1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Merkuri (Hg) dan selenium (Se) adalah logam berat yang memiliki toksisitas tinggi terhadap makhluk hidup apabila melebihi ambang batas dengan menyerang bagian vital organisme, terutama jaringan syaraf, hati, dan ginjal akibat terakumulasi melalui pernafasan, makanan, ataupun terpajan secara langsung. Merkuri dan Selenium terbentuk secara alami dan tersebar di lingkungan baik secara proses alami (pelapukan batuan, erosi tanah, hujan) maupun aktivitas manusia (antara lain pembakaran hutan, penggalian, penambangan, pembakaran bahan bakar fosil dan sampah padat, fungisida, serta proses industri menggunakan merkuri atau amalgamasi) (Boening 2000; Lemly 2002; Eisler 2006). Kawasan Pongkor di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor merupakan salah satu area yang tercemar merkuri karena merupakan kawasan pertambangan dan pengolahan emas, baik secara profesional oleh PT. Aneka Tambang Tbk dan pertambangan rakyat tanpa izin (gurandil). Gurandil mengolah bijih emasnya (gelundungan) menggunakan metode amalgamasi (menggunakan merkuri) pada aliran Sungai Cikaniki dan anak sungainya maupun di kawasan sekitar pemukiman penduduk yang tersebar di beberapa desa antara lain Desa Malasari, Cisarua, Curug Bitung dan Bantar Karet. Aliran sungai dan air tanah yang tercemar merkuri ini lalu dimanfaatkan oleh masyarakat untuk sarana mandi, cuci, dan kakus serta buangan sampah domestik serta untuk minum. Selain itu juga dipakai untuk sumber pengairan pertanian dan kolam ikan budidaya dan kolam pemancingan milik masyarakat. Akibat pencemaran tersebut saat ini sangat sulit untuk menemukan ikan di aliran Sungai Cikaniki. Ikan konsumsi untuk kebutuhan masyarakat sebagian kecil dihasilkan dari kolam budidaya dan kolam pemancingan yang ada di kawasan Pongkor Nanggung, sebagian besar lainnya didatangkan dari luar Kecamatan Nanggung seperti Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang. Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan salah satu jenis ikan yang paling banyak dibudidayakan dan dikonsumsi oleh masyarakat di kawasan ini. Kolam budidaya dan pemancingan ikan mas terdapat antara lain di Desa Malasari yang tidak dilintasi oleh Sungai Cikaniki, Desa Cisarua yang dilintasi
2 oleh Sungai Cikaniki dan banyak terdapat pengolahan emas tradisional, serta Desa Kalong Liud yang merupakan daerah aliran Sungai Cikaniki bagian bawah dan jauh dari pengolahan emas tradisional yang menjadi sumber pencemaran merkuri. Konsentrasi merkuri dalam air dan sedimen di Sungai Cikaniki ditemukan jauh di atas baku mutu kualitas air berdasarkan PP. No 82 Tahun 2001, berkisar antara 0,010-0,300 ppm dari baku mutu merkuri dalam air sebesar 0,002 ppm (Nasution 2004; Syawal 2005; Paryono 2005). Paryono (2005) mengungkapkan bahwa secara mikroskopis terjadi kerusakan pada hati, ginjal, dan insang ikan baung di Sungai Cikaniki akibat adanya merkuri yang terakumulasi dengan kandungan merkuri antara 0,070-0,160 mg/l pada organ-organ tersebut. Hasil analisa kadar merkuri pada organ, sedimen, dan air menunjukkan hasil semakin jauh dari sumber pencemar maka kadar Hg rata-rata relatif turun kecuali pada insang. Kamaludin (2006) juga mengungkapkan bahwa ikan mas pada kolam budidaya di Desa Cisarua mengandung merkuri pada kulit, daging, dan jeroannya hingga 0,4648 ppm. Konsentrasi merkuri yang di atas ambang batas ini menyebabkan ikan dan organisme hewan air lainnya pada Sungai Cikaniki memiliki toksisitas merkuri yang berbahaya bagi manusia yang mengkonsumsinya. Toksisitas merkuri (Hg) dapat berkurang ataupun dihambat oleh selenium (Se) melalui detoksifikasi oleh sifatnya yang antagonistik dengan merkuri (Iwata et al. 1982; Ping et al. 1986; Damhoeri 1986; Palmisano et al. 1995; US EPA 2001). Selenium (Se) adalah mikronutrien esensial bagi manusia dan hewan, namun juga dapat menjadi zat racun apabila jumlahnya yang masuk ke dalam tubuh melebihi ambang batas. Selenium dapat dihasilkan dari kegiatan antropogenik seperti penambangan emas dan batubara serta limbah rumah tangga lainnya sehingga akhirnya masuk ke dalam perairan (Sorensen 1991; May et al. 2008). Selenium berinteraksi secara kompleks dengan merkuri, sehingga sulit menginterpretasikan kehadiran mereka secara bebas satu dan lainnya (Lochet et al. 2009). Penelitian ini akan mencoba melihat apakah ikan mas yang berasal dari kolam budidaya di ketiga desa tersebut dengan sumber airnya yang berbeda berdasarkan jarak jauhnya dari sumber pencemar (gurandil dan gelundungan) dan aliran Sungai Cikaniki, tercemar oleh merkuri dan selenium serta terjadinya
3 kerusakan jaringan ikan mas akibat kedua logam berat tersebut melalui akumulasi makanan langsung maupun metabolisme lainnya (bioakumulasi) dan akumulasi sepanjang proses rantai makanan atau level tropiknya (biomagnifikasi). Ikan mas yang dibudidayakan di kolam ini diasumsikan terkontaminasi oleh merkuri dan selenium, maka masyarakat juga akan mengakumulasi logam merkuri dan selenium akibat mengkonsumsi ikan mas hasil budidaya tersebut sehingga akan berbahaya bagi kesehatan mereka jika nilainya di atas nilai ambang batas yang dibolehkan. 1.2. Perumusan Masalah Siklus merkuri dan selenium di alam sangat kompleks. Eisler (2006) menyebutkan bahwa ketika merkuri memasuki perairan, proses biologi akan mengubah merkuri menjadi metil merkuri. Metil merkuri ini bersifat sangat toksik dan bisa terakumulasi dalam tubuh organisme. Ikan dapat terpajan metil merkuri melalui berbagai cara, antara lain melalui rantai makanan dan pajanan langsung lewat organ tubuh dari perairan. Boening (2000) menjelaskan bahwa metil merkuri di air dan sedimen akan terserap hewan dan tumbuhan kecil seperti plankton, plankton dimakan oleh juvenile ikan dalam jumlah yang banyak. Kemudian ikan yang bertubuh besar memangsa ikan yang berukuran lebih kecil. Ikan yang besar ini lalu dikonsumsi oleh manusia atau predator lainnya. Di dalam tubuh ikan akan terjadi akumulasi merkuri karena proses penyerapannya lebih cepat daripada pembuangan. Kawasan Pongkor dan sekitarnya diketahui tercemar oleh merkuri akibat penambangan dan pengolahan bijih emas, termasuk aliran Sungai Cikaniki, anak sungainya, dan air tanah. Aliran sungai ini lalu dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk berbagai keperluan sehari-hari dan sebagai sumber pengairan bagi pertanian (sawah dan kebun) serta untuk kolam ikan budidaya. Beberapa penelitian sebelumnya mengungkapkan hasil pertanian dan perikanan juga mengandung merkuri akibat memanfaatkan air Sungai Cikaniki dan air tanah tersebut (Damayanti 2004; Felanisa 2004; Istikasari 2004; Sumartatik 2004; Kamaludin 2006). Limbah merkuri yang masuk ke perairan mengakibatkan perubahan kualitas perairan dan mengganggu kehidupan organisme perairan (Heath 1987; Sorensen 1991; Boening 2000; Eisler 2006). Organisme perairan akan
4 mengakumulasi toksikan tersebut, jika sudah konsentrasinya sudah melebihi ambang maka mengakibatkan kerusakan organ, menghambat pertumbuhan, bahkan dapat menyebabkan kematian bagi organisme tersebut (Setijaningsih 2009; Saputra 2009; Yuniar 2009; Nawaz et al. 2010). Selenium yang secara alami muncul akibat penggalian bebatuan dan tanah serta pembakaran bahan bakar fosil, belum pernah dibahas keberadaannya di Kawasan Pongkor Nanggung ini. Walaupun merupakan mikronutrien esensial bagi organisme, namun jika dalam konsentrasi yang tinggi juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan menyebabkan terjadinya gangguan pada metabolisme individu dan populasi ikan juga (Lemly 2002). Organ yang pertama kali terkena dampak adalah insang, karena merupakan organ pernafasan yang berinteraksi langsung dengan air untuk mendapatkan oksigen (Heath 1987). Organ ginjal juga memberikan reaksi terhadap masuknya bahan pencemar ke dalam tubuh karena berfungsi menetralisir racun (bahan pencemar) yang telah masuk ke dalam tubuh. Hati yang berfungsi sebagai filter dan motor metabolisme bagi ikan juga sangat terpengaruh oleh kehadiran bahan pencemar seperti merkuri dan selenium (Roesijadi dan Robinson 1993). Limpa yang berfungsi sebagai organ haemopoietic utama bersama ginjal dan penangkap antigen (Kurtovic et al. 2008) juga mengalami gangguan akibat merkuri (Carvalho et al. 2009). Makanan yang terkontaminasi oleh merkuri akan terakumulasi di usus yang berfungsi untuk menyerap makanan sebelum ditransfer ke hati (Saiki et al. 2010). Jika organorgan di atas banyak mengandung merkuri, maka akhirnya akan terakumulasi pada daging ikan sebagai hasil metabolismenya (Short et al. 2008; Arantes et al. 2009). Tingkat toksisitas merkuri pada ikan yang terpapar akan berkurang karena adanya unsur selenium (Se) sebagai antagonistik dari merkuri pada perairan yang sama. Namun selenium juga dapat berbahaya bagi hewan dan manusia jika konsentrasinya tinggi di perairan dan pada organ (Lochet et al. 2009). Gangguan jaringan organ-organ di atas secara mikroskopis akibat terpapar merkuri dan selenium akan dianalisis melalui teknik histopatologi. Hubungan antara kandungan merkuri dan selenium pada lingkungan air, sedimen, dan tubuh ikan di Kawasan Pongkor ini akan dianalisis sehingga nantinya dapat dilihat dampaknya terhadap kondisi ikan budidaya tersebut.
5 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Menguji kadar merkuri dan selenium dalam air kolam, sedimen, organ tubuh (insang, ginjal, limpa, hati, usus) dan daging ikan mas dari kolam budidaya dan dibandingkan dengan nilai ambang batas yang diperbolehkan berdasarkan PP RI No 82 Thn 2001 dan yang lainnya. 2. Mengkaji perubahan mikro anatomi organ tubuh (insang, hati, limpa, usus, ginjal dan daging) ikan mas akibat merkuri dan selenium melalui analisis histopatologi. 3. Menganalisis pengaruh karakteristik lingkungan kolam dan jauhnya jarak dari sungai dan sumber pencemaran terhadap akumulasi merkuri dan selenium pada air, sedimen, dan ikan dari tiga kolam ikan di tiga desa yang berbeda. 4. Menganalisis strategi pengelolaan sumberdaya perairan di Kawasan Pongkor yang terkena dampak pencemaran lingkungan. 1.4. Hipotesis Pada penelitian ini hipotesis yang akan diuji adalah : 1. Masih terdapat kadar merkuri yang cukup tinggi di lingkungan perairan kolam ikan budidaya (air dan sedimen) dan organ ikan akibat menggunakan air Sungai Cikaniki dan atau anak sungainya serta air tanah yang tercemar, dan terdapat unsur selenium sebagai antagonis dari merkuri di lingkungan tersebut. 2. Keberadaan merkuri dan selenium mengakibatkan perubahan mikro anatomi pada organ (insang, ginjal, usus, hati, limpa, daging) ikan mas. 3. Faktor biogeofisika kimia lingkungan seperti jarak dengan sumber pencemaran, kondisi lingkungan sekitar, letak kolam, dan lain-lain mempengaruhi konsentrasi dan toksisitas merkuri dan selenium di kolam ikan. 4. Pencemaran ini dapat berdampak pada kehidupan sumberdaya perairan maupun pada penduduk di Kawasan Pongkor Nanggung, sehingga dibutuhkan suatu strategi pengelolaan yang ideal.
6 1.5. Kerangka Pemikiran Dengan mengetahui sumber pencemar dan alirannya serta dampak yang ditimbulkan oleh bahan pencemar dari berbagai aktivitas manusia yang terkait terhadap organisme perairan dan kualitas perairan akan memberikan suatu gambaran pengelolaan ekosistem perairan secara baik demi keberlanjutannya di masa depan. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini. Kawasan Pongkor Pertambangan Emas Pengolahan Emas Antropogenik Lainnya Limbah Merkuri & Selenium Pencemaran Lingkungan (air,tanah,udara) Kolam Budidaya Ikan Ikan Air Sedimen Bioakumulasi & Biomagnifikasi Pada Organ Ikan Uji Kandungan Merkuri & Selenium Kondisi Histopatologis Organ Ikan (Insang, Usus, Ginjal, Limpa, Hati, Daging) Perbandingan dengan NAB PP No.82/2001 & EPA 2001 Tingkat Kerusakan Organ Dampak Terhadap Konsumen Manusia Pengaruh Terhadap Fisiologis Ikan. : Wilayah penelitian tesis NAB : Nilai Ambang Batas Gambar 1 Diagram kerangka pemikiran.