I. PENDAHULUAN. Pada saat ini, satu dari enam orang menderita kelaparan karena. luasan lahan produktif dan satu dari empat orang terpapar bahan kimia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, hal ini dapat terlihat dari adanya kekhawatiran kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat. Kesadaran akan lingkungan telah meningkat dalam dua dasawarsa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesadaran manusia akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Jayanti dkk. (2013) Green consumer behavior merupakan perilaku

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kerusakan lingkungan merupakan suatu kegiatan yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. bumi yang diakibatkan oleh proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut dan

BAB I PENDAHULUAN. yang menawan sangat penting bagi wanita. Hal ini dapat dibuktikan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Isu kerusakan lingkungan yang mencuat akhir-akhir ini menimbulkan kesadaran dan

BAB I PENDAHULUAN. dicetuskan oleh adanya kekhawatiran terjadinya bencana yang mengancam

No pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan. Penerapan prinsip Keuangan Berkelanjutan sebagai per

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Q1 ( Apakah konsumen pernah mendengar istilah Green Product ) Pernyataan Frekuensi % Pernah 61 61% Belum Pernah 39 39% Total %

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya bencana lingkungan hidup yang mengancam, bukan hanya kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan. Eksploitasi ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Bahkan, manusia menjadi salah satu komponen dari lingkungan hidup itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan oleh adanya kekhawatiran masyarakat akan dampak dari kerusakan

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembelian dengan menggunakan dua variabel yaitu Green packaging dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. manusia baik secara langsung maupun tidak langsung, aktivitas tersebut mencakup

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada perilaku konsumennya (Tjiptono, 2002). konsumen ada dua hal yaitu faktor internal dan eksternal.

BAB I PENDAHULUAN. pada peningkatan konsumsi dunia. Pengolahan dan pemanfaatan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. perhatian terhadap lingkungan yang memunculkan tuntutan tanggung jawab

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya bencana lingkungan hidup yang mengancam, bukan hanya kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim terjadi akibat dari pemanasan global dan kerusakan di sektor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Raden Roby Maulidan, 2014 Kesiapan Warga Kampus UPI Menuju ECO-Campus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dewasa ini, proses globalisasi terjadi sangat pesat di seluruh dunia.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing. Mereka berusaha melakukan berbagai cara untuk tetap sehat serta

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. baik itu berdampak positif ataupun berdampak negatif. Menurut Fallah dan

I. PENDAHULUAN. Uraian Jumlah penduduk (juta jiwa) Konsumsi beras (juta ton) (Sumber: BPS, 2012)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lingkungan merupakan sesuatu yang berada disekitar manusia secara

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Banyak perusahaan yang mulai beralih untuk mendesain produk-produk hijau

BAB I PENDAHULUAN. pentingnya pelestarian lingkungan semakin meningkat, peningkatan kesadaran

BAB I PENDAHULUAN. membuat masyarakat menjadi lebih peduli terhadap produk-produk yang mereka

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan perekonomian dan pembangunan adalah masalah pemanfaatan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan hidup yang mengancam, bukan hanya kesehatan namun bahkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

PENGARUH PEMBELAJARAN EKOSISTEM BERBASIS MASALAH GLOBAL TERHADAP PENGUASAAN KONSEP, KEMAMPUAN PENALARAN DAN KESADARAN LINGKUNGAN SISWA KELAS X

PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN ( Pertemuan ke-7 ) Disampaikan Oleh : Bhian Rangga Program Studi Pendidikan Geografi FKIP -UNS 2013

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah populasi manusia semakin hari semakin bertambah sehingga lebih

BAB I PENDAHULUAN. Masalah lingkungan global sudah mencuri perhatian dunia sejak tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh terjadinya Global warming yang terjadi pada saat ini. Hal ini sangat

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN EFEK BERSIFAT UTANG BERWAWASAN LINGKUNGAN (GREEN BOND)

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terhadap suatu barang, salah satunya adalah kosmetik. Kosmetika

2015 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR PERUBAHAN LINGKUNGAN BERBASIS REALITAS LOKAL PULAU BANGKA UNTUK MENINGKATKAN LITERASI LINGKUNGAN SISWA

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Orang-orang mulai khawatir akan dampak global warming pada

BAB 1 PENDAHULUAN. di bumi. Salah satu penyebab kerusakan lingkungan adalah penggunaan emisi di

BAB I PENDAHULUAN. Cisolok Kabupaten Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Pembangunan Kehutanan

GAMBAR 1.1 PRODUK PT. COCA COLA Sumber :

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang seksama dan dicermati semua pihak tak terkecuali oleh perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap material bangunan mempunyai siklus hidup, dimulai dari

I. PENDAHULUAN. melaksanakan usaha-usaha yang paling baik untuk menghasilkan pangan tanpa

Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung

I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

BAB I PENDAHULUAN. kualitas lingkungan (Han et al., 2011) karena dampak negatif yang dihasilkan dari

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Green product atau juga dikenal dengan istilah ecological product atau environmental

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. masyarakat terhadap produk-produk hijau (green product) atau produk yang

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, yang di dalamnya

Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada zaman sekarang ini perkembangan dunia bisnis di Indonesia sudah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya lingkungan semakin

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multi-dimensional yang terjadi akhir-akhir ini secara global, baik krisis

BAB I PENDAHULUAN. kanker kulit dan berpotensi mengacaukan iklim dunia serta pemanasan global,

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB 13. KELUARGA DAN PERUBAHAN IKLIM. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting oleh banyak kalangan. Banyak faktor yang dinilai menjadi penyebab

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

BAB I PENDAHULUAN. kosmetik dan merupakan salah satu dari pelopor dari green marketing. Menurut

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini, satu dari enam orang menderita kelaparan karena kurangnya pasokan pangan yang merupakan akibat dari semakin menurunnya luasan lahan produktif dan satu dari empat orang terpapar bahan kimia berbahaya akibat dari polusi. Di Tahun 2025, dua per tiga masyarakat dunia akan hidup dengan kondisi kekurangan air. Sementara itu, perubahan iklim global mengakibatkan berbagai bencana alam seperti banjir dan badai (World Bank, 2007). Berdasarkan fakta di atas terlihat bahwa kerusakan lingkungan hidup pada saat ini sudah semakin parah. Kerusakan lingkungan hidup yang kritis seperti saat ini mengarah kepada degradasi lingkungan yaitu perubahan lingkungan yang menyebabkan lingkungan itu tidak sesuai lagi untuk mendukung kehidupan manusia, meskipun degradasi lingkungan pada saat ini tidak mencapai tingkatan yang membahayakan kehidupan akan tetapi degradasi lingkungan pada saat ini sudah mencapai pada tingkatan yang menurunkan kualitas bumi sebagai tempat tinggal. Menurut Kirby (2004), terdapat enam masalah lingkungan hidup utama yang harus segera ditanggulangi. Keenam masalah lingkungan hidup tersebut terkait dengan pangan, air, energi, perubahan iklim, keanekaragaman hayati dan polusi. Di Indonesia sendiri, masalah lingkungan utama yang dihadapi saat ini adalah penebangan hutan secara liar, polusi air akibat limbah industri, polusi udara di daerah perkotaan, perambahan kawasan konservasi, menurunnya

kualitas keanekaragaman hayati dan yang terbaru adalah semburan lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur yang merusak ekosistem lingkungan sekitar semburan. Masalah lingkungan hidup yang terjadi seyogyanya muncul dari hasil interaksi antara aktivitas ekonomi manusia dengan sumberdaya alam (Yakin, 1997). Dengan demikian secara tidak langsung dapat dinyatakan bahwa kerusakan lingkungan hidup adalah efek samping negatif kegiatan ekonomi. Efek samping negatif kegiatan ekonomi terhadap lingkungan ini lazim dikenal sebagai eksternalitas. Eksternalitas yang diakibatkan oleh aktivitas ekonomi berasal dari berbagai jenis industri. Sebagai contoh dalam industri berbasis kehutanan, penebangan liar atau illegal logging mengakibatkan deforestasi hutan yang cukup parah sehingga diprediksikan pada tahun 2022, 98% hutan Indonesia akan habis (UNEP, 2007). Adapun industri pertambangan memberikan eksternalitas negatif berupa polusi air yang diakibatkan praktik tailing (pembuangan limbah tambang) ke sungai atau badan air lainnya (Dinar, 2004). Di tengah kondisi lingkungan hidup yang kritis, muncul kesadaran di tengah masyarakat akan kelestarian lingkungan. Didorong oleh kesadaran akan pelestarian lingkungan, masyarakat menuntut produsen untuk memproduksi produk-produk yang lebih berwawasan lingkungan atau dengan kata lain konsumen menghendaki produk yang tidak memberikan dampak negatif bagi lingkungan. Konsumen menginginkan dan membutuhkan produk yang tidak hanya memperhatikan atribut konvensional seperti harga, kualitas dan ketersediaan. Akan tetapi lebih dari itu, konsumen saat ini memiliki kepedulian terhadap proses produksi dari suatu produk serta memperhatikan dampak sosial, 2

kesehatan dan ekologis yang timbul dari produksi, distribusi, konsumsi dan pembuangan suatu produk (Fraz dan Martinez, 2007) Konsumen yang peka terhadap atribut ekologis suatu produk sebagaimana tersebut di atas disebut sebagai konsumen hijau (green consumer ~ environmentally concsious consumers). Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2007), konsumen hijau adalah konsumen yang peduli terhadap produk berwawasan lingkungan. Pada tahun 2005, segmen pasar yang berwawasan lingkungan atau yang dikenal sebagai segmen LOHAS (Lifestyles of Health and Sustainability) mencapai 23 persen dari total keseluruhan penduduk di Amerika Serikat (French dan Rogers, 2005). Di Indonesia sendiri, besaran konsumen hijau tidak diketahui dengan pasti, walaupun demikian dapat dipastikan bahwa jumlah konsumen hijau di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun terutama di kota besar seiring dengan meningkatnya keasadaran masyarakat Indonesia akan pelestarian lingkungan. Tuntutan konsumen akan produk yang ramah lingkungan membuat produsen mulai mengubah orientasi usaha.. Jika selama ini produsen hanya berorientasi pada ekonomi semata maka orientasi produsen secara perlahan mulai berubah menjadi turut mempertimbangkan aspek ekologis. Perubahan paradigma ini antara lain karena kesadaran bahwa nilai-nilai ekologis adalah juga nilai ekonomi (Kahn, 1979) dan bahwa lingkungan hidup yang sehat dibutuhkan untuk mencapai perekonomian yang sehat (Dunn, 1984). Salah satu cara produsen untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen hijau sekaligus untuk menunjukkan tanggung jawab sosial terhadap lingkungan adalah dengan menawarkan produk hijau. Produk hijau atau green 3

product dikenal juga dengan istilah eco products, sustainable product dan ecoefficiency product. Kementerian Lingkungan Hidup (2007) menyatakan produk hijau adalah produk yang berwawasan lingkungan atau produk yang bersahabat dengan lingkungan, sejak pembuatan sampai pembuangannya. Sementara itu, World Wildlife Fund (2007) mendefinisikan produk hijau sebagai produk yang memperhatikan aspek ekonomi dan ekologis sekaligus. Produk hijau dapat dengan mudah diidentifikasikan di pasar karena produk hijau pada umumnya menggunakan label tertentu yang menunjukkan bahwa produk tersebut telah lulus audit dan layak dinyatakan sebagai produk hijau. Sebagai contoh, peralatan elektronik yang hemat energi pada umumnya mencantumkan lambang Star Energy sedangkan produk dengan kemasan yang dapat didaur ulang mencantumkan lambang 3R (reduce, reuse, recyle) pada kemasannya. Di Indonesia sendiri, produk hijau belum begitu dikenal oleh konsumen. Walaupun demikian, banyak produk hijau sudah masuk pasar Indonesia dan dapat diterima pasar dengan baik. Pada umumnya, produk hijau yang diterima dengan baik oleh pasar Indonesia adalah produk yang dikonsumsi atau digunakan secara langsung oleh konsumen seperti produk kosmetik. Beberapa produk kosmetik hijau yang ditawarkan untuk konsumen Indonesia antara lain adalah produk kosmetik merek The Body Shop dan L'Occitane. 1.2 Perumusan Masalah Pasar produk kosmetik dan personal care hijau di Indonesia belumlah mencapai jumlah yang signifikan. Hal ini tidaklah mengherankan karena pasar global produk hijau sendiri merupakan pasar relung atau niche market (Klein, 4

2007). Meskipun konsumen produk hijau pada umumnya memiliki strata ekonomi yang tinggi akan tetapi tidak secara langsung menyebabkan nilai pasar produk hijau menjadi besar karena hanya sedikit sekali konsumen yang mempertimbangkan lingkungan dalam perilaku konsumsi. Kecilnya nilai pasar produk kosmetik dan personal care hijau di Indonesia salah satu sebabnya dikarenakan masih rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia akan produk kosmetik hijau. Tidak banyak konsumen Indonesia yang menyadari keberadaan produk kosmetik hijau yang berarti tidak banyak konsumen Indonesia yang pernah mendengar mengenai produk kosmetik hijau. Kesadaran konsumen Indonesia yang relatif rendah terhadap produk kosmetik hijau mengakibatkan dampak secara simultan terhadap rendahnya pengetahuan (knowledge) konsumen akan produk kosmetik hijau sehingga menyebabkan afeksi atau perasaan menyukai (liking) terhadap produk kosmetik hijau juga relatif rendah yang pada akhirnya mengakibatkan minat pembelian (purchase intention) serta perilaku pembelian (purchase) terhadap produk kosmetik hijau juga relatif rendah. Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan utama dalam pemasaran produk kosmetik hijau adalah rendahnya kesadaran masyarakat akan produk kosmetik hijau yang memberikan dampak akhir berupa negatifnya sikap konsumen terhadap produk kosmetik hijau yang terlihat antara lain dari rendahnya minat pembelian terhadap produk kosmetik hijau. Menurut teori komponen sikap (Hawkins, 2001) sikap terdiri dari komponen kognitif berupa kepercayaan, komponen afektif (feelings) dan 5

komponen konatif (behavioral intentions). Oleh karena itu analisis minat pembelian terhadap produk kosmetik hijau merupakan bagian dari analisis sikap konsumen terhadap produk kosmetik hijau. East (1997) menyatakan bahwa perilaku terhadap objek tertentu dipengaruhi oleh sikap terhadap perilaku tersebut. Oleh karena itu, minat konsumen untuk membeli produk hijau kosmetik dipengaruhi oleh sikap konsumen terhadap pembelian produk kosmetik hijau. Walaupun demikian, sikap terhadap pembelian produk kosmetik hijau bukanlah satu-satunya faktor yang dapat menjelaskan minat pembelian terhadap produk kosmetik hijau. Oleh karena itu dalam analisis mengenai minat pembelian terhadap produk kosmetik hijau dipertimbangkan juga faktor-faktor lain yang mempengaruhi minat pembelian terhadap produk kosmetik hijau. Produk kosmetik hijau adalah produk yang tidak hanya memiliki atribut konvensional akan tetapi juga memiliki atribut ekologis. Tidak seperti atribut konvensional, atribut ekologis yang melekat pada produk kosmetik hijau tidak secara langsung dirasakan manfaatnya oleh konsumen. Oleh karena itu, atribut ekologis yang terkandung dalam produk kosmetik dan personal care hijau dapat dikategorikan sebagai nilai penggunaan tidak langsung (indirect use value). Nilai penggunaan tidak langsung dari produk kosmetik dan personal care hijau mengacu pada fungsi ekologis produk untuk turut melestarikan lingkungan. Manfaat ekologis dari produk kosmetik hijau yang tidak dirasakan secara langsung oleh konsumen mengakibatkan sebagian nilai ekonomi produk kosmetik hijau menjadi intangible atau tidak begitu terlihat Salah satu cara untuk menentukan nilai ekonomi produk kosmetik hijau yang dapat mencakup nilai ekonomi atribut ekologis produk kosmetik hijau adalah dengan pendekatan 6

kesediaan membayar. Pengetahuan tentang kesediaan membayar akan produk kosmetik hijau penting untuk diketahui karena kesediaan membayar mempengaruhi perilaku konsumen terhadap produk kosmetik hijau. Penelitian ini berfokus pada perilaku konsumen terhadap produk kosmetik hijau di Kota Bogor. Alasan pemilihan Kota Bogor sebagai tempat penelitian adalah karena Bogor sebagai kota satelit Jakarta memiliki karakteristik konsumen yang khas yaitu karakteristik umumnya menyerupai karakteristik konsumen di kota besar akan tetapi kesadaran akan produk kosmetik hijau dapat dikatakan masih rendah. Berdasarkan alasan tersebut, maka karakteristik konsumen Bogor yang khas tersebut sangat cocok dijadikan populasi penelitian untuk melihat minat dan kesediaan membayar konsumen terhadap produk hijau Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini akan mengangkat empat pertanyaan utama, yaitu : 1. Bagaimanakah profil konsumen individu pengguna kosmetik di Kota Bogor? 2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kesediaan membayar konsumen di Kota Bogor untuk produk kosmetik hijau? 3. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi minat konsumen di Kota Bogor untuk membeli produk kosmetik hijau? 4. Bagaimanakah strategi pemasaran produk kosmetik hijau? 7

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai perilaku konsumen di Kota Bogor terhadap produk kosmetik hijau. Tujuan penelitian dapat diperjelas sebagai berikut : 1. Menganalisa profil konsumen individu pengguna kosmetik di Kota Bogor. 2. Menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar konsumen di Kota Bogor untuk produk kosmetik hijau. 3. Menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi minat konsumen di Kota Bogor untuk membeli produk kosmetik hijau. 4. Merumuskan strategi pemasaran produk kosmetik hijau. 1.4 Kegunaan Penelitian 1. Bahan masukan untuk pemasar dalam memasarkan produk kosmetik hijau secara lebih baik. 2. Bentuk dukungan terhadap upaya produksi berwawasan lingkungan yang dilakukan oleh para produsen kosmetik hijau. 3. Sebagai upaya penyadaran masyarakat akan manfaat ekologis produk kosmetik hijau. 8