PERAN PENGAWAS MENELAN OBAT OBAT (PMO) KAITANNYA DENGAN KEPATUHAN MENELAN OBAT PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS TANAH JAWA KECAMATAN TANAH JAWA KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2016 Oleh : Jumadiah Wardati, SKM, MM Dosen Universitas Efarina, Pematang Siantar Abstrak Untuk mengetahui peran PMO dalam keberhasilan pengobatan TB Paru di Puskesmas Tanah Jawa Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2016. Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah seluruh Pengawas Menelan Obat (PMO) pada penderita TB Pa ru di Puskesmas Tanah Jawa sebanyak 25 orang. Maka sampel yang digunakan sebanyak 25 orang atau total sampling. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang berisikan beberapa pertanyaan yang di sebarkan pada responden. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peran PMO dalam keberhasilan pengobatan TB Paru di Puskesmas Tanah Jawa, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun adalah baik kepatuhan menelan obat penderita TB Paru di Puskesmas Tanah Jawa, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun adalah baik positif. Penderita TB Paru di Puskesmas Tanah Jawa, Kecamatan Tanah Jawa berumur di atas 40 tahun dengan tingkat pendidikan yang rendah (SD dan SMP). Kata kunci : PMO, TB Paru dan Puskesmas 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Penyakit tuberculosis menjadi perhatian utama dunia kesehatan,kasus kasus baru penyakit infeksi yang di sebabkan oleh mycrobacterium tuberculosis ini bermunculan. Diperkirakan 9 juta orang terinfeksi dan 3 juta orang meninggal akibat penyakit tuberculosis setiap tahunnya. Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya jumlah TB Paru yang resisten terhadap beberapa antibiotik (Depkes RI, 2000) menurut data WHO memperkirakn setiap tahun di Indonesia terjadi 140.000 kematian akibat TB Paru, pada tahun 2004 2005 di Indonesia jumlah penderita TB Paru meningkat dari 128.981 kasus (54%) menjadi 156.506 (67%) kasusangka keadian TB Paru di Indonesia sangat tinggidan menduduki peringkat ke 3 terbesar setelah India dan Cina. Jumlah ini akan terus bertambah mengingat setiap orang yang terinfeksi TB Paru akan menularkan 10 15 orang setiap tahunnya bahkan dinyatakan setiap detik seorang terinfeksi. 45
Di Sumatera Utara saat ini diperkirakan ada sekitar 1.279 penderita dengan BTA positif. Hasil evaluasi kegiatan program pembrantasan TB Paru,kota medan tahun 1999/2000 ditemukan 359 orang penderitan dengan insiden penderitatb Paru 0,18 per 1000 jumlah penduduk. Berdasarkan catatan dan balai pengobatan penyakit TB Paru di medan, dijumpai 545 kasus pada setiap tahun (Hiswani, 2004), sedangkan data menurut dinas kesehatan kota medan tahun 2003-2007 menunjukkan bahwa penderita dengan BTA positif terus mengalami peningkatan yaitu tahun 2003 terdapat 1.109 kasus dan tahun 2007 sudah mencapai 2.579 kasu (Dinkes Kota Medan, 2008). WHO telah merekomendasikan strategi Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) sebagai strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun 1995 Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif integrasi ke dalam pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektivitasnya (DepKes RI, 2007). Istilah DOTS dapat diartikan pengawasan langsung menelan obat jangka pendek oleh Pengawas Minum Obat (PMO) selama 6 bulan. (WHO, 1997). Tetapi penanggulangan dan pemberantasan penyakit TB sampai saat ini masih belum memuaskan (Sembiring, 2001). Hal ini disebabkan karena perilaku masyarakat yang masih malu jika ketahuan menderita TB Paru dan menjadi kendala utama untuk memantau jumlah penduduk yang terkena penyakit TB Paru di jawa tengah, padahal jika ada warga yang terkena TB Paru tidak terpantau atau di biarkan saja maka bisa menular kepada masyarakat. Kegagalan pengobatan dan kurang kedisiplinan bagi penderita TB Paru sangat dipengaruhi oleh beberapa factor salah satunya adalah peran PMO sangat penting untuk mendampingi penderita agar dicapai hasil pengobatan yang optimal (DepKes RI, 2000). Kolaborasi petugas kesehatan dengan keluarga yang ditunjuk untuk mendampingi ketika penderita minum obat, juga faktor yang perlu dievaluasi untuk menentukan tingkat keberhasilannya (Purwanta, 2005). Di Puskesmas Tanah Jawa Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun menurut survey menunjukkan adanya peningkatan kejadian kasus penyakit Tuberculosis Paru keadaan ini di akibat kan kurang adanya kesadaran masyarakat untuk mencengah terjadinya penyakit Tuberculosis Paru dan menjaga sanitasi perumahanya. Berdasarkan uraian di atas maka penulis ingin mengetahui Peran PMO (Pengawas Menelan Obat) dalam kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Puskesmas Tanah Jawa Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun Tahun 2016. 46
1.2. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui peran PMO dalam keberhasilan pengobatan TB Paru di Puskesmas Tanah Jawa Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2016. 1.3. Metode Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif artinya data yang diperoleh dari lapangan digambarkan sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Amabarita Kecematan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli 2016. Sampel adalah seluruh PMO sebanyak 25 orang atau total sampling. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Kuesioner yang berisikan beberapa pertanyaan yang di sebarkan pada responden. Metode analisi data yang digunakan penulis adalah metode analisa data deskriptif yaitu metode yang menelaah dan memaparkan data sehingga di peroleh suatu kesimpulan yang berguna dengan mengembangkan data di peroleh di lapangan. 2. Uraian Teoritis 2.1. TB Paru Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman yang disebut Mycobacterium tuberculosis dan bukanlah penyakit keturunan tetapi dapat ditularkan dari seseorang ke orang lain. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Aditama, 1994). Kuman tuberkulosis mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA).Kuman TB Paru cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes RI, 2002). Tuberkulosis penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).sebagian besar kuman TB tidak hanya menyerang paru, tetapi juga dapat mengenai organ tubuh lainnya. Tuberkulosis bukanlah penyakit keturunan tetapi dapat ditularkan dari seseorang ke orang lain. Basil penyebab tuberkulosis ini ditemukan oleh seorang ilmuwan Jerman yang bernama Robert Koch pada tahun 1882. Basil tuberkulosis akan tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 37 C, yang memang kebetulan sesuai dengan tubuh manusia (Aditama, 1994). Gejala utama penderita TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam hari 47
tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Setiap orang dengan gejala tersebut dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) penderita TB dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis (Depkes RI, 2008). 2.2. Pengobatan Tuberkulosis Paru Menurut Depkes RI (2008), OAT diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Pengobatan TB Paru diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan lanjutan. 1. Tahap Awal (Intensif) Pada tahap awal (Intensif) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi langsung untuk mencegah terjadinya resistensi (kekebalan).bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.sebagian besar penderita TB Paru BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. 2. Tahap Lanjutan Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TB Paru akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung (DOTS = Directly Observed Treatment Shortcourse) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (Depkes RI, 2002). 2.3. Penanggulangan TB Menurut Depkes RI (2007), Rencana Global 2006-2015 mencakup enam elemen utama dalam strategi baru Stop TB WHO yang terdiri dari : 1. Memperluas dan meningkatkan ekspansi DOTS yang berkualitas, meningkatkan penemuan kasus dan kesembuhan melalui pendekatan yang terfokus pada penderita agar pelayanan DOTS yang berkualitas dapat menjangkau seluruh penderita, khususnya kelompok masyarakat yang miskin dan rentan. 2. Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya, dengan cara meningkatkan kolaborasi TB/HIV, DOTS-Plus dan pendekatan lainnya. 3. Berkontribusi dalam memperkuat sistem kesehatan melalui kerjasama dengan berbagai program dan pelayanan kesehatan lainnya, misalnya dalam memobilisasi sumber daya manusia dan finansial untuk implementasi dan mengevaluasi hasilnyaserta pertukaran informasi dalam keberhasilan pencapaian dalam program penanggulangan TB. 48
4. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan kesehatan, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan swasta, dengan cara memperluas pendekatan berbasis public-private mix (PPM) dengan menggunakan ISTC. 5. Melibatkan penderita TB dan masyarakat untuk memberikan kontribusi dalam penyediaan pelayanan yang efektif. Hal ini meliputi perluasan pelayanan TB di masyarakat, menciptakan kebutuhan masyarakat akan pelayanan TB, advokasi yang spesifik; komunikasi dan mobilisasi sosial; serta mendukung pengembangan piagam pasien TB dalam masyarakat. 6. Memberdayakan dan meningkatkan penelitian operasional. 2.4. Pengawas Menelan Obat (PMO) Pengawas Menelan Obat (PMO) adalah seseorang yang dipercaya untuk mengawasi penderita TB Paru menelan obat sesuai ketentuannya (Depkes, 2001). Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung.untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO. Menurut Depkes RI (2008), persyaratan seorang PMO adalah : a. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani dan dihormati oleh penderita. b. Seseorang yang tinggal dekat dengan penderita. c. Bersedia membantu penderita dengan sukarela. d. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersamasama dengan penderita. Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa, perawat, sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota Perhimpunan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI), atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga. Pemantauan terhadap pasien dalam pelaksanaan menelan obat sangat penting, hal tersebut dimaksudkan untuk penderita mengalami kesulitan dalam penyembuhan bahkan bisa resisten apabila penderita mengkonsumsi obat tidak benar, mencegah pemborosan obat dan waktu dan jika tidak minum OAT satu kali, maka fase awal dan seminggu pada fase lanjutan dengan segera ketahuan, dilacak apa penyebabnya diatasi agar pengobatan dapat dilanjutkan (Depkes, 2001). 49
3. Hasil dan Pembahasan Analisa keseluruhan 3.1. Hasil Penelitian a. Tanggapan Responden tanggapan responden dapat diketahui bagaimana tingkat peran pengawasan terhadap Peran Pengawasan menelan obat (PMO) serta kaitannya Menelan Obat (PMO) terhadap dengan ketepatan menelan obat Kejadian Penyakit TB Paru di pasien TB Paru di Puskesmas Tanah Puskesmas Tanah Jawa, Jawa, Kecamatan Tanah Jawa dapat Kecamatan Tanah Jawa dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Tingkat Peran Pengawasan Menelan Obat (PMO) serta Kaitannya dengan Ketepatan Menelan Obat Pasien TB Paru di Puskesmas Tanah Jawa, Kecamatan Tanah Jawa Tingkat Peran Pengawasan Obat Frekuensi Persentase Baik (> 10) 23 92,00 Sedang (5 10) 2 8,00 Kurang (<5) - - Total 25 100,00 Sumber : Data Primer, 2016 Dari hasil penelitian dapat diketahui b. Tanggapan Responden bahwa tingkat peran pengawasan terhadap Kepatuhan Menelan obat (PMO) di Puskesmas Tanah Obat TB Paru di Puskesmas Jawa, Kecamatan Tanah Jawa, Tanah Jawa, Kecamatan Tanah Kabupaten Simalungun sudah baik. Jawa Hal ini menunjukkan bahwa Analisa keseluruhan penanganan pasien penyakit TB Paru tanggapan responden dapat diketahui di Puskesmas Tanah Jawa sudah kriteria sikap kepatuhan pasien berjalan dengan baik, hanya perlu dalam pengobatan penyakit TB Paru perbaikan-perbaikan kecil, agar di Puskesmas Tanah Jawa, proses penanganan kejadian penyakit TB Paru lebih cepat teratasi. Kecamatan Tanah Jawa dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kriteria Sikap Responden terhadap Pengobatan Penyakit TB Paru di Puskesmas Tanah Jawa, Kecamatan Tanah Jawa Kriteria Frekuensi Persentase Sikap Positif (19 28) 25 100,00 Sikap Negatif (7 18) - - Total 25 100,00 Sumber : Pengolahan Data Primer, 2016 Keseluruhan pasien memiliki sifat 3.2. Pembahasan positif terhadap kepatuhan menelan Hasil penelitian menunjukkan obat TB Paru di Puskesmas Tanah bahwa tingkat peran pengawasan Jawa, Kecamatan Tanah Jawa, obat (PMO) di Puskesmas Tanah Kabupaten Simalungun. Jawa, Kecamatan Tanah Jawa, 50
Kabupaten Simalungun berada pada tingkat sedang sampai dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa peran pengawas obat dalam menangani penderita TB Paru sudah berjalan dengan baik, karena pihak Puskesmas, petugas kesehatan dan PMO menyadari tanpa disiplin dalam mengkonsumsi obat sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan maka proses pengobatan TB Paru tidak akan berhasil. PMO sangat berperan dalam penanganan penderita TB Paru. Semakin tinggi peran PMO, akan semakin tinggi perilaku pencegahan klien TBC untuk melakukan pencegahan penularan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Noviadi, Kusumawaty dan Ikop (1999) bahwa peran keluarga dalam mengawasi menelan obat akan meningkatkan perilaku pencegahan klien TBC dalam mencegah penularan di rumah. Namun perlu diwaspadai kemungkinan PMO terjadi penurunan motivasi dalam mengawasi minum obat. Karena menurut penelitian Heriyanto dan Kromalig (2004) bahwa hambatan terbesar yang dihadapi PMO adalah rasa jenuh/bosan (45,5%). Hasil penelitan juga menunjukkan bahwa pasien TB Paru di Puskesmas Tanah Jawa, Kecamatan Tanah Jawa memiliki sifat yang positif terhadap kepatuhan dalam menelan obat TB Paru. Hal ini menunjukkan bahwa pasien memiliki motivasi yang tinggi untuk sembuh, sehingga diperlukan pengarahan-pengarahan yang lebih insentif dari petugas kesehatan dan PMO agar pasien lebih mengetahui tentang penyakit TB Paru, sehingga pasien dan masyarakat dapat melakukan tindakan-tindakan pencegahan yang dapat mengakibatkan penularan penyakit TB Paru. Dengan pengetahuan PMO yang baik maka akan baik pula praktik Hasil penelitian menunjukkan bahwa 100 % pasien memiliki sifat yang postif terhadap pengobatan penyakit TB Paru dengan catatan harus dilakukan pengawasan langsung oleh keluarga maupun PMO. Pengawasan langsung adalah salah satu bagian dari manajemen kasus yang komprehensif pada pasien TB Paru. Pengawasan yang ketat pada pasien yang sudah mulai pengobatan, dapat memastikan bahwa pasien akan menelan obat secara teratur dan tidak akan menghentikan pengobatan sebelum selesai masa pengobatannya. Penderita TB Paru harus mengambil obat ke puskesmas dan jika tidak ada halangan, PMO bisa menemani penderita untuk mengambil obat. Tujuan dari penderita mengambil obat sendiri adalah supaya mereka mengerti dan mengetahui jenis obat yang harus diminum selama pengobatan. Tugas PMO hanya mengawasi dan memberikan dorongan kepada penderita agar minum obat secara teratur selama pengobatan, mengingatkan untuk periksa ulang dahak dan memberikan penyuluhan 52 51
pada anggota keluarga jika ada gejala-gejala mencurigakan TB Paru untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan. 4. Kesimpulan dan Saran 4.1. Kesimpulan 1. Peran PMO dalam keberhasilan pengobatan TB Paru di Puskesmas Tanah Jawa, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun adalah baik 2. Kepatuhan menelan obat penderita TB Paru di di Puskesmas Tanah Jawa, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun adalah baik positif. 3. Penderita TB Paru di Puskesmas Tanah Jawa, Kecamatan Tanah Jawa berumur di atas 40 tahun dengan tingkat pendidikan yang rendah (SD dan SMP). 4.2. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut : 1. Peran PMO kaitannya dengan kepatuhan menelan obat penderita TB Paru masih ada yang tergolong sedang, sehingga disarankan dapat meningkatkan peran PMO agar kepatuhan pasien menelan obat semakin baik. 2. Penderita TB Paru masih banyak yang belum mengetahui pemeriksaan apa yang harus pada penderita TB Paru, sehingga perlu dilakukan sosialisasi tentang TB Paru terhadap masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Aditam, 2007. Peran PMO pada Penderita TBC Dalam Mengkonsumsi Obat Anti Tuberculosis di Wilayah Puskesmas Sempor I dan II, Kebumen, STIKES Muhammadiyah Gombong. Ahmad, 2007. Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Prinsip Lima Benar dan Penerapannya di RSU PKU Muhammadiyah Gombong, Kebumen, STIKES Muhammadiyah, Gombong. Departemen Kesehatan RI, 2002. Pedoman Program Penanggulangan Tuberculosis, Jakarta, Depkes RI. Departemen Kesehatan RI, 2008. Pedoman Program Penanggulangan Tuberculosis (Edisi 2, Cetakan Kedua), Jakarta, Depkes RI. Depertemen Kesehatan RI, 2008. Pedoman Pengobatan OAT FDC Kategori I dan II, Jakarta, Phapros. Ester, Haikin, 2000. Petunjuk Penggunaan Obat Anti Tuberculosis Fixed Dose Combination (FDC) Untuk Pengobatan Tuberculosis di 53 52
Unit Pelayanan Kesehatan, Jakarta, Depkes RI. Hartanto, dr, Laporan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah pada Rakerkesda Propinsi Jawa Tengah di Salatiga 30 31 Oktober tahun 2007. Heryanto & Komalig, F. 2004. Peran Pengawas Menelan Obat (PMO) pada Kejadian Putus Berobat Penderita TB Paru di DKI Jakarta Tahun 2002, Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Vol. XV, No. 2: 13-19. Sugiyono, 2005. Metode Penelitian Administrasi, Bandung, Alfabeta Bandung. Walgito, 2003. Logika dan Prosedur Penelitian Pengantar Teoridan Panduan Praktis Penelitian Sosial Bagi Mahasiswa dan Peneliti Pemula, Lembaga Administrasi Negara Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Press. Noviadi, P., Kusumawati, I., & Ikob, R. 1999. Meningkatkan Peran Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga yang Menderita Penyakit TB Paru dengan Penyediaan Modul Keperawatan di Rumah, Bina Diknakes, Edisi No. 33: 7-18. Purwanta, 2005, Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TBC di Puskesmas Klirong II, Kebumen, STIKES Muhammadiyah, Gombong. Sembiring, 2008. Hubungan PMO Keluarga dengan Kepatuhan Menelan Obat pada Penderita yang Mendapat Program DOTS di Puskesmas Mojo, Surabaya, Surabaya, UniversitasAirlangga Surabaya. 53 54