dilepaskan dari aspek yang menyangkut pengetahuan dan perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat. Kriteria Gizi buruk yang menjadi sasaran indikator kinerja program gizi masyarakat yaitu status gizi diukur berdasarkan indeks berat badan menurut panjang badan (BB/PB) atau Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dengan nilai z-score 3 SD dan atau terdapat tanda klinis gizi buruk. Dan selanjutnya seluruh gizi buruk dengan kriteria tersebut diatas harus dilakukan perawatan.

Prevalensi Balita Gizi Buruk di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2016, berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) yang dilakukan di Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 5,0% dan telah mencapai angka yang ditargetkan (5,2%). Angka ini mengalami Penurunan bila dibandingkan dengan hasil PSG tahun 2015 yaitu sebesar 5,1% dan tahun 2014 sebesar 5,6%. Sedangkan penyebaran kasus gizi buruk di 24 Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Selatan dari bulan januari sampai desember tahun 2016 dengan jumlah kumulatif 156 Kasus, dimana 5 Kabupaten dengan Kasus Gizi Buruk tertinggi adalah Wajo (34 Kasus), Toraja Utara (15 Kasus), Bone (14 Kasus), Luwu (13 Kasus),Makassar (10 Kasus). Sedangkan Kabupaten/Kota yang tidak menemukan kasus gizi buruk diwilayahnya adalah Kabupaten Bantaeng dan Kabupaten Luwu Utara. 2. Prevalensi Balita Gizi Kurang Indikator status gizi ini berdasarkan indeks BB/U yang memberikan informasi mengenai indikasi masalah gizi secara umum. Indikator ini tidak memberikan indikasi tentang masalah gizi yang sifatnya kronis ataupun akut karena berat badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan. Indikator BB/U yang rendah dapat disebabkan karena pendek (masalah gizi kronis) atau sedang menderita diare atau penyakit infeksi lain (masalah gizi akut). Masalah kesehatan masyarakat dianggap serius bila prevalensi gizi buruk-kurang antara 20,0-29,0 persen, dan dianggap prevalensi sangat tinggi bila 30 persen (WHO, 2010) Secara Nasional, Prevalensi berat-kurang berdasarkan hasil Riset Kesehatan Daerah (Riskesdas) tahun 2013 adalah 19,6 persen, terdiri dari 5,7 persen gizi buruk dan 13,9 persen gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 %) dan tahun 2010 (17,9 %) terlihat meningkat. Untuk Provinsi Sulawesi Selatan data Gizi Buruk+Gizi kurang (Underweight) Berdasarkan hasil Riskesdas adalah 17,6% (2007) meningkat menjadi 25% (2010) dan kembali mengalami peningkatan menjadi >25% (2013). Di tahun 2016, berdasakan hasil PSG di Kabupaten/Kota se-sulawesi Selatan Prevalensi Balita Gizi Kurang sebesar 20,2%. Meskipun capaian kinerja ini belum mencapai target yang ditetapkan (18,1%) dan angka ini juga meningkat dari tahun 2015 yaitu sebesar 17,1 %. Sehingga masih perlu ditingkatkan upaya-upaya yang lebih optimal dalam meningkatkan status gizi masyarakat khususnya pada kelompok balita. 3. Prevalensi Balita Stunting Kecenderungan Prevalensi Balita Pendek (Stunting) Provinsi Sulawesi Selatan mengalami peningkatan dari tahun 2007 (29,1%) meningkat tahun 2010 (36,8%) dan