I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8%

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jenis Bencana Jumlah Kejadian Jumlah

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

URGENSI SIPD DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

4. Upaya yang telah dilakukan dalam mengendalikan serangan OPT dan menangani banjir serta kekeringan adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

2

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp:// [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

NOTA DINAS banjir Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung kekeringan OPT banjir kekeringan OPT banjir

KATA PENGANTAR. keterampilan para petani dan petugas melalui sekolah lapangan serta pelatihan pemandu (PL I, PL II, PL III).

I PENDAHULUAN Latar Belakang

Lampiran.1 Perkembangan Produksi Bayam Di Seluruh Indonesia Tahun

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha)

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

I. PENDAHULUAN. untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi

NOTA DINAS banjir OPT banjir kekeringan OPT banjir kekeringan OPT

V. GAMBARAN UMUM, KONDISI FISKAL, KEMISKINAN, DAN KETAHANAN PANGAN DI JAWA BARAT

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan September 2017

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

PRODUKSI TANAMAN PANGAN PROVINSI PAPUA TAHUN 2015 (BERDASARKAN ANGKA SEMENTARA 2015)

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

Katalog BPS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak Geografis dan Astronomis Indonesia Serta Pengaruhnya

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan Oktober 2017

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

IV METODE PENELITIAN

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2

7. Pencapaian Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

Laporan ini disusun untuk memberikan gambaran umum tentang ketenagakerjaan pertanian, rumah tangga pertanian dan kondisi pengelolaan lahan pertanian.

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

PROGRAM PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN 2017

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg)

Tinjauan Spasial Produksi dan Konsumsi Beras

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang


Produksi Tanaman Pangan Provinsi Papua Tahun 2015 (Berdasarkan Angka Ramalan II 2015)

I. EVALUASI UPSUS 2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

Seuntai Kata. Bandung, Mei 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. Gema Purwana

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

Tabel V.1.1. REKAPITULASI PRODUKSI KAYU BULAT BERDASARKAN SUMBER PRODUKSI TAHUN 2004 S/D 2008

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

BAB IV GAMBARAN UMUM

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

Transkripsi:

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki jumlah penduduk sekitar 237 juta jiwa (BPS, 2010). Peningkatan jumlah penduduk akan mengakibatkan peningkatan jumlah permintaan tanaman pangan terutama padi menyebabkan diperlukan upaya peningkatan produksi padi. Peningkatan produksi padi dapat dilakukan dengan meningkatkan luas produksi atau peningkatan produktivitas. Salah salah satu alternatif yang dapat dilakukan sebagai upaya peningkatan produksi adalah melalui peningkatan produktivitas. Peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya introduksi teknologi dan peningkatan efisiensi. Introduksi teknologi dapat dilakukan dengan pengadaan program-program pertanian oleh pemerintah seperti program intensifikasi, BIMAS, dan lain sebagainya. Berdasarkan laporan penelitian Brazdik (2006) petani di daerah Jawa Barat, program intenfikasi pertanian BIMAS memiliki dampak peningkatan produksi yang berbeda-beda sehingga untuk meningkatkan produksi diperlukan berbagai formulasi dan penyesuaian dengan karakteristik petani di suatu daerah. Daryanto, et al. (2002) dalam Brazdik (2006) juga menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara efisiensi teknis dengan partisipasi petani program intensifikasi pertanian sehingga program intensifikasi gagal meningkatkan efisiensi teknis petani di Jawa Barat. Penelitian Dhungana et al. (2004) menyatakan di negara berkembang, inovasi teknologi dan atau introduksi teknologi baru yang lebih efisien dibutuhkan untuk meningkatkan produksi, akan tetapi terdapat masalah seperti cultural constrains yang menyebabkan teknologi tersebut tidak dapat diterapkan. Karena itu peningkatan atau perbaikan efisiensi usahatani menjadi alternatif untuk meningkatkan produksi padi. Data pada BPS tahun 2010 pada tanaman pangan menunjukan bahwa luas area panen dan jumlah produksi padi menempati urutan pertama. Padi sawah adalah salah satu sistem budidaya padi yang paling banyak dikembangkan di Indonesia. Produksi padi sawah nasional tahun 2003 hingga 2010 terus 1

mengalami peningkatan, namun peningkatannya tidak terlalu signifikan, yaitu antara 0,1 hingga 5,5 persen. Produksi dan produktivitas padi berdasarkan provinsi di Indonesia dapat terlihat pada tabel 1. Provinsi Jawa Barat adalah salah satu lumbung padi nasional. Sebagai sentra penghasil padi nasional, Provinsi Jawa Barat memiliki peran penting dalam menjaga pemenuhan kebutuhan beras dalam negeri. Provinsi Jawa Barat tahun 2003 hingga 2010 memiliki kontribusi sekitar 16 hingga 17 persen dari total produksi padi sawah nasional (BPS 2012) 1. Tahun 2005 hingga 2010 produktivitas provinsi ini berada diatas rataan produktivitas nasional akan tetapi masih dibawah produktivitas beberapa provinsi lain seperti Jawa Timur. Kabupaten Indramayu tahun 2005 hingga 2009 adalah kabupaten yang memiliki luas tanam dan produksi padi sawah terbesar di Provinsi Jawa Barat. Jumlah produksi pada rentang tahun yang sama menyumbang sekitar 11 persen dari total produksi padi sawah Jawa Barat dan merupakan daerah penghasil terbesar padi di Jawa Barat. Informasi luas dan produktivitas padi sawah di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada tabel 2. 1 [BPS]. 2012. Tabel Luas Panen, Produksi, Produktivitas Padi Seluruh Provinsi 2005-2010. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?eng=0 (diakses 4 Januari 2012) 2

Tabel 1. Luas Panen dan Produksi Padi Sawah Menurut Provinsi di Indonesia 2009-2010 No. Provinsi Luas Panen (ha) Produksi (Ton) 2009 2010 *) 2009 2010 *) 1 Nangroe Aceh Darussalam 352.006 347.966 1.539.448 1.571.130 2 Sumatera Utara 718.583 702.403 3.382.066 3.422.734 3 Sumatera Barat 432.147 450.368 2.088.055 2.188.709 4 Riau 127.522 131.263 478.343 507.37 5 Kepulauan Riau 131 375 403 1.202 6 Jambi 127.981 124.577 556.007 537.505 7 Sumatera Selatan 679.243 690.25 2.945.914 3.041.034 8 Kepulauan Bangka Belitung 2.793 3.975 9.733 14.069 9 Bengkulu 120.882 121.877 484.594 491.901 10 Bandar Lampung 506.596 528.328 2.487.314 2.623.849 11 DKI Jakarta 1.974 2.015 11.013 11.164 12 Jawa Barat 1.825.346 1.905.080 10.924.508 11.271.677 13 Banten 332.776 368.009 1.740.951 1.915.995 14 Jawa Tengah 1.663.024 1.734.647 9.380.495 9.859.955 15 DI Yogyakarta 105.613 106.907 662.368 646.816 16 Jawa Timur 1.787.354 1.842.445 10.758.398 11.126.704 17 Bali 149.269 151.208 876.692 867.185 18 Nusa Tenggara Barat 316.12 329.594 1.653.811 1.620.666 19 Nusa Tenggara Timur 127.896 111.652 464.703 405.509 20 Kalimantan Barat 331.922 334.452 1.131.806 1.159.012 21 Kalimantan Tengah 133.065 146.964 420.407 451.762 22 Kalimantan Selatan 444.391 417.944 1.823.652 1.683.163 23 Kalimantan Timur 92.383 96.156 421.605 450.789 24 Sulawesi Utara 103.887 107.52 522.566 554.031 25 Gorontalo 47.733 45.37 256.217 252.243 26 Sulawesi Tengah 201.877 195.603 929.791 912.372 27 Sulawesi Selatan 853.676 877.458 4.293.918 4.337.946 28 Sulawesi Barat 60.731 72.127 298.79 352.512 29 Sulawesi Tenggara 87.274 99.829 377.677 429.15 30 Maluku 18.545 17.779 83.764 77.532 31 Maluku Utara 10.631 12.825 39.753 48.503 32 Papua 24.176 24.661 91.986 95.964 33 Papua Barat 9.531 8.969 34.475 32.904 Sumber : BPS dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Keterangan : *) Angka sementara 3

Tabel 2. Produksi dan Luas Panen Padi Sawah Menurut Kabupaten dan Kota di Jawa Barat Tahun 2005-2006 No Kabupaten/Kota Produksi (Ton) Tahun Luas Panen(hektar) Tahun 2008 2009 2008 2009 1 Bogor 477.344 493.779 81.415 82.697 2 Sukabumi 619.987 734.011 113.211 124.284 3 Cianjur 672.368 723.695 120.268 127.527 4 Bandung 379.399 419.542 64.123 68.741 5 Garut 643.981 705.711 106.336 110.845 6 Tasikmalaya 634.810 695.905 103.119 111.494 7 Ciamis 580.452 668.237 96.531 105.464 8 Kuningan 311.728 338.129 53.424 57.967 9 Cirebon 417.724 507.377 73.007 85.538 10 Majalengka 491.336 561.173 89.026 94.960 11 Sumedang 380.243 412.422 66.676 69.362 12 Indramayu 1.006.927 1.290.035 179.330 218.392 13 Subang 974.552 1.098.210 167.539 182.200 14 Purwakarta 194.382 209.751 35.062 36.059 15 Karawang 1.075.933 1.058.267 180.930 179.251 16 Bekasi 563.511 618.113 101.513 104.823 17 Bandung Barat 169.647 214.702 30.600 35.877 18 Kota Bogor 7.492 7.112 1.273 1.269 19 Kota Sukabumi 19.998 22.687 3.495 3.625 20 Kota Bandung 12.547 10.635 2.244 1.810 21 Kota Cirebon 2.643 3.565 464 624 22 Kota Bekasi 9.930 5.481 1.798 913 23 Kota Depok 4.441 4.585 753 788 24 Kota Cimahi 3.915 2.993 668 504 25 Kota Tasik 64.656 80.772 11.829 14.222 26 Kota Banjar 37.222 37.679 6.260 6.110 Jumlah 9.757.168 10.924.508 1.690.864 1.825.346 Sumber: Diperta Jabar (2011) 2 2 www.diperta.jabarprov.go.id. Produksi dan Luas Panen Padi Sawah Menurut Kabupaten dan Kota di Jawa Barat. Diakses tanggal 24 Maret 2011 4

Kecamatan Kandanghaur adalah salah satu sentra penghasil padi di Provinsi Jawa Barat (Diperta Jabar 2010) 3. Seluruh petani padi di Kecamatan Kadanghaur membudidayakan padi dengan menggunakan sawah (lahan basah). Hal ini dikarenakan adanya saluran irigasi yang baik sehingga menunjang petani untuk melakukan hal tersebut. Selain itu, padi sawah memiliki produksi yang lebih tinggi dan membutuhkan perawatan dan penggunaan faktor produksi yang lebih rendah dibandingkan dengan padi kering atau padi gogo. Selain itu, padi sawah lebih tahan terhadap hama dan penyakit. Faktor-faktor tersebut menyebabkan petani di Kecamatan Kandanghaur membudidayakan padi sawah. Desa Kertawinangun adalah salah satu desa di Kecamantan Kandanghaur yang memiliki luas sawah 480 hektar atau 7,79 persen dari total luas sawah di Kecamatan Kandanghaur. Berdasarkan tabel 3, terlihat bahwa petani padi sawah di Desa Kertawinangun berdasarkan sumber pengairan yang digunakan adalah satu-satunya desa di Kecamatan Kandanghaur yang seluruh area persawahannya menggunakan irigasi secara teknis. Hal ini berdampak kepada produktivitas padi di desa tersebut menjadi kedua tertinggi dibandingakan dengan desa lain di Kecamatan Kandanghaur. Terlihat pada tabel 4 bahwa Desa Kertawinangun memiliki hasil panen dan produktivitas padi sawah yang tinggi. Tahun 2010 produktivitas padi sawah menurun dibandingkan dengan desa lain. Tahun sebelumnya Desa Kertawinangun menempati posisi produktivitas tertinggi dibandingkan dengan desa lainnya. Keseragaman sumber pengairan dan letak kawasan persawahan yang ada disuatu daerah menyebabkan Desa Kertawinangun dijadikan objek penelitian efisiensi teknis padi sawah menggunakan pendekatan Data Envelopment Analysis. Hal ini disebabkan kesamaan sumber perngairan dan letak lahan yang berada dalam satu hamparan menunjukan bahwa seluruh responden yang diamati memiliki faktor produksi berupa karakteristik lahan yang sama. 3 http://www.diperta.jabarprov.go.id/. Data Produksi dan Produktivitas Padi Sawah Provinsi Jawa Barat. Diakses tanggal 24 Maret 2011. 5

Tabel 3. Luas Areal Pesawahan menurut Jenis Pengairan di Kecamatan Kandanghaur Tahun 2010 Irigasi Irigasi Tadah Setengah Sederhana Jumlah No Desa Teknis Hujan Teknis (hektar) (hektar) (hektar) (hektar) (hektar) 1 Curug 427,8 17,1 0 0 444,9 2 Pranti 293,7 6,3 0 0 300 3 Wirakanan 374,3 132,5 0 0 506,8 4 Karang Mulya 0 92 131 124 347 5 Karanganyar 120 146,2 360,2 0 626,4 6 Wirapanjunan 40,5 82,2 81,2 40,1 244 7 Perean Girang 272 611 124 0 1007 8 Bulak 196 204,7 119,7 0 520,4 9 Ilir 285 200 110,1 0 595,1 10 Soge 386,1 0 37 0 423,1 11 Eretan Wetan 0 4,4 64,7 3,1 72,2 12 Eretan Kulon 250 116,4 0 0 366,4 13 Kertawinangun 472,5 0 0 0 472,5 Jumlah 3117,9 1612,8 1027,9 167,2 5925,7 Sumber : Koordinator Statistik Kecamatan Kandanghaur (2011) dalam BPS (2011) 6

Tabel 4. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Di Kecamatan Kandanghaur Tahun 2010 Luas Panen Produksi Produktivitas No Desa (hektar) (Ton) (Ton/hektar) 1 Curug 525 5.722,5 5,50 2 Pranti 300 3.333,8 5,30 3 Wirakanan 990 5.306,4 5,40 4 Karang Mulya 465 2.425,0 5,20 5 Karanganyar 1.358 6.036,3 4,40 6 Wirapanjunan 420 1.911 4,60 7 Perean Girang 1.900 8.502,5 4,50 8 Bulak 1.170 5.423 4,60 9 Ilir 1.270 5.880,1 4,60 10 Soge 860 4.558,0 5,30 11 Eretan Wetan 105 449,4 4,30 12 Eretan Kulon 614 3.070,0 5,00 13 Kertawinangun 934 5.001,6 5,40 Total 10.911 4,9 57.619,5 Sumber : UPTD Pertanian dan Peternakan Kecamatan Kandanghaur (2011) - Data Versi UPTD Pertanian dan Peternakan Kecamatan Kandanghaur (dalam BPS 2011) 1.2. Rumusan Masalah Kabupaten Indramayu adalah kabupaten penghasil padi sawah dengan luas panen terbesar di Provinsi Jawa Barat. Tren yang saat ini terjadi di daerah Kabupaten Indramayu adalah pemilik lahan sawah kurang berminat untuk menjalankan usahatani padi sawah dikarenakan beberapa alasan, diantaranya: (1) Semakin tingginya biaya yang harus dikeluarkan dalam mengusahakan padi membuat pemilik lahan tidak tertarik untuk menggarap lahannya sendiri. (2) Degradasi lahan akibat over exploited mengakibatkan kesuburan lahan semakin berkurang. (3) Semakin tergantungnya usahatani padi dengan pemberian masukan (input) seperti pupuk dan pestisida yang mengakibatkan semakin besarnya biaya yang harus dikeluarkan. (4) Semakin tidak menentunya cuaca 7

meningkatkan risiko yang dihadapi, dan lain sebagainya sehingga pemilik lahan sulit mencapai economics of scale dari usahanya. Meskipun terdapat pemilik lahan yang enggan menggarap lahannya, namun terdapat pula petani yang mau menggarap lahan orang lain dengan sistem sewa, bagi hasil, dan lain sebagainya. Hal ini menunjukan masih adanya keinginan petani untuk mengembangkan usaha padi sawah di daerah tersebut. Terdapat hipotesis bahwa petani pemilik lahan enggan mengusahakan lahannya sendiri dikarenakan luasan lahan yang dimiliki tidak terlalu besar sehingga apabila pemilik lahan memutuskan untuk menggarap lahannya sendiri maka besarnya biaya yang harus dikeluarkan tidak sebanding dengan besarnya pendapatan yang diperoleh. Karena itu, bagi pemilik lahan akan lebih menguntungkan menyewakan lahannya kepada orang lain dan mendapatkan pendapatan tetap dari sewa lahan tersebut kemudian mengusahakan modalnya keusaha lain yang dapat memberikan penghasilan yang lebih tinggi. Sedangkan hipotesis mengenai penyebab masih adanya petani yang tertarik untuk menjadi petani penggarap adalah petani tersebut menggarap luasan yang mendekati atau mencapai economics of scale sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan pendapatan yang diperoleh. Penelitian mengenai efisiensi teknis dilakukan untuk mengetahui sebaran efisiensi teknis relatif dari responden yang menjadi objek pengamatan. Pendekatan Data Envelopment Analysis digunakan dikarenakan pendekatan ini lebih sederhana dibandingkan pendekatan analisis lain seperti stochastic frontier approach. Pendekatan Data Envelopment Analysis dianggap dapat menggambarkan capaian efisiensi teknis relatif dari daerah pengamatan meskipun tidak menggunakan banyak asumsi dan pembatasan seperti pada pendekatan stochastic frontier approach. Selain itu, telah banyak penelitian yang menggunakan pendekatan Data Envelopment Analysis untuk menganalisis efisiensi teknis relatif pada komoditas pertanian. Faktor pendapatan yang diperoleh petani perlu dijadikan objek penelitian untuk mengetahui kemampuan usahatani yang dijalankan dalam menghasilkan keuntungan. Selain itu, terdapat analisis rasio R/C yang menganalisis hubungan 8

antara keduanya. Terdapat hipotesis bahwa responden yang mencapai efisiensi teknis belum tentu menjadi responden yang memiliki pendapatan perhektar yang tertinggi. Terdapat kemungkinan adanya keragaman varietas yang digunakan petani. Karena itu, selain menganalisis secara general seluruh varietas yang ada di desa pengamatan, diperlukan juga adanya analisis pada lingkup pengamatan yang lebih kecil, yaitu pengamatan pervarietas, baik pada analisis efisiensi maupun pendapatan perhektar. Berdasarkan permasalahan tersebut, rumusan masalah yang akan diteliti adalah: 1) Bagaimana tingkat efisiensi teknis petani padi sawah perbandingan seluruh varietas dan pervarietas di Desa Kertawinangun pada musim kering tahun 2011 dengan pendekatan Data Envelopment Analysis? 2) Apakah ada hubungan antara nilai efisiensi teknis perbandingan pervarietas dengan karakteristik responden di Desa Kertawinangun. 3) Bagaimana pendapatan petani padi sawah seluruh varietas dan pervarietas di Desa Kertawinangun pada musim kering tahun 2011? 4) Bagaimana hubungan antara efisiensi teknis dengan pendapatan perhektar petani padi sawah perbandingan seluruh varietas dan pervarietas di Desa Kertawinangun pada musim kering tahun 2011? 1.3. Tujuan Penelitian 1) Menganalisis efisiensi teknis petani padi sawah di Desa Kertawinangun berdasarkan perbandingan seluruh varietas dan pervarietas pada musim kering tahun 2011 menggunakan pendekatan Data Envelopment Analysis. 2) Menganalisis hubungan antara nilai efisiensi teknis pervarietas dengan karakteristik responden di Desa Kertawinangun. 3) Menganalisis pendapatan seluruh varietas dan pervarietas petani padi sawah di Desa Kertawinangun pada musim kering tahun 2011. 4) Mengetahui hubungan antara efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dan pervarietas dengan pendapatan perhektar petani padi sawah di Desa Kertawinangun pada musim kering tahun 2011. 9

1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan dalam menentukan kebijakan pengembangan padi sawah sehingga produksi padi nasional dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri tanpa menekan produsen. Selain itu, diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat mengubah cara pandang petani mengenai pentingnya efisiensi dalam menentukan keuntungan suatu usahatani. Penelitian ini juga dapat memberikan gambaran kepada petani mengenai hubungan antara efisiensi teknis yang dicapai dengan pendapatan perhektar yang diperoleh. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan pada ruang lingkup Desa Kertawinangun, Kabupaten Indramayu dengan komoditi padi sawah. Analisis pendapatan yang dilakukan hanya pendapatan yang bersumber dari usahatani padi sawah dan dalam ruang lingkup satu musim tanam. Penelitian dibatasi pada petani yang memiliki daerah usahatani berada dalam satu hamparan sehingga faktor produksi lahan, cuaca, dan faktor produksi lain yang digunakan dapat diasumsikan sama. Nilai efisiensi yang dihasilkan dari penelitian ini hanya berlaku pada usahatani yang termasuk ke dalam responden dan dengan menggunakan data musim kering tahun 2011. Tidak menutup kemungkinan ada petani lain diluar responden yang dapat menjalankan usahatani dengan lebih efisien dari petani yang dijustifikasi sebagai petani paling efisien dalam penelitian ini. 10