BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada kerusakan pembuluh darah jantung) serta penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri (terjadi pada otot jantung). Selain penyakit-penyakit tersebut, hipertensi dapat pula menyebabkan gagal ginjal dan diabetes mellitus (Kearney et.al. 2002). Silent killer adalah istilah lain untuk hipertensi, karena penyakit ini sangat mematikan dan biasanya menyerang tanpa disertai gejala (Dipiro et.al. 2005). Hipertensi memang dewasa ini menjadi masalah global karena kecenderungan prevalensinnya semakin meningkat dan menjadi ancaman semua orang. Pola struktur yang berubah dari masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak memberi andil terhadap perubahan gaya hidup, aktifitas fisik, dan stres. Perubahan ini pada akhirnya dapat menyebabkan adanya pergeseran angka morbiditas dan mortalitas, dimana prevalensi penyakit infeksi atau penyakit menular cenderung menurun, sedangkan prevalensi penyakit non infeksi atau degeneratif seperti hipertensi, stroke, kanker dan sebagainya semakin meningkat (Bustan, 2007). 1
Perubahan pola akibat pergeseran angka morbiditas dan mortalitas ini dikenal dengan transisi epidemiologi. Menurut World Health Organization (WHO) batas normal tekanan darah adalah 120-140 mmhg tekanan sistolik dan 80-90 mmhg tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya >140/90 mmhg. Sedangkan menurut Joint National Committee VII (2003) tekanan darah pada orang dewasa dengan usia diatas 18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi stadium I apabila tekanan sistoliknya 140-159 mmhg dan tekanan diastoliknya 90-99 mmhg. Diklasifikasikan menderita hipertensi stadium II apabila tekanan sistoliknya lebih 160 mmhg dan diastoliknya lebih dari 100 mmhg, hipertensi stadium III apabila tekanan sistoliknya lebih dari 180 mmhg dan tekanan diastoliknya lebih dari 116 mmhg (Sustrani, 2006). Dewasa ini, prevalensi hipertensi meningkat seiring dengan perubahan gaya hidup seperti merokok, inaktifitas fisik dan stres psikososial. Prevalensi hipertensi berbeda disetiap negara. Sekitar 972 juta orang atau 26,4% penduduk diseluruh dunia menderita hipertensi. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta penderita hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia (WHO, 2000). Prevalensi hipertensi dilaporkan terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Secara keseluruhan prevalensi hipertensi di kalangan orang dewasa diperkirakan 26,6% pada pria dan 26,1% pada wanita (Kearney et al, 2002).
Menurut Rahajeng dan Tuminah (2009) mengutip dari Centers for Disease Kontrol (CDC), bahwa di Amerika diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung (WHO/SEARO, 2005). Di seluruh dunia, hipertensi merupakan masalah yang besar dan serius. Di samping karena prevalensinya yang tinggi dan cenderung meningkat di masa yang akan datang, juga karena tingkat keganasan penyakit yang diakibatkan sangat tinggi, juga menimbulkan kecacatan permanen dan kematian mendadak. Kehadiran hipertensi sangat membebani perekonomian keluarga, karena biaya pengobatan yang mahal dan membutuhkan waktu yang panjang, bahkan seumur hidup (Suyono, 2001). Hasil Riskesdas (2007), prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 32,2%, sedangkan pada kelompok umur 18 tahun adalah 31,7% dan menduduki peringkat ketiga penyebab kematian setelah stroke 15,4% dan tuberculosis 7,5% untuk semua kelompok umur di Indonesia dengan Case Fatality Rate (CFR) 6,8%. Menurut Indonesian Society of Hypertension (InaSH) 2007, hipertensi sudah menjadi permasalahan dunia. Pada tahun 2000 hipertensi menyumbang Proportionated Mortality Rate (PMR) 12,8% dari seluruh kematian dan 4,4% dari semua kecacatan. Aceh menempati urutan ke 18 prevalensi hipertensi dari seluruh provinsi di Indonesia sebesar 30,2% dan urutan ke 5 di Sumatera setelah Riau sebesar 34,0%,
Sumatera Selatan sebesar 31,5%, Sumatera Barat sebesar 31,2% dan Kepulauan Riau sebesar 30,3% (Depkes RI, 2008). Berdasarkan rekap Surveilans Terpadu Penyakit (STP) berbasis Puskesmas Dinas Kesehatan Aceh (2013), prevalensi hipertensi di Aceh adalah 15,6% dan prevalensi hipertensi Lansia 19,5% sedangkan di Kota Subulussalam Prevalensi hipertensi pada lansia sebesar 14,9%. Data 10 penyakit terbanyak pasien rawat jalan, hipertensi menempati urutan ketiga setelah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan diare serta urutan pertama pada kelompok usia lebih 60 tahun (Dinkes Subulussalam, 2013). Penyebab terjadinya hipertensi belum diketahui secara pasti. Faktor predisposisi yang berkaitan dengan peningkatan tekanan darah adalah merokok, obesitas, konsumsi garam dan lemak, alkohol, tingkat stres dan rendahnya aktivitas fisik. Faktor predisposisi untuk hipertensi ada 2 yaitu yang mudah dikontrol dan yang sulit dikontrol. Faktor predisposisi yang sulit terkontrol adalah keturunan, ras, usia, dan jenis kelamin. Predisposisi genetik, misalnya, kalau kedua orang tua hipertensi, kemungkinan hipertensi terjadi adalah 45%. Insiden hipertensi meningkat sesuai dengan usia, pria mempunyai kemungkinan lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada wanita (Armilawati et. al., 2008). Berdasarkan jenis kelamin, angka prevalensinya hipertensi sangat bervariasi. Menurut Bustan (2007) wanita lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan pria, sedangkan menurut Nurkhalida (2003) hipertensi lebih banyak diderita
oleh pria dibanding wanita. Menurut Mansjoer et. al. (2001) pria dan wanita menapouse mempunyai pengaruh yang sama untuk terjadinya hipertensi. Penyakit hipertensi ini merupakan penyakit dengan kategori biaya pengobatan yang tinggi. Hal ini dikarenakan tingginya angka kunjungan ke dokter, perawatan rumah sakit dan atau penggunaan obat-obatan jangka panjang bagi pasien-pasien hipertensi. Biaya untuk mengobati penyakit hipertensi saat ini sudah tidak dapat dikendalikan. Menurut The National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI) pada tahun 2002 total biaya kesehatan untuk hipertensi di Amerika telah diperkirakan sekitar $ 47,2 milyar per tahunnya. Total pelayanan kesehatan ini sudah termasuk biaya obat yang terhitung bisa lebih dari 70% dari total biaya pelayanan kesehatan untuk Hipertensi (Dipiro et.al. 2005). Satu dari 5 pria berusia antara 35-44 tahun memiliki tekanan darah yang tinggi. Prevalensi tersebut menjadi dua kali lipat pada usia antara 45-54 tahun. Separuh dari mereka yang berusia 55-64 tahun mengidap penyakit ini. Pada usia 65-74 tahun, prevalensi menjadi lebih tinggi lagi, sekitar 60% menderita hipertensi. Sampai usia 55 tahun pria beresiko lebih tinggi dibandingkan wanita. Tetapi diatas usia tersebut, justru wanita (setelah mengalami menopouse) yang berpeluang lebih besar. Para pakar menduga perubahan hormonal berperan besar dalam terjadinya hipertensi dikalangan wanita usia lanjut (Lumbantobing, 2008). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahajeng dan Tuminah (2009) dengan judul penelitian Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia dikatakan bahwa melakukan aktivitas secara teratur (aktivitas fisik aerobik selama
30-45 menit/hari) diketahui sangat efektif dalam mengurangi risiko relatif hipertensi hingga mencapai 19% hingga 30%. Menurut hasil penelitian Roslina (2008) di Kabupaten Deliserdang dikatakan bahwa stres merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi dengan nilai p = 0,000; OR = 5,375 dan 95% CI = 2,974 9,714. Menurut hasil penelitian Sugiharto (2007) di Kabupaten Karanganyar, dimana hasil penelitiannya menunjukan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok terhadap kejadian hipertensi dengan hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,001. Hubungan antara gaya hidup dengan mekanisme timbulnya hipertensi khususnya belum diketahui secara pasti. Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Obesitas atau kegemukan yang berkaitan dengan kebiasaan mengonsumsi lemak tinggi khususnya lemak jenuh juga merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Orang yang kurang berolahraga berisiko 20-50% lebih besar untuk terkena hipertensi, dibandingkan dengan orang yang suka berolah raga. Oleh karena hipertensi timbul akibat adanya interaksi berbagai faktor dan faktor mana yang lebih berperan terhadap timbulnya hipertensi tidak dapat diketahui dengan pasti. Maka pencegahan hipertensi antara lain dapat dilakukan dengan menjalankan gaya hidup sehat (Arief, 2007). Tekanan darah sistolik atau Systolic Blood Pressure (SBP) merupakan peningkatan tekanan darah arteri seiring dengan pertambahan usia, sedangkan tekanan darah diastolik atau Diastolic Blood Pressure (DBP) cenderung mendatar pada usia 50an atau 60an.
HST adalah suatu faktor risiko kardiovaskuler penting pada lansia, dua faktor yang bisa meramalkan terjadinya hipertensi sistolik adalah kekakuan arteri dan pantulan gelombang carotid secara dini (Safar et.al. 2006). Peningkatan usia tersebut meningkatkan (prevalensi) Hipertensi Sistolik Terisolasi (HST) yang berkaitan dengan usia, walaupun sebelumnya hanya dianggap sebagai dampak ringan dari proses penuaan. HST ternyata berkaitan dengan angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) akibat penyakit jantung koroner dan cerebrovaskuler (Pannarele, 2008). HST jelas berhubungan dengan kejadian stroke, penyakit jantung koroner, gagal jantung, ukuran jantung, gagal ginjal dan pengecilan ukuran ginjal. Penyebab kematian akibat tekanan darah sistolik >160 mmhg sebesar 2 kali lipat dibandingkan penyebab lain, sedang kematian akibat kardiovaskuler sebesar 3 kali lipat pada wanita serta meningkatkan morbiditas vaskuler sebesar 2,5 kali lipat baik pada laki-laki maupun perempuan. HST stadium I dengan tekanan sistolik 140-159 mmhg dan tekanan diastolik 90 mmhg menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler secara signifikan (Vardan dan Mookherjee, 2000). Diantara berbagai penyebab meningkatnya tekanan darah pada populasi lansia, HST adalah yang paling sering terjadi. Prevalensi dan insidensinya meningkat sesuai pertambahan usia dan diperkirakan 55% populasi akan mengalami hipertensi pada usia 60 tahun dan 65% diusia >70 tahun. Pada populasi lansia dengan hipertensi, 65% diantaranya adalah HST (Gupta dan Kasliwal, 2004).
Hasil penelitian Vardan dan Mookherjee (2000), HST di Amerika Serikat diderita oleh wanita dengan prevalensi 1% dari populasi usia 55 tahun, 5% pada usia 60 tahun, 12,5% pada usia 70 tahun dan 23,6% pada usia 75-80 tahun. Perkiraan HST di seluruh dunia usia 60-69 tahun bervariasi dari 1% di Israel sampai 24% di Norwegia. Penelitian yang dilakukan oleh Xu et.al. (2008) menunjukkan bahwa prevalensi HST pada pedesaan di Cina sebesar 10,6%, yang jauh lebih tinggi dari yang telah ditemukan didaerah perkotaan sebesar 6,5% sedangkan prevalensi HST di Korea telah ditemukan 4,3%, di Amerika bagian barat telah ditemukan 8,7% dan 8,1% di Kanada. Berdasarkan hasil rekam medis pada 5 Puskesmas yang ada di Kota Subulussalam, prevalensi hipertensi pada lansia (2013) secara berurutan paling tinggi di Puskesmas Penanggalan (23,8%), Puskesmas Simpang Kiri (18,0%), Puskesmas Runding (10,1%), Puskesmas Sultan Daulat (8,6%) serta Puskesmas Longkib (7,6%). Sebelum diagnosa hipertensi, diperlukan pengukuran secara berulang pada dua kesempatan disertai dengan konsultasi tentang perubahan gaya hidup kepada dokter. Jika hasil pengukuran tekanan darah pada dua kesempatan masih tinggi atau 140/90 mmhg, maka pasien didiagnosa menderita hipertensi. Data di atas memberikan gambaran bahwa masalah hipertensi perlu mendapatkan perhatian dan penanganan yang baik, mengingat prevalensinya yang tinggi dan komplikasi yang cukup berat. Agar mendapatkan gambaran yang lebih tepat maka diperlukan penelitian untuk mengetahui faktor mana yang dapat
menimbulkan penyakit hipertensi dan faktor mana yang paling berpengaruh terhadap kasus hipertensi. Berdasarkan uraian pada latar belakang maka, perlu dilakukan penelitian tentang faktor risiko kejadian hipertensi sistolik terisolasi pada lansia di Kecamatan Penanggalan Kota Subulussalam tahun 2014. 1.2. Permasalahan Belum diketahui faktor risiko kejadian hipertensi sistolik terisolasi pada lansia di Kecamatan Penanggalan. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui faktor risiko hipertensi sistolik terisolasi pada lansia di Kecamatan Penanggalan. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui pengaruh obesitas terhadap HST pada lansia di Kecamatan Penanggalan. 2. Untuk mengetahui pengaruh kebiasaan merokok terhadap HST pada lansia di Kecamatan Penanggalan. 3. Untuk mengetahui pengaruh aktifitas fisik terhadap HST pada lansia di Kecamatan Penanggalan. 4. Untuk mengetahui pengaruh stres psikososial terhadap HST pada lansia di Kecamatan Penanggalan.
5. Untuk mengetahui pengaruh konsumsi garam (natrium) terhadap HST pada lansia di Kecamatan Penanggalan. 1.4. Hipotesis 1. Ada pengaruh obesitas terhadap HST pada lansia di Kecamatan Penanggalan 2. Ada pengaruh kebiasaan merokok terhadap HST pada lansia di Kecamatan Penanggalan 3. Ada pengaruh aktifitas fisik terhadap HST pada lansia di Kecamatan Penanggalan 4. Ada pengaruh stres psikososial terhadap HST pada lansia di Kecamatan Penanggalan 5. Ada pengaruh konsumsi garam (natrium) terhadap HST pada lansia di Kecamatan Penanggalan. 1.5. Manfaat Penelitian 1. Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang faktor risiko HST. 2. Puskesmas Penanggalan Penelitian ini dapat memberikan masukan tentang faktor risiko dengan kejadian HST pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Penanggalan sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan hipertensi guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
3. Dinas Kesehatan Kota Subulussalam Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dalam menetapkan strategi guna membuat kebijakan dalam perencanaan program pengendalian hipertensi pada lansia. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi data dasar bagi penelitian selanjutnya. 4. Peneliti Melalui kajian ini peneliti dapat menerapkan ilmu yang didapat selama pendidikan dan menambah pengetahuan/pengalaman dalam membuat penelitian ilmiah.