Pengaruh Tingkat Penambahan Molases Ajie Pratama S

dokumen-dokumen yang mirip
(THE EFFECT OF USED MOLASSES TO CASSAVA PEEL (Manihot esculenta) ENSILAGE ON DRY MATTER AND ORGANIC MATTER DIGESTIBILITY IN VITRO)

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

Pengaruh Molases pada Silase Kulit Umbi Singkong...Fachmi Fathur R

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah

PENGARUH PENAMBAHAN NITROGEN DAN SULFUR PADA ENSILASE JERAMI UBI JALAR (Ipomea batatas L.) TERHADAP KONSENTRASI NH 3 DAN VFA (IN VITRO)

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

SILASE DAN GROWTH PROMOTOR

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

II. TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

II. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(4): , November 2015

Pengaruh Penambahan Nitrogen dan Sulfur Pada Ensilase Jerami Jagung Terhadap NH3 dan VFA Rumen Sapi Potong (In Vitro)

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

Raden Febrianto Christi, Abu Bakar Hakim, Lesha Inggriani, Atun Budiman Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

KANDUNGAN NUTRISI SILASE JERAMI JAGUNG MELALUI FERMENTASI POLLARD DAN MOLASES

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

Pengaruh Pemakaian Urea Dalam Amoniasi Kulit Buah Coklat Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Secara in vitro

JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2017, VOL. 17, NO. 2. Annisa Savitri Wijaya 1, Tidi Dhalika 2, dan Siti Nurachma 2 1

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

Pengaruh Pemberian Daun Lamtoro (Leucaena leocephala) terhadap Kualitas Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpereum) yang Diberi Molasses

SUPARJO Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Univ. Jambi PENDAHULUAN

PERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH DOSIS DAN LAMA FERMENTASI BUAH KETAPANG (Ficus lyrata) OLEH Bacillus licheniformis TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus

Pemanfaatan Kulit Nanas Sebagai Pakan Ternak oleh Nurdin Batjo (Mahasiswa Pascasarjana Unhas)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Silase (In Vitro)... Ayu Sofiani

KANDUNGAN LEMAK KASAR, BETN, KALSIUM DAN PHOSPOR FESES AYAM YANG DIFERMENTASI BAKTERI Lactobacillus sp

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

FERMENTASI LIMBAH KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cacao L) DENGAN Aspergillus niger TERHADAP KANDUNGAN BAHAN KERING DAN ABU

PENGARUH PENAMBAHAN MOLASES DAN ONGGOK TERHADAP KANDUNGAN ASAM LAKTAT DAN DERAJAT KEASAMAN PADA SILASE AMPAS TEH

KUALITAS NUTRISI SILASE LIMBAH PISANG (BATANG DAN BONGGOL) DAN LEVEL MOLASES YANG BERBEDA SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF TERNAK RUMINANSIA

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Unsur-unsur Nutrien dalam Singkong (dalam As Fed)

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas,

TINJAUAN PUSTAKA. Nenas merupakan anggota dari famili Bromeliaceae yang terdiri dari 45 genus serta 2000

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Penambahan Inokulum terhadap Kualitas Fisik Silase Rumput Kalanjana

Pengaruh Penggunaan Berbagai Bahan Sumber Karbohidrat terhadap Kualitas Silase Pucuk Tebu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. areal sekitar luas 1,5 juta hektar (ha) dari luasan tersebut pada tahun 2005 dapat

PENGARUH METODE PENGOLAHAN KULIT PISANG BATU (Musa brachyarpa) TERHADAP KANDUNGAN NDF, ADF, SELULOSA, HEMISELULOSA, LIGNIN DAN SILIKA SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

KANDUNGAN SERAT KASAR Centrosema pubescens DAN Capologonium mucunoides DI KAMPUNG WASUR ABSTRACT

KANDUNGAN NUTRISI SILASE PELEPAH DAUN SAGU SEBAGAI BAHAN PAKAN TERNAK RUMINANSIA DENGAN LAMA FERMENTASI DAN KOMPOSISI SUBSTRAT YANG BERBEDA

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

I. PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap peningkatan produksi ternak. Namun biaya pakan

I. PENDAHULUAN.. Kulit pisangmerupakan limbah dari industri pengolahan pisang yang belum

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto

SUHU FERMENTOR TERHADAP NILAI GIZI PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR PRODUK FERMENTASI BUNGKIL KELAPA SAWIT

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Negara Indonesia memiliki banyak ragam tumbuhan hijauan,

UKDW I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merang (Volvariella volvacea) merupakan salah satu spesies jamur

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II.TINJAUAN PUSTAKA. laut. Pisang dapat tumbuh pada iklim tropis basah, lembab dan panas dengan

I. PENDAHULUAN. ruminansia adalah ketersedian pakan yang kontiniu dan berkualitas. Saat ini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

EFEK SUPLEMENTASI BERBAGAI AKSELERATOR TERHADAP KUALITAS NUTRISI SILASE LIMBAH TANAMAN SINGKONG

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

PENGARUH PENAMBAHAN NITROGEN DAN SULFUR PADA ENSILASE JERAMI UBI JALAR (Ipomea batatas L.) TERHADAP GAS TOTAL DAN ph CAIRAN RUMEN DOMBA (IN VITRO)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

Pengaruh Dosis Inokulum dan Lama Fermentasi Buah Ketapang (Ficus lyrata) oleh Aspergillus niger terhadap Bahan Kering, Serat Kasar, dan Energi Bruto

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas

PEMANFAATAN JAMUR PELAPUK PUTIH DALAM MENINGKATKAN KUALITAS NUTRISI JERAMI PADI. Jamila Mustabi, Asmuddin Natsir, Ismartoyo dan Tutik Kuswinanti

KANDUNGAN PROTEIN DAN SERAT KASAR TONGKOL JAGUNG YANG DIINOKULASI Trichoderma sp. PADA LAMA INKUBASI YANG BERBEDA ABSTRACT ABSTRAK PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rumput gajah berasal dari afrika tropis, memiliki ciri-ciri umum berumur

PEMBUATAN BIOPLUS DARI ISI RUMEN Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Fermentasi Lemna sp. Sebagai Bahan Pakan Ikan Untuk Meningkatkan Penyediaan Sumber Protein Hewani Bagi Masyarakat

Transkripsi:

PENGARUH TINGKAT PENAMBAHAN MOLASES PADA PEMBUATAN SILASE KULIT UMBI SINGKONG (Mannihot esculenta) TERHADAP KANDUNGAN SERAT KASAR DAN BAHAN EKSTRAK TANPA NITROGEN INFLUENCE OF THE ADDITION MOLASSES IN THE MANUFACTURE OF CASSAVA PEEL SILAGE (Mannihot esculenta) AGAINST OF CRUDE FIBER AND NITROGEN FREE EXTRACT Ajie Pratama S.*, Atun Budiman**, dan Tidi Dhalika** Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun 2015 **Dosen Fakultas Peternakan Unpad Email: ajiep9738@gmail.com Abstrak Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran pada bulan Juli Agustus 2014. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat penambahan molases pada pembuatan silase kulit umbi singkong (Mannihot esculenta) terhadap kandungan serat kasar dan BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen). Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Terdapat empat jenis perlakuan dengan lima ulangan (P 0 = Ensilase kulit umbi singkong dengan penambahan molases 0%, P 1 = Ensilase kulit umbi singkong dengan penambahan molases 1%, P 2 = Ensilase kulit umbi singkong dengan penambahan molases 3% dan P 3 = Ensilase kulit umbi singkong dengan penambahan molases 5%). Berdasarkan hasil analisis statistika menunjukkan bahwa penambahan molases pada pembuatan silase berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kandungan serat kasar dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN). Persentase penambahan molases pada pembuatan silase kulit umbi singkong (Mannihot esculenta) dengan kandungan serat kasar yang paling tinggi yaitu pada perlakuan P 0 (Ensilase kulit umbi singkong dengan penambahan molases 0%) dan kandungan BETN yang paling tinggi yaitu pada perlakuan P 2 (Ensilase kulit umbi singkong dengan penambahan molases 3%). Kata kunci: molases, ensilase, serat kasar, betn Abstract This research was carried out in the Laboratory of Nutrition of Feed Ruminants and Feed Chemical Faculty of Animal Husbandry Padjadjaran University in July - August 2014. Research aims to know influence of the addition molasses in the manufacture of cassava peel silage (Mannihot esculenta) against of crude fiber and nitrogen free extract. This research uses experimental methods with Complete Random Design. There are four types of treatment with five replicates (P 0 = cassava peel ensilage with addition of 0% molasses, P 1 = cassava peel ensilage with addition of 1% molasses, P 2 = cassava peel ensilage with addition of 3% molasses 1

and P 3 = cassava peel ensilage with addition of 5% molasses). Based on statistical analysis of the results showed that the addition of molasses in silage influential real (P< 0.05) of crude fiber levels and nitrogen free extract. The percentage of the addition molasses in the manufacture of cassava peel silage (Mannihot esculenta) with the highest of crude fiber is at P 0 treatment (cassava peel ensilage with addition of 0% molasses) and the highest of nitrogen free extract is at P 2 treatment (cassava peel ensilage with addition of 3% molasses). Keyword : molasses, ensilage, crude fiber, nitrogen free extract PENDAHULUAN Singkong merupakan tanaman yang dapat tumbuh sepanjang tahun di daerah tropis dan memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai kondisi tanah. Kulit umbi singkong merupakan hasil samping industri pengolahan umbi singkong menjadi keripik singkong dan tepung tapioka. Kulit umbi singkong cukup banyak jumlahnya. Kulit umbi singkong saat ini mulai banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Kulit umbi singkong merupakan limbah industri pertanian yang mempunyai karakteristik mudah rusak karena kadar airnya tinggi. Untuk menghindari kerusakan yang dapat menurunkan kualitas dan sekaligus menjamin kesinambungan ketersediaan bahan pakan ini, perlu dilakukan proses pengawetan. Pengawetan pada bahan basah lebih cocok menggunakan teknik ensilase yang produknya dikenal dengan silase. Proses ensilase akan berhasil dengan syarat-syarat tertentu dan salah satu syarat yang penting adalah tersedianya kandungan karbohidrat terlarut (WSC/water soluble carbohydrates) di dalamnya. Kandungan dan karakteristik WSC dalam kulit umbi singkong belum diketahui, maka dalam proses pembuatannya perlu ditambahkan zat aditif sebagai sumber WSC yaitu dengan menggunakan molases. Selama proses ensilase tidak bisa dihindari akan terjadi perubahan pada zat makanan. Perubahan yang bersifat positif salah satunya yaitu perombakan senyawa kompleks menjadi sederhana yang lebih mudah dimanfaatkan oleh ternak dan zat toksik yang terurai menjadi zat non toksik. Senyawa HCN dalam kulit umbi singkong yang bersifat toksik, yang melalui fermentasi ini diharapkan berubah menjadi zat non toksik. Perubahan yang bersifat negatif yaitu kehilangan bahan organik menjadi senyawa volatile dan terbentuknya senyawa metabolit yang tidak diharapkan bahkan metabolit tersebut bisa bersifat toksik. Perubahan yang terjadi selama proses sampai akhirnya menjadi produk (silase), salah satunya akan menyebabkan terjadinya 2

perubahan komposisi zat makanan. Salah satu zat makanan yang akan mengalami perubahan tersebut adalah serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh tingkat penambahan molases pada pembuatan silase kulit umbi singkong (Mannihot esculenta) terhadap kandungan serat kasar dan BETN. BAHAN DAN METODE Bahan Penelitian 1. Kulit Umbi Singkong Kulit umbi singkong yang digunakan diperoleh dari limbah industri keripik singkong di daerah Cileunyi tepatnya di Kampung Manjahbeureum RT 02/04 Desa Cileunyi Kulon Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung. 2. Molases Molases yang digunakan diperoleh dari KSU Tandangsari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang. Alat Penelitian Peralatan yang digunakan dalam proses fermentasi ini adalah : 1. Silo yang telah didesain terdapat sealer dan pengencang tutup menggunakan baut sebanyak 20 buah. 2. Timbangan mekanik (kapasitas 200 g, ketelitian 0,1 g) digunakan untuk menimbang berat molases yang digunakan dalam penelitian. 3. Timbangan duduk (kapasitas 50 kg, ketelitian 0,1 kg) untuk menimbang berat kulit umbi singkong sebanyak 15 kg. 4. Seperangkat alat analisis proksimat untuk mengetahui nilai serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Prosedur Penelitian Prosedur pembuatan silase kulit umbi singkong meliputi beberapa tahap sebagai berikut : 1. Kulit umbi singkong ditimbang terlebih dahulu sebanyak 15 kg untuk masing-masing perlakuan. 3

2. Molases ditimbang terlebih dahulu disesuaikan dengan tingkat penggunaan untuk masingmasing perlakuan. 3. Kulit umbi singkong dimasukkan ke dalam silo dengan ditumpuk dan dipadatkan. 4. Pemberian molases dilakukan secara bertahap dan berlapis, penambahan molases sesuai dengan dosis untuk setiap unit percobaan yaitu tanpa pemberian molases, molases 1%, molases 3% dan molases 5%. 5. Penambahan molases di setiap lapisan dituangkan secara merata, demikian seterusnya sampai proses penumpukan selesai. 6. Silo kemudian ditutup rapat dengan penutupnya yang telah didesain terdapat sealer dan pengencang tutup menggunakan baut. 7. Selama proses fermentasi posisi silo terlindung dari hujan dan panas sinar matahari langsung. Prosedur pengambilan sampel (sampling) silase kulit umbi singkong meliputi beberapa tahap sebagai berikut : 1. Pada hari ke 22 silo beserta isinya ditimbang menggunakan timbangan duduk (kapasitas 50 kg, ketelitian 0.1 kg) 2. Silo dibuka, dikeluarkan isinya disimpan di atas lantai yang dialasi plastik kemudian diaduk sampai homogen. Silase dihamparkan dengan tebal 3 cm. 3. Silase yang telah dihamparkan dibagi menjadi empat bagian sama rata, kemudian masingmasing bagian diambil dengan total sebanyak 500 g digunakan untuk analisis proksimat, termasuk didalamnya analisis serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah serat kasar dan BETN. Analisis perlakuan menggunakan analisis ragam dan dilakukan uji lanjut dengan uji jarak berganda Duncan. Rancangan Percobaan Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental yang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan lima ulangan. Adapun masingmasing perlakuan adalah sebagai berikut : 4

P 0 : Ensilase kulit umbi singkong dengan penambahan molases 0% P 1 : Ensilase kulit umbi singkong dengan penambahan molases 1% P 2 : Ensilase kulit umbi singkong dengan penambahan molases 3% P 3 : Ensilase kulit umbi singkong dengan penambahan molases 5% HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Serat Kasar Nilai rataan kandungan serat kasar masing-masing perlakuan penambahan molases pada proses silase kulit umbi singkong disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan Kandungan Serat Kasar Silase Kulit Umbi Singkong Ulangan Perlakuan P 0 P 1 P 2 P 3 -----------------------------------(%)------------------------------------ 1 22,04 20,46 16,95 21,73 2 22,46 21,07 16,27 19,43 3 24,19 20,36 16,23 21,59 4 22,28 20,81 18,11 21,23 5 20,72 22,44 16,21 20,11 Rata-rata 22,34 21,03 16,75 20,82 Keterangan: P 0 : Ensilase kulit umbi singkong dengan penambahan molases 0% P 1 : Ensilase kulit umbi singkong dengan penambahan molases 1% P 2 : Ensilase kulit umbi singkong dengan penambahan molases 3% P 3 : Ensilase kulit umbi singkong dengan penambahan molases 5% Pengaruh perlakuan terhadap kandungan serat kasar silase kulit umbi singkong selanjutnya dilakukan analisis statistik menggunakan analisis ragam. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan berbeda nyata (P<0,05) terhadap kandungan serat kasar. Penurunan kandungan serat kasar dari P 0 sampai ke P 2 terjadi karena penambahan molases secara proporsional, sedangkan kenaikan kandungan serat kasar dari P 2 ke P 3 terjadi karena pemanfaatan secara maksimal oleh mikroba. Nilai rataan kandungan serat kasar masing-masing perlakuan penambahan molases pada proses silase kulit umbi singkong disajikan pada Ilustrasi 1. 5

Rataan Kandungan Serat Kasar (%) Pengaruh Tingkat Penambahan Molases Ajie Pratama S 25 20 22,34 21,03 16,75 20,82 15 10 5 0 P0 P1 P2 P3 Perlakuan Ilustrasi 1. Diagram Batang Rataan Kandungan Serat Kasar Silase Kulit Umbi Singkong Pada P 0 yaitu silase kulit umbi singkong tanpa penambahan molases terlihat kandungan serat kasar mencapai 22,34%. Pada P 1 yaitu silase dengan penambahan molases 1% terjadi penurunan serat kasar yaitu 21,03%. Pada P 2 yaitu silase dengan penambahan molases 3% terjadi penurunan yang cukup besar yaitu 16,75% namun pada P 3 yaitu silase dengan penambahan molases 5% terjadi kenaikan yaitu sebanyak 20,82%. Jadi P 0 sampai dengan P 2 terjadi penurunan kandungan serat kasar tetapi pada P 3 mengalami kenaikan kandungan serat kasar. Pengaruh perlakuan terhadap kandungan serat kasar silase kulit umbi singkong selanjutnya diuji dengan uji beda antar perlakuan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dengan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Serat Kasar Silase Kulit Umbi Singkong Perlakuan Rataan Kandungan Serat Kasar Silase Kulit Umbi Singkong Signifikasi (0,05) (%) P 2 16,75 a P 3 20,82 b P 1 21,03 bc P 0 22,34 c Keterangan:Huruf yang berbeda pada kolom signifikasi menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata. 6

Perubahan komposisi zat makanan dalam hal ini serat kasar dipengaruhi oleh dua kemungkinan yaitu pertama terjadi karena perubahan secara kuantitatif dari zat makanan tersebut, kedua terjadi karena pergeseran proporsi akibat berubahnya zat makanan lain. Pergeseran komposisi bahan pada serat kasar menyebabkan terjadinya penurunan kandungan serat kasar. Turunnya kandungan serat kasar berbanding terbalik dengan kandungan BETN yang cenderung naik. Perubahan kuantitatif kandungan serat kasar terjadi akibat aktivitas bakteri yang menghasilkan enzim selulase dan enzim lainnya yang mampu memecah ikatan kompleks serat kasar menjadi lebih sederhana sehingga meningkatkan kandungan BETN dengan semakin banyaknya gula sederhana yang dihasilkan. Woolford (1984) menjelaskan bahwa penurunan persentase serat kasar diduga karena adanya perombakan oleh bakteri, dimana selulosa dan hemiselulosa dapat dirombak menjadi bahan yang lebih sederhana. Selanjutnya Anggorodi (1984) menyatakan bahwa dengan terombaknya selulosa yang merupakan salah satu komponen serat kasar maka kandungan serat kasar seperti hemiselulosa, selulosa dan lignin menjadi rendah. Serat kasar di dalam silase merupakan sumber gula cadangan yang akan digunakan bila sumber karbohidrat yang mudah digunakan telah habis. Hemiselulosa dapat berfungsi sebagai sumber gula cadangan dalam silase dan sekitar 11-55% dari hemiselulosa ini dapat dirombak menjadi komponen yang lebih sederhana (Mc Donald, 1984). Perbedaan kandungan serat kasar antar perlakuan disebabkan oleh adanya perbedaan tingkat penambahan molases. Dengan meningkatnya penambahan molases menyebabkan terjadinya penurunan kandungan serat kasar pada produk silase. Adanya penurunan tersebut disebabkan oleh aktivitas mikroba khususnya kelompok bakteri penghasil asam yang akan menyerap karbohidrat dan menghasilkan asam asetat sebagai hasil akhirnya. Penambahan molases ditujukan untuk meningkatkan kualitas silase terutama meningkatkan karbohidrat pada material pakan. Untuk memperoleh hasil silase dengan kualitas yang baik, maka perlu diupayakan agar asam terbentuk dalam waktu yang singkat. Penggunaan berbagai aditif sebagai sumber energi mempercepat proses pemecahan komponen serat (Diana, 2004). Kelompok bakteri Lactobacillus dalam proses fermentasi akan menghasilkan sejumlah besar enzim pencerna serat kasar seperti selulase dan mannase. Keuntungan kelompok bakteri ini dalam mencerna serat kasar adalah karena bakteri tidak 7

menghasilkan serat kasar dalam aktivitasnya sehingga lebih efektif dalam menurunkan serat kasar daripada ragi dan jamur (Hanafiah, 1995). Kandungan serat kasar kulit umbi singkong sebelum diensilase adalah 25,92%. Semua perlakuan menunjukkan kandungan serat kasar di bawah 25,92%. Hal ini menunjukkan bahwa ensilase berdampak terhadap penurunan zat makanan akibat aktivitas mikroba selama ensilase. Kandungan serat kasar yang paling tinggi dari semua perlakuan menunjukkan bahwa zat makanan tersebut lebih kecil mengalami perubahan. Berdasarkan hasil Uji Duncan, perlakuan P 0 mempunyai kandungan serat kasar yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, maka P 0 adalah perlakuan yang paling mempertahankan kandungan serat kasar kulit umbi singkong selama ensilase. Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan BETN Nilai rataan kandungan BETN masing-masing perlakuan penambahan molases pada proses silase kulit umbi singkong disajikan pada tabel 5. Tabel 5. Rataan Kandungan BETN Silase Kulit Umbi Singkong Ulangan Perlakuan P 0 P 1 P 2 P 3 --------------------------------------(%)---------------------------------- 1 56,44 56,70 60,28 56,56 2 56,93 56,64 60,95 60,39 3 54,45 56,80 61,08 57,80 4 56,70 56,91 58,79 57,44 5 58,66 54,89 61,72 59,83 Rata-rata 56,64 56,39 60,56 58,40 Pengaruh perlakuan terhadap kandungan BETN silase kulit umbi singkong dilakukan analisis statistik menggunakan analisis ragam. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan berbeda nyata (P<0,05) terhadap kandungan BETN. Peningkatan kandungan BETN terjadi pada P 0 sampai ke P 2. Penambahan molases sebanyak 1% pada P 1 mengindikasikan bahwa kandungan BETN dimanfaatkan secara efektif oleh mikroba. Penambahan molases sebanyak 2% dari P 1 ke P 2 mengalami kenaikan pada kandungan BETN nya. Hal tersebut terjadi karena banyak residu yang tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh mikroba. Kenaikan BETN sejalan dengan penambahan molases sampai tahap P 2. 8

Rataan Kandungan BETN (%) Pengaruh Tingkat Penambahan Molases Ajie Pratama S Pada P 2 ke P 3 kandungan BETN mengalami penurunan. Nilai rataan kandungan BETN masingmasing perlakuan penambahan molases pada proses silase kulit umbi singkong disajikan pula pada Ilustrasi 2. 65 60 55 56,64 56,39 60,56 58,4 50 P0 P1 P2 P3 Perlakuan Ilustrasi 2. Diagram Batang Rataan Kandungan BETN Silase Kulit Umbi Singkong Pemanfaatan BETN pada P 1 ke P 2 tidak efektif sehingga kandungan BETN akan bertambah. Pada P 2 ke P 3 kandungan BETN mengalami penurunan yang mengindikasikan bahwa penambahan molases sebanyak 5% pada P 3 terjadi dinamika aktivitas mikroba secara maksimal yang menyebabkan BETN banyak dimanfaatkan sehingga kandungan BETN menurun. Penurunan kandungan BETN terjadi karena penambahan molases secara proporsi dan bukan berasal dari serat kasar. Pengaruh perlakuan terhadap kandungan BETN silase kulit umbi singkong selanjutnya dilakukan uji lanjut untuk mengetahui perbedaan rataan jumlah kandungan BETN antar perlakuan dengan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan yang dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan BETN Silase Kulit Umbi Singkong Perlakuan Rataan Kandungan BETN Silase Kulit Umbi Singkong Signifikasi (0,05) (%) P 1 56,39 a P 0 56,64 ab P 3 58,40 b P 2 60,56 c 9

Keterangan:Huruf yang berbeda pada kolom signifikasi menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata. Perubahan serat kasar menjadi BETN dijelaskan sejalan dengan pernyataan Nelson dan Suparjo (2011) bahwa peningkatan kandungan BETN dapat terjadi karena perombakan karbohidrat struktural terutama hemiselulosa menjadi bahan yang mudah larut. BETN dimanfaatkan dan dirombak oleh bakteri sedangkan untuk kandungan BETN yang tinggi menjadi petunjuk tingginya kandungan karbohidrat dalam kulit umbi singkong yang berarti pula kulit umbi singkong dapat menjadi bahan pakan sumber energi yang cukup tinggi. Tillman, dkk. (1998) menyatakan bahwa mikroba dapat mencerna bahan organik yang mudah terdegradasi seperti BETN. Dalam aktivitasnya mikroba menggunakan sumber energi karbohidrat mudah dicerna (BETN) sebagai langkah awal untuk pertumbuhan dan berkembang biak. Adanya peningkatan aktivitas mikroba dalam mendegradasi substrat, maka akan mempengaruhi juga pemakaian energi (BETN) yang semakin banyak pula sehingga dalam aktivitas mikroba yang tinggi dapat menurunkan kandungan BETN. Namun demikian sejumlah BETN yang hilang akan tergantikan oleh BETN yang diproduksi dari perombakan zat makanan lain, apabila pertumbuhannya maksimal sehingga menghasilkan enzim yang terutama untuk merombak serat kasar. Winarno dan Fardiaz (1979) menyatakan bahwa proses fermentasi menyebabkan terjadinya pemecahan oleh enzim-enzim tertentu terhadap bahan-bahan yang tidak dapat dicerna misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Pederson (1971) menyatakan bahwa kandungan asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral bahan mengalami perubahan akibat aktivitas dan perkembangan mikroorganisme selama fermentasi. Van Soest (1982) menyatakan bahwa untuk merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat dapat dilakukan dengan penambahan bahan yang kaya gula terlarut yang terdiri dari glukosa, fruktosa dan sukrosa. Jumlah glukosa dan fruktosa yang sering ditambahkan pada proses ensilase adalah 10-20 gram per kg. (Mc.Donald, 1981). Penggunaan aditif pada pembuatan silase dapat meningkatkan atau mempertahankan kualitas silase (Mc Donald, 1991). Winarno (1992) menyatakan bahwa substrat yang mengalami fermentasi biasanya memiliki nilai nutrisi yang lebih tinggi daripada bahan asalnya. Sifat katabolik dan anabolik bakteri mampu memecah komponen yang lebih kompleks menjadi sederhana. Proses ini diharapkan akan 10

merombak struktur jaringan kimia dinding sel, pemutusan ikatan lignoselulosa dan penurunan kadar lignin. Pada proses ensilase, bakteri yang tumbuh adalah bakteri asam laktat, bakteri lain termasuk bakteri pemecah serat tidak tumbuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Van Soest (1994) yang menyatakan bahwa pada saat ensilase tidak terjadi proses pencernaan serat kasar tetapi pencernaan serat kasar terjadi pada saat pakan tersebut berada di dalam rumen. McDonald, dkk. (1994) menyatakan bahwa pada proses ensilase bakteri asam laktat membutuhkan ph 3,8 4,0 untuk tumbuh sedangkan bakteri pemecah serat kasar membutuhkan ph 6,2 untuk tumbuh (Sherly, 2001). Selanjutnya Siregar (1996) menyatakan bahwa prinsip pembuatan silase adalah menghentikan pernapasan dan penguapan sel-sel tanaman, mengubah karbohidrat menjadi asam laktat melalui proses fermentasi kedap udara dan menahan aktifitas bakteri pembusuk. Kandungan BETN kulit umbi singkong sebelum diensilase adalah 60,62%. Berdasarkan hasil Uji Duncan, perlakuan P 2 mempunyai kandungan BETN yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, maka P 2 adalah perlakuan yang paling mempertahankan kandungan BETN kulit umbi singkong selama ensilase. Kandungan BETN yang paling tinggi dari semua perlakuan menunjukkan bahwa zat makanan tersebut lebih kecil mengalami perubahan karena tidak digunakan dalam proses fermentasi. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Penambahan molases pada pembuatan silase kulit umbi singkong (Mannihot esculenta) berpengaruh terhadap kandungan serat kasar dan BETN. 2. Persentase penambahan molases pada pembuatan silase kulit umbi singkong (Mannihot esculenta) dengan kandungan serat kasar yang paling tinggi yaitu pada perlakuan P 0 (penambahan 0% molases) dan kandungan BETN yang paling tinggi yaitu pada perlakuan P 2 (penambahan 3% molases) Saran Untuk mendapatkan silase yang baik dapat menggunakan silase kulit umbi singkong yang tidak ditambahkan molases yang dinilai cukup efektif dan efisien khususnya untuk 11

mempertahankan kandungan serat kasar disarankan tidak perlu menambahkan molases sedangkan untuk mempertahankan kandungan BETN disarankan menambahkan molases sebanyak 3%. Untuk mengetahui aspek lain seperti kualitas fisik silase misalnya warna, bau, suhu, tekstur dan sebagainya dapat juga dianalisis lebih lanjut. UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Fachmi Fathurachman rekan satu tim yang bekerjasama dalam kegiatan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada para pembahas Dr. Ir. Iman Hernaman, M.Si., Ir. Sudiarto, MM. dan Dr. Heni Indrijani, S.Pt., M.Si. yang telah memberikan masukan kepada penulis. Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh civitas akademika Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran atas segala perhatian dan bantuan selama menempuh pendidikan disini. DAFTAR PUSTAKA Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia, Jakarta Diana, N.H. 2004. Perlakuan Silase dan Amoniasi Daun Kelapa Sawit sebagai Bahan Pakan Domba. Fakultas Pertanian. Program Studi Produksi Ternak. Universitas Sumatera Utara. Hanafiah, A. 1995. Peningkatan Nilai Nutrisi Empulur Sagu (Metroxylon sp) sebagai Bahan Pakan Monogastrik melalui Teknologi Fermentasi Menggunakan Aspergillus niger. Institut Pertanian Bogor. Bogor. McDonald, P. 1981. The Biochemistry of Silage. John Wiley and Sons, Ltd. New York. McDonald, Edward, P.A.R. and Green Haigh, J.F.D. 1984. Animal Nutrition, 3rd ed, Iowa State University Press, Ames, Iowa. McDonald, P.A.R. Henderson and Sje Heron, 1991. The Biochemistry of Silage.2nd ed, Chalcombe Publication, Marlow Botton, Bucks, UK. McDonald, P.A.R. Edward and J.F.D. Greenhalgh. 1994. Animal Nutrition 4th ed. ELBS Longman. London. Nelson dan Suparjo. 2011. Penentuan Lama Fermentasi Kulit Buah Kakao dengan Phanerochaete chrysosporium. Evaluasi Kualitas secara Kimiawi. Agrinak. 1(1): 1-10. 12

Pederson, C. 1971. Microbiology and Food Fermentation. The AVI Publishing. Co. Inc., Westport, Connecticut. Sherly, C.W. 2001. Identifikasi Enzim Pemecah Serat Kasar Ekstrak Neotermes dalbergia. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Siregar, S.B. 1996. Pengawetan Pakan Ternak, Penebar Swadaya, Jakarta. Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-6. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Van Soest, Peter J. 1982. Nutrient Ecology of The Ruminant, Ruminant Metabolism, Nutritional Strategies, The Cellulolytic Fermentation and Chemistry of Forages and Plant Fiber. Cornell University. Van Soest, Peter. J. 1994. Nutritional Ecology of The Ruminant. 2nd Ed. Comstock Publishing Associates Advion of Corhell University Press, Ithaca. New York. Winarno, F.G. dan S. Fardiaz. 1979. Biofermentasi dan Biosintesa Protein. Penerbit Angkasa. Bandung. Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta. Woolford, M. K. 1984. The Silage Fermentation, Marcel Dekker, Inc. New York. 13