BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuhan berkhasiat obat yang disebut juga herbal medicine, tumbuhan obat atau phytomedicine merupakan produk obat yang berasal dari bagian akar, batang, daun, kulit batang, biji, buah dan bunga yang digunakan untuk pencegahan dan atau penyembuhan penyakit. Di negara berkembang penggunaan tanaman obat merupakan alternatif, sehingga untuk memaksimalkan penggunaannya perlu penelitian lebih lanjut tentang keamanan dan khasiatnya (Tang dan Halliwell, 2010). Upaya untuk memelihara keseragaman mutu, keamanan dan khasiatnya dilakukan melalui standarisasi terhadap tanaman obat yang akan digunakan secara langsung atau diproses lebih lanjut menjadi ekstrak, fraksi maupun isolat. Standarisasi merupakan serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan paradigma mutu untuk memenuhi standar dan jaminan stabilitas produk. Plantago (Plantaginaceae) merupakan suatu genus tanaman yang memiliki 275 spesies (Beara dkk., 2012). Spesies Plantago secara tradisional digunakan dalam pengobatan diabetes, infeksi saluran kemih, kanker, influenza dan infeksi virus (Harput dan Genc, 2012). Salah satu jenis Plantago yang sering digunakan adalah Plantago lanceolata L. Daun P.lanceolata diketahui berkhasiat sebagai peluruh air seni, obat penenang dan obat otot kejang (Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2001). Fleer dan Verspohl, (2007) menyebutkan 1
khasiat antispasmodik ekstrak etanol herba tanaman ini pada ileum dan trakea terisolasi kelinci, juga aktivitas bronkolitik sedangkan komponen fenolik dalam ekstrak metanol daun ini memberikan aktivitas antioksidan melalui pengukuran FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power) dan ORAC (Oxygen Radical Absorbance Capacity) (Dalar and Turker, 2012). Ekstrak air daun P. lanceolata menunjukkan aktivitas antipeptik pada tukak lambung kronik terinduksi asam asetat (Melese dkk., 2011) sedangkan menurut Murai dkk (1995), acteosida, suatu feniletanoid yang diisolasi dari herba P. lanceolata memperlihatkan penghambatan udem pada telinga tikus melalui penghambatan asam arakhidonat. Penelitian Marchesan dkk (1998), menunjukkan aktivitas antiinflamasi pada iritasi membran choriallantoic ayam terinduksi Natriumdodesilsulfat dengan metode HET-CAM (Hen,s Egg Test-Chori Allantoic Membrane). Herold dkk (2003) membuktikan bahwa ekstrak alkohol terstandar daun P. lanceolata menekan pembentukan 5-lipoxygenase (5-LO) dan cyclooxygenase-2 (COX-2) yang merupakan enzim proinflamasi. Vigo dkk (2005) membuktikan aktivitas antiinflamasi daun ini secara in vitro dengan hambatan produksi nitrit oksida pada murine macrophage cell line J774.A.1. Beara dkk (2010) menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun P. lanceolata menghambat pembentukan 12-lipoxygenase (12-LOX) dan cyclooxygenase-1 (COX-1) secara in vitro melalui pengamatan dengan LC-MS/MS untuk deteksi 12 HHT dan 12-HETE sebagai metabolit asam arakhidonat dan penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa komponen fenolik dalam ekstrak metanol menghambat pertumbuhan sel pada empat cell line (Beara dkk., 2012). Penelitian lainnya dengan ekstrak n-heksan, ekstrak kloroform, dan 2
ekstrak metanol daun P.lanceolata diketahui menghambat udem pada dermatitis telinga mencit yang diinduksi croton-oil, dengan aktivitas hambatan tertinggi pada ekstrak kloroform dan fraksinasi ekstrak kloroform menunjukkan adanya senyawa asam ursolat dan asam oleanolat dimana aktivitas penghambatan udem asam ursolat lebih tinggi dibanding asam oleanolat maupun kontrol positif indometasin (Sosa dkk., 2011). Penelitian terbaru ekstrak diklorometana daun P. lanceolata. diketahui menghambat mediator inflamasi NF-kB dan mengaktivasi PPAR s secara in vitro pada sel HEK293 (Human Embryonic Kidney) (Vogl dkk., 2013). Informasi ilmiah di atas menggambarkan aktivitas farmakologi dari daun Plantago lanceolata L. sebagai antiinflamasi. Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan hidup terhadap suatu cedera atau jejas. Pada proses inflamasi dikenal beberapa kelompok mediator kimia yang berperan dalam proses inflamasi. Salah satu jenis mediator kimia adalah prostaglandin. Sehingga salah satu strategi terapi antiinflamasi adalah menghambat pembentukan prostaglandin melalui penghambatan enzim siklooksigenase. Enzim siklooksigenase (COX) merupakan enzim yang mengkatalisis proses metabolisme asam arakhidonat membentuk prostaglandin (Nurrochmad dkk., 1998). COX bekerja dengan mengubah asam arakidonat menjadi endoperoksida, prostaglandin, dan tromboksan di sel-sel spesifik. Prostanoid-prostanoid inilah yang nantinya akan menimbulkan fungsi-fungsi fisiologis tertentu seperti perlindungan saluran gastrointestinal, homeostasis ginjal, agregasi platelet, kontraksi otot halus uterin, dan lain-lain (Warzecha dkk., 2004). COX mempunyai 3 bentuk isoform yaitu siklooksigenase-1 (COX-1), 3
siklooksigenase-2 (COX-2), dan siklooksigenase-3 (COX-3). Hanya saja penelitian mendalam tentang COX-3 jarang dijumpai. COX-1 dan COX-2 keduanya mengkatalisis reaksi yang sama dan menghasilkan produk yang sama, tetapi mempunyai fungsi biologis yang berbeda. COX-1 diekspresikan secara konstitutif sebagai housekeeping enzyme di hampir semua jaringan dan menjadi mediasi respon fisiologis (misalnya sitoproteksi perut dan agregasi platelet). Di sisi lain, COX-2 diekspresikan oleh sel-sel yang terlibat inflamasi (misal neutrofil, makrofag, monosit, sinoviosit) yang utamanya bertanggung jawab pada sintesis prostanoid yang terlibat dalam proses patologi seperti inflamasi akut dan kronis (Singh-Ranger dkk., 2008). Menurut Syeda dkk (2008) neutrofil diketahui dapat mengekspresikan COX-2. Pada sebagian besar inflamasi akut, neutrofil mendominasi infiltrat radang selama jam pertama hingga 24 jam kedepan, kemudian neutrofil ini akan tergantikan oleh monosit dalam 24 hingga 48 jam kedepan. Mengingat besarnya peran enzim siklooksigenase maka perlu dicari agen yang dapat mempengaruhi regulasi enzim siklooksigenase. Obat-obat antiinflamasi nonsteroid merupakan jenis obat pilihan dalam penyakit yang berkaitan dengan inflamasi seperti arthritis, asma dan kardiovaskuler. Obat Antiinflamasi Non-Steroid (OAINS) terbagi menjadi 2 kelompok utama yaitu COX-inhibitor dan non COX-inhibitor. Kelompok COX-inhibitor merupakan jenis yang paling sering digunakan dalam proses terapi di seluruh dunia. Kelompok ini memiliki efek terapi dan efek samping yang sebagian besar bergantung pada penghambatan aktivitas COX (Kaur dkk., 2012). Sebagian besar 4
OAINS tipe COX-inhibitor yang beredar masih bersifat non-selektif COX, sehingga selain menghambat COX-2 juga menghambat COX-1, dimana persentase penghambatan terhadap COX-1 lebih besar daripada COX-2. Dari penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa ekstrak diklorometana daun P. lanceolata menghambat mediator inflamasi NF-kB dan mengaktivasi PPAR s secara in vitro pada sel HEK293 (Human Embryonic Kidney) (Vogl dkk., 2013). Penelitian terhadap fraksi larut n-heksan dari ekstrak diklorometana daun P lanceolata dengan metode penghambatan migrasi leukosit tidak menunjukkan aktivitas antiinflamasi (Astuti, 2013) sedangkan fraksi tidak larut n heksan memiliki aktivitas antiinflamasi melalui penghambatan migrasi leukosit. Penelitian mengenai pengaruh fraksi tidak larut n-heksan dari ekstrak diklorometan daun P. lanceolata terhadap aktivitas enzim siklooksigenase secara in vitro dan in vivo belum pernah dilakukan. Untuk itu perlu diteliti apakah fraksi tidak larut n-heksan dari ekstrak diklorometan daun P. lanceolata (FTLH) memiliki aktivitas antiinflamasi pada model mencit terinduksi karagenin dan bagaimana pengaruhnya terhadap ekspresi COX-2. B. Rumusan Masalah yaitu : Berdasarkan atas latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan 1. Bagaimana pengaruh pemberian fraksi tidak larut n-heksan dari ekstrak diklorometana daun P. lanceolata terhadap aktivitas antiinflamasi pada 5
mencit terinduksi karagenin dan bagaimana pengaruhnya terhadap ekspresi COX-2. 2. Berapakah rasio penghambatan COX-2/COX-1 dari fraksi tidak larut n- heksan dari ekstrak diklorometan daun P. lanceolata C. Keaslian Penelitian Data ilmiah penelitian aktivitas antiinflamasi secara in vitro dan in vivo daun P. lanceolata masih terbatas. Menurut Murai dkk (1995), acteosida, suatu feniletanoid yang diisolasi dari herba P.lanceolata memperlihatkan penghambatan udem pada telinga tikus melalui penghambatan asam arakhidonat. Penelitian Marchesan dkk (1998), menunjukkan aktivitas antiinflamasi P. lanceolata pada iritasi membran choriallantoic ayam terinduksi Natriumdodesilsulfat dengan metode HET-CAM (Hen,s Egg Test-Chori Allantoic Membrane). Herold dkk (2003) membuktikan bahwa ekstrak alkohol terstandar daun P. lanceolata menekan pembentukan 5-lipoxygenase (5-LO) dan cyclooxygenase-2 (COX-2) yang merupakan enzim proinflamasi. Vigo dkk (2005) membuktikan aktivitas antiinflamasinya secara in vitro dengan hambatan produksi nitrit oksida pada murine macrophage cell line J774.A.1. Beara dkk (2010) menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun P. lanceolata menghambat pembentukan 12-lipoxygenase (12-LOX) dan cyclooxygenase-1 (COX-1) secara in vitro melalui pengamatan dengan LC-MS/MS untuk deteksi 12 HHT dan 12-HETE sebagai metabolit asam arakhidonat. Ekstrak n-heksan, ekstrak kloroform, dan ekstrak metanol daun P. lanceolata menghambat udema pada dermatitis telinga mencit yang diinduksi 6
croton-oil, dengan aktivitas hambatan tertinggi pada ekstrak kloroform. Fraksinasi ekstrak kloroform menunjukkan adanya senyawa asam ursolat dan asam oleanolat dengan aktivitas penghambatan udem asam ursolat lebih tinggi dibanding asam oleanolat maupun kontrol positif indometasin (Sosa dkk., 2011). Ekstrak diklorometana daun ini menghambat mediator inflamasi NF-kB dan mengaktivasi PPAR s secara in vitro pada sel HEK293 (Human Embryonic Kidney) (Vogl dkk., 2013) dan menghambat migrasi leukosit (Astuti, 2013). Sepanjang penelusuran pustaka, penelitian mengenai aktivitas antiinflamasi fraksi tidak larut n-heksan dari ekstrak diklorometana daun P. lanceolata secara in vivo pada mencit yang diinduksi karagenin 1 % dan pengaruhnya terhadap ekspresi dan aktivitas COX-2 belum pernah dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas antiinflamasi dari FTLH secara in vitro dan secara in vivo untuk melihat efek antiinflamasi dan pengaruhnya terhadap ekspresi dan aktivitas COX-2. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan dan memperkaya bukti ilmiah terkait aktivitas antiinflamasi daun P. lanceolata dan berkontribusi dalam pengembangan obat dari bahan alam untuk pengobatan penyakit yang berhubungan dengan inflamasi. 7
E. Tujuan Penelitian Mengetahui aktivitas antiinflamasi fraksi tidak larut n-heksan dari ekstrak diklorometana daun P. lanceolata pada mencit yang diinduksi karagenin serta menganalisis pengaruhnya terhadap ekspresi dan aktivitas COX-2. 8