Pola Distribusi Hujan Jam-Jaman (Studi Kasus Stasiun Hujan Kecamatan Senapelan) Setiadi Saragi, Yohanna Lilis Handayani, Andy Hendri

dokumen-dokumen yang mirip
POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN PADA STASIUN HUJAN PASAR KAMPAR

BENTUK DISTRIBUSI HUJAN JAM JAMAN KABUPATEN KAMPAR BERDASARKAN DATA SATELIT

POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI KOTA MANADO DAN SEKITARNYA

KAJIAN POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN DATA SATELIT TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSION (TRMM)

KARAKTERISTIK HUJAN JAM-JAMAN BERDASARKAN DATA SATELIT TRMM JAXA KABUPATEN PELALAWAN

POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI DAS TONDANO BAGIAN HULU

Perbandingan Perhitungan Debit Banjir Rancangan Di Das Betara. Jurusan Survei dan Pemetaan, Fakultas Teknik, Universitas IGM 1.

ANALISA CURAH HUJAN DALAM MEBUAT KURVA INTENSITY DURATION FREQUENCY (IDF) PADA DAS BEKASI. Elma Yulius 1)

REKAYASA HIDROLOGI. Kuliah 2 PRESIPITASI (HUJAN) Universitas Indo Global Mandiri. Pengertian

ANALISIS METODE INTENSITAS HUJAN PADA STASIUN HUJAN PASAR KAMPAR KABUPATEN KAMPAR

Kampus Bina Widya J. HR Soebrantas KM 12,5 Pekanbaru, Kode Pos Abstract

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 2 : , September 2015

TRANSFORMASI HUJAN HARIAN KE HUJAN JAM-JAMAN MENGGUNAKAN METODE MONONOBE DAN PENGALIHRAGAMAN HUJAN ALIRAN (Studi Kasus di DAS Tirtomoyo)

PEMILIHAN METODE INTENSITAS HUJAN YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK STASIUN PEKANBARU

ANALISA DRAINASE UNTUK PENANGGULANGAN BANJIR PADA RUAS JALAN GARUDA SAKTI DI KOTA PEKANBARU MENGGUNAKAN SOFTWARE HEC-RAS

POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DAERAH MINAHASA SELATAN DAN TENGGARA

HUJAN (PRECIPITATION)

MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI

POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI SUB DAS KEDUANG

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK MEMBUAT KURVA INTENSITY-DURATION-FREQUENCY (IDF) DI KAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE

ANALISIS INTENSITY DURATION FREKUENSI (IDF) YANG PALING SESUAI DENGAN BANTUAN MICROSOFT EXCEL

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran drainase Antasari, Kecamatan. Sukarame, kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung.

BAB III METODE PENELITIAN

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) REKAYASA HIDROLOGI

POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI SUB DAS ALANG

KALIBRASI PARAMETER TERHADAP DEBIT BANJIR DI SUB DAS SIAK BAGIAN HULU

KOMPARASI METODE FORMULASI INTENSITAS HUJAN DI KAWASAN HULU DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BATANG LUBUH KOTA PASIR PENGARAIAN ABSTRACT

aintis Volume 13 Nomor 2, Oktober 2013,

KAJIAN ANALISIS HIDROLOGI UNTUK PERKIRAAN DEBIT BANJIR (Studi Kasus Kota Solo)

ANALISA DEBIT BANJIR MENGGUNAKAN EPA Storm Water Management Model (SWMM) di Sub DAS Kampar Kiri (Studi Kasus: Desa Lipat Kain, Kampar Kiri) ABSTRACT

TRANSFORMASI HUJAN HARIAN KE HUJAN JAM- JAMAN MENGGUNAKAN METODE MONONOBE DAN PENGALIHRAGAMAN HUJAN ALIRAN (Studi Kasus di Das Tirtomoyo)

Analisa Frekuensi dan Probabilitas Curah Hujan

ANALISIS BANJIR TAHUNAN DAERAH ALIRAN SUNGAI SONGGORUNGGI KABUPATEN KARANGANYAR

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA

I. PENDAHULUAN. Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) di wilayah sungai, seperti perencanaan

ANALISIS POLA ALIRAN DAN POLA SEDIMENTASI PADA WADUK SEI PAKU KECAMATAN KAMPAR KIRI KABUPATEN KAMPAR ABSTRACT

Kajian Model Hidrograf Banjir Rencana Pada Daerah Aliran Sungai (DAS)

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA

JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN

PENDAHULUAN ABSTRAK. Kata kunci : Analisis, Tebal Hujan, Durasi Hujan

ANALISIS DIMENSI DAN POLA ALIRAN DRAINASE JALAN HANG TUAH KOTA DURI KECAMATAN MANDAU KABUPATEN BENGKALIS

BAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :

ESTIMASI DEBIT ALIRAN BERDASARKAN DATA CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS : WILAYAH SUNGAI POLEANG RORAYA)

LENGKUNG HUJAN WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BATANG LUBUH KABUPATEN ROKAN HULU PROPINSI RIAU

HIDROLOGI TERAPAN. Bambang Triatmodjo. Beta Offset

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Tujuan Praktikum ini bertujuan untuk menentukan dan menganalisis kedalaman hujan tiap durasi waktu pada beberapa periode ulang.

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BONAI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIDROGRAF SATUAN NAKAYASU. S.H Hasibuan. Abstrak

ANALISA PENINGKATAN NILAI CURVE NUMBER TERHADAP DEBIT BANJIR DAERAH ALIRAN SUNGAI PROGO. Maya Amalia 1)

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 1 : 49-60, Maret 2015

ANALISA HUJAN RANCANGAN PARTIAL SERIES DENGAN BERBAGAI PANJANG DATA DAN KALA ULANG HUJAN

ANALISIS KUALITATIF KUANTITATIF HUMAN ACTIVITIES NATURAL PHENOMENA HYDROLOGIC TRANSFORMATION HYDRAULIC TRANSFORMATION IMPLEMENTATION, CONSTRUCTIONS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 PRESIPITASI (HUJAN)

ANALISA METODE KAGAN-RODDA TERHADAP ANALISA HUJAN RATA-RATA DALAM MENENTUKAN DEBIT BANJIR RANCANGAN DAN POLA SEBARAN STASIUN HUJAN DI SUB DAS AMPRONG

ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS HUJAN DI WILAYAH LERENG GUNUNG MERAPI

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 2 : , September 2015

Rt Xt ...(2) ...(3) Untuk durasi 0 t 1jam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN BANGUNAN PENAMPUNG AIR KAYANGAN UNTUK SUPLESI KEBUTUHAN AIR BANDARA KULON PROGO DIY

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran Ramanuju Hilir, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung.

ANALISA HIDROLOGI dan REDESAIN SALURAN PEMBUANG CILUTUNG HULU KECAMATAN CIKIJING KABUPATEN MAJALENGKA

EVALUASI SISTEM DRAINASE DI WILAYAH KAMPUS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM, RIAU ABSTRACT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Kampus Bina Widya J. HR Soebrantas KM 12,5 Pekanbaru, Kode Pos ABSTRACT

STUDI PENGENDALIAN BANJIR KOTA BANGKINANG SISI BARAT

Tahun Penelitian 2005

ANALISIS INTENSITAS HUJAN DAN EVALUASI KAPASITAS SISTEM DRAINASE SUB SISTEM SEMANGGI-BENGAWAN SOLO SURAKARTA

Tommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado

PILIHAN TEKNOLOGI SALURAN SIMPANG BESI TUA PANGLIMA KAOM PADA SISTEM DRAINASE WILAYAH IV KOTA LHOKSEUMAWE

BAB III HUJAN DAN ANALISIS HUJAN

ANALISIS DEBIT LIMPASAN AKIBAT PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DI SUB SISTEM DRAINASE PEPE HILIR DAN JENES KOTA SURAKARTA SKRIPSI

PENGARUH POLA AGIHAN HUJAN TERHADAP PROFIL MUKA AIR DI SUNGAI OPAK

KARAKTERISTIK HUJAN DAN AIR TANAH

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN

KONTRAK PERKULIAHAN. Nama Mata Kuliah : Rekayasa Hidrologi I Kode Mata Kuliah : HSKK 225

ANALISIS KARAKTERISTIK TEMPORAL DAN SPASIAL HUJAN UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN PERINGATAN DINI BANJIR DI PALEMBANG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. titik tinjauan (hilir) pada Jalan Prof. Dr. Supomo yaitu menit.

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data

Analisis Data Curah Hujan

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

POLA ALIRAN BATANG ANAI DI PROVINSISUMATERA BARAT. Elma Yulius 1), Eko Darma 2)

ANALISA STATISTIKA UNTUK CURAH HUJAN HARIAN PADA DAS KAMPAR BERDASARKAN AIC (AKAIKE INFORMATION CRITERION)

BAB IV ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :

Kampus Bina Widya J. HR Soebrantas KM 12,5 Pekanbaru, Kode Pos Abstract

TEKNIK PERHITUNGAN BANJIR RENCANA PADA DAERAH YANG MINIM DATA HUJAN (Studi Kasus Di DPS-DPS Propinsi Riau)

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

PENGARUH METODE PEMILIHAN DATA HUJAN PADA PERANCANGAN DEBIT BANJIR DI DAS SERAYU

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. panjang maupun validitas data, Progo adalah metode HSS Nakayasu,

PERHITUNGAN METODE INTENSITAS CURAH HUJAN

ANALISIS LIMPASAN LANGSUNG MENGGUNAKAN METODE NAKAYASU, SCS, DAN ITB STUDI KASUS SUB DAS PROGO HULU

EVALUASI KERAPATAN JARINGAN STASIUN HUJAN DI DAS KALI PEPE

PENELUSURAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE KINEMATIK DI DAERAH ALIRAN SUNGAI TEMON WONOGIRI SKRIPSI

INDEKS KEKERINGAN PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN TEORI RUN BERBASIS DATA SATELIT

Analisis Durasi Hujan Dominan dan Pola Distribusi Curah Hujan Jam-Jaman di Wilayah Gunung Merapi

BAB IV ANALISA HIDROLOGI

Demikian semoga tulisan ini dapat bermanfaat, bagi kami pada khususnya dan pada para pembaca pada umumnya.

Transkripsi:

Pola Distribusi Hujan Jam-Jaman (Studi Kasus Stasiun Hujan Kecamatan Senapelan) Setiadi Saragi, Yohanna Lilis Handayani, Andy Hendri Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau Kampus Bina Widya Jl. HR. Soebrantas KM 12,5 Pekanbaru, Kode Pos 28293 E-mail: setiadisaragi90@gmail.com ABSTRACT Rainfall distribution pattern in Senapelan (Pekanbaru) can not be known certainly Rainfall distribution can be preditced by hourly rainfall distribution. The pattern of hourly rainfall distribution can be calculated with empirical method or observation method. Empirical method process the daily rainfall with ABM (Alternating Block Methods), Tadashi Tanimoto rainfall distribution and Mononobe Modifed method. Observation method using rainfall hourly data. Based on the analysis,the highest incidence of rain in Senapelan the duration of 3 hours. Based on the comparison chart obtained form rain duration 3 hours and 7 hours approaching dsitribusi pattern ABM (Alternating Block Methods), rainfall duration of 4 hours and 5 hours approaching Mononobe Modified distribution patterns. The comparison is based on the duration of the show that the duration of the 3, 4, 5, 6, 7, and 8 approach the distribution pattern of the ABM method (Alternating Block Methods). Keyword: Rainfall distribution, Alternating Block Methods, Modified Mononobe Methods, Tadashi Tanimoto PEDAHULUAN Pekanbaru merupakan salah satu kota yang ada di provinsi Riau. Pekanbaru memiliki beberapa stasiun hujan. Salah satu stasiun hujannya terletak di Kecamatan Senapelan atau tepatnya terletak pada 0 32 10 LU/ 101 20 29 BT. Data hujan digunakan sebagai masukan utama proses tranformasi hujan menjadi aliran. Data hujan harian yang di dapatkan dari stasiun hujan dianalisa frekuensi sehingga menghasilkan hujan rencana dengan kala ulang tertentu. Hujan rencana tersebut kita tentukan pola distribusinya dan debit pada daerah tersebut dapat ditentukan juga. Pola distribusi curah hujan dari stasiun hujan Pekanbaru belum dapat diketahui secara pasti. Satu-satunya cara untuk mengetahui besarnya adalah dengan memprediksi besarnya distribusi hujan jam-jaman dari data hujan yang ada. Penentuan distribusi hujan sangat penting dan harus memiliki tingkat ketelitian yang tinggi. Pola hujan jam-jaman pada suatu stasiun hujan dapat dihitung dengan dua cara, yaitu dengan cara empiris dan observed (pengamatan). Cara empiris dengan mengolah data hujan harian dari stasiun hujan manual sehingga mendapatkan pola distribusi jam-jaman, sedangkan cara observed (pengamatan) dengan menggunakan data hujan dari stasiun hujan otomatis. Data dari stasiun hujan otomatis merupakan data curah hujan jam-jaman. Cara empiris dapat Jom FTEKNIK Volume 1 No. 2 Oktober 2014 1

menggunakan beberapa metode, seperti ABM (Alternating Block Methods), distribusi hujan Tadashi Tanimoto dan metode Mononobe Modifikasi. Pekanbaru merupakan daerah yang tidak terlalu sering hujan, tapi apabila terjadi hujan, terkadang memiliki hujan yang intensitasnya tinggi. Pekanbaru memiliki pola hujan yang tidak beraturan. Pekanbaru terkadang terjadi hujan lebat dengan waktu yang lama, kadang hanya gerimis sepanjang hari, dan kadang hujan lebat hanya dalam jangka waktu pendek. Oleh karena itu, penentuan pola hujan Pekanbaru perlu dilakukan dengan cara mencari kejadian hujan yang sering muncul. Pola yang didapatkan dapat dimanfaatkan dalam perencanaan pembangunan bangunan air di Pekanbaru. Dalam menghitung banjir rancangan, diperlukan masukan berupa hujan rancangan yang didistribusikan ke dalam hujan jam-jaman. Untuk dapat mengubah hujan rancangan ke dalam hujan jam-jaman perlu didapatkan terlebih dahulu suatu pola distribusi hujan jamjaman. Penentuan pola tersebut dapat dilakukan dengan cara empiris maupun cara (observasi) pengamatan. Cara empiris memiliki beberapa metode dalam penentuan pola, setiap metode mempunyai hasil yang berbeda-beda. Perbedaan ini menimbulkan permasalahan untuk mencari metode mana yang paling mendekati cara pengamatan. Peneltian tuga akhir ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik hujan yang terjadi di stasiun hujan Pekanbaru, mengetahui pola distribusi hujan jamjaman pada stasiun hujan Pekanbaru, dan mencari metode empiris mana yang paling mendekati ke metode observasi. TINJAUAN PUSTAKA Hujan yang jatuh pada suatu wilayah tertentu pada umumnya memiliki pola distribusi untuk hujan jam-jaman. Pola distribusi ini penting untuk mengetahui setiap kejadian hujan. Umumnya data yang tersedia di lapangan adalah curah hujan harian, maka dengan pola ini dapat diperkirakan distribusi hujan jam-jaman untuk setiap kejadian hujan harian. Secara empiris, penentuan distribusi hujan dapat dilakukan dengan menggunakan pola distribusi Alternating Block Method (ABM), Tadashi Tanimoto, Triangular Hyetograph Method (THM), Instantaneous Intensity Method (IIM), seragam, dan Modified Mononobe. Dalam penentuan pola distribusi hujan diperlukan data lama hujan yang biasanya didekati dengan menghitung waktu konsentrassi atau dari hasil analisis yang didasarkan pada kejadian hujan. Dalam penelitian ini untuk menentukan pola distribusi hujan secara empiris digunakan cara Modified Mononobe, Alternating Block Method (ABM) dan Tadashi Tanimoto. 1. Modified Mononobe Untuk keperluan perancangan, curah hujan rancangan yang telah ditetapkan berdasarkan hasil analisis perlu diubah menjadi lengkung intensitas curah hujan. Lengkung tersebut dapat diperoleh berdasarkan data hujan dari stasiun hujan otomatis dengan rentang waktu yang pendek, misalnya menit atau jam. Dalam praktek, data hujan otomatis relative sulit diperoleh, sehingga lengkung intensitas curah hujan untuk durasi pendek ditentukan berdasarkan data hujan harian, dengan menggunakan Modified Mononobe, yang dapat dilihat pada persamaan di bawah ini. Jom FTEKNIK Volume 1 No. 2 Oktober 2014 2

I R t 24 c tc t 2 3 2. Alternating Block Method (ABM) Alternating Block Method (ABM) adalah cara sederhana untuk membuat hyetograph rencana dari kurva IDF. Hyetograph rencana yang dihasilkan oleh metode ini adalah hujan yang terjadi dalam n rangkaian interval waktu yang berurutan dengan durasi t selama waktu Td = n t. Untuk periode ulang tertentu, intensitas hujan diperoleh dari kuva IDF pada setiap durasi waktu t, 2 t, 3 t,, n t. Ketebalan hujan diperoleh dari perkalian antara intensitas hujan dan durasi waktu tersebut. Perbedaan antara nilai ketebalan hujan yang berurutan merupakan pertambahan hujan dalam interval waktu t. Pertambahan hujan tersebut (blok-blok), diurutkan kembali ke dalam rangkaian waktu dengan intensitas maksimum berada pada tengah-tengah durasi hujan Td dan blok-blok sisanya disusun dalam urutan menurun secara bolak-balik pada kanan dan kiri dari blok tengah. Dengan demikian terbentuk hyetograph rencana. 2. Distribusi hujan Tadashi Tanimoto Gambar 1. Distribusi hujan Tadashi Tanimoto Sumber : Bambang Triatmodjo, 2008 Tadashi Tanimoto (1969) mengembangkan distribusi hujan jamjaman yang dapat digunakan di Pulau Jawa. Model pola distribusi tersebut seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1.1 Tanimoto 3. Distribusi hujan otomatis Menurut Sri Harto (2000), pola distribusi hujan jam-jaman dapat diperoleh dengan pencermatan terhadap data hujan hasil rekaman AUHO (Alat Ukur Hujan Otomatis) / ARR (Automatic Rainfall Recording). Data ARR pada suatu stasiun hujan biasanya tidak selalu ada ada. Apabila yang dikendaki data hujan untuk simulasi model, biasanya yang diperlukan adalah pola distribusi hujan apa adanya. Hal ini berarti bahwa hujan DAS diagihkan sesuai dengan pola distribusi jam-jaman nyata, sesuai dengan rekaman. Apabila untuk kepentingan analisis tertentu yang diperlukan informasi mengenai pola distribusi hujan rata-rata untuk berbagai lama hujan (duration), maka dapat ditempuh langkah-langkah berikut. a. Menyediakan data ARR/AUHO, makin panjang makin baik. b. Untuk pola distribusi hujan dengan lama hujan 3 jam, maka semua hujan yang terjadi selama 3 jam berturutturut, dikumpulkan dan masing-masing dicatat besaran hujan pada jam pertama dan kedua dan dinyatakan dalam persen (%). c. Persentase kejadian pada jam pertama dan kedua selanjutnya dirata-ratakan untuk seluruh kejadian hujan yang tersedia. Dengan demikian diharapkan akan diperoleh pola distribusi hujan rata-rata untuk hujan 2 jam. Untuk lama hujan yang lain, seperti 4, 5, atau 6 jam, dapat dicari dengan langkah yang sama. Jom FTEKNIK Volume 1 No. 2 Oktober 2014 3

Dalam menentukan pola hujan jamjaman yang sesuai antara cara observasi dan cara empiris perlu dilakukan uji kesesuaian pola distribusi hujan jamjaman. Perbandingan antara metode observasi dengan metode empiris dilakukan dengan mencari persentase kesalahan antara metode. Persentase kesalahan dicari dengan mencari selisih persentase antara observasi dan empiris kemudian selisih nya dibagi persentase empiris dan dikalikan seratus persen. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada persamaan dibawah ini. Persentase Kesalahan = % observasi % empiris % observasi x100%. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi penelitian terletak di Kecamatan Senapelan atau tepatnya terletak pada 0 32 10 LU/ 101 20 29 BT. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hujan manual dan otomatis. Data otomatis hanya tersedia sampai tahun 2004 karena adanya kerusakan alat. Oleh karena itu, data yang digunakan baik manual maupun otomatis dari tahun 2000 sampai 2004. Penelitian ini memiliki beberapa tahapan. Tahapan dalam penelitian ini dibagi menjadi lima tahap.tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Melakukan studi literatur Mencari teori-teori tentang pola curah hujan jam-jaman dan mencari tentang metode yang diapakai beserta rumus-rumus yang digunakan. 2. Mengumpulkan data hujan Mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk penelitian. Data yang dikumpulkan berupa data hujan otomatis, data hujan manual, dan data berupa gambar. 3. Mengolah data hujan otomatis a. Mengelompokkan data hujan berdasarkan durasi hujan dalam satuan jam. b. Menentukan durasi hujan sesuai dengan kejadian hujan. c. Membuat pola distribusi hujan jamjaman. 4. Mengolah data hujan manual a. Menyiapkan seri data hujan b. Mengelompokkan data hujan harian berdasarkan durasi hujan dalam satuan jam. c. Menentukan pola distribusi hujan jam-jaman berdasarkan metode ABM, Tadashi Tanimoto dan Mononobe Modifikasi. 5. Membandingkan pola distribusi hujan jam-jaman otomatis dengan manual. Membandingkan bentuk pola pola distribusi yang didapatkan dari 3 metode empiris yang digunakan per durasi jam dengan metode observasi sehingga didapatkan pola distribusi yang menyerupai metode observasi. Jom FTEKNIK Volume 1 No. 2 Oktober 2014 4

Untuk lebih singkat tahapan penelitian dapat dilihat di diagram alir di bawah HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, kejadian hujan yang terjadi 330 kejadian. Setiap durasi hujan memiliki jumlah kejadian yang berbeda-beda. Durasi yang paling banyak kejadianya adalah durasi 3 jam. Kejadian pada durasi 3 jam terjadi sebanyak 150 kejadian atau 45,45% dari seluruh kejadian. Jumlah kejadian dapat dilihat pada Tabel 1.. Gambar 2. Diagram Alir Penelitian Tabel 1. Jumlah Kejadian Hujan No Durasi (Jam) Jumlah Persentase (%) 1 3 150 45,45 2 4 74 22,42 3 5 55 16,67 4 6 25 7,58 5 7 18 5,45 6 8 8 2,42 Sumber: Hitungan Penelitian Kejadian hujan dengan durasi 3 jam memiliki 7 bentuk pola distribusi. Pola distribusi yang paling sering muncul adalah bentuk anak tangga menurun sebanyak 56 pola. Jumlah pola berdasarkan bentuk grafiknya dapat dilihat pada Tabel 2. Jom FTEKNIK Volume 1 No. 2 Oktober 2014 5

Tabel 2. Pola distribusi metode observasi berdasarkan bentuk grafiknya durasi 3 jam No Bentuk Jumlah Persentase (%) 1 Lonceng 55 36,67 2 Lonceng terbalik 18 12,00 3 Anak tangga menurun 56 37,33 4 Anak tangga menaik 7 4,67 5 Persentase 1 dan 2 sama 9 6,00 6 Persentase2 dan 3 sama 4 2,67 7 Persentase 1, 2, dan 3 sama 1 0,67 Sumber: Hitungan Penelitian Perbandingan pola distribusi yaitu membandingkan pola distribusi yang didapatkan pada metode observasi dengan metode empiris. Pola dibandingkan berdasarkan bentuk pola grafik. Pola distribusi yang bentuknya sama dibandingkan perbedaan nilai hujan perjamnya sehingga didapatkan persentase perbandingan. Dalam penelitian ini tidak semua pola distribusi bisa dibandingkan, hanya pola distribusi yang berbentuk lonceng dan anak tangga menurun saja yang bisa dibandingkan sebab bentuk yang lain tidak ada pembanding metode empirisnya. Pola distribusi yang didapatkan pada durasi 3 jam ada berbagai bentuk pola,tetapi yang bisa dibandingkan hanya pola distribusi berbentuk lonceng dan pola distribusi berbentuk anak tangga menurun. Pola distribusi berbentuk lonceng dibandingkan dengan metode ABM sehingga didapatkan persentase kesalahan rata-rata perjamnya yaitu pada jam pertama sebesar 81,03%, jam kedua sebesar 36,82%, dan jam ketiga sebesar 232,63%. Pola distribusi berbentuk anak tangga menurun dibandingkan dengan metode Modified Mononobe sehingga didapatakan nilai kesalahan rata-rata perjamnya yaitu pada jam pertama sebesar 30,04%, jam kedua sebesar 131,05%, dan jam ketiga sebesar 615,54%. Berdasarkan nilai persentase kesalahan yang didapatkan, pola distribusi untuk durasi 3 jam lebih cocok digunakan metode ABM yang memiliki persentase kesalahan ratarata yang lebih kecil daripada metode Modified Mononobe. Pola distribusi yang dapat dibandingkan pada durasi 4 jam hanya pola distribusi berbentuk anak tangga menurun dibandingkan dengan metode Modified Mononobe. Hasil perbandingan didapatkan persentase kesalahan rata-rata perjam yaitu sebesar 21,66% pada jam pertama, 61,16% pada jam kedua, 203,22% pada jam ketida, dan 590,56% pada jam keempat. Pola distribusi yang didapatkan pada durasi 5 jam berbentuk anak tangga menurun dan berbentuk tidak beraturan sehingga yang bisa dibandingkan hanya berbentuk anak tangga menurun. Pola ditribusi berbentuk anak tangga menurun dibandingkan dengan pola distribusi metode Modified Mononobe. Hasil perbandingan didapatkan persentase kesalahan rata-rata perjamnya yaitu pada jam pertama sebesar 14,55%, jam kedua sebesar 40,48%, jam ketiga sebesar 142,33%, jam keempat sebesar 191,89%, dan pada jam kelima sebesar 449,39%. Pola distribusi pada durasi 6 jam dan 8 jam tidak dapat dibandingkan dengan metode empiris karena bentuk pola distribusi yang Jom FTEKNIK Volume 1 No. 2 Oktober 2014 6

didapatkan bernbentuk tidak beraturan. Pola distribusi 7 jam pada metode observasi menghasilkan bentuk lonceng dan bentuk tidak beraturan. Pola distribusi berbentuk lonceng dibandingkan dengan metode ABM, sedangkan pola distribusi berbentuk tidak beraturan tidak dapat dibandingka. Hasil perbandingan pola distribusi berbentuk lonceng dan metode ABM menghasilkan persentase kesalahan rata-rata perjamnya yaitu, pada jam pertama sebesar 6,05%, jam kedua sebesar 10,89%, jam ketiga sebesar 18,58%, jam keempat sebesar 28,82%, jam kelima sebesar 22,31%, jam keenam sebesar 6,64%, dan jam ketujuh sebesar 1,75%. Perbandingan pola distribusi tiap durasi yaitu membandingkan hasil metode observasi yang didapatkan dengan hasil metode empiris tanpa melihat bentuk polanya. Perbandingan dilakukan berdasarkan lamanya hujan atau durasi hujan tiap kejadian. Perbandingan antara metode observasi dan metode empiris pada durasi 3 jam dihasilkan persentase kesalahan rata-rata perjam yang berbeda jauh antara dua metode empiris. Berdasarkan hasil perbandingan, metode empiris yang mendekati dengan metode otomatis adalah metode ABM yang memiliki persentase kesalahan lebih kecil daripada metode Modified Mononobe yaitu pada jam pertama sebesar 89,09%, jam kedua 361,73%, jam ketiga sebesar 245,13%. Perbandingan antara metode observasi dan metode empiris pada durasi 4 jam menghasilkan persentase rata-rata yang berbeda jauh. Pada durasi 4 jam, metode empiris yang mendekati metode observasi adalah metode Modified Mononobe dengan persentase per jam lebih kecil daripada metode ABM dengan persentase kesalahan pada jam pertama sebesar 467,21%, jam kedua sebesar 189,17%, jam ketiga sebesar 141,92%, dan jam keempat 228,66% Perbandingan antara metode observasi dan metode empiris pada durasi 5 jam menghasilkan persentase kesalahan rata-rata perjam yang sangat berbeda antara dua metode empiris. Metode Modified Mononobe merupakan metode yang mendekati metode observasi karena memiliki nilai kesalahan yang lebih kecil dibandingkan metode ABM. Persentase kesalahan metode Modified Mononobe durasi 5 jam yaitu pada jam pertama sebesar 530,19%, jam kedua sebesar 145,31%, jam ketiga sebesar 194,09%, jam keempat sebesar 189,97%, dan jam kelima sebesar 288,33%. Perbandingan antara metode observasi dan metode empiris pada durasi 6 jam menghasilkan bahwa metode Modified Mononobe merupakan metode yang paling mendekati hasil dari metode observasi. Metode Modified Mononobe memiliki nilai persentase kesalahan ratarata yang besar namun lebih kecil dari nilai persentase kesalahan metode ABM yaitu pada jam pertama 733,27%, jam kedua sebesar 299,91%, jam ketiga sebesar 198,63%, jam keempat sebesar 121,32%, jam kelima sebesar 210,13%, jam keenam 580,91%. Pada durasi 7 jam didapatkan metode Modified Mononobe merupakan metode yang cocok digunakan karena lebih mendekati ke hasil metode observasi. Persentase kesalahan metode Modified Mononobe durasi 7 jam yaitu pada jam pertama sebesar 744,32%, jam keduaa sebesar 95,67%, jam ketiga sebesar 129,19%, jam keempat sebesar 193,21%, jam kelima sebesar 198,11%, jam keenam sebesar 218,88%, dan jam ketujuh sebesar 656,73. Pada durasi 8 jam didapatkan metode Modified Mononobe merupakan metode yang paling mendekati metode observasi dengan persentase kesalahan pada jam pertama sebesar Jom FTEKNIK Volume 1 No. 2 Oktober 2014 7

750%, jam kedua sebesar 548,91%, jam ketiga sebesar 47,90%, jam keempat sebesar 292,34%, jam kelima sebesar 210,11%, jam keenam sebesar 178,93%, jam ketujuh sebesar 204,20% dan jam kedelapan sebesar 76,98%. Winda Agustin. 2010. Pola Distribusi Hujan Jam-Jaman di Sub Das Keduang. Universitas Sebelas Maret: Surakarta. PENUTUP Pada penelitian ini didapatkan kesimpulan yaitu kejadian hujan yang paling sering terjadi adalah kejadian hujan durasi 3 jam yaitu sebanyak 150 kejadian atau 45,45% dari seluruh kejadian dengan bentuk anak tangga menurun sebanyak 56 buah, berdasarkan hasil perbandingan sesusai bentuk didapatkan, yaitu kejadian hujan durasi 3 jam lebih mendekati ke metode ABM, kejadian hujan durasi 4 jam lebih mendekati ke metode Modified Mononobe, kejadian hujan durasi 5 jam lebih mendekati ke metode Modified Mononobe, kejadian hujan 7 jam lebih mendekati ke metode ABM. Berdasarkan hasil perbandingan metode observasi dan metode empiris perdurasi, hanya durasi 3 yang cocok memakai meode Alternating Block Methods (ABM), sedangkan durasi 4, 5, 6, 7 dan 8 jam lebih mendekati metode Modified Mononobe. Saran yang didapatkan setelah melakukan penelitian ini, yaitu pada penenlitian berikutnya sebaiknya dilakukan pada stasiun yang lain sehingga hasil yang didapatkan lebih bagus dan melakukan penambahan panjang data curah hujan, sehingga data yang didapatkan lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA Harto, Sri. 2000. Hidrologi. Nafiri Offset: Yogyakarta. Yogyakarta. Hartono. 2004. Statistik untuk Penelitian. Pustaka Pelajar Offset: Yogyakarta. Triatmodjo, Bambang. 2009. Hidrologi Terapan. Beta Offset: Yogyakarta. Jom FTEKNIK Volume 1 No. 2 Oktober 2014 8