19 I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Crude Palm Oil (CPO) memiliki beragam produk yang dapat dikembangkan. Produk turunan dari CPO biasanya digunakan untuk produk pangan antara lain digunakan untuk pembuatan margarin, bahan pengganti lemak coklat pada es krim dan juga untuk pembuatan minyak goreng. CPO pada industri oleokimia digunakan sebagai bahan baku bagi produk farmasi, kosmetika, plastik, minyak pelumas, lilin dan sabun. Seiring dengan meningkatnya harga minyak bumi dunia, CPO juga dijadikan sebagai alternatif bahan bakar. Keunggulan yang dimiliki oleh CPO antara lain memiliki sifat antioksidan dan bebas lemak jenuh. CPO kaya akan vitamin A dan E yang dapat mengurangi resiko penyakit jantung dan kanker. Produktifitas minyak dari tanaman kelapa sawit tinggi setelah kedelai bila dibandingkan dari minyak nabati lainnya sehingga dapat diproduksi dengan biaya yang relatif lebih rendah (Buana, 2004). Permintaan CPO baik dalam maupun luar negeri terus meningkat dari waktu ke waktu, hal ini dikarenakan banyaknya manfaat dan keunggulan CPO seperti yang telah dipaparkan. Menurut Oil World pada tahun 2003 konsumsi dunia mencapai 123.95 juta ton dan pada tahun 2007 mencapai 153.84 juta ton dengan rata-rata pertumbuhan 4.78 persen per tahunnya. Peranan CPO di dalam negeri sendiri tidak kalah penting dimana CPO banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan minyak goreng. Konsumsi minyak goreng untuk Indonesia sendiri terus mengalami peningkatan, konsumsi per kapita sebesar16.5 kg per orang dan khusus untuk minyak goreng sawit sebesar 12.7 kg per orang. Tahun
20 2005 konsumsi minyak goreng Indonesia 6 juta ton dan 83.3 persen dari jumlah tersebut untuk penggunaan minyak goreng sawit. Tahun 2008 total konsumsi CPO untuk keperluan pembuatan minyak goreng dalam negeri setara dengan 24.9 persen dari produksi CPO nasional. Permintaan baik di dalam negeri maupun luar negeri itu merupakan peluang bagi Indonesia dalam melakukan pengembangan untuk peningkatan produksi CPO ke depannya. Sebagai salah satu penghasil CPO terbesar di dunia, Indonesia seharusnya memiliki kemampuan untuk mengontrol pergerakan CPO baik dalam hal jumlah ataupun harganya. Kenyataannya Indonesia belum mampu mengatasi berflutuasinya harga CPO dari waktu ke waktu. Adapun fluktuasi harga terjadi akibat berbagai faktor seperti cuaca, kondisi ekonomi dan politik suatu negara, distribusi, faktor permintaan dan penawaran. Liberalisasi dan globalisasi juga membuat harga akan lebih fluktuatif sehingga informasi harga yang cepat dan akurat merupakan suatu keharusan dan hal ini belum dapat diakses sepenuhnya oleh pelaku pasar di Indonesia (Syafii, 2002). Akibat kegiatan pemasaran yang dilakukan pelaku pasar dalam hal ini produsen akan memberikan nilai tambah pada produk. Salah satu dari fungsi pemasaran yang dilakukannya adalah menambah nilai kegunaan waktu produk. Seorang produsen CPO harus mampu memperkirakan dan menganalisis berapa jumlah produk yang dibutuhkan oleh konsumen. Produsen akan mendapatkan peningkatan nilai tambah produk jika mampu memanfaatkan nilai kegunaan waktu. Artinya produsen harus mampu menyediakan produk yang diinginkan konsumen berbeda waktunya dengan saat panen. Terdapat dua jenis resiko terkait kegunaan waktu yaitu terdapat resiko kerusakan produk dan resiko penurunan
21 nilai. Resiko kerusakan produk antara lain adanya bencana alam atau kegagalan panen. Resiko penurunan nilai contohnya turunnya kualitas karena proses penyimpanan atau transportasi dan karena adanya perubahan harga yang tiba-tiba. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi terjadinya fluktuasi harga tersebut adalah sistem pasar berjangka komoditi. Transaksi yang terjadi pada pasar berjangka akan memberikan kejelasan berapa volume yang harus dihasilkan oleh produsen sehingga memberikan gambaran jumlah faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan sejumlah produk yang diinginkan pasar. Pengetahuan produsen tentang kepastian jumlah produk yang harus dihasilkan akan membantu untuk meminimalkan resiko rendahnya harga karena kelebihan penawaran. Pelaku pasar di Rotterdam yang merupakan pasar bagi CPO dunia sudah lazim menggunakan pasar berjangka untuk memperjualbelikan komoditinya. Di Indonesia sebenarnya sudah terdapat wadah untuk melakukan praktek forward dengan dibentuknya Pasar Berjangka Komoditi dengan diterbitkannya Undang- Undang nomor 32 tahun 1997 sebagai landasan hukum untuk perdagangan berjangka komoditi tetapi bursa berjangka ini tidak memperdagangkan CPO. Satu-satunya pelaksanaan transaksi CPO di Indonesia dilakukan dengan penyerahan barang langsung (fisik) atau disebut juga dengan transaksi secara spot. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengukur dan menganalisis seberapa erat keterkaitan pembentukan harga CPO antara pasar domestik Indonesia yang dilaksanakan dengan proses spot sebagai satu-satunya cara transaksi yang dilakukan di Indonesia, dengan pasar dunia di Rotterdam yang dilaksanakan dengan transaksi forward. Selain dua variabel harga di Indonesia dan Rotterdam,
22 penelitian ini dalam menganalisis proses pembentukan harga CPO juga mempertimbangkan pengaruh dari harga domestik Malaysia yang merupakan pesaing Indonesia baik dalam hal produksi maupun pangsa ekspor. Selain itu penelitian ini mempertimbangkan harga komoditi lain yang mempengaruhi harga CPO yaitu harga minyak kedelai serta melibatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar karena perbedaan mata uang antara transaksi yang dilakukan di Indonesia dan di Rotterdam. 1.2. Rumusan Masalah Kelapa sawit memiliki peranan penting dalam perekonomian negara. Tahun 2007 perkebunan kelapa sawit mampu menyerap tenaga kerja langsung sebesar 3.3 juta kepala keluarga dan pengembangan kelapa sawit juga mendorong pengembangan wilayah. Perkebunan kelapa sawit memiliki makna strategis bagi perluasan lapangan kerja dan kesejahteraan petani dimana kebun seluas 10 000 hektar dapat menyerap tenaga kerja sekitar 3 000 orang. Sementara untuk investasi yang sama pembangunan pabrik pengolah (produk turunan) membutuhkan tenaga kerja sebanyak 140 orang (Buana, 2004). Komoditi CPO seperti umumnya produk pertanian lainnya memiliki beberapa permasalahan terkait dengan pemasarannya salah satunya adalah harga yang berfluktuasi dari waktu ke waktu. Perubahan harga yang selalu berfluktuasi membuat pelaku pasar dalam hal ini produsen tidak dapat memprediksi apakah nantinya akan menerima harga yang tinggi atau merugi karena harga jatuh di pasaran. Harga yang terjadi, akan mempengaruhi keputusan-keputusan yang diambil sekarang. Meninjau dari sisi pembeli atau konsumen terdapat resiko
23 akibat harga yang berfluktuasi antara lain berhentinya produksi akibat tidak tersedianya bahan baku atau harga bahan baku yang terlalu tinggi. Stok yang berlebihan akan menyebabkan kerugian dari segi biaya gudang dan adanya resiko kerusakan dan penurunan kualitas barang. Potensi kerugian yang ditimbulkan oleh fluktuasi harga itu membutuhkan suatu penanganan khusus agar dapat diminimalisir. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dalam bentuk ketersediaan informasi yang mampu memprediksi mengenai penawaran dan permintaan di masa yang akan datang yang dapat diakses tanpa hambatan, sehingga harga komoditi dimasa yang akan datang dapat diramalkan dan pelaku kegiatan agribisnis dapat merencanakan pengembangan usahanya ke depan. Selain itu resiko fluktuasi harga dapat dialihkan pada pihak-pihak yang memang bersedia dan mengambil keuntungan dari harga yang terjadi dalam hal ini ditanggung oleh spekulan. Berdasarkan kepentingan negara Indonesia sendiri, manajemen harga komoditi pertanian untuk mengendalikan dan mengatasi fluktuasi harga juga harus mendapatkan perhatian yang serius oleh negara. Hal ini penting untuk dilakukan karena akan sangat berpengaruh pada perekonomian. Pada negara berkembang CPO adalah salah satu penyumbang devisa terbanyak sehingga dengan adanya fluktuasi harga akan mempengaruhi penerimaan fiskal, pengeluaran dan pada akhirnya akan mempengaruhi ekonomi. Kondisi pasar CPO yang khas menyebabkan berkembangnya suatu sarana manajemen resiko yang disebut dengan bursa berjangka (forward). Manfaat dengan adanya bursa berjangka adalah tempat pembentukan harga dengan mekanisme perdagangan yang wajar dan transparan. Pasar berjangka ini memiliki
24 manfaat sebagai lindung nilai (hedging) dan sebagai investasi. Informasiinformasi mengenai historis harga dan informasi lainnya disajikan secara transparan dan dapat diakses oleh siapa saja sehingga pelaku pasar dapat memprediksikan harga di masa yang akan datang dengan akurat. Melalui bursa berjangka pelaku pasar dapat terhindarkan dari asymmetry information (Syafii, 2002). Sekarang ini terdapat dua cara yang umum dilakukan dalam pemasaran CPO antara lain dengan pelaksanaan secara spot biasa dilakukan untuk transaksi lokal (domestik) baik itu di Indonesia dan Malaysia serta pelaksanaan transaksi secara forward. Adapun transaksi yang dilakukan di Rotterdam secara umum banyak dilakukan dengan transaksi secara forward. Pelaksanaan pemasaran CPO dengan cara spot di Indonesia (lokal), Malaysia dan forward di Rotterdam (internasional) ini apabila dilihat sepintas sepertinya berdiri sendiri-sendiri, namun apabila dilihat lebih lanjut antara ketiganya memiliki keterkaitan dalam penentuan harga pada masing-masing pasar. Secara empiris harga yang terbentuk di pasar forward Rotterdam dan yang terbentuk di Malaysia digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi penjual dan pembeli CPO untuk memberikan penawaran harga di pasar spot Indonesia. Berdasarkan informasi tersebut barulah kemudian harga di pasar Indonesia terbentuk. Begitu pula sebaliknya pembentukan harga di pasar forward bukan hanya ditentukan oleh pelaku pasar yang langsung terlibat di pasar Rotterdam saja namun juga mempertimbangkan harga di negara produsen. Bila dijelaskan lebih lanjut harga transaksi forward ditentukan oleh pelaku pasar, masing-masingnya sudah mendapatkan informasi yang jelas mengenai harga di
25 pasar spot. Pembentukan harga di pasar forward terjadi karena adanya informasi terkini mengenai jumlah pasokan dan permintaan di saat ini (spot) untuk kemudian diprediksikan di saat yang akan datang (forward). Pembentukan harga di pasar spot juga tergantung pada informasi tentang permintaan yang telah terbentuk pada sistem forward. Apabila pada saat ini permintaan yang dilakukan sebelumnya (saat forward) meningkat maka harga saat ini (spot) juga akan meningkat. Pelaksanaan mekanisme hedging pada pasar berjangka adalah para pelaku selalu melakukan dua transaksi sekaligus. Pelaksanaannya dapat dilakukan pada pasar pertama menggunakan transaksi spot dan menjual produk di pasar kedua dengan menggunakan transaksi forward atau sebaliknya. Imbas dari pengambilan keputusan dengan cara ini adalah kerugian yang mungkin timbul akibat fluktuasi harga di pasar spot akan tertutupi dengan keuntungan akibat harga yang lebih stabil di transaksi forward dan sebaliknya. Menurut Buana (2004), dalam menetapkan harga CPO ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan harga. Dari sisi penawaran faktor yang berpengaruh yaitu: (1) produksi CPO yang ditawarkan dimana faktor ini dipengaruhi lagi oleh luas areal tanam, penggunaan peralatan tanam (planting material) serta iklim dari daerah kebun kelapa sawit itu sendiri, dan (2) produksi subtitusi dari CPO (seed oil) yang dipengaruhi oleh iklim dan harga sebelumnya. Pada pasar dunia, CPO bersaing dengan minyak nabati lainnya terutama minyak kedelai dan minyak biji lobak sehingga perubahan pada produksi maupun permintaan pada salah satu minyak akan mempengaruhi harga minyak lainnya.
26 Harga CPO dilihat dari sisi permintaan dipengaruhi oleh dua kelompok yaitu untuk keperluan minyak makan (oleopangan) dan nonpangan (oleokimia). Permintaan untuk pangan ditentukan oleh populasi dan konsumsi per kapita. Semakin banyak populasi penduduk maka akan makin banyak permintaan CPO untuk kebutuhan pangan. Konsumsi per kapita ditentukan oleh daya beli, makin makmur suatu negara makin tinggi konsumsi per kapitanya. Lebih lanjut Buana menunjukkan bahwa maksimum konsumsi per kapita berbeda dari satu etnik ke etnik lainnya dengan rasio minyak nabati-minyak hewani yang berbeda pula. Masalah kesehatan juga merangsang pengurangan konsumsi lemak hewani dan menggantikannya dengan minyak nabati. Permintaan untuk nonpangan dipengaruhi oleh isu lingkungan, energi dan teknologi. Jepang misalnya, dalam waktu dekat akan mengharuskan penggunaan energi yang terbarui. Salah satu sumber yang potensial adalah biodiesel yang dapat berasal dari minyak sawit maupun minyak nabati lainnya. Apabila hal tersebut diberlakukan, maka permintaan minyak sawit diperkirakan akan meningkat tajam yang akan membentuk keseimbangan harga yang baru. Trend harga CPO dari masing-masing pasar di spot Indonesia, Malaysia dan forward Rotterdam dapat dilihat pada Gambar 1 yang memperlihatkan pergerakan harga di pasar spot Indonesia, Malaysia dan pasar forward Rotterdam. Secara visual harga yang terjadi di ketiga pasar memiliki pergerakan yang hampir sama. Berdasarkan bentuk grafik maka terdapat kecenderungan kenaikan harga dari waktu ke waktu. Terutama kenaikan yang meningkat cepat adalah dimulai dari awal tahun 2006 hingga awal 2008 dan kemudian setelah kenaikan yang cepat diikuti pula dengan penurunan yang tajam hingga diakhir 2008.
27 Sumber: Badan Pengawas Perdagangan Pasar Berjangka (Bappepti), Tahun 2000 2008 (diolah) Gambar 1. Harga Bulanan CPO di Pasar Spot Indonesia, Malaysia dan di Pasar Forward Rotterdam Kenaikan yang meningkat drastis di awal 2006 terjadi karena mengikuti pergerakan kenaikan harga minyak bumi dunia yang disebabkan karena negaranegara penghasil minyak bumi membatasi produksi minyak mereka sedangkan permintaan dunia naik karena negara-negara di utara menghadapi musim dingin. Akibat minyak bumi yang meningkat maka orang mulai mencari alternatif untuk menggantikan fungsinya antara lain dengan menjadikan CPO sebagai sumber dari biofuel sehingga harga CPO menjadi meningkat. Selain itu dalam pengolahannya maka CPO membutuhkan minyak bumi sebagai bahan bakar untuk beroperasi,
28 sehingga seiring dengan kenaikan minyak bumi maka biaya untuk memproduksi CPO juga meningkat. Peningkatan harga CPO mencapai puncaknya pada awal 2008 yang kemudian diikuti dengan penurunan harga CPO secara tajam. Hal ini merupakan imbas dari krisis di Amerika yang kemudian merambat menjadi krisis global sehingga perekonomian dunia menjadi lesu. Tak terkecuali untuk komoditi CPO baik internasional (Rotterdam dan Malaysia) maupun di dalam negeri. Berdasarkan penjelasan akan pergerakan harga yang terjadi di ketiga pasar CPO tersebut maka timbul pertanyaan penelitian yaitu : 1. Bagaimana pergerakan harga CPO di masing-masing pasar spot Indonesia, Malaysia dan pasar forward Rotterdam serta hubungan integrasi antarpasar? 2. Bagaimana implikasinya terhadap kebijakan CPO di Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk: 1. Menganalisis integrasi pasar di Indonesia, Malaysia dan Kota Rotterdam. 2. Merumuskan implikasi kebijakan Pembentukan Harga CPO di Indonesia. 1.4. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang dilakukan meliputi keterpaduan harga yang terjadi antara transaksi yang dilakukan dengan spot di Indonesia dan Malaysia serta yang dilakukan dengan forward di Rotterdam. Komoditi yang menjadi objek penelitian adalah komoditi CPO yang merupakan komoditi ekspor Indonesia.
29 1.5. Keterbatasan Penelitian 1. Data harga CPO domestik adalah harga CPO di pasar spot Medan dan didapatkan dari data yang dikumpulkan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) begitu pula dengan data harga CPO di Rotterdam adalah merupakan harga yang terbentuk di pasar forward yang dikumpulkan oleh Bappepti. 2. Harga CPO domestik Malaysia diasumsikan adalah harga yang terbentuk melalui transaksi spot. Data harga domestik Malaysia ini didapatkan dari International Financial Statistics yang dikeluarkan oleh IMF. 3. Penelitian ini tidak mengkaji pengaruh faktor-faktor nonharga terhadap integrasi antarpasar CPO.