V. ANALISIS SISTEM A. ANALISIS SITUASIONAL

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISA SISTEM. Analisa Situasional

VII. IMPLEMENTASI MODEL

IV. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN B. PENDEKATAN SISTEM

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

4. ANALISIS SITUASIONAL

1.I. Latar Belakang lkan tuna sebagai salah satu sumber bahan baku bagi perekonomian

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara.

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

I. PENDAHULUAN. Saat ini perikanan tangkap di Indonesia telah mengalami gejala padat tangkap

BAB I PENDAHULUAN. pantai mencapai km dengan luas wilayah laut sebesar 7,7 juta km 2

BAB IV ANALISA SISTEM

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan upaya

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

PENDAHULUAN. 7% dari total UMKM berhasil meningkatkan statusnya, baik dari mikro menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyentuh kalangan bawah (grass rooth). Semula harapan ini hanya

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Udang merupakan salah satu komoditas primadona di sub sektor perikanan yang

I. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

Komoditas Penentu Kinerja Ekspor Perikanan Indonesia

Pi sang termasuk komoditas hortikultura yang penting dan sudah sejak. lama menjadi mata dagangan yang memliki reputasi internasional.

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 5 PENUTUP Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark

BABl PENDAHULUAN. Lembaga keuangan syariah lahir sebagai akibat adanya rasa

I. PENDAHULUAN. Udang windu (Penaeus monodon, Fabr.) merupakan salah satu. makanan sumber protein hewani yang banyak digemari masyarakat baik

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional karena. pembangunan ekonomi diharapkan dapat menjadi motor penggerak

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat mendukung untuk pengembangan usaha perikanan baik perikanan

PROSIDING ISSN: E-ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bank Islam merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai

Pe n g e m b a n g a n

BAB V PEMBAHASAN. A. Kebijakan Harga Jual Pembiayaan Murabahah di BMT Istiqomah Unit

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dilihat dari

III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran

Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

Ekspor udang dalam beberapa tahun terakhir ini semakin memantapkan posisinya sebagai penghasil devisa andalan.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

I. PENDAHULUAN. Pakan ikan merupakan salah satu faktor terpenting dalam suatu usaha budidaya

II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di subsektor perikanan mempunyai peranan yang penting bagi kelangsungan pembangunan secara keseluruhan,

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat

V. ANALISA SISTEM. 5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya

BUSINESS PLAN RUMAH PRODUKSI RAJUNGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

KELAPA SAWIT DI PULAU SUMATERA

PENDAHULUAN Latar Belakang

6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

BAB I PENDAHULUAN. bagi hasil. Balas jasa atas modal diperhitungkan berdasarkan keuntungan atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

nilai ekonomis cukup tinggi dalam dunia perdagangan (Ruaw, 2011). Kelapa merupakan komoditi strategis karena perannya yang besar sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

Transkripsi:

V. ANALISIS SISTEM Metodologi sistem didasari oleh tiga pola pikir dasar keilmuan tentang sistem, yaitu : (1) sibernetik, atau berorientasi pada tujuan, dimana pendekatan sistem merupakan pendekatan yang dimulai dengan penetapan tujuan melalui analisa kebutuhan, (2) holistik, yaitu cara pandang yang utuh terhadap keseluruhan sistem, dan (3) efektif, yaitu mendahulukan hasil guna yang operasional baru dipikirkan efisiensi keputusan. Berdasarkan pemikiran ini metodologi sistem bertujuan untuk mendapatkan gugus alternatif sistem yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi dan diseleksi (Eriyatno, 1996). Metodologi ini terdiri dari dua tahapan, yaitu tahapan analisa (analisa sistem) dan tahapan sintesa (rekayasa sistem) atau pemodelan sistem. Analisa sistem dimulai dengan analisa kebutuhan, yaitu kebutuhan yang hendak dipenuhi dengan pembentukan sistem. Analisa kebutuhan dapat merupakan hasil survey, observasi lapang, dan lainnya. Dari hasil kebutuhan para pelaku dalam sistem, akan dapat diformulasikan permasalahan-permasalahan dalam sistem untuk mencapai tujuan. Setelah tahap analisa kebutuhan maka dilakukan identifikasi sistem, yaitu dengan mencari mata rantai hubungan antara kebutuhan dengan masalah yang harus dipecahkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, identifikasi ini digambarkan dalam diagram lingkar sebab akibat (causal loops) dan diagram inputoutput dari berbagai komponen yang dianggap mempengaruhi tujuan sistem. A. ANALISIS SITUASIONAL Sebagaimana telah dibahas di pendahuluan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor udang terbesar di dunia yaitu sebanyak 115.402 ton atau 9.50%, menduduki urutan ketiga setelah Thailand sebanyak 190.204 ton atau 15.65% di posisi pertama, dan Ekuador yang mencapai 123.702 ton atau 10.18% di posisi kedua (Buletin em es Edisi 2010). Ekspor udang beku Indonesia ditujukan ke negara Amerika Serikat 72.612 ton, Jepang 33.679 ton, Belgia 6.685 ton, Cina 4.067 ton, Italia 1.199, dan Hongkong 1.181 ton. Berdasarkan data statistik diperoleh bahwa total produksi udang di Indonesia tahun 2008 adalah sekitar 633.900 ton. Terdiri dari hasil udang budidaya 360.099 ton dan dari hasil udang tangkapan 273.081 ton (UN Comtrade, 2009). 28

Pasar Udang Uni Eropa (UE) juga merupakan pasar yang potensial, sebab 70% dari seluruh kebutuhan udang konsumsi masayarakatnya berasal dari mancanegara. Setiap tahun UE mendatangkan udang dengan total nilai impor sekitar 330.000 s.d 350.000 ton. Selain pasar ekspor, pasar domestik juga merupakan pasar yang menjanjikan bagi udang vaname. Penduduk indonesia saat ini dengan populasi lebih dari 200 juta jiwa merupakan pasar yang potensial. Jika sekitar 10% saja dari jumlah tersebut makan udang, dimana setiap orang mengkonsumsi 0,5 kg per bulan, maka jumlah udang yang dibutuhkan adalah 10.000 ton per bulan. Harga udang memang relatif tinggi, maka untuk menyiasati hal ini biasanya para pengusaha melempar udang berukuran besar yaitu ukuran 70 ke atas ke pasar luar negeri, sementara untuk ukuran udang kecil yaitu 80-90 dipasarkan di dalam negeri. Semakin kecil ukuran udang maka harganya pun semakin murah. Saat ini harga udang di pasar dalam negeri berfluktuasi tajam. Harga tertinggi adalah Rp 70.000,00 /kg untuk ukuran besar. Untuk udang vaname dengan ukuran 70, harganya berkisar Rp 27.000,00 s.d Rp 32.000,00 /kg. Untuk ukuran 80 dijual dengan harga Rp 25.000,00 /kg. Melihat kondisi di atas, dapat ditarik kesimpulan secara kritis bahwa pada saat ini pasar udang masih terbuka lebar untuk Indonesia. Berapa pun jumlah udang yang diproduksi, kapasitas penyerapan pasar masih relatif cepat dan besar. Namun informasi ini sepertinya masih hanya dimiliki oleh pelaku ekonomi kalangan atas saja, sehingga pelaku ekonomi dari mata rantai usaha paling hulu masih terlihat belum terlalu giat dalam meningkatkan kapasitas produksinya. Secara umum mata rantai ekspor udang beku khususnya vaname dimulai dari para pelaku usaha pembibitan udang vaname (hatchery). Awalnya udang vaname merupakan udang introduksi dari mancanegara yang dicoba dibudidayakan di Indonesia untuk menanggulangi penurunan produksi udang akibat penyakit yang menyerang udang lokal seperti windu dan galah. Namun sejak disahkannya SK menteri kelautan dan perikanan RI No. 41/2001 mengenai peresmian udang vaname sebagai komoditas unggulan pemerintah untuk dibudidayakan di tanah air, sejumlah hatchery di Indonesia pun semakin berkembang. Hatchery memiliki peranan penting dalam menghasilkan kualitas udang yang sehat dan tahan penyakit, serta memenuhi kebutuhan permintaan petambak yang sedang melakukan pembesaran udang vaname. 29

Mata rantai kedua setelah hatchery adalah petambak pembesaran udang vaname yang biasa dilakukan oleh masyarakat sekitar pesisir pantai seperti Pangandaran, Sukabumi, Gersik, daerah Lampung Selatan, Sumbawa, Sulawesi Selatan, dan masih banyak lagi yang lainnya. Sebagian besar dari petambak yang ada saat ini hampir 70% merupakan petambak yang hanya mengunakan teknologi seadanya dari alam (ekstensif), sisanya dilakukan dengan teknologi semi intensif dan intensif. Udang merupakan komoditas perikanan yang memiliki tingkat resiko yang paling tinggi dibandingkan komoditas perikanan lainnya seperti lele, patin, dan kakap. Untuk menghasilkan mutu udang yang sehat dan berkualitas, diperlukan sebuah pengaturan pakan yang relatif terstandar dan memenuhi angka kecukupan gizi udang yang dibudidayakan. Namun biasanya untuk memenuhi standar tersebut diperlukan biaya yang cukup mahal, sehingga masyarakat lebih banyak memilih melakukan budidaya secara tradisional atau ekstensif. Mata rantai selanjutnya adalah pengumpul. Pengumpul ini bisa berupa pengumpul tidak resmi seperti tengkulak, atau pengumpul yang telah terorganisir seperti koperasi atau agen yang sengaja dibentuk oleh perusaha-perusahan eksportir udang beku. Udang merupakan komoditas yang cepat busuk, hanya kurang dari 2 jam setelah panen, udang sudah mulai busuk bila tidak dilakukan treatment tertentu. Kondisi tersebut membuat para petambak tradisional lebih memilih memborongkan udang hasil tangkapannya dengan harga relatif lebih murah kepada pengumpul. Mata rantai yang lainnya adalah pedagang. Pedagang ini terbagi menjadi dua, yaitu pedagang lokal dan eksportir. Pedagang lokal biasanya hanya memasarkan udang di tingkat lokal yang dijual ke para konsumen tingkat akhir langsung atau ke pengolah-pengolah untuk selanjutnya diolah ke dalam bentuk lain yang lebih tahan lama untuk kemudian dipasarkan di pasar tradisional dan supermarket. Eksportir memiliki jaringan perdagangan yang relatif lebih luas dan antar negara. Perusahaan eksportir biasanya mengekspor udang dalam bentuk udang beku, sehingga udang bisa tahan lama sampai dengan 6 bulan. Margin keuntungan yang didapat pun relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan pedagang lokal. Biasanya eksportir udang beku merangkap sebagai perusahaan cold storage, sehingga kualitas dari udang yang diperdagangkan pun relatif terjamin keamanannya. 30

Berdasarkan kondisi di atas dapat dilihat bahwa margin keuntungan terkecil adalah terdapat di para petambak. Margin terbesar berada pada tangan pedagang dan para eksportir. Hrga jual udang dari para petambak pada umumnya selalu ditekan oleh para pengumpul sehingga pendapat petambak terkadang lebih kecil dari harga pokok produksi. Usaha di sektor tambak udang vaname masih jarang dilirik untuk dibiayai oleh LKS atau lembaga keuangan karena tingkat resikonya yang relatif tinggi, sehingga masih diperlukan skema pembiayaan dari lembaga-lembaga keuangan, agar sektor usaha ini menggeliat lebih baik lagi. Lembaga keuangan syariah dapat berbentuk bank seperti bank syariah dan bank perkereditan Rakyat Syariah (BPRS) atau bukan bank seperti Koperasi Jasa dan Keuangan Syariah (KJKS) dan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT). Berdasarkan pengamatan di lapangan menunjukan bahwa pembiayaan yang sering diberikan oleh LKS sebagian besar (90%) murabahah, diikuti dengan pola mudharabah, musyarakah, dan gadai dengan sektor pembiayaan utama yang telah dilayani adalah perdagangan umum, diikuti dengan perdagangan hasil pertanian, industri rumah tangga dan jasa lainnya. Jangka waktu pembiayaan umumnya antara 12-24 bulan bahkan untuk perdagangan umum dengan pola murabahah dapat antara 1-5 bulan. Tingkat keuntungan pembiayaan yang didapat antara 1,5-2,5% per bulan dengan rata-rata 2% per bulan. Syarat yang ditentukan bagi pembiayaan dengan pola bagi hasil dan bagi resiko adalah : (1) usaha yang dibiayai harus sesuai dengan syariah, (2) sistem pembukuan atau pengolahan keuangan harus benar dan transparan sehingga dapat terlihat porsi keuntungan (3) dari sisi karakter harus benar-benar nasabah yang amanah dan dapat dipercaya. Kendala yang dihadapi LKS dalam membiayai bidang agroindustri saat ini adalah tingginya fluktuasi harga bahan baku agroindustri dan harga produk sehingga margin yang didapat tidak besar, pembukuan keuangan khususnya usaha kecil dan menengah agroindustri yang tidak sesuai kaidah akuntansi sehingga sulit untuk menentukan bagi hasil keuntungan usaha, dan kurangnya permodalan LKS khususnya pada KJKS dan BMT untuk membiayai agroindustri. 31

B. ANALISIS KEBUTUHAN SISTEM Sistem Penunjang Keputusan kelayakan investasi agroindustri udang vaname dengan pola pembiayaan syariah harus dibuat berdasarkan kebutuhan setiap pelakunya yang dapat mempengaruhi jalannya sistem. Untuk itu perlu diidentifikasi pelaku dan kebutuhan dari masing-masing pelaku tersebut, sebagai langkah pertama pendekatan sistem. Hasil identifikasi pelaku yang terlibat dalam sistem agroindustri udang vaname adalah : (1) petambak udang, (2) pengusaha agroindustri udang beku (3) lembaga keuangan syariah (4) eksportir udang beku (4) pedagang perantara udang vaname baik udang biasa atau udang beku (5) dan pemerintah. Kebutuhan dari masingmasing pelaku dapat dilihat di tabel di bawah ini : Tabel 4. Analisis Kebutuhan SPK Agroindustri Udang Vaname dengan Pola Pembiayaan Syariah Pelaku Kebutuhan Petambak udang Produksi udang yang tinggi Harga jual udang hasil panen yang tinggi Biaya usaha tambak yang rendah Pasar udang yang terjamin Lembaga Keuangan Syariah (LKS) Tingkat resiko pembiayaan yang rendah Tingkat keuntungan pembiayaan yang tinggi Peningkatan jumlah nasabah LKS Pedagang perantara udang (Pengumpul) Margin keuntungan yang tinggi Mutu udang yang tingi Ketersediaan pasokan udang yang tinggi Kepastian pasar yang tinggi Pedagang lokal Ketersediaan modal usaha dan resiko yang rendah Ketersediaan bahan baku yang terjamin Harga bahan baku yang rendah Produk udang beku yang berkualitas Biaya operasional yang rendah Pemasaran yang terjamin Harga produk yang tinggi 32

Tabel 4. Analisis Kebutuhan SPK Agroindustri Udang Vaname dengan pola pembiayaan syariah Pelaku Eksportir udang beku Pemerintah Kebutuhan Margin keuntungan yang tinggi Mutu udang yang tingi Ketersediaan pasokan udang yang tinggi Kepastian pasar yang tinggi Meningkatnya lapangan pekerjaan Meningkatnya pendapatan masyarakat Meningkatnya pendapatan devisa Meningkatnya pendapatan daerah Meningkatnya kelestarian lingkungan C. FORMULASI PERMASALAHAN Berdasarkan kebutuhan para pelaku di atas, permasalahan yang dihadapi para pelaku usaha udang vaname dalam kaitannya dengan pembiayaan syariah adalah : 1) Harga produk udang yang fluktuatif dan tidak pasti yang menyebabkan keuntungan usaha agroindustri udang vanname tidak pasti. Ketidakpastian pendapatan ini akan mengakibatkan ketidakpastian tingkat keuntungan yang yang akan didapat baik oleh LKS maupun pengusaha agroindustri atas investasi yang dilakukannya. 2) Harga bahan baku udang vaname yang selalu fluktuatif dan tidak pasti menyebabakan biaya produksi menjadi tidak pasti sehingga menambah tingkat ketidakpastian pendapatan usaha agroindustri udang vaname 3) Tidak adanya kepastian tingkat kapasitas berjalannya usaha minimal yang harus dilaksanakan oleh pengusaha industri udang beku. Kapasitas berjalan usaha yang rendah akan mengakibatkan tingkat pendapatan usaha yang rendah pula. 4) Umumnya produksi komoditas pertanian perikanan tambak berfluktuasi dari musim ke musim, sehingga kontinyuitas produksinya sulit dipastikan. 5) Pada satu sisi UKM memiliki keterbatasan modal, sementara di sisi lain banyaknya aturan untuk mendapatkan kredit komersil pada lembaga pembiayaan, sehingga pengembangan UKM menjadi terbatas. 33

6) Tidak adanya kepastian nisbah bagi hasil. Dan bagi resiko yang memuaskan keduabelah pihak. Antara pengusaha agroindustri dan lembaga keuangan syariah yang akan turut membiayai usaha tersebut. LKS dalam melakukan pembiayan memiliki target keuntungan minimal yang harus didapat dari pembiayaannya agar dapat memberi bagi hasil yang layak bagi para deposan yang telah menitipkan uangnya, dapat menutupi biaya overhead yang dikeluarkan dan mendapatkan keuntungan yang layak dari pembiayaan yang dilakukan. Di pihak lain pengusaha juga ingin mendapatkan imbalan yang layak atas usahanya terlebih jika usaha yang diberikan melebihi target kapasitas berjalan usaha minimal yang telah ditetapkan. 7) Terbatasnya kemampuan SDM yang memiliki keahlian dan keterampilan khusus di bidang tambak dan agroindustri, sehingga teknologi yang banyak digunakan hanya berkisar pada teknologi konvensional. D. IDENTIFIKASI SISTEM Identifikasi sistem dimaksudkan untuk menentukan batasan sistem dan ruang lingkup penelaahan sistem. Disamping itu, identifikasi sitem juga merupakan mata rantai hubungan antara kebutuhan dan masalah yang harus dipecahkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Identifikasi sistem dapat digambarkan dalam bentuk diagram input-output. Diagram input output menggambarkan masukan dan keluaran dari model yang dikembangkan. Masukan dalam model terdiri dari masukan terkontrol dari dalam sistem, masukan tidak terkontrol dari dalam dan luar sistem dan masukan dari lingkungan. Sedangkan keluaran dalam model merupakan keluaran yang dikehendaki dan tidak dikehendaki (Marimin, 2008). Masukan terkontrol merupakan peubah variabel yang dapat divariasikan dengan tujuan agar keluaran yang tidak dikehendaki tidak terjadi. Apabila terjadi keluaran yang tidak dikehendaki artinya masukan terkontrol harus dirubah besarannya. Masukan terkontrol ini bersama dengan masukan tidak terkontrol dan masukan dari lingkungan diproses dalam kotak hitam sistem pembiayaan agroindustri udang vaname dengan pola pembiayaan syariah sehingga menghasilkan keluaran yang dikehendaki (Marimin, 2008). 34

Input terkontrol dalam model evaluasi kelayakan pembiayaan agroindustri udang vaname meliputi skema pembiayaan, nisbah bagi hasil dan bagi resiko, kapasitas berjalan produksi, teknologi pengolahan, sistem pengadaan bahan baku dan target LKS atas hasil pembiayaan. Pengendalian input terkontrol merupakan langkah kritis untuk mencapai output yang dikehendaki, yaitu tingkat pengembalian pembiayaan yang tinggi, tingkat resiko pembiayaan yang rendah, serta pengusaha mampu mengembalikan pembiayaan yang diterimanya. Dengan pengendalian input terkontrol diharapakan juga dapat sekaligus mencegah timbulnya output yang yang tidak dikehendaki yaitu biaya produksi yang meningkat, efisiensi usaha yang menurun, dan menurunnya laba operasional. Lingkungan Syariat Islam UU Pemerintah Input Tidak Terkontrol Harga Bahan Baku Udang Persaingan Industri Output yang dikehendaki Tingkat Pengembalian pembiayaan tinggi Tingkat Resiko Pembiayaan Rendah Pengusaha mampu mengembalikan pembiayaan yang diterimanya SPK Kelayakan Investasi Agroindustri Udang Vaname dengan pola pembiayaan Syariah Input Terkontrol Skema Pembiayaan Nisbah bagi hasil bagi resiko Teknologi pengolahan Kapasitas Berjalan Sistem Pengadaan Bahan Baku Target LKS atas pembiayaan Output yang tidak dikehendaki Biaya Produksi Meningkat Efisiensi Usaha Menurun Laba Operasional rendah Gambar 3. Diagram Kotak Gelap SPK Kelayakan Investasi Pembiayaan Syariah Input tidak terkontrol dalam model meliputi harga bahan baku udang, dan persaingan industri. Input tidak terkontrol ini akan mempengaruhi sistem dan menentukan apakah yang akan didapatkan adalah output yang dikehendaki atau tidak. 35