Upaya masyarakat Melayu Jembrana menjaga budayanya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

2015 PERKEMBANGAN KESENIAN BRAI DI KOTA CIREBON TAHUN

BAB IV KESIMPULAN. merupakan suatu bentuk penghormatan kepada nenek moyang masyarakat Suku

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. peranan pariwisata dalam pembangunan ekonomi di berbagai negarad, pariwisata

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Hal ini sudah mulai terlihat dari alunan musikalnya yang unik, dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat khususnya anak muda pada jaman sekarang, mereka cenderung lebih

BAB I PENDAHULUAN 1.1"Latar Belakang

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai bentuk permainan pada manusia yang terus berkembang, pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Akar tradisi melekat di kehidupan masyarakat sangat

BAB I PENDAHULUAN. tinggal di daerah tertentu, misalnya bahasa Bugis, Gorontalo, Jawa, Kaili (Pateda

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. sektor perdagangan, sektor perekonomian, dan sektor transportasi. Dari segi. transportasi, sebelum ditemukannya mesin, manusia

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PESTA KESENIAN BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN. secara bertahap dimulai dari swadaya, boyongan, dan dibawa ketika terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan. proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beraneka ragam suku budaya dan kebudayaan sangat erat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam. usia produktif sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan daerah,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015

BAB I PENDAHULUAN I.1. Pengertian Judul Penataan dan Pengembangan Wisata Kampung Rebana di Tanubayan, Bintoro, Demak. I.1.1.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki ragam budaya yang berbeda satu sama lain. Keragaman budaya ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang bersifat terpusat (sentralistik) berubah menjadi desentralisasi melalui

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Fendra Pratama, 2014 Perkembangan Musik Campak Darat Dari Masa Ke Masa Di Kota Tanjung Pandan Belitung

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udkhiyah, 2013

Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kearifan. Tradisi Mesatua di Bali lambat laun semakin tergerus dengan roda

17. URUSAN WAJIB KEBUDAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. Cina merupakan salah satu Negara yang memiliki beragam budaya yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. memelihara nilai-nilai budaya yang diperolehnya dari para karuhun mereka.

BAB I PENDAHULUAN. menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Salah satu

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH. A. Terjadinya Konflik Jalan Lingkungan Di Kelurahan Sukapada

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nova Silvia, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan kepariwisataan

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 70.B TAHUN 2015 TENTANG

GEDUNG WAYANG ORANG DI SOLO

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sumber buku karangan Nirwabda Wow Building, 2014 : 88 2 Ibid : 88

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. cara hidup sehari-hari masyarakat. Kesenian tradisional biasanya bersumber pada

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara Berkembang yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. bersifat unik, karena pariwisata bersifat multidimensi baik fisik, sosial,

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membuat tradisi sering kali tercabut dari akar budayanya,sehingga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH

ZIKIR & DO A LEBARAN TOPAT 2015

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA IMLEK 2559 DAN CAP GO MEH 2008 Hari/Tanggal : Kamis, 21 Pebruari 2008 Pukul : 09.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia ini penuh dengan adat istiadat yang sangat beraneka ragam, terutama di

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. Pelayanan terhadap wisatawan yang berkunjung (Homestay/Resort Wisata), dengan kriteria desain : a) Lokasi Homestay pada umumnya terpisah dari

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuyun Yuniati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat baik bila industri ini dapat dikelola dan dikembangkan secara

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman budaya tersebut mempunyai ciri khas yang berbeda-beda sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Suzanne K. Langer (1998:2) menyatakan bahwa Kesenian adalah

BAB I PENDAHULUAN. Konsep diri merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra,

Transkripsi:

Artikel Upaya masyarakat Melayu Jembrana menjaga budayanya Rabu, 19 September 2018 00:48 WIB Ilustrasi - Budaya Gotong Royong Warga bergotong-royong membangun rumah panggung di Desa Pattotongan, Kecamatan Mandai, Maros, Sulawesi Selatan. (ANTARA FOTO/Sahrul Manda Tikupadang) Sangat bisa peziarah yang datang diarahkan menginap di rumah panggung. Sistemnya digilir di masing-masing warga. Negara, Bali (ANTARA News) - Melestarikan budaya jadi pilihan masyarakat Melayu Kampung Loloan, Kabupaten Jembrana, Bali sebagai salah satu upaya membentengi generasi muda dari sisi negatif gelombang zaman. Di sisi lain, budaya Kampung Loloan juga memiliki keunikan dari bahasa, arsitektur bangunan hingga prilaku sehari-hari masyarakat dengan unsur melayu yang kental. "Perilaku keseharian masyarakat Loloan adalah budaya yang juga merupakan bagian dari kebudayaan Bali, meskipun nuansa kami lebih dominan unsur melayunya. Justru ini yang membuat keunikan di Kabupaten Jembrana," kata H. Musadat Johar, budayawan sekaligus sesepuh Kampung Loloan, Selasa. Ia mengatakan, keunikan budaya loloan dengan bahasa, rumah panggung, tradisi serta seni Melayunya banyak membawa berbagai kalangan untuk berkunjung ke kampung ini, termasuk dari akademisi yang melakukan penelitian. Terletak tidak jauh dari jantung Kota Negara sebagai ibukota Kabupaten Jembrana, Kampung Loloan yang terbagi menjadi dua kelurahan yaitu Loloan Timur dan Loloan Barat. 1

Masyarakat Loloan khawatir dengan kelestarian budayanya yang beberapa di antaranya terancam punah. Ia mencontohkan rumah panggung, yang merupakan warisan leluhur berikut dengan nilai-nilai filosofi arsitekturnya, saat ini tinggal puluhan unit yang ia prediksi jika tidak dilindungi akan segera punah. "Penyebabnya, kecenderungan beberapa generasi belakangan yang memilih membangun rumah dengan arsitektur modern, selain itu rumah panggung sering dijual saat terjadi pembagian warisan," katanya. Ironisnya, pembeli rumah panggung dengan harga jual yang tidak seberapa dibandingkan nilai budayanya justru orang-orang jauh yang menangkap keunikan rumah tersebut. Tidak heran, dengan hanya bermodalkan dana Rp60 juta sampai Rp70 juta, pemilik atau pengelola villa maupun tempat penginapan sudah bisa memboyong rumah panggung, yang beberapa di antaranya sudah berusia ratusan tahun. Banyak lagi tradisi atau budaya Loloan yang pudar atau bahkan punah. Namun, ciri khas kampung ini setelah bahasa memang rumah panggung. Kalau tidak ada rumah panggung, Loloan akan kehilangan identitas budaya terbesarnya. Untuk mempertahankan rumah panggung dengan bahan-bahan utamanya dari kayu, dibutuhkan gerakan yang masif serta kesadaran kolektif dari masyarakat Loloan, karena jumlah rumah tersebut saat ini sudah pada titik kritis. Harapan ada pada Gerakan Pemuda Loloan, yang beberapa tahun belakangan sangat aktif melakukan berbagai kegiatan termasuk budaya dengan melibatkan masyarakat. "Kami juga gelisah dengan kondisi fisik budaya Loloan, seperti rumah panggung, yang sekarang sudah semakin langka," kata Mustaidin, salah seorang tokoh Gerakan Pemuda Loloan. Apa yang terjadi terhadap budaya Loloan saat ini, membutuhkan proses kebersamaan dengan sesering mungkin membuat kegiatan budaya asli kampung ini. Diantaranya, secara rutin menggelar berbagai kegiatan seperti lomba mainan tradisional, mengajak masyarakat sejenak membangun suasana kampung tempo dulu dan lain-lain yang dicita-citakan akan tumbuh menjadi parade budaya Loloan. Ada momentum-momentum hari-hari besar seperti tahun baru Islam, yang dimanfaatkan untuk mengajak dan mengingatkan masyarakat Kampung Loloan terhadap peninggalan budaya, tradisi dan seni dari nenek moyang, atau istilah lokalnya, dari nenek dan datuk. 2

Salah satu kegiatan budaya yang sudah rutin dilakukan setiap tahun adalah parade mainan tradisional mobil-mobilan berbahan dasar utama bambu yang penyelenggaraan tahun ini sudah memasuki yang ke empat. Ia mengakui, sekilas parade mainan tradisional ini merupakan hal yang sepele, namun sebenarnya cukup efektif untuk menumbuhkan pengetahuan serta minat dari generasi yang saat ini masih bocah untuk mencintai tradisi lokal. Sasarannya, tidak hanya pemuda, tetapi juga generasi berikut. Dengan parade atau lomba mainan tradisional, akan menumbuhkan mental budaya yang tidak hanya didominasi kultur modern tapi juga tradisional yang bersanding selaras. Pada tahun ini, parade mainan tradisional oleh panitia dikombinasikan dengan budaya Loloan dengan keberadaan sepasang remaja putra dan putri yang mengenakan pakaian adat Kampung Loloan, dengan iringan belasan orang membawa obor. Tidak hanya kegiatan fisik, geliat budaya Loloan juga mulai dibangun dengan rembug budaya yang mengundang sejumlah budayawan untuk merumuskan strategi melestarikan budaya kampung ini, yang disepakati sebagai salah satu kekayaan budaya Kabupaten Jembrana. Masyarakat umum juga diajak, salah satunya dengan membangun suasana Loloan tempo dulu. Konsepnya, selama beberapa jam masyarakat diajak mematikan listrik, serta melakukan kegiatan seperti zaman dulu yang diikuti anak-anak, remaja sampai orang tua. Karena baru, ajakan kembali ke suasana Loloan tempo dulu akan mengambil wilayah terbatas di salah satu kampung di Kelurahan Loloan Timur pada tanggal 20 September mulai pukul 19.00 wita hingga 23.00 wita. Agar tercipta suasana seperti jaman dulu, selain ketiadaan listrik, seluruh masyarakat termasuk pengguna jalan yang akan melintasi kampung dilarang mengendarai kendaraan bermotor, tetapi hanya boleh berjalan kaki atau naik sepeda dayung dan dokar. Rumah-rumah akan diterangi dengan penerangan tradisional, termasuk ketika masyarakat berjalan-jalan atau berkunjung ke tetangganya. Jika aktivitas budaya ini dilakukan secara rutin, generasi muda akan memberikan sumbangan besar terhadap pelestarian budaya Loloan. 3

Gerakan untuk melestarikan budaya Loloan yang mulai masif dilakukan generasi muda ini, mendapatkan apresiasi yang positif dari DS. Putra, salah seorang budayawan Kabupaten Jembrana yang pernah diundang dalam rembug budaya Loloan. Ia mengatakan, keinginan untuk mengembalikan lambang, simbol yang bermuara pada kesejatian budaya melayu Loloan sudah selayaknya mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan, khususnya masyarakat Loloan. Masyarakat Loloan sebagai komunitas harus sepakat secara kolektif untuk mengembalikan lambang, simbol dan budaya yang memang unik di kampung tersebut. Dia juga mengingatkan, semua pihak yang terlibat dalam pembangunan budaya ini agar jangan hanya terpaku pada pelestarian, tapi juga pengembangan dan penggalian. Pengembangan terhadap budaya harus dilakukan lewat asimilasi zaman yang disaring agar selaras dengan budaya lokal itu sendiri, serta penggalian terhadap spirit atau semangat dari budaya dan tradisi yang dulu dilahirkan para leluhur. Setiap budaya apalagi tempo dulu pasti membawa makna, spirit atau maksud dari yang membangun budaya tersebut. Spirit itulah yang juga harus digali generasi saat ini, dan dilanjutkan menjadi sikap mental bersama. "Budaya tidak hanya pandangan fisik, tapi budaya menyangkut sesuatu yang lebih dalam lagi yaitu mental prilaku," katanya. Dengan menempatkan pengembangan dan penggalian bersama dengan pelestarian, apa yang dilakukan generasi muda Kampung Loloan sekarang akan lebih utuh sehingga menangguk hasil yang maksimal. Budaya Loloan yang selama ini didominasi bahasa lisan akan diperkaya dengan budaya literatur, karena keberadaan literatur bisa bertahan ratusan tahun Ia mencontohkan, saat bahasa, arsitektur bangunan serta budaya lainnya tertuang dalam bentuk literatur tulis, maka itu akan menjadi warisan pengetahuan bagi generasi-generasi selanjutnya. Bangkitnya budaya Loloan ini juga harus membuat masyarakat waspada karena sangat mungkin akan mengundang eksploitasi dari tangan-tangan luar, yang ujung-ujungnya akan menempatkan masyarakat Loloan sebagai objek tanpa ikut menikmati hasilnya. Ia mengatakan, sudah jamak pada saat ini daerah-daerah atau kawasan dengan budaya yang unik menjadi magnet bagi kunjungan wisatawan, tetapi juga membawa dampak 4

ikutan komersilisasi dari konglomerasi pariwisata. Masyarakat Loloan harus waspada terhadap hal tersebut. Memang peningkatan kunjungan pariwisata akan membawa dampak kesejahteraan bagi masyarakat sekitar, tapi yang harus dijaga adalah dampak kesejahteraan terbesar harus bagi masyarakat setempat. Jangan sampai masyarakat lokal hanya menjadi penonton, padahal mereka sebagai objek kunjungan wisata. Kampung Loloan dalam tradisi tutur maupun literatur yang jumlahnya sangat terbatas, diakui sebagai bagian tidak terpisahkan dari Kabupaten Jembrana. Masyarakat berkultur melayu yang mendiami pinggiran Sungai Ijogading yang membelah Kota Negara ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Berasal dari daerah-daerah berbudaya Melayu seperti Kalimantan, sejak nenek moyang masyarakat Kampung Loloan sudah bahu membahu dengan masyarakat lainnya untuk kepentingan Jembrana. Pada masa peperangan antar kerajaan hingga penjajahan Belanda dan Jepang, datuk-datuk bahkan nenek generasi Kampung Loloan saat ini selalu ikut serta, bahu membahu mempertahankan kerajaan atau tanah Jembrana. Bahkan sejumlah literatur serta dari tutur lisan turun temurun, wilayah yang sekarang menjadi Kampung Loloan merupakan hadiah dari raja saat itu, karena jasa mereka dalam membantu mempertahankan wilayah kerajaan dari serangan kerajaan lainnya. Dari perjalanan panjang Kampung Loloan, seperti yang dikatakan DS. Putra, harus terus disampaikan kepada generasi-generasi selanjutnya bahwa para leluhur mereka merupakan bagian dari masyarakat Kabupaten Jembrana. Dengan pemahaman seperti itu, meskipun berbeda budaya dan kultur tidak akan mengundang ketegangan dengan budaya dan kultur Bali di luar Loloan. "Generasi muda Loloan saat ini harus memahami, sejak awal leluhur mereka sudah memahami keberagaman yang ada di Bali, serta dengan cerdas menyerap dan menyikapinya hingga melahirkan Kampung Loloan seperti yang ada saat ini," katanya. Dampak Pariwisata Gerak budaya yang melahirkan dampak pariwisata, dalam beberapa kesempatan disampaikan Mustaidin serta pemuda Loloan lainnya merupakan salah satu titik yang akan mereka tuju. 5

Mereka menyadari, salah satu yang membuat warga dengan mudah menjual rumah panggungnya karena faktor ekonomi. "Masyarakat masih tergiur dengan harga yang ditawarkan pembeli, padahal jika dikelola dari sisi pariwisata, rumah panggung bisa memberikan pendapatan ekonomi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan menjualnya," kata Mustaidin. Dengan menjadikan rumah panggung sebagai objek wisata, menurutnya, akan menurunkan minat masyarakat untuk menjualnya, bahkan bisa memancing yang lain untuk membangun rumah dengan arsitektur peninggalan nenek moyang tersebut. Secara alamiah, Kampung Loloan sebenarnya sudah memiliki modal sebagai kampung wisata lewat kunjungan peziarah religi di wilayah ini. Setiap hari, khususnya di Kelurahan Loloan Barat, sejumlah bus besar terparkir membawa peziarah dari berbagai wilayah Indonesia. Sayangnya, keberadaan peziarah yang rutin datang ini belum dikelola dengan maksimal dengan manajemen pariwisata modern. "Masyarakat bisa menggiring para peziarah ini untuk menginap di rumah panggung. Tonjolkan suasana tradisional Loloan, termasuk kuliner yang disuguhkan kepada mereka," kata Kepala Bidang Pariwisata, Dinas Pariwisata Dan Budaya Jembrana Nyoman Wenten. Dia mengatakan, Pemkab Jembrana siap memberikan pendampingan, pembinaan dan pelatihan kepada masyarakat setempat untuk mengelola pariwisata dengan basis budaya dengan manajemen modern. Untuk memudahkan pemerintah memberikan bantuan, termasuk dari sisi fasilitas, ia meminta masyarakat membentuk kelompok masyarakat sadar wisata, seperti yang sudah dilakukan di Kabupaten Jembrana. "Kami juga menangkap potensi yang besar sektor pariwisata Kampung Loloan. Kami juga sudah berkomunikasi dengan Gerakan Pemuda Loloan, yang semoga bisa mengarah ke pembentukan kelompok masyarakat sadar wisata," katanya. Menurut dia, dengan mengarahkan peziarah dari sisi pariwisata, tidak hanya akan membawa keuntungan bagi masyarakat setempat, tapi juga Kabupaten Jembrana karena daerah ini juga memiliki tujuan wisata lainnya. "Sehingga orang yang datang ke Loloan tidak hanya berziarah terus pergi, tapi juga 6

mengunjungi objek wisata lainnya. Banyak objek wisata yang kami miliki di sepanjang jalan Denpasar-Gilimanuk," katanya. Arah untuk membentuk kelompok wisata ini juga pernah diungkapkan Mustaidin, H. Musadat Johar serta beberapa warga Loloan lainnya, namun mereka masih menunggu saat yang tepat yaitu ketika kesadaran mulai tumbuh di kalangan masyarakat Loloan untuk menjaga budaya yang bersifat fisik maupun prilaku, agar pengelolaan dari sisi pariwisata tidak justru memunculkan konflik dan kecemburuan. "Sangat bisa peziarah yang datang diarahkan menginap di rumah panggung. Sistemnya digilir di masing-masing warga, tapi ini masih perlu pendekatan lebih lanjut kepada masyarakat yang masih memiliki rumah panggung, termasuk kepada biro jasa perjalanan yang membawa peziarah kesini," katanya.* Baca juga: Rumah panggung Melayu Bali terancam punah Pewarta: Gembong Ismadi Editor: Erafzon Saptiyulda AS 7