1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia mempunyai banyak produk kebudayaan baik yang berupa kebudayaan materi yang kasat mata maupun budaya non materi yang berupa adat istiadat, norma, aturan tradisi serta budaya-budaya lisan yang berkembang di masyarakat, salah satu aspek penting dari produk budaya tersebut adalah upacara tradisi dalam lingkaran hidup seseorang. Sastra lisan memiliki ketertarikan dengan realitas sosial dalam kehidupan masyarakat, sebagai cerminan yang dapat digunakan untuk melihat realitas tersebut. Banyak hal yang bermanfaat yang dapat diperoleh dari sebuah cipta sastra ketika apresiasi itu dilakukan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan daya apresiasi masyarakat menipis dan terkikis. Upacara tradisi sepasaran sebagai salah satu bentuk karya sastra seakan-akan tergeser. Upacara tradisi sepasaran yang sebenarnya banyak mengandung falsafah hidup dan nilai-nilai yang positif yang relevan dengan kehidupan masyarakat kurang dikenali oleh kaum muda. Sastra lisan muncul bukan hanya sekadar untuk mengisi di waktu senggang, namun sebagai penyalur sikap dan pandangan, cerminan angan-angan, alat pengesahan aturan sosial dan sebagainya. Upacara tradisi yang termasuk dalam tradisi lisan atau sastra lisan sebagai bagian budaya yang diwariskan secara turun temurun dan sebagai milik bersama, tidak terbatas pada cerita rakyat (dongeng, legenda dan mitos), melainkan juga sistem kognasi kekerabatan, sejarah hukum adat, praktik hukum dan pengobatan tradisional (Suwardi Endraswara, 2005:2-3). Sahid (2010: 3) menyatakan bahwa, penelitian tentang tradisi masyarakat Jawa yang menyangkut pemberian nama orang sampai sekarang masih sangat terbatas karena mungkin dianggap kurang menarik, sempit, dan kering karena tidak banyak hal untuk dibicarakan. Penelitian nama orang Jawa pernah dilakukan oleh Suharno (dalam Sahid, 2010: 3) yang berjudul Nama diri dalam Masyarakat Jawa, merupakan kajian yang terhitung lebih lengkap dibanding kajian sebelumnya karena merangkum berbagai bentuk upacara tradisional yang dilakukan oleh orang-orang Jawa (termasuk proses pemberian 1
2 nama) dalam menyambut kelahiran seorang anak yang menjadi social spirit dari masyarakat Jawa tradisional. Geertz (dalam Sahid, 2010: 28) mengatakan di dalam bukunya yang bertajuk Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, beliau menguraikan perkara pemberian nama pada salah satu bagian pembahasan mengenai tradisi upacara slametan sepasaran bayi yang begitu popular di kalangan masyarakat Jawa. Pemberian nama dalam lingkungan masyarakat Jawa biasanya dilakukan bersamaan dengan upacara sepasaran, yaitu selamatan pada hari ke lima setelah kelahiran. Masyarakat Jawa yang menganut agama Islam ada yang memberikan nama itu sejak lahir, dan diumumkan kepada tetangga, dan sanak saudara setelah tujuh hari bersamaan dengan upacara hakikah (kekahan). Abushihab (2012) dalam Semiotic-based Approach as an Effective Tool for Teaching Verbal and Non-verbal Aspects of Language (Journal of Language Teaching And Research; Nov 2012, Vol. 3 Issue 6, p1150) mengemukakan mengenai prinsip-prinsip dasar dan wawasannya tentang semiotika, serta aplikasinya dalam pembelajaran bahasa asing. Kesadaran guru sebagai pembelajar bahasa asing meningkat melalui pendekatan semiotik dan bagaimana mengaplikasikan pendekatan tersebut dalam pembelajaran. Hasil dari penelitian tersebut adalah semiotik memiliki kontribusi sangat besar jika digunakan secara maksimal, dampaknya dapat membuat pembelajaran bahasa asing menjadi lebih efisien. Hal ini dikarenakan melalui pembelajaran dengan menggunakan media tanda dalam semiotik dapat memfasilitasi siswa untuk belajar bekerjasama dan lebih mengenal budayanya, selain itu siswa juga akan lebih menikmati pembelajaran. Upacara tradisi pemberian nama orang Jawa dengan segala uberampenya merupakan simbol-simbol atau perlambangan ungkapan pesan ajaran, bagaimana kewajiban dan harapan setiap orang tua akan kebahagiaan yang kekal bagi kehidupan anaknya yang baru akan menjalani kehidupan tersebut. Tranmisi atau penyampaian nilai-nilai budaya yang bermakna melalui simbolsimbol yang digunakan dalam upacara tradisi pemberian nama dalam masyarakat nelayan merupakan media pendidikan tradisional. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Abushihab dalam jurnal yang ditulisnya. Manfaat penting banyak yang bisa diambil dari upacara tradisi sepasaran yang masih ada
3 dan masih hidup di masyarakat, melalui upacara ini dengan segala simbol yang terkandung di dalamnya dapat membantu siswa dalam pembelajaran budayanya sendiri maupun pembelajaran yang lain, selain itu siswa akan lebih menikmati pembelajarannya sehingga apa yang diajarkan lebih mudah diterima. Upacara tradisi sepasaran terdapat pesan moral tertentu yang ingin disampaikan kepada masyarakat, namun demikian, karena keterbatasan waktu dan ekonomi, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka tak jarang kita mendapatkan upacara yang tidak utuh atau tidak lengkap. Kelengkapan uborampe untuk upacara maupun kelengkapan dalam rangkaian upacara terdapat pengurangan, sehingga keaslian atau kelengkapan upacara tersebut lama-lama tidak dipakai lagi dan pada akhirnya akan hilang. Zubaedi (2011: 82) menyatakan bahwa pengertian karakter banyak dikaitkan dengan pengertian budi pekerti, akhlak mulia, moral, dan bahkan dengan kecerdasan ganda. Pilar yang disebutkan oleh Prof. Suyanto, Ph. D (dalam Zubaedi, 2011: 82), pengertian budi pekerti dan akhlak mulia lebih terkait dengan pilar-pilar sebagai berikut, yaitu cinta Tuhan dengan segenap ciptaan-nya, hormat dan santun, dermawan, suka tolongmenolong/kerjasama, baik, dan rendah hati. Pendidikan karakter disetarakan dengan pendidikan budi pekerti atau akhlak mulia plus. Data yang ditemukan oleh peneliti dan dari pendapat para ahli diatas mengungkapkan bahwa penelitian ini mengandung banyak nilai pendidikan karakter yang bersumber dari kearifan lokal di dalamnya yang berupa makna yang terdapat dalam simbol-simbol yang digunakan. Penelitian ini sangat perlu diteliti karena dalam budaya kearifan lokal banyak mengandung nilai pendidikan karakter yang terkandung sesuai dengan pendapat para ahli diatas. Penelitian ini meneliti tentang analisis semiotik dalam upacara tradisi pemberian nama orang Jawa, maka digunakan teori semiotik dari Roland Barthes untuk mendeskripsikan konsep pemaknaan simbol dalam upacara tradisi pemberian nama orang Jawa. Kajian semiotika dari Roland Barthes serta nilai pendidikan karakter dalam upacara tradisi pemberian nama orang Jawa di Kabupaten Cilacap diharapkan nantinya dapat memberikan manfaat positif bagi masyarakat di Kabupaten Cilacap khususnya dan menambah kekayaan budaya. Ruang lingkup penelitian ini dibatasi agar penelitian ini lebih terarah dengan
4 pertimbangan-pertimbangan tertentu, antara lain : (1) jumlah upacara tradisi dalam lingkaran hidup seseorang di Kabupaten Cilacap sangat banyak, (2) secara geografis letak wilayah Kabupaten Cilacap luas. Peneliti memfokuskan tradisi pemberian nama orang Jawa sebagai awal mula dalam lingkaran hidup seseorang sebagai bahan penelitian; Pertama, karena Kabupaten Cilacap terletak di pesisir selatan pulau Jawa dan bukan di sentral pulau Jawa yang menjadi lahirnya budaya tersebut. Hal ini menyebabkan kurangnya penelitian tentang pemberian nama di Kabupaten Cilacap karena banyak penelitian lebih terfokus kepada pusat lahirnya budaya tersebut; Kedua, adat istiadat ini dianggap penting dilakukan oleh masyarakat sebagai awal mula kisah perjalanan serta kehidupan seseorang yang akan menapaki kehidupan di dunia; Ketiga, berbagai bentuk serangkaian upacara tradisi yang berhubungan dengan prosesi pemberian nama-nama orang masih dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Cilacap. Upacara-upacara tradisi tersebut masih dipakai masyarakat Jawa dalam memberikan nama kepada bayi hingga saat ini; Ketiga, Upacara tradisi tersebut mempunyai indikasi mengandung nilai-nilai pendidikan karakter yang baik untuk perkembangan mental bangsa. Upacara tradisi sepasaran yang banyak dilakukan oleh masyarakat terdapat nilai-nilai pendidikan karakter yang dapat diterapkan dan dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat pendukungnya; Keempat, dengan mengkaji upacara tradisi pemberian nama orang Jawa berarti ikut membantu perkembangan kebudayaan bangsa dan negara. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah bentuk simbol-simbol yang terdapat dalam tradisi pemberian nama orang Jawa pada masyarakat nelayan di Kabupaten Cilacap? 2. Bagaimanakah makna simbolis yang terkandung dalam tradisi pemberian nama orang Jawa pada masyarakat nelayan di Kabupaten Cilacap sebagai sumber pendidikan karakter?
5 3. Bagaimanakah relevansi makna dari simbol-simbol yang terdapat dalam tradisi pemberian nama orang Jawa pada masyarakat nelayan di Kabupaten Cilacap dengan pembelajaran bahasa Jawa? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini sangat erat kaitannya dengan perumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk simbol-simbol yang terdapat dalam tradisi pemberian nama orang Jawa pada masyarakat nelayan di Kabupaten Cilacap. 2. Mendeskripsikan dan menjelaskan makna simbolis yang terkandung dalam tradisi pemberian nama orang Jawa pada masyarakat nelayan di Kabupaten Cilacap sebagai sumber pendidikan karakter. 3. Mendeskripsikan dan menjelaskan relevansi makna dari simbol-simbol yang terdapat dalam tradisi pemberian nama orang Jawa pada masyarakat nelayan di Kabupaten Cilacap dengan pembelajaran bahasa Jawa D. Manfaat Penelitian Manfaat yang bisa diperoleh dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : 1. Manfaat Teoretis a. Penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana untuk memperkaya khasanah pengetahuan sastra, khususnya sastra lisan yang berkaitan dengan upacara pemberian nama orang Jawa dengan pendekatan teoriteori semiotik. b. Penelitian ini merupakan pengembangan teori semiotika yang dapat digunakan untuk membongkar makna simbolis dalam tradisi upacara pemberian nama orang Jawa pada penelitian lain sejenis.
6 2. Manfaat Praktis a. Bagi Pemerintah Kabupaten Cilacap khususnya Desa Ujungmanik Kecamatan Kawunganten dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Cilacap Penelitian ini sebagai bahan acuan untuk menentukan kebijakan pemerintah dalam usaha melestarikan dan memasyarakatkan sekaligus mempopulerkan upacara tradisi yang ada di Kabupaten Cilacap. b. Bagi Masyarakat Cilacap Penelitian ini sebagai acuan atau pedoman dalam melakukan upacara tradisi yang lengkap dan benar, sebagai sumber informasi dan pengetahuan mengenai kekayaan budaya sebagai warisan budaya bangsa, dan dapat memperkaya wawasan budaya nusantara pada umumnya serta mampu melestarikan budaya daerah berupa adatistiadat khususnya di Kabupaten Cilacap c. Bagi Guru di Kabupaten Cilacap Penelitian ini sebagai bahan pembinaan pengajaran apresiasi sastra serta sebagai pembelajaran bahasa Jawa di Kabupaten Cilacap. d. Bagi Murid di Kabupaten Cilacap Penelitian ini sebagai bahan acuan dan pedoman untuk meningkatkan minat baca pelajar agar lebih mengenali dan memahami keragaman budaya lingkungan sendiri.