BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambaran profil reproduksi di Indonesia tidak begitu menguntungkan disebabkan oleh besar dan beratnya faktor penghambat yang dihadapi masyarakat dan Pemerintah. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah penduduk Indonesia yang besar dan di ikuti oleh pertumbuhan yang relatif tinggi. Menurut World Health Organization (WHO) wanita Indonesia tergolong kriteria sangat buruk dalam hal kesehatannya, perkawinan, pekerjaan, pendidikan dan persamaannya dengan kaum pria, kriteria wanita Indonesia adalah menikah dalam usia relatif muda, jumlah anak relatif banyak, interval waktu kehamilan pendek, masih terdapat kehamilan di atas usia 35 tahun, asuhan antenatal rendah, penerimaan program KB masih rendah, konsep masyarakat yang bersifat komunal dan paternalistik dan yang paling utama dari semuanya adalah situasi masyarakat secara keseluruhan yang diselimuti oleh rendahnya pendidikan, keadaan sosial dan ekonomi yang menyebabkan ketidakmampuan menjangkau biaya pelayanan kesehatan modern (Manuaba, dkk, 2011). Angka kematian dan kesakitan pada ibu dan bayi di Indonesia masih tetap tinggi bahkan tertinggi di antara negara-negara ASEAN. Menurut data hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, Angka Kematian Ibu (AKI) di
Indonesia adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup, dan Angka Kematian Bayi (AKB) 34 per 1.000 kelahiran hidup. Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Development Goals / MDGs, 2000) pada tahun 2015 diharapkan AKI dan AKB menurun sebesar tiga perempatnya dalam kurun waktu 1990 2015, Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Balita menurun sebesar dua-pertiga dalam kurun waktu 1990-2015. Berdasarkan hal itu Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup, dan AKB menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (Depkes, 2009). Penyebab kematian ibu dibagi menurut penyebab langsung (perdarahan 30-35%, infeksi 20-25%, keracunan kehamilan 10-15%), penyebab antara (profil wanita, persalinan dukun, cakupan asuhan antenatal rendah, faktor terlambat) dan penyebab tidak langsung (faktor status wanita, faktor masyarakat, faktor terlambat) (Manuaba, dkk, 2011). Upaya menurunkan AKI pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis Empat Pilar Safe Motherhood, dimana salah satunya yaitu akses terhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan yang mutunya masih perlu ditingkatkan terus. Pemeriksaan kehamilan yang baik dan tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi dapat menurunkan angka kematian ibu. Petugas kesehatan seharusnya dapat mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan usia, paritas, riwayat kehamilan yang buruk, dan perdarahan selama kehamilan. Kematian ibu juga diwarnai oleh hal-hal nonteknis yang masuk kategori penyebab mendasar, seperti
taraf pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu hamil yang masih rendah, serta melewati pentingnya pemeriksaan kehamilan atau asuhan antenatal dengan melihat angka kunjungan pemeriksaan kehamilan (K4) yang masih kurang dari standar acuan nasional (Prawirohardjo, 2002). Asuhan antenatal merupakan suatu cara yang dilakukan untuk memonitor dan mendukung kesehatan ibu hamil serta mendeteksi ibu dengan kehamilan tidak normal. Adapun tujuannya adalah memfasilitasi hasil yang sehat dan positif bagi ibu maupun bayinya dengan cara membina hubungan saling percaya dengan ibu, mendeteksi komplikasi-komplikasi yang dapat mengancam jiwa, mempersiapkan kelahiran dan memberikan pendidikan (Hani, dkk, 2011). Dari data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 sebanyak 16,79% wanita hamil tidak pernah melakukan pemeriksaan kehamilan dan 22,2% bersalin tidak dilakukan pada sarana kesehatan. Perkembangan data terbaru dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2010 dilaporkan 6% ibu hamil tidak pernah melakukan pemeriksaan kehamilan dan 3,2% pergi ke dukun. Cakupan nasional pemeriksaan ibu hamil tanpa memandang umur kehamilan saat kontak pertama kali dengan petugas kesehatan adalah 92,7%, sedangkan yang memeriksakan kehamilan dengan petugas kesehatan pada trimester 1 (K1 TM1) atau K1 ideal adalah 72,3%. Adapun cakupan pemeriksaan kehamilan dengan pola 1-1-2 (K4) adalah 61,4% (Balitbangkes, 2011). Berdasarkan hasil survei profil wanita di Jawa Tengah tahun 2011 ditemukan 18,0% ibu hamil tidak pernah melakukan pemeriksaan antenatal, 0,4% pemeriksaan
oleh dukun, 81,6% ke pelayanan kesehatan (Puskesmas). Alasan mengapa tidak memeriksakan diri adalah 68,3% acuh, 28,9% karena faktor geografis/ sosioekonomi, 0,2% suami tidak menyetujui, 2,6% tidak jelas (Manuaba, dkk, 2011). Dari data Riskesdas 2010 (Balitbangkes, 2011) cakupan K1 dan K4 propinsi Sumatera Utara masih jauh dibawah angka cakupan nasional yaitu, ibu hamil yang kontak pertama tanpa memandang usia kehamilan sebesar 88%, K1 ideal 71,7% dan K4 51,5%, sementara berdasarkan data dari profil kesehatan Kota Medan tahun 2010 cakupan kunjungan ibu hamil K1 sebesar 97,69% dan K4 sebesar 93,99%. Cakupan K1 dan K4 paling rendah untuk kota Medan adalah Puskesmas Simalingkar yaitu K1 78,98% dan K4 75,97%. Menurut Hamid (2003), ditemukan ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan pada triwulan pertama 79,1%, yang melakukan pemeriksaan pada triwulan kedua sebanyak 82,7% dan terjadi penurunan yang melakukan pemeriksaan pada triwulan ketiga menjadi 62,7%. Hasil penelitian Deswani (2003) di Kelurahan Cipinang Besar Utara Jakarta Timur, ditemukan 22,9% ibu hamil yang terlambat datang ke pelayanan antenatal (pemeriksan pertama dilakukan setelah kehamilan triwulan pertama). Ibu hamil yang terlambat ke pelayanan antenatal adalah kelompok dengan masalah sosio-demografi dan psikososial. Sementara Ginting (2001) dalam Deswani (2003) masih menemukan 40,2% ibu hamil tidak memanfaatkan pelayanan antenatal sesuai standar bahkan ada 11,4% tidak pernah memanfaatkan pelayanan antenatal.
Rendahnya K1 menunjukkan bahwa jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat masih perlu ditingkatkan. Sedangkan K4, kontak minimal 4 kali selama masa kehamilan untuk mendapatkan pelayanan antenatal, yang terdiri atas minimal 1 kali kontak pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua, dan dua kali pada trimester ketiga. Cakupan K4 di bawah 60% (dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil dalam kurun waktu satu tahun) menunjukkan kualitas pelayanan antenatal yang belum memadai. Rendahnya K4 menunjukkan rendahnya kesempatan untuk menjaring dan menangani risiko tinggi obstetri (Depkes, 2005). Menurut Sofianti (2002) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi rendahnya cakupan Antenatal Care (ANC) adalah kondisi sosial ekonomi termasuk tingkat pendidikan serta keterbatasan jangkauan pelayanan ANC disebabkan kondisi geografis, keterbatasan fasilitas pelayanan serta kuantitas tenaga kesehatan, sementara menurut Yulifah (2009) penyebab ibu tidak melakukan pemeriksaan kehamilan adalah karena ibu sakit, tidak ada transportasi, tidak ada yang menjaga anak yang lain, kurangnya motivasi, dan takut atau tidak mau ke pelayanan kesehatan. Hasil penelitian Rukmini (2005) terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan yang diperoleh ibu hamil disebabkan juga karena rendahnya status ekonomi dan juga kemampuan yang rendah dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga. Pengambilan keputusan berhubungan dengan pemahaman tentang gender. Beberapa kendala mendasar yang secara tidak langsung memengaruhi kesehatan
adalah pemahaman tentang peran gender. Gender sangat berkaitan dengan faktor sosial budaya, ekonomi, agama dan psikologis. Selama ini perempuan banyak dirugikan karena faktor-faktor tersebut di atas atau alasan non klinis, akibatnya perempuan sulit memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Kendala tersebut antara lain adalah kemiskinan dan pendidikan (Makarao, 2009). Akses pelayanan kesehatan pada ibu masih sangat rendah, dilihat dari rendahnya pelayanan antenatal, cakupan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan masih jauh di bawah target dan banyak persalinan masih dilakukan di rumah (Rukmini, 2005). Pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal, merupakan fungsi dari akses ke pelayanan kesehatan. Aksesibilitas tersebut dilihat dari sisi pelaksana pelayanan dan pengguna. Sisi pengguna dipengaruhi; a) faktor pemungkin (enabling), b) faktor pendukung (predisposing) dan c) faktor kebutuhan (need) akan pelayanan. Aksesibilitas dari sisi pelayanan kesehatan dilihat dari fungsi jarak ke pengguna pelayanan, waktu tempuh, kesesuaian dengan kebutuhan, faktor lingkungan secara fisik dan politik wilayah. Pengertian tersebut secara garis besar mengelompokkan faktor aksesibilitas ke dalam; a) aksesibilitas fisik; b) aksesibilitas ekonomi; dan c) aksesibilitas sosial, baik dari sisi pengguna maupun pelaksana pelayanan (Eryando, 2007). Perilaku seseorang dapat ditentukan oleh motivasinya. Motivasi dapat menjelaskan tentang alasan seseorang melakukan sesuatu tindakan, karena motivasi merupakan daya pendorong yang menyebabkan seseorang berbuat maupun tidak
berbuat sesuatu guna mencapai tujuan yang diinginkan, sehingga dapat disebutkan dalam hubungannya dengan perilaku pemeliharaan kesehatan motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah individu (ibu hamil) agar mereka mau bekerja keras dalam memberikan semua kemampuannya untuk mewujudkan tujuan memelihara dan meningkatkan kesehatan selama kehamilan (Sofianti, 2002). Motivasi merupakan dorongan (misal: ide, emosi, ataupun kebutuhan fisik) yang menyebabkan seseseorang mengambil suatu tindakan guna mencapai suatu tujuan (Notoatmodjo, 2003). Motivasi setiap ibu hamil untuk melakukan perawatan antenatal berbeda-beda dan dipengaruhi oleh daya-daya yang menggerakkan dalam dirinya. Hasibuan (2000) dalam Riduwan (2005) mengatakan bahwa motivasi memiliki 3 sub variabel yaitu motif, harapan dan insentif. Motivasi ibu hamil untuk melakukan ANC dipengaruhi oleh dua faktor yaitu : faktor internal yang meliputi usia, pendidikan, paritas, pekerjaan, pengetahuan, dan sikap ibu hamil. Sedangkan faktor eksternal meliputi sarana/fasilitas, jarak pelayanan, perilaku petugas, dan dukungan keluarga. Apabila faktor internal dan eksternal menunjang maka motivasi meningkat sehingga perawatan antenatal selama kehamilan rutin dilakukan. Namun apabila pengaruh motivasi menurun atau bersifat menghambat maka perawatan antenatal (ANC) selama kehamilan tidak rutin dilakukan. Berdasarkan data survey pendahuluan diperoleh gambaran bahwa Puskesmas Simalingkar terletak di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan dengan
jumlah sasaran ibu hamil 1499 orang, yang terbagi dalam tiga wilayah kerja yaitu kelurahan Mangga, Selayang dan Simalingkar B dengan cakupan K1 sebesar 78,98% dan K4 75,97%. Keadaan ini merupakan pencapaian paling rendah untuk kota Medan pada tahun 2010. Jumlah ibu hamil risiko tinggi/ komplikasi yang ditangani hanya 41 orang (16,64%) dari 246 kasus (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2011). Dari hasil survey awal yang diperoleh ditemukan 5 orang dari 8 ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan yang pertama setelah usia kehamilan lebih dari 14 minggu (setelah trimester pertama) dengan alasan 3 orang tidak mengalami masalah (keadaan ibu baik-baik saja), 2 orang harus mendapat izin suami. Standar waktu pelayanan antenatal yang ideal (minimal 4 kali kunjungan selama kehamilan) dianjurkan untuk menjamin perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan komplikasi (Depkes RI, 2009), sehingga apabila ibu tidak melakukan pemeriksaan antenatal sesuai dengan standar waktu pelayanan antenatal yang ideal kemungkinan komplikasi yang terjadi tidak dapat diketahui sedini mungkin. Cakupan K1 dan K4 masih perlu ditingkatkan seoptimal mungkin sehingga target pelayanan antenatal care dapat tercapai sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM), yaitu 95% pada Tahun 2015 (Kepmenkes RI No. 828/ Menkes/ SK/ IX/ 2008, sehingga penulis tertarik untuk melihat faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku ibu hamil dalam melakukan kunjungan antenatal di Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan.
1.2 Permasalahan Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Mengapakah ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan tidak melakukan pemeriksaan kehamilan tepat waktu sesuai dengan jadwal kunjungan antenatal. 1.3 Tujuan Penelitian Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi ibu hamil tidak melakukan pemeriksaan kehamilan tepat waktu sesuai jadwal kunjungan antenatal di wilayah kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan. 1.4 Hipotesis Ada pengaruh akses (aksesibilitas fisik, aksesibilitas sosial) dan motivasi (motif, harapan, insentif) terhadap perilaku ibu hamil dalam melakukan kunjungan antenatal di wilayah kerja Pukesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Dinas Kesehatan; sebagai bahan masukan dan informasi tentang pengaruh akses dan motivasi terhadap perilaku ibu hamil dalam melakukan kunjungan antenatal yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun kebijakan dalam upaya meningkatkan pelayanan antenatal. 1.5.2 Bagi ibu hamil; dapat meningkatkan pemahaman ibu tentang akses dan motivasi terhadap perilaku ibu hamil dalam melakukan kunjungan antenatal.
1.5.3 Manfaat bagi ilmu pengetahuan dalam penelitian ini adalah memberi masukan tentang model teoritis pengaruh akses dan motivasi terhadap perilaku ibu hamil dalam melakukan kunjungan antenatal.