BAB I PENDAHULUAN. Proporsi penduduk usia lanjut dewasa yang bertambah memiliki

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Proporsi penduduk usia lanjut dewasa yang bertambah memiliki"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proporsi penduduk usia lanjut dewasa yang bertambah memiliki tantangan dalam mempertahankan derajat kesehatan, oleh karena disertai pula dengan peningkatan jumlah penyakit-penyakit yang sering diderita oleh kaum lansia. Salah satu penyakit yang berkaitan dengan bertambahnya usia pada laki-laki adalah pembesaran prostate (benign prostatic hyperplasia/bph). BPH adalah suatu kondisi yang ditandai oleh adanya pembesaran dari kelenjar prostate. BPH dianggap menjadi bagian dari proses penuaan yang normal. Sekitar sepertiga dari pria berusia diatas 50 tahun menderita gejala BPH (Dinata, 2010). Hiperplasia prostat benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun (Purnomo, 2007). Office of Health Economic Inggris telah mengeluarkan proyeksi prevalensi BPH bergejala di Inggris dan Wales beberapa tahun ke depan. Pasien BPH bergejala yang berjumlah sekitar pada tahun 1991, diperkirakan akan meningkat menjadi satu setengah kalinya pada tahun Prevalensi BPH yang bergejala pada pria berusia tahun mencapai hampir 15%. Angka ini meningkat dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia tahun prevalensinya mencapai hampir 25%, dan pada usia 60 yahun mencapai angka sekitar 43% (Suryawisesa, et. al, 1998). Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa Lower Urineary Tract 1

2 2 Symptoms (LUTS) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage symptoms) yang meliputi frekuensi miksi meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi dan tahap selanjutnya terjadi retensi urinee (Purnomo, 2007). Pemilihan pembedahan TURP (Transurhetral resection of the prostat) atau Transvesical Prostatectomi (TVP) merupakan prosedur yang paling banyak dipakai (± 95 % dari keseluruhan operasi prostat), prostatektomi terbuka baik dengan pendekatan retropubik maupun prostatektomi transvesika dilakukan apabila ukuran prostat cukup besar atau lebih dari 100 gram (Kirby, 1995). Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi uretra pars prostatika. TVP merupakan enukleasi adenoma prostat hiperplasi melalui insisi ekstraperitoneal dan dinding buli bagian anterior bawah (Oesterling, 1998). Hasil penelitian Lopo (2002) menyimpulkan bahwa rata-rata penurunan nilai IPSS pasca operasi TVP lebih besar daripada TURP tetapi tidak bermakna. Hellen Diller (2009) menjelaskan bahwa 70 %- 80 %, permasalahan yang timbul pada pasien pasca operasi radical prostatectomy adalah terjadinya incontinensia urine. Jansen (2008) dalam jurnalnya American Urology Association, menjelaskan lebih dari 70 % permasalahan adalah terjadinya incontinensia urine pasca operasi radical prostatectomy. Hal ini terjadi

3 3 dikarenakan adanya kelemahan destrusor kandung kemih yang diakibatkan adanya perlukaan pasca operasi pasca operasi radical prostatectomy. Pemasangan kateter yang lama menyebabkan penurunan sensitivitas dan kemampuan sfingter uretra untuk mengontrol proses berkemih. Untuk memulihkan kondisi tersebut perlu dilakukan latihan menahan proses berkemih pada saat kateter masih terpasang. Salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal neurogenik maka dilakukan bladder training. Tujuan dari bladder training adalah untuk melatih kandung kemih dan mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih (Potter & Perry, 2005). Bladder training efektif untuk mengatasi inkotinensia (Glen, 2003). Olsfaruger (1999) mengatakan bahwa anestesi spinal lebih signifikan menyebabkan retensi urine dibandingkan dengan anestesi umum. 44 % dari pasien pasca pembedahan dengan anestesi spinal memiliki volume kandung kemih lebih 500 ml (retensi urine) dan 54% tidak memiliki gejala distensi kandung kemih (Lamonerie, 2004). Hasil penelitian Maya (2008) menyimpulkan bahwa waktu terjadinya fungsi eliminasi berkemih spontan pada ibu pasca partum spontan yang mendapat intervensi bladder training sitz bath lebih cepat yaitu terjadi pada waktu 149, ,32 menit pasca partum dibandingkan dengan fungsi eliminasi berkemih spontan pada ibu pasca partum spontan tanpa bladder training sitz bath yaitu pada waktu 255, ,65 menit pasca partum spontan (p = 0,005 <0,05). Hasil penelitian Warner

4 4 (2009) mengatakan bahwa retensi urine umum terjadi setelah anestesi dan pembedahan, dengan laporan kejadiannya antara 50% -70%. Kegel Exercise diartikan sebagai penguatan otot Pubococsigeus secara sadar dengan melakukan gerakan kontraksi berulang-ulang untuk menurunkan incointinence (Memorial Hospital, 2009). Kegel exercise merupakan suatu upaya untuk mencegah suatu timbulnya inkontinensia urin. Mekanisme kontraksi dan meningkatnya tonus otot dapat terjadi karena adanya rangsangan sebagai dampak dari latihan. Otot dapat dipandang sebagai suatu motor yang bekerja dengan jalan mengubah energy kimia menjadi tenaga mekanik berupa kontraksi dan pergerakan untuk menggerakkan serat otot yang terletak pada interaksi aktin dan myosin. Proses interaksi tersebut diaktifkan oeh ion kalsium dan adenotrifosfat (ATP),yang kemudian dipecah menjadi adenodifosfat (ADP) untuk memberikan energy bagi kontraksi otot detrusor (Asikin N, 1984). Rangsangan melalui neuromuskuler akan meningkatkan rangsangan pada syaraf otot polos untuk memproduksi asetilkolin dimana asetilkolin akan meningkatkan permeabilitas membrane otot sehingga mengakibatkan kontraksi otot. Energi yang lebih banyak diperoleh dari proses metabolisme dalam mitokondria untuk menghasilkan ATP yang digunakan otot polos pada kandung kemih sebagai energi untuk kontraksi dan akhirnya dapat meningkatkan tonus otot polos kandung kemih (Guyton, 1995). Ramusen (2012) menyebutkan bahwa kelemahan otot destrusor kandung kemih akibat adanya perlukaan pasca operasi radical prostectomy.

5 5 Pelvic Muscle Excercises yang dilakukan selama 2-3 minggu efektif untuk menguatkan otot dasar penggul. Penelitian Porru, et.al. (2001), di Italy menjelaskan dampak latihan dini Kegel s exercise setelah pasien menjalani operasi TURP menunjukkan hasil perbaikan kemampuan berkemih. Kemampuan ini ditandai dengan penurunan keluhan dribbling setelah berkemih dan penurunan episode inkontinen urin pasca TURP. Tibek et.al. (2007), mengevaluasi efek pengaruh latihan otot dasar pelvic sebelum pasien menjalani TURP. Pre operative latihan otot dasar pelvic menunjukkan peningkatan yang signifikant terhadap daya tahan otot dasar pelvic pasca TURP, meskipun secara klinik keterkaitan peningkatan status urodinamik pasca TURP tidak ada perbedaan. Pasien yang menjalani tindakan operasi akan terpasang Dower Cateter selama kurang lebih 2 minggu. Pelepasan Dower Cateter dilakukan setelah perlukaan di kandung kemih sembuh, dan mencegah resiko terjadinya perlengketan luka yang dapat menimbulkan terjadinya penutupan uretrhra yang berakibat terjadinya retensi urine pasca operasi (Bruner & sudath, 2002). Akibat pemasangan Dower Cateter yang lama, selain terjadinya ISK, dapat berakibat terjadinya inkontinesia urine. Menurut Morved (2013) tindakan Bladder training dan latihan Muscle Pelvic Exercise efektif dilakukan pencegahan inkotinesia pada wanita hamil dan habis melahirkan. Pasien yang telah menjalani operasi TVP di RS PKU Muhammadiyah Gombong wajib melakukan kontrol minimal 1 kali untuk melakukan pelepasan DC. Tindakan operasi, memungkinkan sekali munculnya masalah

6 6 kesehatan diantaranya perubahan pola eliminasi BAK. Peran perawat dalam hal ini, membantu klien dalam memenuhi kebutuhan pre dan pasca operasi. Setiap pasien yang telah menjalani operasi TVP dilakukan bladder training. Standar operasional prosedur bladder training belum ada, sehingga setiap pasien mendapatkan bladder training yang berbeda-beda tergantung dari perawat yang menangani. Bladder training sangat penting untuk meningkatkan fungsi eliminasi berkemih pasien, jika pasien pulang dari rumah sakit tanpa mendapatkan pelatihan bladder training yang benar maka pasien akan kebingungan ketika melakukan eliminasi berkemih. Pasien biasanya menggunakan three way catheter (kateter tiga cabang), sehingga pada waktu memberikan pengarahan pada pasien, perawat perlu melibatkan keluarga. Berdasarkan hal tersebut mendorong peneliti untuk meneliti efektivitas bladder training, muscle pelvic execise dan kombinasi ke 2 nya dalam memperbaiki fungsi eliminasi berkemih pada pasien Benigna Prostate Hyperlasy pasca operasi Trans Vesica Prostatectomy. B. Rumusan Masalah Bladder training merupakan prosedur untuk melatih kandung kemih dan mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih. Setiap pasien prostat yang dilakukan tindakan Trans Vesica Prostatectomy di RS Gombong wajib diberikan bladder training. Bladder training yang dilakukan pada pasien prostat yang dilakukan tindakan Trans Vesica Prostatectomy di RS PKU Muhammadiyah Gombong belum menggunakan SPO yang baku.

7 7 Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: 1) Apakah bladder training efektif memperbaiki fungsi eliminasi berkemih pada pasien Benigna Prostate Hyperlasy pasca operasi Trans Vesica Prostatectomy, 2) Apakah muscle pelvic exercise efektif memperbaiki fungsi eliminasi berkemih pada pasien Benigna Prostate Hyperlasy pasca operasi Trans Vesica Prostatectomy, 3) Apakah kombinasi bladder training dan muscle pelvic exercise lebih efektif memperbaiki fungsi eliminasi berkemih pada pasien Benigna Prostate Hyperlasy pasca operasi Trans Vesica Prostatectomy. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui efektivitas bladder training dan muscle pelvic exercise dalam memperbaiki fungsi eliminasi berkemih pada pasien Benigna Prostate Hyperlasy pasca operasi Trans Vesica Prostatectomy. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui fungsi eliminasi berkemih yang diterapi dengan bladder training pada pasien pasca Benigna Prostate \ b. Untuk mengetahui fungsi eliminasi berkemih yang diterapi dengan muscle pelvic exercise pada pasien Benigna Prostate Hyperlasy pasca operasi Trans Vesica Prostatectomy

8 8 c. Untuk mengetahui fungsi eliminasi berkemih yang diterapi dengan kombinasi bladder training dan muscle pelvic exercise pada pasien pasca Benigna Prostate Hyperlasy operasi Trans Vesica Prostatectomy. d. Untuk mengetahui perbedaan fungsi eliminasi berkemih antara yang diterapi dengan bladder training, muscle pelvic exercise serta kombinasi bladder training dan muscle pelvic exercise pada pasien Benigna Prostate Hyperlasy pasca operasi Trans Vesica Prostatectomy D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Fakultas Hasil penelitian dapat dijadikan bahan acuan bagi peneliti selanjutnya untuk mengembangkan topik yang berkaitan dengan pelaksanaan bladder training untuk mengembalikan fungsi eliminasi berkemih pasien Benigna Prostate Hyperlasy pasca operasi. 2. Bagi Instansi Dapat dijadikan bahan masukan bagi Rumah Sakit dalam pembinaan dan pengembangan tenaga keperawatan dalam melakukan bladder training pada pasien pasca Benigna Prostate Hyperlasy operasi Trans Vesica Prostatectomy untuk meningkatkan kemampuan fungsi eliminasi berkemih. 3. Bagi Penulis Untuk menerapkan pengetahuan teori ke dalam praktek dan pengalaman dalam melakukan penelitian di bidang keperawatan.

9 9 E. Penelitian Terkait Penelitian yang relevan dengan penelitian ini sebagai berikut: 1. Maya. (2008). Efektivitas Bladder training Sitz Bath Terhadap Fungsi Eliminasi Berkemih Spontan Pada Ibu Pasca Partum Spontan Di RSUP. H. Adam Malik RSUD. Dr. Pirngadi medan dan RS. Jejaring. Rancangan penelitian quasi eksperimental. Populasi penelitian adalah seluruh ibu pasca partum spontan yang dirawat di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP.H. Adam Malik Medan, RSUD Dr. Pirngadi Medan, dan RSU. Sundari. Sampel penelitian sebanyak 22 orang pada kelompok intervensi dan 22 orang pada kelompok tanpa intervensi, diambil dengan cara purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan waktu terjadinya fungsi eliminasi berkemih spontan pada ibu pasca partum spontan yang mendapat intervensi bladder training sitz bath lebih cepat yaitu terjadi pada waktu 149, ,32 menit pasca partum dibandingkan dengan fungsi eliminasi berkemih spontan pada ibu pasca partum spontan tanpa bladder training sitz bath yaitu pada waktu 255, ,65 menit pasca partum spontan (p = 0,005 <0,05). Volume urin dari fungsi eliminasi berkemih spontan pertama kali pada ibu pasca partum spontan yang mendapat intervensi bladder training Sitz bath lebih banyak (227, ,97 ml) dibandingkan dengan kelompok kontrol tanpa intervensi (219, ,70 ml) (p = 0,001 <0,05). Terdapat perbedaan bermakna pada volume urin pada waktu pengamatan <120 menit antara kedua kelompok (p=0,035 <0,005).

10 10 Persamaan dengan penelitian ini yaitu meneliti pengaruh bladder training terhadap fungsi eliminasi berkemih. Adapun perbedaannya adalah pasien yang diteliti dan intervensi yang tidak hanya menggunakan bladder training. Pasien yang diteliti dalam penelitian ini adalah pasien pasca operasi Trans Vesica Prostatectomy. Adapun intervensinya meliputi bladder training, muscle pelvic exercise serta kombinasi bladder training dan muscle pelvic exercise. 2. Lopo (2002) berjudul Perbandingan Penurunan Nilai International Prostate Symptom Scores (IPSS) Pasca Transvesical Prostatectomi (TVP) Dan Transurfthral Resection Of The Prostate (TURP) Pada Penderita Prostat Heperplasia. Penelitian dilakukan secara prospektif dengan kohort. Penderita prostat hiperplasia dengan nilai IPSS sedang atau berat yang dilakukan operasi TVP atau TURR. Data nilai IPSS diambil dengan cara pengisian kuesioner. Perbandingan rata-rata penurunan nilai IPSS pasca TVP dan pasca TURP dihitung dengan menggunakan uji-t. Kesimpulan penelitian yaitu rata-rata penurunan nilai IPSS pasca operasi TVP lebih besar daripada TURP tetapi tidak bermakna. Rata-rata peningkatan QOL pasca TVP sama dengan pasca TURP. Persamaan dengan penelitian ini yaitu pada sasaran penelitian adalah pasien BPH yang menjalani operasi Transvesical Prostatectomi. Adapun perbedaannya adalah pada jenis penelitian yaitu penelitian kuasi eksperimen dengan intervensinya meliputi bladder training, muscle pelvic

11 11 exercise serta kombinasi bladder training dan muscle pelvic exercise. Selain itu, variabel yang diteliti adalah fungsi eliminasi berkemih. 3. Kartika dan Wahyu (2011) berjudul Studi Deskriptif Volume Urine 24 Jam Pada Ibu Hamil. Jenis penelitian kuantitatif menggunakan metode pendekatan deskriptif. Pengumpulan data dengan lembar observasi. Jumlah responden 51 orang dengan teknik accidental sampling. Hasil dari penelitian menunjukkan responden yang memiliki volume urine > 1600 ml pada trimester 1 yaitu 4 orang (7,8%), trimester 2 ada 18 orang (35,3%), trimester 3 ada 12 orang (23,5%) dan responden yang memiliki volume urine > 1500 ml pada trimester 1 yaitu 4 orang (7,8%), trimester 2 sebanyak 8 orang (15,7%), trimester 3 sebanyak 3 orang (5,9%). Responden yang memiliki volume urine kisaran ml pada trimester 1 sebanyak 1 orang (2,0%) dan trimester 2 sebanyak 1 orang (2,0%). Terdapat 36 responden mengalami peningkatan volume urine dari batas normal volume urine orang dewasa sekitar ml. Persamaan dengan penelitian ini yaitu pada meneliti fungsi eliminasi berkemih. Adapun perbedaannya adalah pada sasaran penelitian yaitu pasien BPH dan jenis penelitian yaitu penelitian kuasi eksperimen dengan intervensinya meliputi bladder training, muscle pelvic exercise serta kombinasi bladder training dan muscle pelvic exercise. 4. Penelitian Zetri (2011) berjudul Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Pemulihan Kandung Kemih Pasca Pembedahan Dengan Anestesi Spinal Di Irna B (Bedah Umum) RSUP Dr M Djamil Padang Tahun 2011.

12 12 Penelitian bersifat pre-eksperimental dengan menggunakan static group comparison dengan jumlah responden sebanyak 20 orang, diambil secara quota sampling yaitu 10 orang kelompok eksperimen dan 10 orang kelompok kontrol. Kesimpulan penelitian ada pengaruh mobilisasi dini terhadap pemulihan kandung kemih pasca pembedahan dengan anestesi spinal (p value= 0,005). Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah samasama meneliti fungsi eleminiasi berkemih. Adapun perbedaannya adalah pada sasaran penelitian yaitu pasien BPH dan jenis penelitian yaitu penelitian kuasi eksperimen dengan intervensinya meliputi bladder training, muscle pelvic exercise serta kombinasi bladder training dan muscle pelvic exercise..

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelenjar prostat adalah satu organ genetalia pria yang terletak disebelah inferior buli-buli dan melingkari uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) yaitu berupa pembesaran prostat atau hiperplasia prostat. Kelainan kelenjar prostat dapat

Lebih terperinci

Penyebab BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi molekuler belum dapat mengungkapkan dengan jelas terjadinya BPH.

Penyebab BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi molekuler belum dapat mengungkapkan dengan jelas terjadinya BPH. 2 Penyebab BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi molekuler belum dapat mengungkapkan dengan jelas terjadinya BPH. BPH terjadi karena adanya ketidakseimbangan hormonal oleh proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benigna Prostate Hiperplasi (BPH) merupakan kondisi patologis yang paling umum terjadi pada pria lansia dan penyebab kedua untuk intervensi medis pada pria diatas usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hiperplasia prostat atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Hiperplasia prostat atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperplasia prostat atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hyperplasia beberapa atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan melingkari uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang ibu hamil. Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan

BAB I PENDAHULUAN. seorang ibu hamil. Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan merupakan salah satu pengalaman yang tidak terlupakan bagi seorang ibu hamil. Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan usia kehamilan cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluar kandung kemih melalui kateter urin secara terus menerus. kemih yang disebut dengan bladder training.

BAB I PENDAHULUAN. keluar kandung kemih melalui kateter urin secara terus menerus. kemih yang disebut dengan bladder training. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawat memiliki peranan penting dalam melakukan perawatan pasien yang terpasang kateter. Selama kateter urin terpasang, otot detrusor kandung kemih tidak secara aktif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Berkemih Reflek berkemih adalah reflek medula spinalis yang seluruhnya bersifat otomatis. Selama kandung kemih terisi penuh dan menyertai kontraksi berkemih, keadaan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berkemih adalah pengeluaran urin dari tubuh, berkemih terjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berkemih adalah pengeluaran urin dari tubuh, berkemih terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkemih adalah pengeluaran urin dari tubuh, berkemih terjadi sewaktu sfingter uretra interna dan eksterna didasar kandung kemih berelaksasi. Derajat regang yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Benign Prostatic Hyperplasia atau lebih dikenal dengan singkatan BPH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Benign Prostatic Hyperplasia atau lebih dikenal dengan singkatan BPH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benign Prostatic Hyperplasia atau lebih dikenal dengan singkatan BPH merupakan kelainanan adenofibromatoushyperplasia paling sering pada pria walaupun tidak mengancam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TEORI 1. Lanjut Usia (Lansia) Menurut Undang-Undang nomor 4 tahun 1965 yang termuat dalam pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50 tahun, tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir setiap wanita akan mengalami proses persalinan. Kodratnya wanita dapat melahirkan secara normal yaitu persalinan melalui vagina atau jalan lahir biasa (Siswosuharjo

Lebih terperinci

Efektivitas Bladder Training Terhadap Retensi Urin Pada Pasien Post Operasi BPH

Efektivitas Bladder Training Terhadap Retensi Urin Pada Pasien Post Operasi BPH Efektivitas Bladder Training Terhadap Retensi Urin Pada Pasien Post Operasi BPH 1) Mahasiswa 2) Dosen pembimbing I 3) Dosen Pembimbing II Di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen Dwi Wiyono 1),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur

BAB 1 PENDAHULUAN. di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars

BAB I PENDAHULUAN. kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Benigna prostatic hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, yang disebabkan hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau yang dikenal pembesaran prostat jinak sering ditemukan pada pria dengan usia lanjut. BPH adalah kondisi dimana terjadinya ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan terjadinya proliferasi sel stroma prostat yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan terjadinya proliferasi sel stroma prostat yang akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostate Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak merupakan suatu keadaan terjadinya proliferasi sel stroma prostat yang akan menyebabkan pembesaran dari

Lebih terperinci

TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING

TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING Disusun untuk memenuhi tugas Blok Urinary Oleh: Puput Lifvaria Panta A 135070201111004 Kelompok 3 Reguler 2 PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training. Oleh : Adelita Dwi Aprilia Reguler 1 Kelompok 1

TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training. Oleh : Adelita Dwi Aprilia Reguler 1 Kelompok 1 TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training Oleh : Adelita Dwi Aprilia 135070201111005 Reguler 1 Kelompok 1 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015 1. Definisi Bladder

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. I DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN: POST OPERASI BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH) HARI KE-0 DI RUANG FLAMBOYAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDANARANG BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Monako dengan rata-rata usia 90 tahun (Mubarak, 2012). atau World Health Organization (WHO) tahun 1999 meliputi: Usia

BAB I PENDAHULUAN. Monako dengan rata-rata usia 90 tahun (Mubarak, 2012). atau World Health Organization (WHO) tahun 1999 meliputi: Usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi merupakan hal yang saling berkaitan. Selama ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Bladder Retention Training 1.1. Defenisi Bladder Training Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pemasangan Kateter Urin Pemasangan kateter urin merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi

Lebih terperinci

Pengobatan Hipertrofi Prostat Non Operatif

Pengobatan Hipertrofi Prostat Non Operatif EDITORIAL Pengobatan Hipertrofi Prostat Non Operatif Shahrul Rahman* * Doktor Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Pendahuluan Kelenjar prostat adalah salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu dianggap berasal dari endoderm. Pertumbuhan dan. perkembangan normal bergantung kepada rangsang endokrin dan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu dianggap berasal dari endoderm. Pertumbuhan dan. perkembangan normal bergantung kepada rangsang endokrin dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat, pemerintah dan swasta. Apapun yang dilakukan pemerintah tanpa kesadaran individu dan masyarakat

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KUESIONER GAMBARAN NILAI INTERNATIONAL PROSTATE SYMPTOM SCORE

LEMBAR PENJELASAN KUESIONER GAMBARAN NILAI INTERNATIONAL PROSTATE SYMPTOM SCORE Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KUESIONER GAMBARAN NILAI INTERNATIONAL PROSTATE SYMPTOM SCORE PADA PASIEN BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA DI POLIKLINIK UROLOGI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN Saya Kamaleswaran Chandrasegaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika (Muttaqin, 2011). dapat menimbulkan komplikasi apabila dibiarkan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika (Muttaqin, 2011). dapat menimbulkan komplikasi apabila dibiarkan tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk

I. PENDAHULUAN. tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Angka harapan hidup penduduk di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan, hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk. Pada tahun 2007, Badan Pusat

Lebih terperinci

PENURUNAN KELUHAN DRIBBLING PASIEN PASCA TRANSURETHRAL RESECTION OF THE PROSTATE MELALUI KEGEL S EXCERCISE

PENURUNAN KELUHAN DRIBBLING PASIEN PASCA TRANSURETHRAL RESECTION OF THE PROSTATE MELALUI KEGEL S EXCERCISE PENURUNAN KELUHAN DRIBBLING PASIEN PASCA TRANSURETHRAL RESECTION OF THE PROSTATE MELALUI KEGEL S EXCERCISE Abdul Madjid 1,2*, Dewi Irawaty 3, Tuti Nuraini 3 1. PSIK FK Universitas Hasanudin, Makassar 90245,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya semakin meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria di

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya semakin meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan penyakit tersering kedua di Indonesia setelah infeksi saluran kemih 1. Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mochtar. 2005). Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Mochtar. 2005). Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan penyakit tersering kedua di klinik urologi di Indonesia setelah batu saluran kemih (Fadlol & Mochtar. 2005). Penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka harapan hidup penduduk di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk Indonesia sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan dialami oleh usia lanjut, salah satunya dalam proses berkemih, seperti merasakan keluarnya

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN JURNAL

LEMBAR PENGESAHAN JURNAL LEMBAR PENGESAHAN JURNAL PENGARUH BLADDER TRAINING TERHADAP FUNGSI BERKEMIH PADA PASIEN YANG TERPASANG KATETER DI RUANG RAWAT INAP BEDAH KELAS 3 RSUD PROF. DR. H. ALOEI SABOE KOTA GORONTALO Oleh Ni Wayan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tindakan perbaikan kemudian akan diakhiri dengan penutupan dengan cara. penjahitan luka (Sjamsuhidajat & De Jong, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. tindakan perbaikan kemudian akan diakhiri dengan penutupan dengan cara. penjahitan luka (Sjamsuhidajat & De Jong, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembedahan adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan tubuh ini umumnya

Lebih terperinci

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2012

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2012 KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2012 BLADDER TRAINNING A. PENGERTIAN Bladder training adalah salah upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kencing yang mengalami

Lebih terperinci

PENGARUH MOBILISASI DINI TERHADAP PEMULIHAN KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI SPINAL DI IRNA B (BEDAH UMUM) RSUP DR M DJAMIL PADANG TAHUN

PENGARUH MOBILISASI DINI TERHADAP PEMULIHAN KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI SPINAL DI IRNA B (BEDAH UMUM) RSUP DR M DJAMIL PADANG TAHUN SKRIPSI PENGARUH MOBILISASI DINI TERHADAP PEMULIHAN KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI SPINAL DI IRNA B (BEDAH UMUM) RSUP DR M DJAMIL PADANG TAHUN 2011 Penelitian Keperawatan Medikal Bedah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Memasuki masa tua berarti mengalami perubahan baik secara fisiologi

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Memasuki masa tua berarti mengalami perubahan baik secara fisiologi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses menua pada manusia pada hakekatnya merupakan proses yang alamiah. Memasuki masa tua berarti mengalami perubahan baik secara fisiologi maupun psikologi. Kemunduran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kateter Urin Pemasangan kateter urin merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Papyrus Ebers (1550 SM), dengan terapi menggunakan buah beri untuk

BAB I PENDAHULUAN. Papyrus Ebers (1550 SM), dengan terapi menggunakan buah beri untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebocoran urin merupakan keluhan terbanyak yang tercatat pada Papyrus Ebers (1550 SM), dengan terapi menggunakan buah beri untuk mengatasinya. Pada tahun 2001 Asia Pacific

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan lunak yang menyebabkan jaringan kolagen pada fasia, ligamen sekitar

BAB I PENDAHULUAN. jaringan lunak yang menyebabkan jaringan kolagen pada fasia, ligamen sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama kehamilan produksi hormon progesteron dan hormon relaksin meningkat sehingga menimbulkan efek negatif terhadap integritas struktur jaringan lunak yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia laki-laki yang terletak mengelilingi vesica urinaria dan uretra proksimalis. Kelenjar prostat dapat mengalami pembesaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penuaan (Madjid dan Suharyanto, 2009). tindakan untuk mengatasi BPH yang paling sering yaitu Transurethral

BAB I PENDAHULUAN. penuaan (Madjid dan Suharyanto, 2009). tindakan untuk mengatasi BPH yang paling sering yaitu Transurethral BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertropi prostat jinak (benign prostatic hypertrophy. BPH) merupakan kondisi yang belum di ketahui penyebabnya, di tandai oleh meningkatnya ukuran zona dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembesaran prostat jinak (PPJ) atau disebut juga benign prostatic

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembesaran prostat jinak (PPJ) atau disebut juga benign prostatic BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembesaran prostat jinak (PPJ) atau disebut juga benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah hiperplasia kelenjar periuretral prostat yang akan mendesak jaringan prostat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring peningkatan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan, semakin meningkat pula kualitas hidup dan kesehatan masyarakat yang salah

Lebih terperinci

PENGARUH BLADDER TRAINING

PENGARUH BLADDER TRAINING PENGARUH BLADDER TRAINING TERHADAP FUNGSI ELIMINASI BUANG AIR KECIL (BAK) PADA IBU POST PARTUM SPONTAN DI KLINIK NURSYAWALIAH DAN KLINIK SULASTRI MEDAN TAHUN 2014 REZEKI DWI YARSIH 135102016 KARYA TULIS

Lebih terperinci

Pengkajian : Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada individu yang mengalami masalah eliminasi urine : 1. inkontinensia urine 2.

Pengkajian : Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada individu yang mengalami masalah eliminasi urine : 1. inkontinensia urine 2. BLADDER TRAINING BLADDER TRAINING Bladder training biasanya dilakukan pada pasien yang mengalami perubahan pola eliminasi urin (inkontinensia) yang berhubungan dengan dysfungsi urologik. Pengkajian : Manifestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Teknik Relaksasi...,Bayu Purnomo Aji,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2017

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Teknik Relaksasi...,Bayu Purnomo Aji,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2017 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemasangan kateter merupakan tindakan keperawataan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan untuk membantu memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

Anita Widiastuti Poltekkes Semarang Prodi Keperawatan Magelang

Anita Widiastuti Poltekkes Semarang Prodi Keperawatan Magelang PERBEDAAN KEJADIAN INKONTINENSIA URIN PADA PASIEN POST KATETERISASI YANG DILAKUKAN BLADDER TRAINING SETIAP HARI DENGAN BLADDER TRAINING SEHARI SEBELUM KATETER DIBUKA DI BPK RSU TIDAR MAGELANG Anita Widiastuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. urin (Brockop dan Marrie, 1999 dalam Jevuska, 2006). Kateterisasi urin ini

BAB I PENDAHULUAN. urin (Brockop dan Marrie, 1999 dalam Jevuska, 2006). Kateterisasi urin ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kateterisasi urin merupakan salah satu tindakan memasukkan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urin (Brockop dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hiperplasia prostat merupakan salah satu keluhan atau penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hiperplasia prostat merupakan salah satu keluhan atau penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperplasia prostat merupakan salah satu keluhan atau penyakit yang menyebabkan pasien datang ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk menurunkan atau menghilangkan

Lebih terperinci

Perubahan Kualitas Hidup Penderita Pembesaran Prostat Jinak Pasca-prostatektomi Terbuka

Perubahan Kualitas Hidup Penderita Pembesaran Prostat Jinak Pasca-prostatektomi Terbuka Perubahan Kualitas Hidup Penderita Pembesaran Prostat Jinak Pasca-prostatektomi Terbuka Usul M. Sinaga, Harry B., Aznan Lelo Abstrak: Pembesaran kelenjar prostat jinak pada laki-laki terbanyak dijumpai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses perubahan biologis secara terus- menerus, dan terjadi. suatu kemunduran atau penurunan (Suardiman, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses perubahan biologis secara terus- menerus, dan terjadi. suatu kemunduran atau penurunan (Suardiman, 2011) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penuaan merupakan bagian dari rentang kehidupan manusia, menua atau aging adalah suatu keadaan yang terjadi dalam kehidupan manusia yang diberi umur panjang. Menua bukanlah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. setelah dilaksanakan intervensi ( Arikunto, 2006) dengan menggunakan. Intervensi A 1. Bladder training

BAB III METODE PENELITIAN. setelah dilaksanakan intervensi ( Arikunto, 2006) dengan menggunakan. Intervensi A 1. Bladder training BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian yaitu quasi eksperimental. Kelompok subyek yang diobservasi setelah dilaksanakan

Lebih terperinci

Overactive Bladder. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K)

Overactive Bladder. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Overactive Bladder Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta Overactive Bladder Definisi Overactive

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli ke perifer dan menjadi kaspul bedah (Rahardjo, 1995). Benigna Prostat

BAB I PENDAHULUAN. asli ke perifer dan menjadi kaspul bedah (Rahardjo, 1995). Benigna Prostat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) merupakan suatu keadaan dimana kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke

Lebih terperinci

DEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE

DEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE DEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Definisi Inkontiensia Urine

Lebih terperinci

Survey inkontinensia urin yang dilakukan oleh Departemen Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSU Dr. Soetomo tahun 2008 terhadap 793 pen

Survey inkontinensia urin yang dilakukan oleh Departemen Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSU Dr. Soetomo tahun 2008 terhadap 793 pen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin yang tidak terkendali pada waktu yang tidak terkendali dan tanpa melihat frekuensi maupun jumlahnya yang mana keadaan ini

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Prostat Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul fibromuskuler, yang terletak disebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA PADA USIA ANTARA 50-59 TAHUN DENGAN USIA DIATAS 60 TAHUN PADA PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI DI RS. PKU (PEMBINA KESEJAHTERAAN UMAT) MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB II HIPERPLASIA PROSTAT BENIGNA ANATOMI KELENJAR PROSTAT

BAB II HIPERPLASIA PROSTAT BENIGNA ANATOMI KELENJAR PROSTAT BAB I PENDAHULUAN Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra

Lebih terperinci

GAMBARAN SENSASI BERKEMIH PASIEN POST OPERASI TRANSURETHRAL RESECTION OF THE PROSTATE (TURP) YANG DIBERI TINDAKAN

GAMBARAN SENSASI BERKEMIH PASIEN POST OPERASI TRANSURETHRAL RESECTION OF THE PROSTATE (TURP) YANG DIBERI TINDAKAN GAMBARAN SENSASI BERKEMIH PASIEN POST OPERASI TRANSURETHRAL RESECTION OF THE PROSTATE (TURP) YANG DIBERI TINDAKAN BLADDER TRAINING DI RSUD TUGUREJO SEMARANG Dwi Febrianto*), Ismonah**), Shobirun***) *)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dilihat dari usia harapan hidup (UHH) (Mubarak,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dilihat dari usia harapan hidup (UHH) (Mubarak, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi merupakan hal yang saling berkaitan. Selama ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Perawatan merupakan suatu proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Perawatan merupakan suatu proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perawatan merupakan suatu proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang meliputi biologis, psikologis, sosial dan spiritual dalam rentang sakit sampai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari 12% pasien yang ada di rumah sakit akan terpasang kateter (Rahmawati,

BAB 1 PENDAHULUAN. dari 12% pasien yang ada di rumah sakit akan terpasang kateter (Rahmawati, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kateterisasi perkemihan adalah tindakan memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan air kemih yang terdapat di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan operasi sangat beresiko, lebih dari 230 juta operasi mayor

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan operasi sangat beresiko, lebih dari 230 juta operasi mayor BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Operasi adalah keadaan yang membutuhkan tindakan pembedahan. Dalam pelaksanaan operasi sangat beresiko, lebih dari 230 juta operasi mayor dilakukan setiap tahun di dunia,

Lebih terperinci

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III STANDAR OPERATIONAL PROSEDURE BLADDER TRAINING

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III STANDAR OPERATIONAL PROSEDURE BLADDER TRAINING KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III STANDAR OPERATIONAL PROSEDURE Disusun oleh : 1. Amalia Nurika P17320312005 2. Mirza Riadiani Surono P17320312041 Tingkat II A POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG PROGAM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah salah satu penyakit degeneratif pria yang sering dijumpai, berupa pembesaran dari kelenjar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, mempertahankan

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, mempertahankan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkemihan merupakan salah satu sistem yang tidak kalah pentingnya dalam tubuh manusia. Sistem perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, vesica urinaria

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 56 BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain Quasi eksperimental dengan pre - test and post - test with control group. Kelompok intervensi merupakan kelompok yang

Lebih terperinci

EDUKASI KLIEN BPH POST TURP DI RUMAH

EDUKASI KLIEN BPH POST TURP DI RUMAH EDUKASI KLIEN BPH POST TURP DI RUMAH Disusun Oleh : NILA NOPRIDA S. Kp NIM : 2014-35-020 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA 2015 Booklet Edukasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan permasalahan yang kompleks, baik dari segi kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan permasalahan yang kompleks, baik dari segi kesehatan, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke sebagaimana pernyataan Iskandar (2004) Stroke sering menimbulkan permasalahan yang kompleks, baik dari segi kesehatan, ekonomi, dan sosial, serta membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hiperplasia (BPH) dilaporkan terus meningkat yang banyak dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. Hiperplasia (BPH) dilaporkan terus meningkat yang banyak dijumpai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di kehidupan globalisasi saat ini, kasus kejadian benigna Prostat Hiperplasia (BPH) dilaporkan terus meningkat yang banyak dijumpai pada pria umur 50 tahun dan

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN KARAKTERISTIK PASIEN BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA (BPH) YANG MENJALANI TRANSURETHRAL RESECTION OF PROSTATE (TURP) DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK PADA PERIODE JANUARI 2012 DESEMBER 2013 Oleh :

Lebih terperinci

METODE PELVIC FLOOR MUSCLE TRAINING DALAM MENURUNKAN INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA DI DESA DARUNGAN KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI

METODE PELVIC FLOOR MUSCLE TRAINING DALAM MENURUNKAN INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA DI DESA DARUNGAN KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI METODE PELVIC FLOOR MUSCLE TRAINING DALAM MENURUNKAN INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA DI DESA DARUNGAN KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI 1 Didit Damayanti, 2 Linda Ishariani STIKES PARE KEDIRI Email: didit.damayanti@ymail.com

Lebih terperinci

Lucky Angelia Shabrini*), Ismonah**), Syamsul Arif***)

Lucky Angelia Shabrini*), Ismonah**), Syamsul Arif***) EFEKTIFITAS BLADDER TRAINING SEJAK DINI DAN SEBELUM PELEPASAN KATETER URIN TERHADAP TERJADINYA INKONTINENSIA URINE PADA PASIEN PASKA OPERASI DI SMC RS TELOGOREJO Lucky Angelia Shabrini*), Ismonah**), Syamsul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN orang dan sekitar kasus SCI terjadi karena kasus. kecelakaan bermotor. Sekitar kasus baru muncul setiap tahun

BAB I PENDAHULUAN orang dan sekitar kasus SCI terjadi karena kasus. kecelakaan bermotor. Sekitar kasus baru muncul setiap tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus Spinal Cord Injury (SCI) di Amerika Serikat sekitar 200.000 orang dan sekitar 10.000 kasus SCI terjadi karena kasus kecelakaan bermotor. Sekitar 6.000 kasus baru

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 2006). Kateterisasi urin ini dilakukan dengan cara memasukkan selang plastik

BAB 1 PENDAHULUAN. 2006). Kateterisasi urin ini dilakukan dengan cara memasukkan selang plastik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kateterisasi urin merupakan salah satu tindakan memasukkan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urin (Brockop, 2006). Kateterisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005). Sectio caesarea

BAB I PENDAHULUAN. membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005). Sectio caesarea BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Operasi atau pembedahan merupakan salah satu bentuk terapi pengobatan dan merupakan upaya yang dapat mendatangkan ancaman terhadap integritas tubuh dan jiwa

Lebih terperinci

Ernawati Program Studi DIII Keperawatan STIKes Faletehan Serang PROFESI, Volume 14, Nomor 1, September 2016.

Ernawati Program Studi DIII Keperawatan STIKes Faletehan Serang PROFESI, Volume 14, Nomor 1, September 2016. PENGARUH KOMBINASI BLADDER TRAINING DAN KEGEL EXERCISE TERHADAP PEMULIHAN INKONTINENSIA PADA PADA PASIEN STROKE THE EFFECT OF BLADDER TRAINING AND KEGEL EXERCISE ON COMBINATION THE RECOVERY OF URINARY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penuaan adalah bagian dari pertumbuhan dan perkembangan seseorang yang terus berlanjut, dengan bertambahnya umur, maka organorgan tubuh akan mengalami penuaan dan penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sering dijumpai di masyarakat dan praktek sehari-hari. Pada

BAB I PENDAHULUAN. yang sering dijumpai di masyarakat dan praktek sehari-hari. Pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin pada usia lanjut merupakan salah satu keluhan utama dari demikian banyak masalah geriatrik yang sering dijumpai

Lebih terperinci

Nama lengkap : Dr. MOHAMMAD HENDRO MUSTAQIM. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara. Nama lengkap : SYAH MIRSAH WARLI, SpU

Nama lengkap : Dr. MOHAMMAD HENDRO MUSTAQIM. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara. Nama lengkap : SYAH MIRSAH WARLI, SpU Lampiran 1 Susunan Peneliti Peneliti Nama lengkap : Dr. MOHAMMAD HENDRO MUSTAQIM Pangkat/Gol/NIP : -/-/- Jabatan Fungsional : - Fakultas : Kedokteran Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara Pembimbing

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.H DENGAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA POST OPERASI OPEN PROSTATECTOMY DI RUANG ANGGREK RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.H DENGAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA POST OPERASI OPEN PROSTATECTOMY DI RUANG ANGGREK RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.H DENGAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA POST OPERASI OPEN PROSTATECTOMY DI RUANG ANGGREK RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Perkemihan 1. Definisi Sistem Perkemihan Sistem perkemihan merupakan suatu sistem organ tempat terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang

Lebih terperinci

PENDAMPING : Dr. Imelda Meilina Dr. Khaeriyah. PENYUSUN : Dr. Gita Aryanti

PENDAMPING : Dr. Imelda Meilina Dr. Khaeriyah. PENYUSUN : Dr. Gita Aryanti LAPORAN KASUS MEDIKOLEGAL PENOLAKAN PEMASANGAN KATETERISASI URIN PADA PASIEN DENGAN BPH DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SYARAT DOKTER INTERNSHIP DI RS DINAS KESEHATAN TENTARA DI BANDAR LAMPUNG PENDAMPING : Dr.

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PELAKSANAAN MOBILISASI DINI IBU PASCASALIN DENGAN SEKSIO SESARIA

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PELAKSANAAN MOBILISASI DINI IBU PASCASALIN DENGAN SEKSIO SESARIA PENGETAHUAN, SIKAP DAN PELAKSANAAN MOBILISASI DINI IBU PASCASALIN DENGAN SEKSIO SESARIA Clara Grace Y.A.S*, Siti Saidah Nasution** *Mahasiswa Keperawatan **Dosen Keperawatan Maternitas *Staf Pengajar Keperawatan

Lebih terperinci

Etri Yanti, Meria Kontesa 1, Devi Syarief 2 STIKes Syedza Saintika Padang STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang ABSTRACT

Etri Yanti, Meria Kontesa 1, Devi Syarief 2 STIKes Syedza Saintika Padang STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang ABSTRACT E A T Volume7, Nomor 1, Juni 2016 Jurnal Kesehatan Medika Saintika Vol 7 (1) Jurnal Kesehatan Medika Saintika http://jurnal.syedzasaintika.ac.id HUBUNGAN LAMA PEMASANGAN KATETER DENGAN KEJADIANINKONTINENSIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. BPH dapat mengakibatkan keadaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. BPH dapat mengakibatkan keadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperplasia prostat jinak (BP H) merupakan penyakit jinak yang paling sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. BPH dapat mengakibatkan keadaan pembesaran prostat jinak

Lebih terperinci

ANGKA KEJADIAN LUTS YANG DISEBABKAN OLEH BPH DI RSUP PROF. DR. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE

ANGKA KEJADIAN LUTS YANG DISEBABKAN OLEH BPH DI RSUP PROF. DR. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE ANGKA KEJADIAN LUTS YANG DISEBABKAN OLEH BPH DI RSUP PROF. DR. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE 2009-2013 1 Gloria Sampekalo 2 Richard A. Monoarfa 2 Billy Salem 1 Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh seorang ibu berupa pengeluaran hasil konsepsi yang hidup didalam uterus melalui vagina ke dunia luar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasien yang masuk ke rumah sakit untuk menjalani perawataan dan. pengobatan sangat berharap memperoleh kesembuhan atau perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pasien yang masuk ke rumah sakit untuk menjalani perawataan dan. pengobatan sangat berharap memperoleh kesembuhan atau perbaikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pasien yang masuk ke rumah sakit untuk menjalani perawataan dan pengobatan sangat berharap memperoleh kesembuhan atau perbaikan penyakitnya. Namun beberapa pasien yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. fisik yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur. Kebanyakan fraktur

BAB 1 PENDAHULUAN. fisik yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur. Kebanyakan fraktur BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan masyarakat ada beberapa kegiatan atau aktivitas fisik yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi dengan perkembangan teknologi di berbagai bidang termasuk informasi, manusia modern semakin menemukan sebuah ketidak berjarakan yang membuat belahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyakit penyebab kecacatan nomor satu di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyakit penyebab kecacatan nomor satu di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan penyakit penyebab kecacatan nomor satu di dunia, sehingga stroke menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting saat ini. Dua pertiga stroke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Sectio Caesaria (SC) adalah sekitar 10 % sampai 15 %, dari semua

BAB I PENDAHULUAN. dengan Sectio Caesaria (SC) adalah sekitar 10 % sampai 15 %, dari semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan kesehatan dunia memperkirakan bahwa angka persalinan dengan Sectio Caesaria (SC) adalah sekitar 10 % sampai 15 %, dari semua proses persalinan negara negara berkembang.

Lebih terperinci

PREVALENSI DAN DAMPAK SOSIAL OVERACTIVE BLADDER

PREVALENSI DAN DAMPAK SOSIAL OVERACTIVE BLADDER Curriculum Vitae Name: Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Education: FKUI tahun 1980 Pasca Sarjana Spesialis Obstetri Ginekologi FKUI tahun 1987 Konsultan Uroginekologi tahun 2003 Working Experience: 1989

Lebih terperinci

PERBEDAAN RISIKO DEPRESI POST PARTUM ANTARA IBU PRIMIPARA DENGAN IBU MULTIPARA DI RSIA AISYIYAH KLATEN

PERBEDAAN RISIKO DEPRESI POST PARTUM ANTARA IBU PRIMIPARA DENGAN IBU MULTIPARA DI RSIA AISYIYAH KLATEN PERBEDAAN RISIKO DEPRESI POST PARTUM ANTARA IBU PRIMIPARA DENGAN IBU MULTIPARA DI RSIA AISYIYAH KLATEN SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan oleh: MAYA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Dalam bab ini membahas tentang berbagai teori yang berkaitan dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH), Inkontinensia Urin dan Kegel Exercise. 1. Benigna Prostat

Lebih terperinci