BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkemih adalah pengeluaran urin dari tubuh, berkemih terjadi sewaktu sfingter uretra internal dan eksternal di dasar kandung kemih berelaksasi. Derajat regang yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek ini bervariasi pada individu, beberapa individu dapat mentoleransi distensi lebih besar tanpa rasa tidak nyaman (Gibson, 2002). Individu dapat mengalami gangguan dalam berkemih karena adanya sumbatan atau ketidakmampuan sfingter uretra untuk berelaksasi, sehingga perlu dilakukan tindakan untuk dapat mengeluarkan urin dari kandung kemih, salah satu tindakannya adalah dengan pemasangan douer catheter. Douer catheter adalah adalah selang yang terbuat dari bahan karet yang berguna untuk mengeluarkan urine dari kandung kemih pada saat pasien tidak dapat melakukan proses berkemih secara mandiri (P erry & Potter, 2005). Kateter dapat digunakan untuk pasien yang tidak mampu melakukan urinari, untuk menentukan perubahan jumlah urin sisa dalam kandung kemih setelah buang air kecil, untuk memintas suatu obstruksi yang menyumbat aliran urin, menyediakan cara untuk memantau pengeluaran urin setiap jam pada pasien yang sakit berat, dan memudahkan pengobatan dengan operasi (Smeltzer & Bare, 2002).
2 Pada saat douer catheter terpasang, kandung kemih tidak terisi dan berkontraksi, pada akhirnya kapasitas kandung kemih menurun atau hilang (atonia). Apabila atonia terjadi dan kateter dilepas, otot detrusor mungkin tidak dapat berkontraksi dan pasien tidak dapat mengeluarkan urinnya, sehingga terjadi komplikasi gangguan fungsi perkemihan. Untuk itu perlu dilakukan bladder training sebelum melepas kateter urinari (Smeltzer & Bare, 2002). Bladder training merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang terapasang kateter dengan tujuan melatih otot detrusor kandung kemih supaya dapat kembali normal lagi setelah kateternya dilepas. Setelah kateter dilepas, terdapat beberapa kemungkinan yang akan dialami oleh pasien berhubungan dengan proses dan reflek berkemihnya. Efek samping dari pemasangan kateter adalah terjadinya inkontnensia urin dan retensi urine (Perry & Potter, 2005). Dengan pengelolaan yang baik, diharapkan pasien yang terpasang kateter tidak mengalami perubahan pola berkemih sesudah kateternya dilepas. Pengelolaan yang baik disini adalah dengan cara dilatih tehnik bladder training. Tehnik bladder training adalah tehnik menahan kemudian dilepas pada kateter dengan interval waktu tertentu untuk melatih kembalinya kemampuan otot kandung kemih dalam mengontrol urine yang akan dikeluarkan. Di RSUD Ambarawa tidak semua pasien terpasang kateter dilakukan bladder training sebelum kateternya dilepas. Latihan bladder training hanya dilakukan pada pasien yang rawat inap di Ruang Mawar dan Ruang Dahlia yang merupakan ruangan penyakit dalam. Sementara di Ruang Bersalin dan
3 Ruang Bedah tidak pernah dilakukan bladder training. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan penulis terhadap pasien pasca terpasang kateter menunjukkan bahwa terdapat pasien yang mengeluh tidak dapat mengontrol berkemihnya atau yang disebut inkontinensia, ada yang mengalami kesakitan dan urine susah keluar saat berkemih atau yang disebut dengan retensi. Serta ada yang melaporkan bahwa proses berkemihnya dapat kembali normal seperti sebelum terpasang kateter. Hasil evaluasi terhadap Ruang Mawar dan Ruang Dahlia, didapatkan bahwa tindakan bladder training telah dilakukan pasien, tetapi terdapat juga pasien yang masih mengalami retensi dan inkontinensia urin. Berdasarkan pengamatan di RSUD Ambarawa ditemukan bahwa pada bangsal penyakit dalam yaitu Ruang Dahlia (penyakit dalam), Ruang Mawar (penyakit dalam), Ruang Cempaka (bedah) dan Ruang Bu ogenville (Kebidanan), pasien dengan douer catheter selama bulan Mei-Juni 2010 didapatkan sebanyak 117 pasien dengan pemasangan kateter. Tetapi belum didapatkan data mengenai sejauh mana pengaruh bladder training terhadap perubahan pola berkemih pada pasien yang terpasang douer kateter di RSUD Ambarawa. Berdasarkan alasan di atas peneliti tertarik meneliti pengaruh bladder training pada pasien yang terpasang douer catheter. B. Perumusan Masalah Fungsi berkemih adalah mengeluarkan urine dari kandung kemih jika kandung kemih telah penuh volumenya. Jika pengeluaran urin tidak bisa
4 dilakukan setelah kandung kemih penuh, maka urin harus segera di keluarkan untuk menghindari terjadinya refluk ginjal. Pengeluaran urin dapat dilakukan dengan pemasangan kateter melalui uretra ke dalam kandung kemih. Efek samping dari pemasangan kateter adalah terjadinya inkontinensia urin dan retensi urine (Perry & Potter, 2005). Untuk mencegah atau mengantisipasi terjadinya inkontnensia urin dan retensi urine perlu dilakukan sebuah tindakan keperawatan yaitu bladder training. Tehnik bladder training adalah tehnik menahan kemudian dilepas pada kateter dengan interval waktu tertentu untu melatih kembalinya kemampuan otot kandung kemih dalam mengontrol urine yang akan dikeluarkan. Belum pernah dilakukannya riset tentang bladder training menjadikan perlunya riset tentang permasalahan bladder training ini. Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dirumuskan pertanyaan masalah sebagai berikut: bagaimanakah pengaruh bladder training terhadap fungsi berkemih pada pasien yang dipasang douer catheter di RSUD Ambarawa? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh bladder training terhadap fungsi berkemih pada pasien dengan douer catheter di RSUD Ambarawa. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan fungsi berkemih responden terpasang kateter yang tidak dilakukan bladder training.
5 b. Mendeskripsikan fungsi berkemih responden terpasang kateter yang dilakukan bladder training. c. Menganalisis perbedaan bladder training fungsi berkemih pada responden yang terpasang keteter yang dilakukan bladder training dan yang tidak dilakukan bladder training. D. Manfaat Penelitian 1. Responden Dapat dijadikan sebagai pengalaman responden dalam menghadapi pengaruh yang mungkin muncul pada pasien yang dilakukan pemasangan kateter dan kondisi setelah kateter dilepas, sehingga responden mengalami peningkatan pengetahuan dalam manajemen perawatan kateter. 2. Perawat Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan dan acuan bagi perawat dalam memberikan bladder training pada pasien yang terpasang kateter menetap. 3. Rumah sakit Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan dan pembuatan standar operasional prosedur (SOP) tentang bladder training pada pasien yang terpasang kateter menetap. 4. Peneliti Penelitian ini merupakan media penerapan ilmu pengetahuan yang telah di dapatkan dalam teori dan manambah wawasan, pengetahuan dan
6 pengalaman baru bagi peneliti khususnya pengaruh bladder training terhadap fungsi berkemih pada pasien yang terpasang kateter menetap. 5. Pengembangan ilmu pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai penunjang dalam referensi ilmu dan dapat menambah khasanah pustaka tentang pengaruh bladder training terhadap fungsi berkemih pada pasien yang terpasang kateter menetap.