HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN INFORMASI PROSEDURAL TERAPI INTRA VENA DENGAN SIKAP PENERIMAAN KLIEN DI UNIT GAWAT DARURAT RSUD SINJAI Muhammad Yasir STIKES Nani Hasanuddin Makassar ABSTRAK Informasi Prosedural pada tindakan intra vena (IV) sangatlah penting guna menghindari sikap yang kurang kooperatif penderita berupa penolakan terhadap tindakan yang akan diberikan perawat kepadanya. Besarnya sampel pada penelitian ini 30 responden yang sesuai dengan kriteria inklusi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi kepada perawat dan pembagian kuesioner untuk melihat hubungan pemberian informasi prosedural terapi intra vena dengan sikap penerimaan klien. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian dengan metode cross sectional dimana penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian informasi prosedural terapi intra vena dan umur klien dengan sikap penerimaan klien, kemudian hasilnya di uji dengan Chi-Square dengan koreksi Fisher s Exact Test dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan adanya hubungan antara pemberian informasi prosedural terapi intra vena dengan sikap penerimaan klien (p=0,001) dan ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan sikap penerimaan klien (p=0,003). Saran dari hasil penelitian ini adalah bagi tenaga keperawatan diharapkan dapat memberikan informasi prosedural setiap melakukan tindakan keperawatan, bagi Rumah Sakit hendaknya mempertimbangkan untuk dimasukkannya informasi prosedural tindakan kedalam protapprotap pelaksanaan tindakan dan bagi peneliti selanjutnya perlu melakukan penelitian dengan menggunakan metode yang lain agar hasil penelitian dapat lebih optimal. Kata kunci: Informasi, Prosedural, Terapi, Intra vena, Pendidikan, Sikap, dan Penerimaan. PENDAHULUAN Terapi intra vena (IV) digunakan untuk mengobati berbagai kondisi pasien, meskipun kebanyakan pasien yang dirawat dirumah sakit mendapat terapi IV. Pengobatan meluas diluar populasi ini kelingkungan rawat jalan, perawatan jangka panjang, dan perawatan dirumah untuk infus cairan, produk darah, obat dan nutrisi parenteral. (La Rocca & Otto ; 1998) Pelaksanaan terapi intra vena diberikan secara langsung kedalam vena bukan asupan melalui saluran cerna. Penggantian parenteral meliputi pemberian nutrisi parenteral, terapi cairan dan elektrolit intra vena serta penggantian darah. (Potter & Perry ; 2006) Dalam pelaksanaan terapi intra vena (IV) diperlukan suatu komunikasi yang baik antara perawat, klien dan keluarga. Dimana komunikasi merupakan alat untuk membina hubungan terapeutik karena komunikasi mencakup penyampaian informasi dan pertukaran pikiran dan perasaan. (La Rocca & Otto ; 1998) Pelaksanaan terapi intra vena merupakan suatu solusi dalam mengatasi masalah yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dan program pengobatan. Hampir semua pasien yang dirawat di rumah sakit diberikan terapi ini. (Corwin J. Elizabeth ; 2001) Berdasarkan pengumpulan data awal di RSUD Sinjai diperoleh data kunjungan rawat inap tahun 2007 sebanyak 1.048 penderita dengan rincian terbanyak adalah pasien diare sebanyak 122 kasus, dispepsia 55 kasus, DBD 130 kasus, ISPA 80 Kasus, Demam tipoid 60 kasus, DM 95 Kasus, Hipetensi 76 kasus. (Sumber ; Medical Record RSUD Sinjai 2008) Dari data diatas tergambar bahwa sebagian besar kasus kunjungan rawat inap di RSUD Sinjai memerlukan tindakan terapi intra vena (IV), pelaksanaan tindakan terapi intra vena di RSUD Sinjai terbanyak dilakukan di Unit Gawat Darurat. Pada penelitian awal di RSUD Sinjai ditemukan bahwa ada beberapa pasian yang menolak pelaksanaan tindakan intra vena tanpa pemberitahuan terlebih dahulu dan ada pula yang mempertanyakan apa dan bagaimana tindakan intra vena tersebut meski mereka meyakini bahwa semua tindakan yang diberikan untuk pengobatan. Komunikasi yang diberikan dapat membantu tercapainya tujuan yang ingin dicapai, komunikasi dapat berupa penyampaian atau informasi prosedural 50
terhadap tindakan yang akan diberikan dengan tujuan untuk membina rasa percaya antara perawat, klien dan keluarga. (Potter & Perry ; 2006) Penyampaian informasi prosedural pada tindakan intra vena (IV) sangatlah penting guna menghindari sikap yang kurang kooperatif penderita berupa penolakan terhadap tindakan yang akan diberikan perawat kepadanya. Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi prosedural tentang apa itu tindakan intra vena, cara kerja, hasil yang ingin dicapai dengan pemberian tindakan intra vena serta efek sampingnya sangat jarang diinformasikan oleh perawat kepada klien dan keluarga. ( La Rocca & Otto ; 1998) Dari gambaran diatas dapat dilihat bahwa informasi prosedural oleh perawat sangat jarang dilakukan dan terkesan tindakan tersebut merupakan sesuatu yang mutlak dan secepatnya dilakukan tidak perlu menjelaskan kepada klien dan keluarga tentang tujuan, presedur dan follow up tindakan yang akan terapi dengan diinfus, tetapi penjelasan tentang infus itu sendiri tidak dijelaskan kepada pasien dan keluarga. (Potter & Perry ; 2006) Kurangnya informasi yang diberikan kepada pasien menyebabkan pasien dan keluarga kurang mengetahui bagaimana penanganan sebelum dan setelah tindakan intra vena tersebut, sehingga terkadang tindakan intra vena dilakukan berulang-ulang karena ketidaktahuan pasien dan keluarga apa yang dapat dilakukan dan tidak dilakukan setelah pemasangan infus. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang hubungan pemberian informasi prosedural terapi intra vena dengan sikap penerimaan klien di RSUD sinjai. BAHAN DAN METODE Jenis Penelitian, populasi dan sampel Pada penelitian ini menggunakan metode deskriftif analisis dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional. Penelitian ini dengan mengidentifikasi melalui pemberian kuesioner pada klien atau keluarga dan perawat pelaksana tindakan IV. Populasi penelitian ini adalah semua pasien yang ada diruang Unit Gawat Darurat RSUD Sinjai. Sampel penelitian adalah klien yang akan menjalani tindakan IV di Unit Gawat Darurat RSUD Sinjai. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan Total sampling yaitu cara pengambilan sampel dengan mengambil semua sampel yang ada sampai batas waktu yang telah ditentukan. (Sugiono ; 2001) dengan kriteria : a. Kriteria Inklusi 1) Semua pasien yang akan dilakukan tindakan IV 2) Pasien dengan gawat tapi tidak darurat 3) Bersedia menjadi responden b. Kriteria ekslusi 1) Pasien yang menolak dijadikan responden 2) Pasien dengan dehidrasi berat 3) Pasien dengan perdarahan berat 4) Pasien syok hipovolemik HASIL PENELITIAN 1. Keadaan Sampel dan Variabel Penelitian Besar sampel diambil dengan menggunakan metode Total Sampling yaitu mengambil semua sampel yang ada sampai batas waktu yang telah ditentukan yaitu sebanyak 30 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada klien yang dilakukan tendakan kateter vena di Unit Gawat Darurat RSUD Sinjai. Pasien yang masuk terlebih dahulu didata nama, umur, jenis kelamin dan pendidikan. Pemberian kuesioner dilakukan kepada klien dan keluarga untuk mengetahui sikap penerimaan klien dan melakukan observasi terhadap perawat guna mengetahui pemberian informasi prosedural pelaksanaan terapi kateter vena terhadap klien. Setelah data terkumpul dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan kemudian data diolah maka berikut ini peneliti akan menyajikan distribusi frekuensi responden berdasarkan umur, jenis kelamin dan pendidikan serta menyajikan analisa univariat terhadap setiap variabel dengan menghasilkan distibusi frekuensi serta analisa bivariat untuk mengetahui hubungan dari tiap variabel dengan menggunakan uji Chi-Square jika memenuhi syarat uji Chi-Square jika tidak maka dilakukan uji alternative yaitu Uji Fisher dengan tingkat kemaknaan α=0,05. 2. Karakteristik Responden Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Golongan Umur Golongan Umur n % 15-35 21 70,0 36-56 9 30,0 umumnya responden berusia 15-35 tahun sebanyak 21 responden (70,0%), Usia 36-56 tahun sebanyak 9 responden (30,0%). 51
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin n % Laki laki 13 43,3 Perempuan 17 56,7 umumnya responden adalah perempuan sebanyak 17 responden (56,7%), laki laki sebanyak 13 responden (43,3%). Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Riwayat Pendidikan n % SD 3 10,0 SMP 7 23,3 SMA 16 53,3 P. TINGGI 4 13,3 responden mempunyai tingkat pendidikan SD sebanyak 3 responden (10,0%), SMP sebanyak 7 responden (23,3%), SMA sebanyak 16 responden (53,3%), dan Perguruan Tinggi sebanyak 4 responden (13,3%). 2. Analisis Univariat Tabel 4.4. Distribusi Responden Menurut Prosedur Tindakan Kateter Intra Vena di Unit Gawat Darurat RSUD Sinjai Tahun 2009 Prosedur n % Lengkap 14 46,7 Tidak Lengkap 16 53,3 umumnya responden tidak lengkap pemberian informasi prosedural yaitu 16 responden (53,3%), dan Lengkap 14 responden (46,7%). Tabel 4.5. Distribusi Responden Menurut Sikap Penerimaan Klien Dengan tindakan Kateter Intra Vena di Unit Gawat Darurat RSUD Sinjai Tahun 2009 Sikap Penerimaan n % Penerimaan baik 21 70,0 Penerimaan kurang 9 30,0 Dari tabel diatas menunjukkan bahwa umumnya sikap penerimaan responden adalah baik yakni sebanyak 21 responden (70,0%), Kurang 9 responden (30,0%). Tabel 4.6. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Riwayat Pendidikan n % SD 3 10,0 SMP 7 23,3 SMA 16 53,3 P. TINGGI 4 13,3 Dari tabel diatas menunjukkan bahwa responden dengan Tingkat Pendidikan SD sebanyak 3 responden (10,0%), Pendidikan SMP Sebanyak 7 responden (23,3%), pendidikan SMA sebanyak 16 responden (53,3%), dan Perguruan Tinggi Sebanyak 4 responden (13,3%) 3. Analisis Bivariat Analisis ini dilakukan sebagai penilaian awal untuk melihat hubungan antara variabel independen dan dependen secara sendiri-sendiri. Bila nilai hubungan antara masing-masing variabel berada pada tingkat kemaknaan < 0,05 dengan menggunakan uji chi-square. a. Hubungan Informasi Prosedural dengan Sikap Penerimaan Klien Pada tabel berikut menunjukkan bahwa dari 30 responden yang diberikan informasi prosedural, Lengkap sebanyak 14 responden (46,7%) dengan sikap penerimaan baik secara keseluruhan. Tidak lengkap sebanyak 16 responden (53,3%) dengan sikap penerimaan baik sebanyak 7 responden (23,3%) dan sikap penerimaan kurang sebanyak 9 responden (30,0%). Tabel 4.7. Hubungan Antara Informasi Prosedural Tindakan Kateter Intra Vena dengan Sikap Penerimaan Klien di Unit Gawat Darurat RSUD Sinjai Tahun 2009 Sikap Penerimaan Prosedur Baik Kurang Total n % N % n % Lengkap 14 46,7 0 0,0 14 46,7 Tidak 7 23,3 9 30,0 16 53,3 Lengkap Jumlah 21 70 9 30,0 30 100,0 p = 0,001 52
Berdasarkan hasil tabel diatas menggambarkan adanya hubungan antara pemberian informasi prosedural dengan sikap penerimaan klien pada pemberian kateter vena dengan nilai p = 0,001 b. Hubungan antara pendidikan dengan sikap penerimaan klien Pada tabel berikut menunjukkan bahwa dari 30 responden, yang berpendidikan tinggi dengan sikap penerimaan baik sebanyak 19 responden (63,3%), sikap penerimaan kurang sebanyak 3 responden (10,0%), Berpendidikan rendah dengan sikap penerimaan baik sebanyak 2 responden (6,7%), sikap penerimaan kurang sebanyak 6 responden (20,0%). Tabel 4.8. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Sikap Penerimaan Klien di Unit Gawat Darurat RSUD Sinjai Tahun 2009 Tingkat Pendidikan Sikap Penerimaan Baik Kurang Total n % n % n % Tinggi 19 63,3 3 10,0 22 73,3 Rendah 2 6,7 6 20,0 8 26,7 Jumlah 21 70,0 9 30,0 30 100,0 p = 0,003 PEMBAHASAN 1. Hubungan Antara Pemberian Informasi Prosedural Terapi Intra Vena dengan Sikap Penerimaan Klien Analisis hubungan informasi prosedural dengan sikap penerimaan klien dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan penelitian, menunjukkan bahwa ada hubungan antara informasi prosedural dengan sikap penerimaan klien pada tindakan kateter vena (p=0,001) dimana informasi prosedural berpengaruh terhadap sikap penerimaan klien terapi intra vena. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh La Rocca & Otto, (1998) menyatakan bahwa pada tindakan pra pemasangan kateter intra vena diperlukan komunikasi dengan klien tentang prosedur pelaksanaan tindakan untuk menghindari penolakan klien, dengan pemberian informasi prosedural klien dapat memahami dan menerima tindakan yang akan diberikan. Selain itu tujuan dari pemberian informasi prosedural adalah memberikan penjelasan kepada klien tentang apa yang akan dilakukan menyangkut prosedur, alat yang digunakan, lama pelaksanaan serta follow up tindakan selanjutnya agar klien dapat mengerti dan memahami apa dan bagaimana tindakan yang akan diberikan sehingga klien dapat menerima tindakan. Hal ini dikemukakan pula oleh Ismani Nila (2001), bahwa dalam melaksanakan tindakan keperawatan diperlukan informed consend. Pemberian informed consend ini hanya dapat diberikan dan disetujui oleh klien maupun keluarga setelah klien atau keluarga mengetahui tindakan yang akan diberikan, yang hanya didapatkan dengan jalan pemberian informasi prosedural tindakan intra vena. Pemberian informasi prosedural seringkali diabaikan oleh perawat dalam pelaksanaan setiap tindakan, hal ini dapat dilihat dari 30 responden yang akan dilakukan terapi intra vena hanya 14 responden (46,7%) saja yang diberikan secara lengkap, sedangkan 16 responden (53,3%) diberikan informasi prosedural terapi intra vena tidak lengkap, hal ini berdampak pada sikap penerimaan klien yang kurang baik. Faktor penyebab kurangnya diberikan informasi prosedural pada terapi intra vena adalah banyaknaya jumlah klien yang dilayani dan membutuhkan pertolongan segera karena semua penderita yang masuk di Unit Gawat Darurat adalah pasien-pasien yang membutuhkan tindakan segera dan cepat. Disamping itu keterbatasan petugas di Unit Gawat Darurat RSUD Sinjai juga ikut berpengaruh. Petugas Unit Gawat Darurat RSUD Sinjai umumnya menganggap informasi prosedural tidak terlalu penting untuk disampaikan di Unit Gawat Darurat karena menurut mereka tindakanlah hal yang lebih penting dibanding pemberian informasi prosedural. Kebanyakan informasi yang diberikan hanya berupa Informed consend karena itu menyangkut dengan tanggung gugat dan etika jadi perlu untuk disampaikan. Disamping hal tersebut penyebab kurangnya informasi prosedural terapi intra vena karena adanya anggapan masyarakat bahwa penderita yang masuk diruang gawat darurat sudah pasti diberikan infus dan berdasarkan observasi dan wawancara yang peneliti lakukan dengan penderita dan keluarga didapatkan keterangan bahwa penderita dan keluarga merasa jengkel bila diberi berbagai pertanyaan dan penjelasan, mereka lebih menuntut tindakan segera dibanding dengan pemberian informasi dengan alasan keadaan kelurga meraka memerlukan tindakan segara. Menurut penderita dan keluarga pemberian informasi 53
prosedural dapat ditunda dan diberikan setelah dilaksanakan tindakan. Pemberian informasi prosedural tindakan intra vena dapat membantu klien dan keluarga untuk menentukan apakah perlu atu tidak tindakan tersebut, mengetahui prosedur kerja, mengetahui apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan yang dengan sendirinya dapat membantu klien dan keluarga untuk menentukan sikap dan berpartisipasi dalam program pengobatan. Dengan pemberian informasi prosedural yang lengkap membantu klien dalam pengambilan sikap, hal ini dibuktikan dari 14 responden (46,7%) yang lengkap diberikan informasi prosedural, yang keseluruhannya menunjukkan sikap penerimaan baik. Hal ini sejalan dengan pendapat Potter & Perry (2005) bahwa komunikasi terapeutik sangat penting untuk memberiakan pemahaman kepada klien tentang tindakan yang akan diberikan. Pemberian informasi prosedural juga ditujukan untuk menguranngi atau meminimalkan kecemasan klien dan keluarga karena klien mengetahui apa yang akan dilakukan petugas kepada dirinya. Berdasarkan penjelasan diatas dapat dilihat hubungan antara informasi prosedural terapi intra vena dengan sikap penerimaan klien yang berarti semakin lengkap informasi prosedural yang diberikan semakin baik pula sikap penerimaan klien. 2. Hubungan Antara Pendidikan dengan Sikap Penerimaan Klien Analisis hubungan antara Pendidikan dengan sikap penerimaan klien berdasarkan uji Chi-square dengan koreksi Fisher s Exact Test menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara Tingkat Pendidikan dengan sikap penerimaan klien pada pemberian terapi intra vena di RSUD Sinjai (p=0,003). Dengan demikian pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi pasien terhadap komunikasi perawat dengan pasien dalam melaksanakan tindakan kateter vena. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi pendidikan seseorang semakin memahami komunikasi yang terjadi antara perawat dan pasien. Dengan memahami komunikasi tersebut pasien akan merasa puas. Dengan demikian sesuai pula dengan pernyataan bahwa faktor internal yang mempengaruhi persepsi adalah berkaitan dengan kebutuhan psikologis, latar belakang pendidikan. (Walgito, 1995). Pendidikan responden dalam penelitian ini sangat bervariasi yaitu dari pendidikan SD sampai perguruan tinggi. Namun dalam analisa statistik hanya menggunakan kriteria pendidikan yang tinggi dan pendidikan rendah. KESIMPULAN Dari hasil pengolahan data dan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Ada hubungan antara informasi prosedural terapi intra vena dengan sikap penerimaan klien di Unit Gawat Darurat RSUD sinjai (p< α = 0,05) 2. Ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan sikap penerimaan klien di Unit Gawat Darurat RSUD Sinjai (p< α = 0,05) SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diberikan beberapa saran kepada pihak terkait yang berhubungan dengan : 1. Bagi tenaga keperawatan diharapkan dapat memberikan informasi prosedural setiap melakukan tindakan keperawatan 2. Bagi Rumah Sakit hendaknya mempertimbangkan untuk dimasukkannya informasi prosedural tindakan kedalam protap-protap pelaksanaan tindakan. 3. Bagi peneliti selanjutnya perlu melakukan penelitian dengan menggunakan metode yang lain agar hasil penelitian dapat lebih optimal. DAFTAR PUSTAKA Azis, Alimul. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Aplikasi Konsep Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC Corwin, J. Elizabeth. (2001). Buku Saku Patofisiologi, Cetakan I. Jakarta : EGC Danim Sudarwan, Prof, Dr. (2003). Riset Keperawatan. Jakarta : EGC 54
Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. (2001). Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000. Jakarta : Sagung Seto Infus (Intravenous Fluids), Diakses tanggal 3 januari 2009 Ismani, Nila. (2001). Etika Keperawatan. Jakarta : Widya Medika Laksman, Hendra T, dr. (1997). Kamus Kedokteran. Jakarta : Djambatan. La Rocca & Otto. (1998). Terapi Intra Vena. Jakarta : EGC Niven, Neil. (2002). Psikologi Kesehatan : Pengantar Untuk Perawat dan Profesional Kesehatan Lain. Jakarta : EGC Notoatmodjo, Soekidjo. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi. Jakarta : Rineka Cipta Nursalam. (2000). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC Ramli Ahmad, K. St. Pamoentjak. (1997). Kamus Kedokteran. Edisi Revisi. Jakarta : Djambatan Saifuddin, Azwar. (2003). Sikap Manusia : Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar TIM STIKES NANI HASANUDDIN. (2008). Panduan penulisan skripsi mahasiswa STIKES NANI HASANUDDIN Makassar. Http://Ekojalususanto.com. Diakses 5 Januari 2009 55