BAB II PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Agustus 2005 oleh Washington State Departement of Transportation (WSDOT).

BAB II METODE PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR. digunakan untuk melayani beban lalu lintas [6]. Perkerasan merupakan struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Metode desain tebal lapis tambah (overlay) terkinimenggunakan. lendutan/defleksi ini menjadi lebih kecil dari lendutan ijin.

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

PERANCANGAN STRUKTURAL PERKERASAN BANDAR UDARA

ANALISIS BEBAN BERLEBIH (OVERLOAD) TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALITIS (STUDI KASUS RUAS JALAN TOL SEMARANG)

ANALISIS PENGARUH SUHU PERKERASAN TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALITIS (STUDI KASUS JALAN TOL SEMARANG)

Analisis Struktur Perkerasan Lentur Menggunakan Program Everseries dan Metoda AASHTO 1993 Studi kasus: Jalan Tol Jakarta - Cikampek

konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda perkerasan. Dengan demikian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Metode Analisa Komponen

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 UMUM

Parameter perhitungan

Tugas Akhir. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S - 1 Teknik Sipil. diajukan oleh :

PERHITUNGAN KERUSAKAN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR AKIBAT PENGARUH TEMPERATUR (STUDY LITERATUR) TUGAS AKHIR

Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: Jurnal Rekayasa Sipil ASTONJADRO 13

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Perencanaan Bandar Udara

ANALISIS PENGARUH KONDISI PONDASI MATERIAL BERBUTIR TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN METODE ANALITIS

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO

MODULUS RESILIENT TANAH DASAR DALAM DESAIN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR SECARA ANALITIS

BAB I. PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah

Institut Teknologi Nasional

BAB I PENDAHULUAN. terjamin kekuatan dan ketebalannya sehingga tidak akan mengalami distress yaitu

BAB IV METODE PENELITIAN A. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

BAB III LANDASAN TEORI

EVALUASI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE BINA MARGA Pt T B DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE TUGAS AKHIR

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana

2.3 Dasar - Dasar Perancangan Tebal Lapis Keras Lentur Kapasitas Lalulintas Udara 20

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG

Sumber : SNI 2416, 2011) Gambar 3.1 Rangkaian Alat Benkelman Beam

STUDI KASUS: JALAN RUAS KM. 35 PULANG PISAU. Adi Sutrisno 06/198150/TK/32229

TUGAS AKHIR. Diajukan Kepada Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana Teknik Sipil

Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda

PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN BAB I PENDAHULUAN

EVALUASI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE BINA MARGA Pt T B DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B

PENGGUNAAN ALAT MARSHALL UNTUK MENGUJI MODULUS ELASTISITAS BETON ASPAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

EVALUASI TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN No. 22.2/KPTS/Db/2012 DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE

Naskah Publikasi Ilmiah. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hobbs (1995), ukuran dasar yang sering digunakan untuk

ANALISA PENGARUH KONDISI PONDASI MATERIAL BERBUTIR TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN METODE ANALITIS (STUDI KASUS JALAN TOL SEMARANG)

BAB III PROGRAM KENPAVE DAN METODE BINA MARGA Pt-T B

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI FUNGSIONAL DAN STRUKTURAL PERKERASAN LENTUR PADA JALAN NASIONAL BANDUNG-PURWAKARTA DENGAN METODE AUSTROADS 2011

Gambar III.1 Diagram Alir Program Penelitian

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Perbandingan Kekerasan Kaku I Gusti Agung Ayu Istri Lestari 128

PREDIKSI ALUR PADA PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA METODE BINA MARGA NOMOR 02/M/BM/2013 DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana

Grandy Hellyantoro*), Mohammad Faldi Fauzi*) Dr. Bagus Hario Setiadji ST., MT., **), Ir. Wahyudi Kusharjoko MT., **)

VARIAN LENDUTAN BALIK DAN OVERLAY JALAN DURI SEI RANGAU

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN CIJELAG - CIKAMURANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE AASTHO 93

BAB III LANDASAN TEORI

KOMPARASI TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE BINA MARGA

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

Naskah Publikasi Ilmiah. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh :

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Baru Menggunakan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013 Dengan Metode Road Note 31

BAB III METODA PERENCANAAN

ANALISA TEGANGAN DAN REGANGAN PADA PERKERASAN PORUS DENGAN SKALA SEMI LAPANGAN DAN SOFTWARE ANSYS

BAB 4 HASIL PEMBAHASAN

Studi Perencanaan Tebal Lapis Tambah Di Atas Perkerasan Kaku

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN (MDP) 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KEKUATAN TARIK MATERIAL CAMPURAN SMA (SPLIT MASTIC ASPHALT) GRADING 0/11 MENGGUNAKAN SISTEM PENGUJIAN INDIRECT TENSILE STRENGTH

RINGKASAN. Kata Kunci : Tanah Ekspansif, Pengaruh Kadar Air Subgrade, Rutting Aspal, Deformasi arah Vertikal Aspal, Regangan Aspal, Model Perkerasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA PENGARUH SUHU TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN METODE ANALITIS (STUDI KASUS PADA JALAN PANTURA RUAS REMBANG - BULU)

yaitu sekitar 50 ton. Oleh karenanya struktur perkerasan kaku bandara yang di overlay secara langsung, rentan mengalami retak refleksi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

EVALUASI TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN NO.22.2/KPTS/Db/2012 DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE

TINJAUAN PUSTAKA. Jalan Soekarno-Hatta adalah jalan lintas sumatera yang membentang dari utara

I. PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Ketersediaan jalan adalah

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti

STUDI PENGARUH PENGAMBILAN ANGKA EKIVALEN BEBAN KENDARAAN PADA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN FLEKSIBEL DI JALAN MANADO BITUNG

EVALUASI STRUKTURAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE AASHTO 1993 DAN AUSTROADS 2011 (STUDI KASUS : JALINTIM, TEMPINO - BATAS SUMSEL)

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO Rigid Pavement ARI SURYAWAN (hal. 213)

PERENCANAAN DAN ESTIMASI BIAYA PELAKSANAAN UNTUK JALAN PENGHUBUNG DI KAWASAN SURABAYA TIMUR

Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015

KERUSAKAN YANG TIMBUL PADA JALAN RAYA AKIBAT BEBAN ANGKUTAN YANG MELEBIHI DARI YANG DITETAPKAN

Transkripsi:

BAB II PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR Umum Overlay merupakan lapis perkerasan tambahan yang dipasang di atas konstruksi perkerasan yang ada dengan tujuan meningkatkan kekuatan struktur yang ada agar dapat melayani lalu lintas yang direncanakan selama kurun waktu yang akan datang [12]. Overlay sangat dibutuhkan pada setiap perkerasan karena pada dasarnya setiap konstruksi jalan yang direncanakan memiliki umur rencana, dan bilamana umur rencana telah terlampaui ataupun keadaan konstruksi jalan sudah tidak lagi mampu menahan beban lalu lintas diatasnya maka jalan tersebut harus dilakukan pelapisan kembali (overlay). Overlay perkerasan lentur adalah overlay yang dilakukan dengan lapisan berbitumen. Salah satu contohnya adalah lapis tambahan (overlay) perkerasan dengan lapisan HMA (hot mixed asphalt). HMA merupakan lapisan berbitumen yang terdiri dari agregat dan aspal binder [17]. HMA disebut juga dengan asphalt concrete (AC/ACP), asphalt, blacktop, atau bitumen [17]. Pada umumnya, aspal yang dihamparkan dilokasi proyek adalah dalam bentuk HMA. Sesuai dengan namanya, HMA dicampur, dihampar, dan dipadatkan pada temperatur yang tinggi. Ada beberapa dasar metode perencanaan tebal lapis tambah (overlay) yang dapat digunakan untuk lapisan perkerasan lentur [1,11] : a) Metode empiris : bergantung pada kajian kerusakan (distress assessment)

b) Metode mekanistik : didasarkan pada pengukuran lendutan (deflection measurement) c) Metode mekanistik empiris : didasarkan pada pengukuran lendutan dan kajian kerusakan Sebagai metode yang paling baru, mekanistik-empiris dapat memberikan pemodelan yang lebih mendekati keadaan nyata dilapangan. Komponen mekanistik adalah cara untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang mengacu pada penyebab-penyebab perubahan fisis saja. Dalam perencanaan perkerasan, fenomena-fenomena tersebut adalah tegangan, regangan dan lendutan (deflection) di dalam struktur perkerasan, dan penyebab perubahan fisis itu adalah beban-beban dan jenis material (material properties) dari struktur perkerasan. Komponen empiris digunakan untuk menetapkan besarnya angka dari hasil perhitungan tegangan, regangan dan defleksi pada kegagalan perkerasan. Adapun beberapa dasar pendekatan metode mekanistik empiris, antara lain [18] : Perkerasan dimodelkan sebagai multi-layer elastic atau multi-layer visco elastic Material perkerasan digambarkan dengan nilai kekuatan dan kekakuan pada periode tahun tertentu Menentukan nilai kritis dari tegangan, regangan dan defleksi dengan metode mekanistik Memperkirakan kerusakan yang dihasilkan dengan kriteria kegagalan secara empiris, seperti retak (fatigue cracking) dan rusak alur (rutting)

Asumsi asumsi Setiap metode mekanistik empiris umumnya memiliki beberapa asumsiasumsi dasar. Asumsi tersebut adalah [5] : Pada struktur perkerasan, setiap lapisan memiliki ketebalan tertentu, kecuali tanah dasar dalam arah vertikal yang dianggap tak terhingga. Panjang perkerasan jalan arah horizontal juga dianggap tak terhingga. Lapisan Homogen, maksudnya sifat-sifat bahan dari setiap lapisan perkerasan dianggap homogen. Contohnya sifat bahan di titik A i sama dengan sifat-sifat bahan di titik B i. Lapisan Isotropik, maksudnya sifat-sifat bahan dari setiap lapisan perkerasan adalah isotropik, yakni sifat bahan di setiap titik tertentu dalam setiap arah (vertikal, radial, tangensial) dianggap sama. Lapisan linear elastis, linear maksudnya hubungan antara regangan dan tegangan dianggap linear, dan elastis maksudnya apabila tegangan yang diberikan kemudian dihilangkan, regangan dapat kembali ke bentuknya semula. (linear) (non - linear) T (Tegangan) E (Regangan) (elastis) (plastis) Ep 0 E (Regangan) 0 beban dihilangkan t (waktu) Gambar 2.1 Sifat linear elastis bahan perkerasan terhadap beban dan waktu

Respon Model Respon perkerasan pada dasarnya berbeda-beda tergantung pada pemodelan lapisan yang digunakan, namun respon yang dimodelkan dalam metode perencanaan mekanistik-empiris berupa [5,17] : Tegangan, Regangan, Defleksi/lendutan Pemodelan Lapisan Metode mekanistik-empiris memodelkan lapisan dalam bentuk sistem multi-lapisan [18]. Dan pemodelan tersebut dapat dibagi menjadi dua: a. Model multi-lapisan elastic. Apabila regangan tidak mengalami peningkatan sebagai fungsi dari waktu dan tetap akan kembali kebentuk semula [5]. b. Model multi-lapisan visco elastic. Apabila regangan mengalami peningkatan sebagai fungsi dari waktu dan akan kembali kebentuk semula [5]. (viscous) E (Regangan) (non - viscous) waktu pembebanan t (waktu) beban dihilangkan Gambar 2.2 Sifat viscous bahan perkerasan terhadap beban dan waktu

Pemodelan Pertemuan Lapisan Berbitumen (Interface Condition) Metode perencanaan overlay yang baru memberikan pilihan desain yang dibedakan atas [10] : perencanaan overlay tidak terikat, overlay terikat dengan tegangan khusus pada peningkatan kondisi struktural, dan overlay terikat dengan tegangan khusus pada pengurangan retakan. Perencanaan overlay dengan pemisah (unbonded overlays) Pemodelan seperti ini berguna pada perkerasan yang mengalami retak parah, tujuannya adalah untuk mencegah retak pada perkerasan eksisting tidak menjalar ke lapisan overlay atau HMA baru. Proses pencegahan retak dilakukan dengan memberikan suatu lapisan pemisah (bond breaker) atau pemutus ikatan antara HMA lama dan HMA baru. Hal ini memungkinkan karena lapisan overlay dianggap sebagai suatu slab yang terbentang diatas slab lain dan tegangan geser pada laisan overlay dianggap tidak tersebarkan ke lapisan eksisting. Gambar 2.3 Konsep perencanaan overlay dengan pemisah (unbonded overlays) Pengurangan regangan di HMA lama pada model pertemuan lapisan berbitumen dengan pemisah (unbonded overlay) lebih kecil daripada pengurangan regangan dengan model bonded overlay.

Perencanaan overlay tanpa pemisah (bonded overlays) dengan pemberian tekanan khusus untuk peningkatan kondisi struktural perkerasan eksisting Pada pemodelan overlay tanpa pemisah diantara HMA lama dan baru ini (kedua lapisan menjadi satu kesatuan), umur struktur perkerasan eksisting dipertimbangkan. Untuk mendapatkan umur struktur perkerasan eksisting yang cukup, dilakukan pengurangan tegangan dan tingkat regangan diperkerasan eksisting (peningkatan kondisi struktural) sampai sedemikian rupa sehingga regangan dan tegangan pada lapisan overlay tidak mengalami penambahan dari HMA lama. Gambar 2.4 Konsep perencanaan overlay tanpa pemisah (bonded overlays) Perencanaan overlay tanpa pemisah (bonded overlays) dengan pemberian tekanan khusus untuk pengurangan retakan (cracking) Pada perencanaan overlay ini, sama seperti diatas bahwa HMA lama dan baru dianggap satu kesatuan yang terikat tanpa terjadi slip dipertemuan kedua lapisan tersebut. Namun yang membedakan adalah pengaruh retak diperkerasan eksisting. Akibat retak diperkerasan eksisting terhadap kinerja overlay tidak diperhitungkan disini, walaupun sesungguhnya pengaruh retakan tersebut cukup besar. Tetapi

model desain ini lebih mengecek pada kecepatan rambatan retak yang menyebabkan terbentuknya bayangan retak (reflection cracking) dilapisan overlay. Gambar 2.5 Refleksi retak (reflection cracking) pada overlay Perhitungan Empiris Retak pada perkerasan (fatigue cracking), dan rusak alur (rutting) adalah dasar kerusakan dalam perhitungan tebal overlay pada perkerasan lentur [7]. Hasil perhitungan empiris tersebut digunakan sebagai pengontrol tebal lapis overlay yang dibutuhkan. Besarnya nilai beban lalu lintas yang diijinkan sampai mencapai salah satu kriteria kegagalan struktur perkerasan harus lebih besar daripada beban yang terjadi selama periode rencana struktur perkerasan, maka dari perhitungan empiris tersebut akan diperoleh ketebalan overlay yang cukup. Kriteria kegagalan retak Kerusakan retak fatig meliputi bentuk perkembangan dari retak dibawah beban berulang dan kegagalan ini biasanya ditemukan saat permukaan perkerasan tertutup oleh retakan dengan persentase yang tinggi. Rumus umum untuk kriteria kerusakan retak adalah sebagai berikut: N f K2 = K ε ) (2.1) 1(1/

Dimana: N f ε : jumlah beban berulang penyebab kerusakan : regangan awal pada pengulangan beban ke-200 K 1, K 2 : koefisien regresi Apabila regangan tarik digunakan, rumus umum kriteria kegagalan retak fs f3 fatig menjadi: N = f ε ) ( E ) (2.2) Dimana: f ( 1 t 1 N f ε t E 1 : jumlah beban berulang ijin untuk mencegah retak fatig : regangan tarik horizontal di bawah lapisan aspal : modulus elastisitas lapisan AC f 1, f 2, f 3 : konstanta yang ditentukan di laboratorium uji fatig. Model retak Asphalt Institute (AI) Berdasarkan hasil AASHTO road test, Asphalt Institute (1982) mengembangkan model retak fatig berikut untuk perkerasan lentur: N 3.291 0.854 f = 0.00796( ε t ) ( E1) (2.3) Dimana: N f ε t E 1 : jumlah beban 18-kip ESALs : regangan tarik di bawah lapisan aspal (AC) : modulus resilient lapisan AC Model perencanaan retak SHELL Berdasarkan hasil AASHTO road test, manual perencanaan perkerasan Shell mengembangkan persamaan berikut:

N 5.671 2.363 f = 0.0685( ε t ) ( E1) (2.4) Dimana: N f : jumlah beban 18-kip ESALs ε t be 1 : regangan tarik di bawah lapisan aspal (AC) : modulus resilient lapisan AC Model retak Finn et al. Finn et al. (1977) mengembangkan model fatig berikut untuk perkerasan lentur: log log N f N f Dimana: 6 3 (10%) = 15.947 3.291(log( ε /10 ) 0.854 log( E /10 )) (2.5) 6 3 (45%) = 16.086 3.291(log( ε /10 ) 0.854 log( E /10 )) (2.6) N f ε t E 1 : jumlah beban 18-kip ESALs : regangan tarik di bawah lapisan aspal (AC) : modulus resilient lapisan AC Kriteria kegagalan alur Kerusakan alur perkerasan lentur, secara umum dirumuskan sebagai f5 berikut: N = f ε ) (2.7) Dimana: d 4 ( c N d ε c f 4, f 5 : jumlah beban ijin untuk membatasi deformasi permanent : regangan tekan di atas lapisan subgrade : konstanta yang ditentukan dari test jalan atau dsb. Model rutting Asphalt Institute (AI) Asphalt Institute (1982) menyediakan model perencanaan paling biasa untuk rutting tanah dasar berdasarkan regangan tanah dasar sebagai berikut:

9 4.477 N f = 1.365 10 ( ε v ) (2.8) Dimana: N f ε v : jumlah beban ijin untuk membatasi deformasi permanent : regangan vertical maksimum di atas subgrade Model rutting SHELL Berdasarkan hasil uji jalan AASHTO, manual perencanaan Shell mengembangkan persamaan regangan pada subgrade sebagai berikut: N f 17 4.0 = 6.15 10 ( ε v ) (2.9) Dimana: N f ε v : jumlah beban ijin untuk membatasi deformasi permanent : regangan vertical maksimum di atas subgrade Model rutting Finn et al. Finn et al. Mengembangkan model rutting ini untuk perkerasan lentur dengan menggunakan jumlah repetisi beban 18-Kip ESAL, tegangan tekan vertikal, dan defleksi permukaan sebagai berikut: Lapisan AC < 152 mm (6 in): RR = 5.617 + 4.343log d 0.16 log( N ) 1.118log( σ ) (2.10) log 18 c Lapisan AC 152 mm (6 in): RR = 1.173 + 0.717 log d 0.658log( N ) 0.666 log( σ ) (2.11) log 18 c Dimana: d N 18 : defleksi permukaan, mils (10-3 in) : nilai ekivalen dari 18-kips beban sumbu tunggal

σ c : tegangan tekan vertikal pada pertemuan AC dan subbase atau subgrade Parameter Tebal Overlay Secara umum metode perencanaan tebal lapis tambah (overlay) dengan mekanistik-empiris dihitung dari input data beberapa faktor [16], yaitu: faktor umum, faktor struktur perkerasan terpasang (existing), faktor lalu lintas (traffic data), dan faktor musiman. Seluruh faktor tersebut merupakan parameter untuk mendapatkan hasil tebal overlay yang dibutuhkan, dan bagian-bagian yang terdapat dalam faktor ini diuraikan sebagai berikut [16] : Faktor Umum (General) Beban roda rencana (design tire load) Tekanan roda rencana ( design tire pressure) Jarak roda gandar (dual spacing) Faktor Struktur Perkerasan Terpasang (Existing) Ketebalan tiap lapisan perkerasan terpasang mulai dari lapis permukaan (surface course) sampai subgrade. Jenis material yang digunakan pada tiap lapisan struktur perkerasan. Nilai Poisson s Ratio dari tiap lapisan perkerasan. Hasil lendutan struktur perkerasan yang akan menunjukkan nilai modulus perkerasan.

Faktor Lalu Lintas (Traffic) Besar nilai ekivalensi beban sumbu standar tunggal (ESAL) selama umur rencana. Jumlah lajur pada 1 arah jalan sebagai penentu faktor distribusi lajur. Umur rencana/ masa layan. Pertumbuhan lalu lintas tahunan (%) Persentase truk (truck percentage) pada LLHR (lalu lintas harian rata-rata) Faktor Musiman (Seasonal) Temperatur perkerasan dalam waktu yang tertentu. Temperatur udara yang merupakan rata-rata suhu udara di lokasi dalam periode waktu tertentu. Faktor muka air tanah yang dimaksudkan kepada musim kemarau dengan muka air rendah atau musim hujan dengan keadaan muka air tinggi. Parameter khusus Masing-masing parameter tersebut diatas mencakup data-data baik yang diperoleh dari lapangan melalui survey dan pengukuran dilapangan ataupun data yang ditentukan oleh perencana atau hasil perhitungan dari laboratorium. Dan dari berbagai parameter diatas terdapat beberapa parameter tertentu yang langsung berkaitan dengan perumusan tebal overlay dan kerusakan pada permukaan struktur perkerasan yakni: tekanan roda, modulus lapisan dan beban lalu lintas. Tekanan roda Tekanan roda atau tekanan angin pada ban diatur pada proses mekanistik dalam perencanaan overlay. Tekanan roda berkaitan dengan muatan

sumbu kendaraan, dimana jumlah tekanan roda dari satu sumbu kendaraan terhadap jalan disebut muatan sumbu. Beban tersebut didistribusikan ke lapisan dibawah lapis permukaan yang kontak langsung dengan roda, bila daya dukung struktur perkerasan tidak mampu menahan muatan sumbu, maka jalan akan rusak. Sebagian besar metode perencanaan analitis menyatakan beban yang dipikul perkerasan dalam bentuk beban as standart sebesar 80 kn (18.000 lbs) [8]. Dalam proses mekanistik, roda-roda ganda dengan berat tiap roda 20 kn (4500 lbs) bekerja diatas permukaan perkerasan yang membentuk bidang kontak lingkaran, dan tekanan kontak (contact pressure) yang sama nilainya dengan tekanan roda [8]. Angka-angka konfigurasi roda ganda seperti tekanan kontak, jarijari bidang kontak, dan jarak antar roda adalah ditentukan. Dan nilai konfigurasi tersebut berbeda-beda sesuai dengan prosedur yang dipakai [8] : Prosedur Shell Jari-jari bidang kontak Jarak antar roda/as ke as Tekanan kontak/roda = 105 mm (4.13 in) = 315 mm (12.40 in) = 580 kpa (84.06 psi) Prosedur University of Nottingham Jari-jari bidang kontak Jarak antar roda/as ke as Tekanan kontak/roda = 113 mm (4.45 in) = 376 mm (14.80 in) = 500 kpa (72.46 psi) Prosedur Asphalt Institute Jari-jari bidang kontak Jarak antar roda/as ke as Tekanan kontak/roda = 115 mm (4.52 in) = 345 mm (13.57 in) = 483 kpa (70 psi)

Modulus lapisan perkerasan Parameter kekuatan lapisan teratas ditandai dengan nilai modulus elastisitas lapisan berbitumen ini. Semakin tinggi nilai modulus elastisitasnya maka semakin kuat lapisannya. Perhitungan modulus elastisitas lapisan yang biasanya material HMA atau laston (aphalt concrete) ini tergantung dari parameter temperatur perkerasan. Hal ini disebabkan oleh sifat aspal yang viscoelastis dan sensitive terhadap temperatur. Oleh karena itu, perhitungan nilai modulus lapisan teratas (E ac ) ini harus dihitung sesuai kondisi temperatur perkerasan jalan tersebut, atau temperatur perkerasan rata-rata tahunan (TPRT). Modulus resilient lapisan terbawah (subgrade) dapat ditentukan dengan dua cara, antara lain: test laboratorium dan perhitungan backcalculation dari peralatan NDT. Test laboratorium yang biasanya digunakan untuk menghitung modulus tanah dasar ini adalah CBR test atau test R-value (nilai Resistence). Dan untuk perhitungan dengan backcalculation biasanya digunakan program komputer tertentu uang membutuhkan data lendutan hasil uji NDT test di lapangan. Modulus elastisitas dari lapis permukaan sampai tanah dasar dalam perencanaan tebal overlay dapat diperoleh dengan pendekatan mekanistik empiris. Besarnya nilai modulus lapisan ini bernilai tinggi sampai rendah berturut-turut dari lapisan teratas sampai terbawah. Modulus elastisitas tiap lapisan memiliki beberapa parameter yang dapat mempengaruhi perolehan nilainya yaitu data lendutan perkerasan, perhitungan temperatur perkerasan, dan beban survey yang digunakan pada saat penilaian kondisi eksisting perkerasan dengan alat NDT (non destructive testing).

Beban lalu lintas Suatu struktur perkerasan yang terbebani oleh beban lalu lintas yang tinggi dan berulang-ulang akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas jalan. Sebagai indikatornya dapat diketahui dari kondisi permukaan jalan, baik kondisi struktural maupun fungsionalnya yang mengalami kerusakan. Beban lalu lintas dalam perencanaan overlay perkerasan lentur secara mekanistik-empiris dihitung nilai batas ijinnya hingga menghasilkan salah satu kriteria kegagalan struktural perkerasan. Sehingga tebal overlay yang dibutuhkan mengacu pada besarnya beban lalu lintas yang lebih kecil dari beban lalu lintas ijin tersebut. Beban lalu lintas dinyatakan dalam CESA (cumulative equivalent single axle) yang setara dengan beban standar sebesar 8.16 Ton (80 kn) [15]. jarak roda tekanan angin 8.16 ton 11 cm Gambar 2.6 Sumbu standar ekivalen di Indonesia [15]