BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yaitu pada tahun 2001,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era reformasi dalam perkembangan akuntansi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi

BAB I PENDAHULUAN. yang membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi hubungan pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dengan adanya peraturan pemerintah daerah tentang pelaksanaan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus urusan. pemerintahan dan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan suatu kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.

BAB 1 PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat dengan cara memberikan pelayanan yang efektif,

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi di Indonesia setidaknya telah mengeluarkan dua undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah pada era reformasi ini dituntut untuk melaksanakan. perubahan penting dan mendasar yang dimaksudkan untuk memperbaiki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Dalam penyelengaraan otonomi daerah, pemerintah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah otonom sesuai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Stoner (1992), Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat tersebut menyebabkan inisiatif dan prakarsa daerah cenderung

BAB I PENDAHULUAN. maksimalisasi laba tetapi lebih kepada publik service orientif (Suhayati,2009).

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah,

BAB I PENDAHULUAN. efisian sehingga tujuan organisasi dapat tercapai (Mardiasmo, 2002 :45).

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Alat utama kebijakan fiskal adalah anggaran. Deddi et al. (2007)

BAB I PENDAHULUAN. kinerja penyelenggaraan pemerintahan sehinggga tercipta suatu ruang lingkup. urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat.

suatu kegiatan/ program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi digunakan dalam pengendalian disiapkan dalam rangka menjamin bahwa

BAB I PENDAHULUAN. karena entitas ini bekerja berdasarkan sebuah anggaran dan realisasi anggaran

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 106 Tahun 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN PENYELENGGARAAN FORUM DELEGASI MUSRENBANG KABUPATEN SUMEDANG

BAB I PENDAHULUAN. Peran penting anggaran dalam organisasi sektor publik berasal dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan harus diimbangi dengan kinerja yang baik, sehingga pelayanan

WALIKOTA SUKABUMI PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA SUKABUMI TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah yang dikelola dan diatur dengan baik akan menjadi pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

RENCANA KERJA TAHUN 2017 BAGIAN PEMBANGUNAN SEKRETARIAT DAERAH KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan atau lebih (Mikesell, 2007) dalam Widhianto (2010). Kenis (1979) koordinasi, komunikasi, evaluasi kerja, serta motivasi.

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk senantiasa tanggap dengan lingkungannya, dengan berupaya

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BAB I PENDAHULUAN. optimal dalam pembangunan daerahnya masing-masing sehingga pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. atau Walikota dan perangkat daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. pemerintah pusat telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran, terhitung

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan publik akan pemerintahan yang baik (Good Governance) memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Rebulik Indonesia (UU RI) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa efisiensi dan efektivitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepmendagri memuat pedoman penyusunan rancangan APBD yang. dilaksanakan oleh Tim Anggaran Eksekutif bersama-sama Unit Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. menuntut pembangunan yang merata di setiap daerah sehingga pembangunan

Regulasi Tahapan dalam Siklus Akuntansi. Contoh Hasil Regulasi Publik Sektor Publik. Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kalimantan Utara Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBD

BAB I PENDAHULUAN. Menyusun laporan keuangan merupakan sebuah kewajiban bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan

Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

BAB I PENDAHULUAN. diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang dilaksanakan oleh tim anggaran

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. buruk terhadap kinerja suatu Pemerintah Daerah (Pemda).

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik (good government governance)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya

DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan-tujuan. Kinerja terbagi dua jenis yaitu kinerja tugas merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. situasi atau organisasi (perusahaan) tertentu. Dalam partisipasi penyusunan anggaran,

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi sektor publik adalah system akuntansi yang dipakai oleh

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3)

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan baik berupa Undang-Undang (UU) maupun

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah yang telah diberlakukan mulai Januari 2001 bertujuan agar pengelolaan keuangan dilakukan oleh pemerintah daerah itu sendiri. Daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerah, daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan di daerahnya. Ketergantungan kepada bantuan pemerintah pusat harus seminimal mungkin sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi sumber keuangan yang terbesar, yang didukung oleh kebijaksanaan Perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai pra syarat mendasar dalam system pemerintahan negara ( Koswara, 2000: 5 ). Dalam kaitannya dengan otonomi daerah, sesuai dengan amanat Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, pemerintah daerah dinyatakan berwenang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Sejak diberlakukannya Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yaitu pada tahun 2001, pemerintah melaksanakan otonomi daerah dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintah yang lebih efisien, efektif dan bertanggung jawab. 1

2 Salah satu aspek dari pemerintah daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah penyusunan anggaran daerah. Dalam hal penyusunan anggaran daerah, pemerintah daerah menetapkan tujuan dan sasaran kemudian membuat rencana kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut. Pada sektor pemerintahan, tujuannya bukanlah maksimalisasi laba tetapi lebih kepada publik service orientif. Pencapaian tujuan suatu pemerintah daerah membutuhkan peran semua anggota yang ada dalam Pemerintahan. Agar tujuan Pemerintah mudah dicapai, maka diperlukan suatu pedoman yang disebut anggaran. Anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah sebagai instrumen kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Anggaran Daerah seharusnya dipergunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, alat bantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, alat otoritas pengeluaran di masa yang akan datang. Ukuran standar untuk evaluasi kinerja serta alat koordinasi bagi semua aktivitas di berbagai unit kerja. Penentuan besarnya penerimaan / pendapatan dan pengeluaran / belanja daerah tidak terlepas dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan adanya otonomi daerah ini maka terjadilah beberapa reformasi akuntansi keuangan daerah yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 105 tahun 2000, salah satunya adalah penerapan akuntansi pertanggungjawaban. 2

3 Menurut Hansen, Mowen (2009:116) definisi pertanggungjawaban adalah sebagai berikut : Akuntansi pertanggungjawaban adalah sistem yang mengukur berbagai hasil yang dicapai oleh setiap pusat pertanggungjawaban menurut informasi yang dibutuhkan oleh para manajer untuk mengoperasikan pusat pertanggungjawaban mereka. Dalam proses penyusunan anggaran ditetapkan siapa yang berperan dan sumber daya yang disediakan bagi pemegang peran tersebut untuk memungkinkannya dalam melaksanakan sebagian aktivitas pencapaian sasaran perusahaan. Sumber daya yang disediakan untuk memungkinkan manajer berperan dalam usaha pencapaian sasaran perusahaan tersebut diukur dengan satuan moneter standar yang berupa informasi akuntansi. Oleh karena itu, penyusunan anggaran hanya mungkin dilakukan jika tersedia informasi akuntansi pertanggungjawaban, yang mengukur berbagai nilai sumber daya yang disediakan selama tahun anggaran bagi manajer yang diberi peran untuk mencapai sasaran perusahaan. (Mulyadi, 2001:175). Hal tersebut sejalan dengan penelitian Wilda Aghinta (2009) yang berjudul hubungan penerapan akuntansi pertanggungjawaban dengan penyusunan anggaran pada CV. Oshwin Bustari Makhruf. Hasil dari penelitiannya menunjukan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat kuat antara penerapan akuntansi pertanggungjawaban dengan penyusunan anggaran, yaitu sebesar 0,918. Artinya jika penerapan akuntansi pertanggungjawaban baik maka penyusunan anggaran juga baik dengan keeratan hubungan yang sangat kuat. 3

4 Dalam penyusunan anggaran selain harus berdasarkan informasi dari setiap pusat pertanggungjawaban, penyusunan anggaran yang dilaksanakan oleh setiap pelaksana harus mempunyai komitmen. Wienner (1982) dalam Sumarno (2005) menyebutkan komitmen organisasi adalah dorongan dari dalam diri individu untuk melakukan sesuatu agar menunjang keberhasilan organisasi sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi. Komitmen dari seluruh komponen organisasi pemerintah daerah adalah kesepakatan antara kepala satuan kerja perangkat daerah beserta seluruh komponen organisasi dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi organisasinya untuk mencapai tujuan, visi dan misi dari organisasinya. Menurut Solihin (2011), untuk mendapatkan dukungan yang optimal bagi implementasinya proses penyusunan dokumen Rencana Strategi (Renstra) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) perlu membangun komitmen dan kesepakatan dari semua stakeholder untuk mencapai tujuan SKPD melalui proses yang transparan, demokratis dan akuntabel. Setiap anggota organisasi diharapkan dapat berkomitmen dan mempunyai tujuan serta visi misi yang sama agar dapat teraihnya suatu kesepakatan yang diharapakan. Dengan adanya komitmen ini pegawai penyusun anggaran akan lebih serius dan menyusun anggaran tepat waktu, serta setiap pegawai menjadi lebih fokus terhadap bagian dari tugasnya. Anggaran merupakan catatan masa lalu, rencana masa depan, mekanisme pengalokasian sumber daya, metode untuk pertumbuhan, alat penyaluran pendapatan, mekanisme untuk negosiasi, harapan organisasi, aspirasi organisasi, 4

5 strategi organisasi, satu bentuk kekuatan kontrol, dan alat atau jaringan komunikasi. (Bahtiar dkk : 2002). Tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan menggagalkan tujuan pencapaian yang telah disusun. Terdapat beberapa permasalahan dalam proses penyusunan anggaran yang disering dihadapi pemerintah, yang pertama adalah waktu penyusunan anggaran yang tidak tepat waktu. Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (PPAS) melebihi waktu dari jadwal yang seharusnya disampaikan kepala daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yakni pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan. Demikian pula, draf Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang semestinya sudah harus diserahkan ke DPRD pada pekan pertama bulan Oktober untuk dibahas, kenyataannya biasa terlambat yang akhirnya penetapannya pun mengalami keterlambatan. Di Kota Sukabumi keterlambatan menyerahkan RAPBD terjadi pada Tahun Anggaran 2011, kemudian diperingatkan oleh ketua DPRD Kota Sukabumi Aep Saepurahman agar dievaluasi dan tidak terulang kembali. Karena keterlambatan ini bukan hanya berdampak terhadap kurang baiknya penilaian pemerintah pusat, namun juga berpengaruh pada pelayanan terhadap masyarakat. Ditambah, reward dari pemerintah pusat berupa Dana Insentif Daerah (DID) tidak akan diterima. (www.neraca.co.id) Keterlambatan ini menunjukan bahwa masih kurangnya komitmen kontinu dari setiap aparat pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Menurut Meyer dan 5

6 Allen (1991:68-69) komitmen kontinu berarti komitmen berdasarkan persepsi aparatur tentang kerugian yang akan dihadapi jika meningggalkan organisasi. Salah satu indikator dari komitmen ini adalah sikap mental seorang aparatur untuk menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya. Sedangkan pada kenyataannya penyusunan anggaran masih saja terjadi keterlambatan. Masalah yang kedua adalah ketaatan terhadap perundang-undangan. Temuan kasus-kasus pada Pemerintah Kota Sukabumi dijelaskan pada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2012 dimana terdapat temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan, dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 1.1 Ketidakpatuhan Terhadap Ketentuan Perundang-undangan di Kota Sukabumi yang Mengakibatkan No Kelompok Temuan Jumlah Nilai (Juta Rp) Kasus Ketidakpatuhan Terhadap Ketentuan Perundang-undangan yang Mengakibatkan 1 Kerugian Daerah 6 1.357,59 2 Potensi Kerugian Daerah 1 178,40 3 Kekurangan Penerimaan 2 163,04 4 Administrasi 4 0 5 Ketidakefektifan 1 0 Sumber: www.bpk.go.id 2012 Menurut Meyer dan Allen (1991:68-69) komitmen terbagi menjadi tiga jenis, salah satunya adalah komitmen normatif yang berarti perasaan-perasaan aparatur tentang kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi, dan juga menunjukan adanya dimensi moral yang berdasarkan pada kesadaran akan adanya kewajiban dan tanggung jawab yang harus dipikul. Indikator dari komitmen ini yaitu mematuhi aturan yang berlaku adalah sikap mental untuk mentaati peraturan 6

7 yang berlaku. Sedangkan bila dilihat dari tabel diatas bahwa masih banyak ketentuan yang tidak dipatuhi oleh para aparat pemerintahan. Masalah ketiga yang terjadi dalam penyusunan anggaran adalah penetuan program-program yang akan dilaksanakan pada tahun berjalan tersebut. Setiap bagian departemen diharuskan untuk menyampaikan satu masukan atau ide dalam penentuan program. Agar anggaran berdasarkan pada pusat pertanggungjawaban. Akan tetapi tidak semua bagian dalam Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) menyampaikan sarannya mengenai program. Masih tidak jarang program tahun berjalan sama dengan program tahun sebelumnya. Sehingga program yang direncanakan tidak sesuai dengan peraturan daerah yang setiap tahun berganti. Selanjutnya masalah yang terjadi adalah kurang berpihaknya anggaran pemerintah kepada publik. Hampir semua APBD di Indonesia anggarannya mayoritas dialokasikan guna memenuhi belanja pegawai. APBD Kota Sukabumi Tahun 2012 mengalami kenaikan 8,28 % atau sekitar Rp.51.906.929.400, jika dibandingkan dengan APBD tahun 2011 setelah perubahan Rp. 626.773.462.000. Dimana untuk tahun 2012, Pemerintah Kota Sukabumi menganggarkan APBD sebesar Rp.678.680.391400. (www.neraca.co.id) Walikota Sukabumi H. Mokh. Muslikh Abdussyukur menjelaskan belanja tidak langsung dalam rencana APBD 2012 sebesar Rp. 381.799.112.200 naik 8,95% dari tahun lalu. Dimana untuk belanja pegawai pada tahun 2012 sebesar Rp. 338.500.005.600 dan mengalami kenaikan sebesar Rp. 40 miliar dibanding 7

8 tahun 2011. Sedangkan untuk belanja Hibah pada tahun 2012 Rp. 26.535.821.600 dan mengalami penurunan sebesar 32,75 %, sedangkan untuk belanja langsung dalam RAPBD 2012 sebesar Rp. 296.881.279.200 mengalami kenaikan 7,43% dibandingkan tahun lalu. Meningkatnya belanja pegawai pada tahun 2012 dikarenakan adanya kenaikan gaji PNS, tunjangan dan rapel beras. Namun pembangunan infrastruktur publik seperti Terminal Bus Sudirman dan Gedung DPRD Kota Sukabumi ditunda hingga Tahun Anggaran 2013. Pengalokasian anggaran masih saja kurang berimbang antara belanja pegawai dengan belanja pembangunan. (www.sentanaonline.com) Anggaran akan berpihak pada publik dengan syarat adanya partisipasi dari masyarakat yang merupakan salah satu prinsip penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang harus dipenuhi yang mana tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2013. Berdasarkan hasil dari Open Budget Survey (OBS) Tahun 2012, Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki pengawasan anggaran yang kuat namun lemah dalam keterlibatan publik dibandingkan dengan negara lainnya di Asia Tenggara. Untuk temuan OBS terkait partisipasi publik Indonesia berdasarkan indikator dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1.2 Hasil Penelitian Partisipasi Publik di Indonesia 8

9 No. Kebutuhan (Indikator) Temuan 1. Proses sebelum terjadinya konsultasi Publik Syarat formal untuk partisipasi public Penyampaian tujuan dalam partisipasi public Komunikasi lembaga audit (BPK) selain publikasi laporan hasil audit 2. Proses Konsultasi Publik Mekanisme yang dikembangkan eksekutif untuk partisipasi dalam perencanaan Dengar partisipasi di legislatif mengenai kerangka ekonomi makro Dengar pendapat di legislatif mengenai masing-masing lembaga Kesempatan publik di legislatif untuk berpendapat selama dengar pendapat anggaran Mekanisme yang dikembangkan oleh eksekutif untuk partisipasi selama pelaksanaan anggaran Pengembangan mekanisme oleh BPK untuk partisipasi dalam agenda audit 3. Proses setelah Konsultasi Publik Tanggapan oleh eksekutif mengenai masukan yang diberikan oleh public Laporan yang dikeluarkan legislatif pada rapat dengar pendapat anggaran Tanggapan oleh BPK mengenai masukan yang diberikan oleh public Sumber : Open Budget Survey 2012 Tidak Ada Tidak Ada Ada dan Kuat Tidak Ada Tidak Ada Ada tapi lemah Ada tapi lemah Tidak Ada Ada tapi lemah Tidak Ada Ada tapi lemah Tidak ada Mengacu pada tabel tersebut bahwa keterlibatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses penganggaran di Indonesia masih terbatas, dilihat dari beberapa indikator yang menunjukkan lemahnya atau tidak adanya partisipasi. Sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sopanah (2009), bahwa partisipasi masyarakat masih secara normatif dapat dikatakan sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004. Berkaitan dengan implementasi pasrtisipasi masyarakat kaitannya dengan proses partisipasi dianggap semu, yang mana hasilnya kurang lebih hanya 25-40% usulan masyarakat akan didanai oleh APBD. 9

10 Penelitian mengenai Hubungan Penerapan Akuntansi Pertanggungjawaban dan pernah dilakukan oleh Wilda Aghita (2009) memberikan temuan empiris bahwa terdapat hubungan positif yang sangat kuat antara penerapan akuntansi pertanggungjawaban dengan penyusunan anggaran. Penelitian serupa yang berjudul Pengaruh Implementasi Akuntansi Pertanggungjawaban dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan PT Pupuk Kujang Cikampek dilakukan oleh Dwi Puspita Sari (2010) menyatakan bahwa kedua faktor tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan PT Pupuk Kujang Cikampek. Penelitian mengenai Komitmen Organisasi pernah dilakukan oleh R.A. Adi Puspa Sawitri (2011), yang menyimpulkan bahwa komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap keandalan pelaporan keuangan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Seno Dwiyusufadi (2013) menyatakan bahwa komitmen organisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas informasi laporan keuangan Pemerintah Kota Bandung. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ifat Fatmawati (2013) yang menyebutkan bahwa komitmen organisasi sebagai variabel moderasi tidak terbukti memperkuat pengaruh antara partisipasi anggaran terhadap senjangan anggaran. Berbeda dengan penelitian terdahulu, penelitian ini meneliti variabel akuntansi pertanggungjawaban yang sudah cukup banyak dilakukan di sektor bisnis/swasta, akan tetapi penelitian ini tidak sering dilakukan di sektor publik/pemerintahan. Dipilihnya komitmen organisasi karena komitmen 10

11 organisasi sarat dengan nilai dan sasaran. Istilah tersebut mengandung makna bahwa sebuah proses bagaimana nilai dan sasaran tersebut tercapai atau dengan kata lain komitmen organisasi merupakan syarat sebuah keberhasilan (Azhar, 2007). Serta masih adanya perbedaan hasil penelitian mengenai pengaruh dari komitmen organisasi. Selain itu penelitian ini dilakukan di Pemerintah Kota Sukabumi, alasannya yaitu pemerintah Kota Sukabumi adalah salah satu kota di Jawa Barat dengan jumlah anggaran cukup besar. Hal ini akan mengakibatkan tuntutan masyarakat akan pertanggungjawaban kinerja keuangannya semakin tinggi. Berdasarkan uraian yang telah disampaikan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Penerapan Akuntansi Pertanggungjawaban dan Komitmen Organisasi Terhadap Penyusunan Anggaran (Studi Kasus pada Pemerintah Kota Sukabumi). 1.2 Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimana penerapan akuntansi pertanggungjawaban pada Pemerintah Kota Sukabumi? 2. Bagaimana komitmen organisasi pada Pemerintah Kota Sukabumi? 3. Bagaimana penyusunan anggaran pada Pemerintah Kota Sukabumi? 11

12 4. Bagaimana pengaruh penerapan akuntansi pertanggungjawaban dan komitmen organisasi terhadap penyusunan anggaran secara parsial maupun simultan pada Pemerintah Kota Sukabumi? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Penelitian ini bermaksud untuk mempelajari serta mengkaji pengaruh penerapan akuntansi pertanggungjawaban dan komitmen organisasi terhadap penyusunan anggaran pada Pemerintah Kota Sukabumi. 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2010:52) yaitu Rumusan kalimat yang menunjukkan adanya sesuatu hal yang diperoleh setelah penelitian. Tujuan dalam penelitian berfungsi untuk menentukan arah pencapaian suatu permasalahan dalam penelitian. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana : 1. Penerapan akuntansi pertanggungjawaban pada Pemerintah Kota Sukabumi. 2. Komitmen organisasi pada Pemerintah Kota Sukabumi. 3. Penyusunan anggaran pada Pemerintah Kota Sukabumi. 12

13 4. Pengaruh penerapan akuntansi pertanggungjawaban dan komitmen organisasi terhadap penyusunan anggaran secara parsial maupun simultan pada Pemerintah Kota Sukabumi. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna dan dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, baik berguna secara teoritis maupun kegunaan operasional: 1. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi serta sumbangan pemikiran dalam mengembangkan keilmuan akuntansi sektor publik, terutama dalam bahasan tentang penyusunan anggaran. 2. Kegunaan Praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pemerintah daerah Kota Sukabumi dalam membuat atau menyiapkan suatu penyusunan anggaran secara lebih matang, sehingga dapat membantu terserapnya anggaran secara lebih efektif. b. Dapat menghimpun informasi sebagai bahan sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah Kota Sukabumi untuk dijadikan referensi serta masukan guna meningkatkan kinerja terutama dalam pencapaian penyusunan anggaran yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. 13

14 c. Dapat mendorong pemerintah daerah agar lebih menyadari pentingnya penerapan akuntansi pertanggungjawaban dan komitmen organisasi dalam proses penyusunan anggaran. 14