BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kompetensi. Sebagaimana dikemukakan oleh Sukmadinata (2004: 29-30) bahwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Ismail, 2016

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pendidikan sains merupakan salah satu komponen dasar dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Berdasarkan hal tersebut, negara-negara di dunia berkompetisi dalam

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan sepanjang hayat (Rustaman, 2006: 1). Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2014 PENGEMBANGAN BUKU AJAR KIMIA SUB TOPIK PROTEIN MENGGUNAKAN KONTEKS TELUR UNTUK MEMBANGUN LITERASI SAINS SISWA SMA

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP CALON GURU NON IPA TERHADAP LINGKUNGAN PADA KERANGKA SAINS SEBAGAI PENDIDIKAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014

2015 PENERAPAN MOD EL INKUIRI ABD UKTIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP D AN LITERASI SAINS SISWA SMA PAD A MATERI HUKUM NEWTON

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengajarkan sains, guru harus memahami tentang sains. pengetahuan dan suatu proses. Batang tubuh adalah produk dari pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. (BSNP, 2006). Pendidikan sains ini diharapkan dapat memberikan penguasaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Julia Artati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siska Sintia Depi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah seperti tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Abdul Latip, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. 1 Evy Yosita, Zulkardi, Darmawijoyo, Pengembangan Soal Matematika Model PISA

BAB I PENDAHULUAN. kunci penting dalam menghadapi tantangan di masa depan. Menurut Hayat dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sering dimunculkan dengan istilah literasi sains (scientific literacy). Literasi

BAB I PENDAHULUAN. siswa Indonesia mampu hidup menapak di buminya sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusia

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu dalam kemajuan ilmu pendidikan. Mutu pendidikan perlu

SRIE MULYATI, 2015 KONSTRUKSI ALAT UKUR PENILAIAN LITERASI SAINS SISWA SMA PADA KONTEN SEL VOLTA MENGGUNAKAN KONTEKS BATERAI LI-ION RAMAH LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Badan Nasional Standar Pendidikan (BSNP) merumuskan 16

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara maksimal. Keberadaan buku ajar memberikan kemudahan bagi guru dan. siswa untuk dapat memahami konsep secara menyeluruh.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya, maka layanan pendidikan yang tepat bagi anak perlu terus-menerus

I. PENDAHULUAN. sains siswa adalah Trends in International Mathematics Science Study

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. sarana dalam membangun watak bangsa. Tujuan pendidikan diarahkan pada

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) merupakan ilmu yang berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Murni Setiawati, 2013

I. PENDAHULUAN. proses aktualisasi siswa melalui berbagai pengalaman belajar yang mereka dapatkan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Citra Wulandari, 2015

2014 IDENTIFIKASI KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN SIKAP ILMIAH YANG MUNCUL MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM PADA MATERI NUTRISI KELAS XI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erie Syaadah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiara Nurhada,2013

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai profil capaian literasi sains siswa SMA di Garut berdasarkan kerangka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasna Nuraeni, 2014

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal penting dalam kehidupan karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan, dan sikap atau nilai (Toharudin, dkk., 2011:179). pemecahan masalah belajar dan kesulitan dalam belajar.

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Hayat dan Yusuf (2010) setiap warga negara perlu literate terhadap

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yossy Intan Vhalind, 2014

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika. Vol 02 No 01 Tahun 2013, 20-25

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Inelda Yulita, 2015

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dini Rusfita Sari, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia Repository.upi.edu Perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 KONSTRUKSI DESAIN PEMBELAJARAN IKATAN KIMIA MENGGUNAKAN KONTEKS KERAMIK UNTUK MENCAPAI LITERASI SAINS SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan saja, melainkan proses sains dan menggunakannya untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK TERHADAP PENCAPAIAN LITERASI KUANTITATIF SISWA SMA PADA KONSEP MONERA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN DOMAIN KOMPETENSI DAN PENGETAHUAN SAINS SISWA SMP PADA TEMA PENCEMARAN LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. teknologi (Depdiknas, 2006). Pendidikan IPA memiliki potensi yang besar

BAB I PENDAHULUAN. agar teori dapat diterapkan pada permasalahan yang nyata (kognitif), melatih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUA N A.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.c.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah

ANALISIS BUKU AJAR IPA YANG DIGUNAKAN DI SEMARANG BERDASARKAN MUATAN LITERASI SAINS

BABI PENDAHULUAN. sendiri dan alam sekitar. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan matematika merupakan suatu kemampuan dasar yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MODEL PISA LEVEL 4. Kamaliyah, Zulkardi, Darmawijoyo

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembenahan di segala bidang termasuk bidang pendidikan. Hal ini juga dilakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan adalah konstruktivisme. Menurut paham konstruktivisme,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. PISA atau Program for International Student Assessment yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kecakapan hidup atau life skills mengacu pada beragam kemampuan yang diperlukan untuk menempuh kehidupan yang penuh kesuksesan dan kebahagiaan, seperti kemampuan berkomunikasi yang efektif, kemampuan bekerja sama, menjadi warga negara yang bertanggung jawab, memiliki kecakapan untuk bekerja, memiliki karakter, dan cara-cara berfikir analitis dan logis dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah hidup dan kehidupan. Konsep kecakapan hidup mempunyai makna yang sama dengan kompetensi. Sebagaimana dikemukakan oleh Sukmadinata (2004 : 29-30) bahwa secara umum kompetensi mempunyai makna yang hampir sama dengan kecakapan hidup atau life skills, yaitu kecakapan-kecakapan, keterampilan untuk menyatakan, memelihara, menjaga dan mengembangkan diri. Kecakapan dan keterampilan-keterampilan tersebut tidak hanya bersangkutan dengan aspek fisik-biologis, tetapi juga aspek intelektual, sosial dan afektif (perasaan, sikap dan nilai). Salah satu unsur kecakapan hidup tersebut adalah kemampuan literasi. Literasi adalah sekumpulan kecakapan yang dimiliki atau ada pada seseorang. Rustaman (2003) menyebutkan bahwa kemampuan literasi merupakan kemampuan menganalisis masalah, memberikan alasan, mengkomunikasikan gagasan secara efektif dan mengaplikasikan pengetahuan ilmiah secara fleksibel sesuai dengan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Kecakapan dan keterampilan-keterampilan yang terintegrasi dalam literasi tersebut dapat diamati dan diukur. Pengukuran tersebut bertujuan sebagai bahan evaluasi untuk upaya perbaikan-perbaikan. Sekolah misalnya, karena sekolah merupakan tempat terjadinya proses penerimaan pembelajaran tentang kecakapankecakapan tersebut. Bedasarkan latar belakang akan pentingnya literasi bagi kehidupan manusia tersebut maka banyak berdiri lembaga penelitian baik pada

2 nasional maupun internasional yang berdedikasi pada bidang tersebut, salah satunya adalah The Programme for International Student Assessment (PISA) yang dinaungi oleh The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Program tersebut bertujuan untuk memfasilitasi informasi komparasi tentang capaian kemampuan literasi siswa negara-negara partisipannya. Berdasarkan hasil The Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2000, 2003 dan 2006 skor literasi sains siswa Indonesia usia 15 tahun berturut-turut adalah 393, 395 dengan skor rata-rata semua negara peserta 500 dan simpangan baku 100 (Ekohariadi, 2009). Pada PISA 2009 skor siswa Indonesia adalah 383 dengan rerata skor negara peserta adalah 501 (OECD, 2010) dan PISA 2012 dengan skor 382, berada di peringkat 64 dari 65 negara peserta (okezone.com). Rendahnya skor perolehan siswa Indonesia mencerminkan rendahnya prestasi belajar IPA siswa Indonesia (Ekohariadi, 2009) dengan ratarata sekitar 34% untuk konteks (Firman, 2007). Hasil capaian tersebut mengindikasikan bahwa rata-rata kemampuan sains siswa Indonesia baru sampai pada kemampuan mengingat dan mengenali pengetahuan ilmiah berdasarkan fakta sederhana tetapi belum mampu untuk mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai topik sains, apalagi menerapkan konsep-konsep yang kompleks dan abstrak (Sudiatmiko, 2012). Penilaian PISA berorientasi ke masa depan, yaitu menguji kemampuan untuk menggunakan keterampilan dan pengetahuan mereka dalam menghadapi kehidupan nyata. Tidak semata-mata mengukur kemampuan sebagaimana dalam kurikulum sekolah, sehingga dapat membantu meningkatkan pendidikan dan menyiapkan generasi muda yang lebih baik ketika mereka memasuki kehidupan dewasa yaitu menjadi orang yang literate (Sudiatmiko, 2012). Mempersiapkan siswa yang melek sains adalah penting untuk masa depannya sebagai generasi pemimpin masa depan. American Association for the Advancement of Science (AAAS, 1993) menyatakan bahwa nasib ekonomi dan lingkungan dunia sebagian besar tergantung seberapa bijaksana masyarakat memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bybee dan Fuchs (2006 dalam Chabalengula, et al., 2008) juga menyatakan bahwa melalui ilmu pengetahuan,

3 masyarakat dapat belajar tidak hanya bagaimana membuat keputusan tentang penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga untuk menilai penerapan dan efek dari penemuan-penemuan ilmiah dan teknologi. Dengan demikian literasi sains siswa adalah bagian penting dalam pendidikan sains dalam rangka mempersiapkan siswa sebagai SDM yang sejahtera di masa depannya. Oleh karenanya menjadi penting pula untuk mengetahui bagaimana gambaran tentang literasi sains siwa. Siswa yang terlibat dalam tes literasi sains PISA dibedakan menjadi siswa laki-laki dan siswa perempuan. Siswa pada masing-masing gender memiliki karakteristik yang berbeda-beda, baik secara fisiologis maupun psikologis (Purwanto, 1996). Oleh karena itu, gender yang merupakan salah satu komponen yang terdapat dalam studi PISA yaitu pada angket siswa dan sekolah (OECD, 2007). Di dalam hasil PISA tahun 2006 juga dipaparkan bahwa faktor perbedaan gender juga dapat mempengaruhi capaian literasi sains siswa (OECD, 2007). Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dengan masalah capaian literasi sains berdasarkan perbedaan gender, salah satunya adalah tentang perbandingan capaian literasi sains siswa di beberapa Negara Asia yang menunjukkan bahwa pada umumnya siswa laki-laki sedikit berada di atas perempuan, misalnya di Jepang (550 : 546), Korea (546 : 527), Macao-Cina (529 : 521). Kebalikannya, di Thailand (25 : 423), dan di Hongkong (538 : 541) siswa perempuan lebih unggul dibandingkan siswa laki-laki (Yusuf, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Wardani (2009) juga menyatakan bahwa kemampuan berkomunikasi siswa perempuan lebih unggul dibandingkan dengan siswa laki-laki. Oleh karena itu, perbedaan gender juga merupakan salah satu komponen yang dapat mempengaruhi capaian literasi seseorang. Keberhasilan anak juga dapat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan orang tua (Suardiman, 1988). Latar belakang pendidikan orang tua yang tinggi dan baik akan sangat membantu proses belajar anaknya. Latar belakang pendidikan orang tua sangat penting dan besar pengaruhnya bagi proses belajar anak. Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan tinggi biasanya memiliki citacita yang tinggi pula terhadap pendidikan anak-anaknya. Cita-cita dan dorongan

4 ini akan mempengaruhi sikap dan perhatiannya terhadap keberhasilan pendidikan anak-anaknya di sekolah. Keberhasilan pendidikan seorang anak, tidak hanya menyangkut prestasi belajar tetapi juga dengan sikap, perilaku kehidupan seharihari, dipengaruhi oleh beberapa faktor yang salah satunya adalah bagaimana cara orang tua mengarahkan cara belajar anaknya. Peran orang tua dalam pendidikan adalah memberikan bimbingan, arahan dan dorongan yang merupakan kewajiban moral sebagai konsekuensi kedudukan orang tua terhadap anak, sebaliknya apabila dorongan atau motivasi dari orang tua yang acuh tak acuh baik disengaja ataupun yang tidak disengaja akan tetap mempengaruhi aspirasi anak terhadap pendidikan. Cole (dalam Aswandi Bahar, 1989) menyatakan bahwa dorongan dan sifat acuh tak acuh orang tua baik sengaja maupun tidak sengaja akan tetap mempengaruhi aspirasi anak terhadap pendidikan. Semakin banyak anak merasakan adanya dari orang tuanya maka akan semakin besar pula pengaruhnya terhadap aspirasi anak tersebut dalam pendidikan. Intensitas belajar merupakan frekuensi belajar yang dilakukan siswa selama kurun waktu tertentu untuk memperoleh pengalaman secara maksimal (Hudoyo, 1998). Selama belajar tersebut siswa mempunyai keunikan dalam intensitas belajarnya disesuaikan dengan selera dan kondisi masing-masing. Prestasi belajar yang maksimal dicapai dengan intensitas belajar yang sistematis, yaitu efektif dan efisien. Faktor lain yang dapat meningkatkan intensitas belajar siswa adalah adanya motivasi belajar. Selain itu, pembelajaran sains di sekolah juga akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan pendidikan sains, berupa penguasaan dan kepemilikan literasi sains siswa, atau dengan kata lain kualitas pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa merupakan variabel yang sangat penting untuk mendukung pencapaian kepemilikan literasi sains oleh siswa. Dalam pembelajaran sains proses pembelajaran, asesmen dan evaluasi merupakan aspek yang sangat penting. Berdasarkan pemaparan di atas, bahwa literasi merupakan hal yang penting untuk diketahui, diamati, diukur dan diteliti, maka dilakukan penelitian dengan menggunakan kerangka PISA. PISA 2006 dijadikan kerangka dalm

5 penelitian, karena dibandingkan dengan PISA di tahun-tahun sebelum dan setelahnya, PISA 2006 menjadikan literasi sains sebagai domain utama yang diteliti (OECD, 2006 : 3). Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih terarah dan sesuai dengan bidang keilmuan yang diemban maka penulis hanya meneliti literasi sains pada konten Biologi saja. Sesuai kerangka kerja asesmen PISA, pada penelitian ini pun digunakan subjek penelitian pada anak berusia 15 tahun lebih. Dengan tujuan secara umum untuk mendeskripsikan kemampuan literasi sains siswa yang berusia 15 tahun di Medan maka penulis melakukan penelitian dengan judul Kemampuan Literasi Sains Siswa Kelas X SMA Negeri di Medan dan Mahasiswa Jurusan Biologi Universitas Negeri Medan Berdasarkan Kerangka PISA Tahun 2006 Pada Konten Pengetahuan Biologi. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasi permasalahan, antara lain : 1. Setiap orang harus memiliki tingkat literasi sains tertentu agar dapat bertahan hidup di alam maupun di tempatnya bekerja. 2. Rendahnya skor perolehan literasi sains siswa Indonesia. 3. Kemampuan siswa baru pada tahap mengingat dan mengenali pengetahuan ilmiah sederhana tetapi belum mampu untuk mengaitkan dan menerapkan konsep-konsep dalam kehidupan sehari-hari. 4. Kurangnya tanggung jawab dan kepedulian siswa mengenai diri, lingkungan sosial dan masyarakat sekitarnya. 5. Instrumen penilaian hasil belajar yang dikembangkan oleh guru kurang mengaitkan substansi dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa. 6. Siswa kurang terlatih dalam menyelesaikan soal-soal dengan karakteristik seperti soal-soal pada PISA.

6 1.3. Batasan Masalah Untuk menghindari agar permasalahan tidak meluas dan menyimpang, penulis melihat perlu untuk membatasi masalah yang akan dikaji, yaitu : 1. Kemampuan literasi sains siswa dilihat dari persentase total jawaban benar siswa pada setiap item soal kemudian dideskripsikan berdasarkan tingkatan sekolah. 2. Kerangka PISA yang dimaksud dalam penelitian ini adalah aspek literasi sains PISA 2006 yang hanya dibatasi pada aspek kompetensi ilmiah dan sikap terhadap sains. 3. Soal literasi sains PISA sebanyak 35 butir soal yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Take the Test : Sample Questions from OECD s PISA Assesment yang hanya mengandung konten pengetahuan Biologi saja. 4. Faktor-faktor yang berhubungan dengan literasi sains siswa, yaitu latar belakang pendidikan formal orang tua, intensitas belajar sains, dan pembelajaran sains biologi di sekolah. 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan pada kerangka yang digunakan dalam penelitian literasi sains ini, rumusan masalah tersebut dijabarkan sebagai berikut : 1. Bagaimana kemampuan literasi sains siswa kelas X SMA Negeri di Medan dan Mahasiswa Jurusan Biologi Universitas Negeri Medan berdasarkan kerangka PISA 2006 dalam merespon soal-soal literasi sains PISA konten pengetahuan Biologi? 2. Bagaimana kemampuan literasi sains siswa kelas X SMA Negeri di Medan dan Mahasiswa Jurusan Biologi Universitas Negeri Medan pada kemampuan mengidentifikasi permasalahan ilmiah, menjelaskan fenomena secara ilmiah dan menggunakan bukti-bukti ilmiah?

7 3. Apakah perbedaan gender berpengaruh terhadap kemampuan literasi sains siswa kelas X SMA Negeri di Medan dan mahasiswa Jurusan Biologi Unimed? 4. Bagaimana hubungan latar belakang pendidikan formal orang tua dengan literasi sains siswa kelas X SMA Negeri di Medan dan mahasiswa Jurusan Biologi Unimed? 5. Bagaimana hubungan intensitas belajar sains dengan literasi sains siswa kelas X SMA Negeri di Medan dan mahasiswa Jurusan Biologi Unimed? 6. Bagaimana hubungan pembelajaran sains di sekolah dengan literasi sains siswa kelas X SMA Negeri di Medan dan mahasiswa Jurusan Biologi Unimed? 7. Bagaimana hubungan latar belakang pendidikan formal orang tua, intensitas belajar sains, dan pembelajaran sains di sekolah secara bersamasama dengan literasi sains kelas X SMA Negeri se-kota Medan dan mahasiswa Jurusan Biologi Unimed? 1.5. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Bagaimana kemampuan literasi sains siswa kelas X SMA Negeri di Medan dan Mahasiswa Jurusan Biologi Universitas Negeri Medan berdasarkan kerangka PISA 2006 dalam merespon soal-soal literasi sains PISA konten pengetahuan Biologi. 2. Bagaimana kemampuan literasi sains siswa kelas X SMA Negeri di Medan dan Mahasiswa Jurusan Biologi Universitas Negeri Medan pada kemampuan mengidentifikasi permasalahan ilmiah, menjelaskan fenomena secara ilmiah dan menggunakan bukti-bukti ilmiah 3. Apakah perbedaan gender berpengaruh terhadap kemampuan literasi sains siswa kelas X SMA Negeri di Medan dan mahasiswa Jurusan Biologi Unimed.

8 4. Bagaimana hubungan latar belakang pendidikan formal orang tua dengan literasi sains siswa kelas X SMA Negeri di Medan dan mahasiswa Jurusan Biologi Unimed. 5. Bagaimana hubungan intensitas belajar sains dengan literasi sains siswa kelas X SMA Negeri di Medan dan mahasiswa Jurusan Biologi Unimed. 6. Bagaimana hubungan pembelajaran sains di sekolah dengan literasi sains siswa kelas X SMA Negeri di Medan dan mahasiswa Jurusan Biologi Unimed. 7. Bagaimana hubungan latar belakang pendidikan formal orang tua, intensitas belajar sains, dan pembelajaran sains di sekolah secara bersamasama dengan literasi sains kelas X SMA Negeri se-kota Medan dan mahasiswa Jurusan Biologi Unimed. 1.6. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Menambah wawasan tentang literasi sains baik bagi peneliti, guru maupun pengelola pendidikan. b. Memperoleh gambaran tentang literasi sains siswa yang berusia 15 tahun. c. Sebagai bahan pertimbangan, landasan empiris maupun kerangka acuan bagi penelitian pendidikan selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian ini. 2. Manfaat Praktis a. Bagi siswa, memberi peluang untuk diuji dan mengetahui literasi sainsnya. b. Bagi guru, sebagai bahan masukan atau kritik konstruktif untuk dapat menetukan dan melakukan upaya yang efektif dan efisien untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan literasi sains siswa. c. Bahan bagi sekolah/lembaga, yaitu sebagai bahan masukan atau kritik konstruktif untuk dapat menentukan kebijakan dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran dan pendidikan.