BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 UMUM
|
|
- Hadi Tanuwidjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 UMUM Perkerasan dibagi menjadi dua kategori yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement), gambar 2.1. Perkerasan lentur terdiri dari permukaan lapisan tipis yang dibangun diatas lapisan pondasi (base course) dan lapisan pondasi bawah (subbase course). Ketiga lapisan ini berada di atas lapisan tanah dasar yang dipadatkan (compacted subgrade). Sebaliknya, perkerasan kaku terbuat dari campuran semen Portland dan pada perkerasan kaku bisa saja terdapat lapisan pondasi atau bisa juga tidak terdapat lapisan pondasi di antara lapisan perkerasan dengan tanah dasarnya. Gambar 2. 1 (a) Flexible Pavement, (b) Rigid Pavement Perbedaan antara dua lapisan perkerasan tersebut adalah pendistribusian beban pada setiap lapisannya. Perkerasan kaku memiliki tingkat kekakuan dan modulus elastis yang tinggi sehingga pendistribusian bebannya luas. Kapasitas struktur perkerasan kaku dalam menahan beban lebih banyak berasal dari struktur perkerasan kaku itu II-1
2 sendiri. Oleh karena itu, faktor utama yang menentukan kualitas suatu perkerasan kaku adalah kekuatan stuktur dari campuran semen. Lapisan tanah dasar hanya memberikan sedikit pengaruh pada kapasitas struktur perkerasan. Perkerasan lentur adalah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan di bawahnya. Perkerasan lentur terdiri dari beberapa lapisan. Lapisan teratasnya memiliki kualitas material yang sangat baik karena lapisan ini mengalami kontak langsung dengan beban lalu lintas. Pada perkerasan lentur, beban didistribusikan hingga lapisan tanah dasar. Pendistribusian beban ini merupakan salah satu faktor yang mendukung terbentuknya kekuatan pada perkerasan lentur. Selain itu, nilai ketebalan lapisan pun cukup berpengaruh pada kekuatan perkerasan lentur. Perencanaan tebal perkerasan merupakan dasar dalam menentukan tebal perkerasan lentur yang dibutuhkan untuk suatu jalan raya. Interpretasi, evaluasi, dan kesimpulan hasil perencanaan harus memperhitungkan penerapannya secara ekonomis, sesuai kondisi setempat, tingkat keperluan, kemampuan pelaksanaan, dan syarat teknis lainnya, sehingga konstruksi jalan yang direncanakan optimal. Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur perkerasan lentur adalah: Jalur Rencana adalah salah satu jalur lalu lintas dari suatu sistem jalan raya yang menampung lalu lintas terbesar. Umumnya jalur rencana merupakan salah satu jalur dari jalan raya dua jalur tepi luar dari jalan raya berlajur banyak. Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut tabel 2.1 Tabel 2. 1 Jalur Rencana Jumlah Lajur (n) Kend. Ringan *) Kend. Berat **) 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah 1 lajur lajur lajur lajur lajur lajur *) berat total < 5 ton, misal: mobil penumpang, pick up, mobil hantaran **) berat total 5 ton, misal: bus, truk, traktor, semi trailer, trailer Umur Rencana (UR) adalah jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak jalan tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu untuk diberi lapis permukaan yang baru. II-2
3 Indeks Permukaan (IP) adalah suatu angka yang dipergunakan untuk menyatakan kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan jalan yang berkaitan dengan tingkat pelayanan. Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah sebagai berikut : IP = 1.0 menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat mengganggu lalu lintas kendaraan. IP = 1.5 adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus) IP = 2.0 adalah tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang masih mantap IP = 2.5 menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik. Tanah Dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan galian atau permukaan tanah timbunan, yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar yang berfungsi sebagai perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya. Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat sifat dan daya dukung tanah dasar. Dari bermacam macam cara pemeriksaan untuk menentukan kekuatan tanah dasar, yang umum dipakai adalah cara CBR. Dalam hal ini digunakan nomogram penetapan tebal perkerasan, maka harga CBR tersebut dapat dikorelasikan terhadap Daya Dukung Tanah dasar (DDT), gambar 2.2. II-3
4 Gambar 2. 2 Korelasi DDT dan CBR II-4
5 Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar. Fungsi dari lapis pondasi bawah antara lain : 1. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan beban roda 2. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan biaya konstruksi) 3. Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapisan pondasi 4. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar. Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar terhadap roda alat alat besar atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca. Bermacam macam tipe tanah setempat (CBR 20%, PI 10%) yang relatif lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah. Campuran campuran tanah setempat dengan kapur atau semen Portland dalam beberapa hal sangat dianjurkan, agar didapat bantuan yang efektif terhadap kestabilan konstruksi perkerasan. Lapis Pondasi adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dengan lapis pondasi bawah (atau dengan tanah dasar bila tidak menggunakan lapis pondasi bawah). Fungsi lapis pondasi antara lain : 1. Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda 2. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan Bahan bahan untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan beban beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik. Bermacam macam bahan alam/bahan setempat (CBR 50%, PI 4%) dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara lain: batu pecah, kerikil pecah, stabilisasi tanah dengan semen atau kapur. Lapis Permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi lapis permukaan antara lain : 1. Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda 2. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat cuaca 3. Sebagai lapisan aus (wearing course) II-5
6 Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk lapis pondasi, dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas. Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaannya, umur rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) adalah suatu skala yang dipakai dalam nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan kekuatan tanah dasar. DDT ditetapkan berdasarkan grafik korelasi DDT dan CBR, gambar 2.2, atau dapat juga ditentukan dari persamaan berikut : DDT = 4.3logCBR (2.1) Yang dimaksud dengan harga CBR disini adalah harga CBR lapangan atau CBR Laboratorium. Jika digunakan CBR lapangan maka pengambilan contoh tanah dasar dilakukan dengan tabung (undisturb), kemudian direndam dan diperiksa harga CBR-nya. Dapat juga mengukur langsung di lapangan (musim hujan/direndam). CBR lapangan biasanya dipakai untuk perencanaan lapis tambahan (overlay). CBR laboratorium biasanya digunakan untuk perencanaan pembangunan baru. Dalam menentunkan harga rata rata nilai CBR dari sejumlah harga CBR yang dilaporkan, maka harga CBR rata rata ditentukan dengan cara: 1. Tentukan harga CBR terendah 2. Tentukan berapa banyak harga CBR yang sama dan lebih besar dari masing masing nilai CBR 3. Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100%. Jumlah lainnya merupakan persentase dari 100% 4. Dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan pesentase jumlah tadi 5. Nilai CBR rata rata adalah yang didapat dari angka persentase 90% Untuk mendapatkan CBR rata rata yang tidak terlalu merugikan, maka disarankan agar merencanakan perkerasan suatu ruas jalan, perlu dibuat segmen segmen dimana beda atau variasi CBR dri satu segmen tidak besar. Faktor Regional (FR) adalah faktor koreksi sehubungan dengan perbedaan kondisi kondisi lapangan dan kondisi percobaan. Kondisi kondisi yang dimaksud antara lain menyangkut keadaan lapangan dan iklim, yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan, daya dukung tanah dasar dan perkerasan. Keadaan II-6
7 lapangan mencakup bentuk alinyemen serta persentase kendaraan dengan berat 13 ton, dan kendaraan yang berhenti, sedangkan keadaan iklim mencakup curah hujan rata rata pertahun, tabel 2.2. Tabel 2. 2 Faktor Regional (FR) Iklim I < 900 mm/th Iklim II > 900 mm/th Kelandaian I ( < 6% ) % kendaraan berat Kelandaian II ( 6-10% ) % kendaraan berat Kelandaian III ( > 10% ) % kendaraan berat 30% > 30% 30% > 30% 30% > 30% 0.5 1,0-1,5 1 1,5-2, ,0-2, ,0-2,5 2 2,5-3, ,0-3,5 Indek Tebal Perkerasan (ITP) adalah suatu angka yang berhubungan dengan penentuan tebal perkerasan. Dinyatakan dalam rumus : ITP = a + (2.2) 1D1 + a2d2 a3d3 a 1, a 2, a 3 = Koefisien kekuatan relatif bahan bahan perkerasan D 1, D 2, D 3 = Tebal masing masing lapisan perkerasan Angka 1,2,3 masing-masing berarti lapis permukaan, lapis pondasi, lapis pondasi bawah. 2.2 LAPIS TAMBAHAN (OVERLAY) Suatu lapisan perkerasan memiliki umur layan. Jika umur layan telah terlampaui, maka perlu ada perlakuan khusus untuk perkerasan tersebut. Membangun suatu lapisan tambahan (overlay) merupakan salah satu cara untuk meremajakan struktur perkerasan. Overlay merupakan lapis tambahan pada suatu struktur perkerasan yang memiliki kontak langsung dengan beban lalu lintas. Overlay digunakan jika umur rencana struktur perkerasan sudah tercapai sebagai pemeliharaan jalan atau jika kondisi struktur perkerasan sudah menurun, yaitu tegangan yang terjadi pada struktur perkerasan sudah melebihi tegangan izinnya sehingga perlu dibuat lapisan baru yang dapat mendukung kerja struktur perkerasan tersebut. II-7
8 Berdasarkan pada jenis overlay dan perkerasan sebelumnya, ada empat desain overlay yang dapat digunakan, yaitu overlay HMA pada perkerasan aspal, overlay HMA pada perkerasan PCC (Portland Cement Concrete), overlay PCC pada perkerasan aspal, dan overlay PCC pada perkerasan PCC. Dalam tugas akhir ini, jenis overlay yang digunakan yaitu overlay HMA pada perkerasan aspal. Jenis overlay ini sangat dominan digunakan dalam suatu perencanaan overlay. Overlay untuk suatu perkerasan lentur dapat ditentukan dari nilai lendutan (deflection) hasil pengukuran di lapangan. Dalam hal ini, nilai lendutan menjadi suatu dasar yang telah digunakan secara luas dalam perencanaan suatu overlay. Metoda perencanaan overlay yang berdasarkan pada nilai pengukuran lendutan ini telah dikembangan oleh AI (Asphalt Institute). Metoda ini digunakan untuk mendesain overlay: menentukan pendekatan ketebalan efektifnya, pendekatan defleksinya, dan pendekatan mekanistikempiris-nya Pendekatan Ketebalan efektif Konsep dasar dari metoda ini yaitu ketebalan overlay yang dibutuhkan merupakan hasil pengurangan antara ketebalan desain perkerasan lentur yang baru dengan ketebalan efektif perkerasan lentur eksisting. h OL = h h (2.3) n e h OL adalah ketebalan overlay yang dibutuhkan, h n adalah ketebalan desain perkerasan lentur yang baru, dan h e adalah ketebalan efektif perkerasan lentur eksisting Pendekatan Defleksi Konsep dasar dari metoda ini yaitu semakin besar nilai defleksi mengindikasikan bahwa struktur tersebut semakin lemah, sehingga struktur tersebut membutuhkan overlay. Ketebalan overlay harus mampu menahan beban lalu lintas sehingga nilai defleksi yang dihasilkan lebih kecil dari defleksi ijin. Pada umumnya, nilai defleksi yang digunakan adalah nilai defleksi maksimum Pendekatan Mekanistik-Empiris Dalam metoda ini dilakukan penentuan tegangan kritis (critical stress), regangan kritis (strain critical), dan lendutan (deflection) berdasarkan metoda mekanik dan perkiraan hasil kerusakannya berdasarkan metoda empiris. II-8
9 Kondisi dan umur sisa dari perkerasan eksisting harus dievaluasi terlebih dahulu. Berdasarkan kondisi dan umur sisa perkerasan ini, tebal overlay dapat ditentukan sehingga tingkat kerusakan yang terjadi baik pada perkerasan eksisting maupun overlay masih dalam batas yang diijinkan Metoda Asphalt Institute Metoda ini digunakan untuk overlay HMA pada perkerasan aspal. Ada dua metoda yang digunakan dalam desain overlay ini, yaitu metoda ketebalan efektif (effective thickness method) dan metoda defleksi (deflection method). Effective Thickness Method Digunakan untuk menentukan ketebalan efektif dari perkerasan eksisitng, harus ada beberapa faktor konversi. Jika perkerasan eksistingnya full depth, metoda 1, berdasarkan Present Serviceability Index (PSI) dari perkersaan eksisting, dapat digunakan untuk menentukan faktor konversinya. Metoda 2, berdasarkan pada kondisi masing masing lapisan, digunakan untuk menentukan faktor konversi masing masing lapisan. Metoda 1 Faktor konversi (C) dapat ditentukan berdasarkan gambar 2.3 (untuk perkerasan aspal full depth) berdasarkan pada PSI dari perkerasan eksisting. Dua kurva pada gambar 2.3 menunjukkan tampilan yang berbeda. Kurva atas, line A, menggambarkan perkerasan dengan pengurangan nilai PSI, yang dibandingkan dengan nilai PSI sebelum overlay. Kurva bawah, line B, menggambarkan perkerasan dengan nilai PSI yang sama dengan nilai PSI sebelum overlay. Pemilihan kurva ini berdasarkan dari pengetahuan dan pengalaman. Faktor konversi yang ditunjukkan pada gambar 2.3 hanya untuk HMA. Jika campuran aspal emulsi digunakan maka nilai faktor konversinya seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.3. Ketebalan efekif dari masing masing lapisan eksisting dihitung dengan cara mengkalikan ketebalan aktual pada setiap lapisan dengan faktor konversi dan faktor ekivalen. Ketebalan total efektif didapat dengan cara menjumlahkan ketebalan efektif masing masing lapisan, h e = n i= 1 h C E i i i (2.4) h i, C i, dan E i adalah ketebalan, faktor konversi, dan faktor ekivalen dari lapisan i dan n adalah jumlah total lapisan. II-9
10 Gambar 2. 3Faktor Konversi untuk Perkerasan Full Depth Tabel 2. 3 Faktor Ekivalen dari Aspal Emulsi Material type Equivalency factor (E) Hot mix asphalt 1.00 Type I emulsified asphalt base 0.95 Type II emulsified asphalt base 0.83 Type III emulsified asphalt base 0.57 Metoda 2 Dalam metoda ini, kondisi setiap lapisannya dievaluasi, dan nilai faktor konversi C didapat dari tabel 2.4. Ketebalan efektif untuk metoda ini dihitung berdasarkan rumus berikut, h e = n i= 1 h C i i (2.5) II-10
11 Tabel 2. 4 Faktor Konversi untuk Menentukan Ketebalan Efektif II-11
12 Deflection Method Defleksi suatu perkerasan diukur dengan Benkelman beam berdasarkan prosedur tes lendutan balik (rebound deflection). Data survey kondisi perkerasan dan defleksi digunakan untuk membuat analisis. Sedikitnya harus ada 10 pengukuran defleksi untuk setiap analisis, atau minimal ada 20 pengukuran defleksi per mil (13 pengukuran per km). Temperatur perkerasan diukur pada saat dilakukan pengukuran defleksi sehingga defleksi dapat diatur pada temperatur standar. Pengukuran defleksi dilakukan pada beberapa titik yang berbeda beda. Penentuan titik pengukuran ini dilakukan secara acak. Jika analisis dari tes defleksi telah selesai, maka hasil dari pengukuran lendutan balik digunakan untuk menentukan Representative Rebound Deflection (RRD): δ = ( δ + 2s Fc (2.6) rrd ) δ rrd adalah nilai lendutan balik yang mewakili, δ adalah rata rata nilai defleksi, s adalah standar deviasi, F adalah faktor pengaturan temperatur, dan c faktor pengaturan periode kritis. Pada umumnya 97% hasil pengukuran nilainya lebih kecil dari δ rrd. Di beberapa lokasi pengukuran mungkin terdapat nilai defleksi yang melebihi δ rrd. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada lokasi tersebut kekuatan materialnya sudah melemah. Pada daerah ini harus ada perlakuan khusus yaitu dilakukan penggantian material perkerasan eksisting dengan material yang baru. Setelah itu proses pembuatan struktur overlay dapat dilakukan. Gambar 2.4 menunjukkan faktor pengaturan temperatur untuk ketebalan lapis pondasi yang bervariasi. Ketebalan 0 in. menunjukkan bahwa lapisan tersebut full depth. Temperatur berpengaruh besar pada lapisan full depth, pengaruhnya berkurang sebanding dengan bertambahnya lapis pondasi. Periode kritis merupakan interval selama perkerasan mengalami kerusakan akibat beban yang sangat berat dengan frekuensi yang tinggi. Jika pengukuran defleksi dilakukan selama perioda kritis, faktor pengaturan c bernilai 1. Jika pengukuran defleksi dilakukan bukan pada saat periode kritis, nilai c lebih besar dari 1 dan dapat ditentukan dari data pengukuran defleksi yang berkelanjutan untuk perkerasan yang sejenis. Namun, pada umumnya pengukuran defleksi dilakukan pada periode kritis. II-12
13 Gambar 2. 4 Faktor Pengaturan Temperatur untuk Ketebalan yang Bervariasi Sistem struktur perkerasan yang akan dilapisi overlay diasumsikan sebagai sistem 2 lapisan (two layer system) dengan overlay HMA pada lapisan pertama dan perkerasan eksisiting pada lapisan kedua. Representative rebound deflection δ rrd digunakan untuk menentukan modulus pada lapisan kedua, 1.5qa E2 = (2.7) δ rrd q adalah tekanan kontak (contact pressure), diasumsikan nilainya 70 psi (483 kpa), dan a adalah jari jari beban kontak untuk menggambarkan beban pada roda ganda, nilainya diasumsikan 6.4 in. (163 mm). Defleksi yang terjadi setelah overlay disebut design rebound deflection dari persamaan berikut : δ d dan dapat ditentukan II-13
14 δ d 2 1.5qa h 1 = E2 a 0.5 E E 2 1 h1 E a E 1 2 1/ (2.8) h 1 adalah ketebalan overlay dan E 1 adalah modulus overlay, diasumsikan nilainya psi (3.5 GPa). Dalam desain ketebalan overlay terdapat suatu hubungan antara design rebound deflection dalam satuan inci dan beban lalu lintas ESAL, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.5 dan direpresentasikan oleh persamaan berikut : δ d = ( ESAL) (2.9) Jika nilai ESAL diketahui, maka nilai δ d dapat ditentukan dari persamaan 2.9. Jika nilai δ rrd diketahui maka nilai E 2 dapat ditentukan dari persamaan 2.7 Dengan diketahuinya nilai δ d dan E 2 serta nilai q,a dan E 1 diasumsikan, maka ketebalan overlay h 1 dapat ditentukan dari persamaan 2.8. Gambar 2.6 menunjukkan grafik desain hubungan ESAL dan δ rrd untuk ketebalan overlay. Gambar 2. 5 Hubungan Design Rebound Deflection dan ESAL II-14
15 Gambar 2. 6 Grafik Desain Ketebalan Overlay Berdasarkan Lendutan Balik dan Desain ESAL Gambar 2.5 atau persamaan 2.9 dapat digunakan untuk memperkirakan umur sisa dari suatu perkerasan eksisiting, yaitu berapa lama waktu yang tersisa sebelum lapis tambahan dibutuhkan. Langkah-langkah penentuannya adalah sebagai berikut: 1. Menentukan lendutan balik δ rrd 2. Mendapatkan umur sisa (ESAL), dari Gambar 2.5 dengan mengasumsikan lendutan balik wakil δ rrd sebagai lendutan balik δ d. Metode yang lebih tepat adalah dengan menggunakan persamaan 2.9, yang dapat ditulis sebagai berikut: ( ESAL) r 1,0363 = δ rrd 4,10117 (2.10) 3. Memperkirakan desain ESAL untuk tahun tertentu (ESAL) 0, dan menentukan factor pertumbuhan. ( ESAL) Faktor Pertumbuhan = r (2.11) ( ESAL ) 0 II-15
16 4. Memperkirakan tingkat pertumbuhan lalu lintas dalam persen, dan mencari periode desain sesuai dengan faktor pertumbuhan dari tabel 2.5. Periode desain merupakan perkiraan jumlah tahum sebelum lapis tambahan dibutuhkan. Tabel 2. 5 Faktor Pertumbuhan Total 2.3 TEGANGAN DAN REGANGAN PADA PERKERASAN LENTUR Struktur perkerasan lentur merupakan struktur perkerasan yang tersusun atas lapisan aspal serta lapis pondasi dan pondasi bawah yang terdiri dari material berbutir yang digunakan untuk melindungi tanah dasar dari tegangan berlebih (overstressed). Perubahan dalam perencanaan struktur perkerasan lentur terjadi karena kebutuhan akibat beban roda yang semakin berat, lalu lintas yang semakin tinggi, dan berbagai kerusakan yang terjadi pada jalan. Karena berbagai alasan tersebut, dikembangkan analisis desain pada struktur perkerasan. Prosedur desain yang digunakan harus mencakup tiga elemen, yaitu: (1) teori yang digunakan untuk memperkirakan kerusakan atau parameter kerusakan, (2) evaluasi material yang digunakan untuk teori II-16
17 yang dipilih, dan (3) penentuan hubungan antara besarnya parameter dengan kerusakan atau performansi yang diinginkan. Metode analisis desain struktur perkerasan jalan memperhitungkan tegangan, regangan, dan perpindahan pada struktur perkerasan dalam suatu kondisi pembebanan tertentu. Saat ini, asumsi yang banyak diaplikasikan adalah teori elastis linear multilapisan (multilayered linear elastic theory). Beberapa asumsi yang digunakan dalam pendekatan analitis ini adalah sebagai berikut: 1. Sifat-sifat material tiap lapisan adalah homogen 2. Tiap lapisan memiliki ketebalan yang terhingga (finite) pada arah vertikal kecuali lapisan yang paling bawah, dan pada arah lateral ketebalannya dianggap tak terhingga (infinite). 3. Tiap lapisan adalah isotropik 4. Terjadi gesekan penuh di antara lapisan-lapisan pada interface. 5. Tidak terjadi gaya geser permukaan 6. Solusi tegangan ditentukan oleh dua sifat material untuk setiap lapisan, yaitu konstanta Poisson (μ) dan modulus elastisitas (E). Gambar 2. 7 Konsep Dasar Sistem Multilapis II-17
18 Pada Gambar 2.7 dapat dilihat bahwa setiap titik pada lapisan, terdapat sembilan buah tegangan, yaitu tiga tegangan normal (σ z, σ r, dan σ t ) dan enam tegangan geser (τ rt, τ tr, τ rz, τ zr, τ tz, τ zt ). Keseimbangan statis mensyaratkan bahwa τ rt = τ tr, τ rz = τ zr, τ tz = τ zt. Regangan yang terjadi dapat dihitung dari perhitungan sebagai berikut: 1 ε z = [ σ z μ ( σ r + σ t )] (2.12) E ε r = E 1 [ σr μ ( σ t + σ z )] (2.13) ε t = E 1 [ σt μ ( σ r + σ z )] (2.14) Sistem Satu Lapis Solusi yang digunakna dalam analisis tegangan, regangan, dan lendutan diturunkan dari persamaan Boussinesq yang dikembangkan untuk media yang homogen, isotropik, dan elastis, sebagai akibat beban terpusat pada lapis permukaan. Tegangan vertikal pada tiap titik kedalaman di bawah permukaan tanah akibat beban terpusat pada lapis permukaan dihitung dengan rumus: P σ = k (2.15) 2 Z 3 1 k = (2.16) π [1 + ( r / z) ] 5 / keterangan: r = jarak radial dari beban terpusat z = kedalaman Tegangan akan maksimum pada kedalaman yang dekat dengan permukaan dan secara teoritis mendekati nol pada kedalaman tak terhingga. Untuk pertimbangan praktis, dapat diasumsikan bahwa tegangan mendekati nol pada kedalaman tertentu. Dalam studi perkerasan lentur, beban pada permukaan bukan merupakan beban titik melainkan terdistribusi dalam daerah elips. Persamaan Bousainesq kemudian dikembangkan untuk beban lingkaran yang terdistribusi merata secara terintegrasi. Hal ini membuat semakin berkembangnya solusi yang II-18
19 lebih realistis dan sesuai untuk analisis desain perkerasan. Beberapa metode yang dikembangkan untuk penentuan tegangan adalah dengan diagram diagram untuk menentukan tegangan (NEWMARK, 1947); tabulasi data yang memfasilitasi perhitungan tegangan dan deformasi (BARBER, 1947); solusi grafik untuk menentukan tegangan dan lendutan (SANBORN AND YODER, 1967); tabel untuk menghitung tegangan vertikal, tegangan horizontal, dan regangan vertikal elastis akibat pembebanan pelat lingkaran untuk nilai μ = 0,5 (FOSTER AND ALVIN, 1954) yang disempurnakan untuk mendapatkan solusi yang lengkap dari tegangan, regangan, dan lendutan pada tiap titik yang homogen untuk berbagai nilai konstanta Poisson (AHLVIN AND ULERY, 1962). Tabel 2.6 menunjukkan persamaan-persamaan yang merupakan fungsi dari beberapa variabel. Tabel 2. 6 Persamaan Persamaan dari Sistem Satu Lapis II-19
20 2.3.2 Sistem Dua Lapis Tipikal perkerasan lentur merupakan komposisi lapisan dengan modulus elastisitas yang semakin berkurang sesuai dengan kedalaman. Hasilnya adalah untuk mengurangi tegangan dan defleksi pada tanah dasar yang didapatkan pada kasus ideal homogen. Analisis sistem dua lapis yang dekat dengan kondisi aktual perkerasan, diprakarsai oleh Burmister, Material pada tiap lapisan diasumsikan homogen, isotropik, dan elastis. Nilai tegangan dan lendutan yang didapatkan bergantung pada perbandingan modulus lapisan permukaan dengan lapisan di bawahnya (tanah dasar). Gambar 2.8 menunjukkan distribusi tegangan vertikal yang terjadi akibat pembebanan untuk sistem dua lapis. Dapat dilihat bahwa tegangan vertikal pada subgrade berkurang sesuai dengan bertambahnya nilai perbandingan modulus. Gambar 2. 8 Kurva Pengaruh Tegangan untuk Sistem Dua Lapis dari Burmister Untuk perkerasan lentur, lendutan lapis permukaan total, Δ T, dapat dihitung dengan rumus: pa Δ = 1,5 F2 (2.17) E 2 II-20
21 keterangan: p a = beban pada pelat lingkaran = jari-jari lingkaran E 2 F 2 = modulus elastisitas lapisan bawah = faktor yang bergantung pada perbandingan antara modulus elastisitas subgrade dan lapis perkerasan, serta antara kedalaman dan jari-jari beban. Perkembangan selanjutnya, dibuat diagram-diagram faktor lendutan interface (F) untuk menentukan lendutan interface Δ s dari pengembangan teori Burmister yang telah ada. Masing-masing diagram berlaku untuk tiap harga perbandingan modulus, sedangkan nilai konstanta Poisson untuk tiap lapisan, μ, sebesar 0,5. Lendutan interface didapatkan dari rumus berikut. pa Δ s = F (2.18) E Sistem Tiga Lapis Struktur perkerasan dengan sistem tiga lapis, dibuat tabel-tabel ringkas dari tegangan normal dan radial, kemudian dikembangkan untuk mendapatkan solusi dengan parameter-parameter yang lebih luas. Struktur perkerasan tiga lapisan dan tegangan-tegangan yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 2.9 II-21
22 Gambar 2. 9 Sistem Perkerasan Tiga Lapis σ z1 : tegangan vertikal pada interface 1 σ z2 : tegangan vertikal pada interface 2 σ r1 : tegangan horizontal pada bagian bawah lapisan ke-1 σ r2 : tegangan horizontal pada bagian bawah lapisan ke-2 σ r3 : tegangan horizontal pada bagian bawah lapisan ke-3 Solusi dari tegangan vertikal ditemukan oleh Peatite disusun dalam bentuk grafik-grafik, sedangkan untuk solusi untuk tegangan horizontal dibuat oleh Jones dalam bentuk tabel-tabel. Grafik dan tabel-tabel tersebut dikembangkan untuk nilai μ = 0,5 untuk semua lapisan dengan σ r = σ t. Kedua solusi tersebut, baik solusi secara grafis maupun tabelaris menggunakan parameter-parameter sebagai berikut: E k1 atau K1 = E E k2 atau K2 = E a1 atau A = a h 2 (2.19) (2.20) (2.21) II-22
23 H = h h 1 2 (2.22) Harga-harga kombinasi dari parameter-parameter yang digunakan adalah: k1 (K1) = 0,2; 2,0; 20,0; 200,0 k2 (K2) = 0,2; 2,0; 20,0; 200,0 a1 (A) = 0,1; 0,2; 0,4; 0,8; 1,6; 3,2 H = 0,125; 0,25; 0,5; 1,0; 2,0; 4,0; 8,0 Dari grafik-grafik Peatite didapatkan nilai faktor tegangan (ZZ1 dan ZZ2) untuk harga K1, K2, A dan H tertentu dari sistem perkerasan untuk mendapatkan tegangan-tegangan vertikal sebagai berikut: σ z1 = p(zz1) (2.23) σ z1 = p(zz2) (2.24) Tegangan-tegangan horizontal didapatkan dari faktor-faktor tegangan horizontal untuk kombinasi tertentu dari k1, k2, a1, dan H. Faktor-faktor tersebut adalah (ZZ RR1), (ZZ RR2), (ZZ2 RR3). Persamaan tegangan horizontal adalah sebagai berikut: σ z1 σ r1 = p[zz1 RR1] (2.25) σ z2 σ r2 = p[zz2 RR2] (2.26) σ z2 σ r3 = p[zz2 RR3] (2.27) Untuk mendapatkan nilai-nilai tegangan horizontal, σ z1 dan σ z2 harus diketahui terlebih dahulu. 2.4 PENGUKURAN LENDUTAN Salah satu metode pengukuran lendutan pada struktur perkerasan adalah percobaan pembebanan permukaan (surface loading test). Metode ini terdiri dari dua kategori utama, yaitu pengukuran dengan beban statik/semi statik (misalnya: Benkelman Beam, California Travelling Deflectometer) dan beban dinamik (misalnya: Dynaflect, Falling Weight Deflectometer). Metode pengukuran yang diuraikan pada bab ini adalah pengukuran dengan alat Benkelman Beam dan alat Falling Weight Deflectometer (FWD). II-23
24 2.4.1 Prinsip Alat Benkelman Beam Alat Benkelman Beam terdiri dari dua batang yang mempunyai panjang total pada umumnya ( ) cm, yang terdiri dari dua bagian dengan perbandingan 1: 2 terhadap titik pivot. Alat ini dilengkapi dengan tumit batang (beam toe) yang dipasang pada ujung batang yang panjang untuk mentransfer beban roda ke permukaan perkerasan. Selain itu juga dilengkapi dengan jam ukur (dial gauge) sebagai alat untuk membaca lendutan yang terjadi. Skema alat Benkelman Beam ditampilkan pada Gambar Gambar Skema Benkelman Beam Prinsip pengukuran lendutan dengan alat Benkelman Beam adalah pemberian beban statik yang berupa sumbu tunggal belakang yang beroda ganda dari sebuah truk pada permukaan perkerasan. Lendutan yang terjadi akibat pembebanan akan ditransfer oleh batang alat tersebut dan selanjutnya akan diukur oleh jam ukur yang mejadi satu kesatuan dari alat tersebut Metoda Pengukuran Terdapat dua macam pengukuran lendutan dengan alat Benkelman Beam, yaitu: Lendutan Balik Lendutan Langsung Adapun prinsip pengukuran kedua macam lendutan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pengukuran Lendutan Balik Prinsip dari pengukuran lendutan balik adalah penentuan besarnya lendutan yang terjadi pada permukaan perkerasan dengan mengukur perpindahan permukaan perkerasan ke posisi semula setelah beban yang bekerja padanya dihilangkan (rebound) dari struktur perkerasan. II-24
25 2. Pengukuran Lendutan Langsung Prinsip dari pengukuran lendutan langsung adalah mengukur lendutan yang terjadi sebenarnya pada titik-titik dengan jarak tertentu dari pusat beban dimana beban tersebut masih berpengaruh Prinsip Alat FWD Prinsip alat FWD adalah pemberian beban impuls terhadap struktur perkerasan melalui pelat berbentuk bundar (circular), yang efeknya sama dengan beban roda kendaraan atau beban roda pesawat. Pelat tersebut diletakkan pada permukaan yang akan diukur, kemudian beban dijatuhkan sehingga timbul beban impuls pada struktur perkerasan tersebut. Beban ini akan menimbulkan lendutan (deflection) pada struktur perkerasan dan efeknya akan ditangkap oleh 7 (tujuh) buah deflektor yang diletakan pada jarak-jarak tertentu. Lendutan-lendutan akibat pengukuran ini akan membentuk suatu cekung lendutan. Hasil pembacaan untuk setiap lokasi pengamatan disimpan secara otomatis melalui suatu mikro-komputer yang menjadi satu kesatuan dengan alat FWD. Data-data lendutan tersebut dapat ditampilkan kembali untuk diproses, dianalisa, atau dicetak bila diperlukan. Peralatan Dynatest 8000 FWD Test System seperti diperlihatkan pada Gambar 2.10 terdiri dari tiga komponen utama, yaitu: Dynatest 8002E FWD Trailler, Dynatest 900 System Processor, dan komputer yang dilengkapi printer. Gambar Alat Falling Weight Deflectometer Metode Pengukuran Parameter-parameter yang berkaitan dengan pengoperasian alat FWD di lapangan adalah diameter pelat, berat beban pelat, tinggi jatuh beban, jarak antar deflektor, jumlah titik pengamatan, dan pengukuran temperatur perkerasan. II-25
26 Parameter-parameter tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Diameter Pelat Alat FWD ini dilengkapi dengan dua macam pelat yang masing-masing bediameter 300 mm dan 450 mm. Untuk perkerasan lentur, pelat yang biasa digunakan adalah dengan diameter 300 mm sedangkan untuk perkerasan non-aspal (unbound material) atau tanah dasar digunakan pelat dengan diameter 450 mm. 2. Berat Beban Pelat Berat beban yang dijatuhkan pada pelat sebenarnya mempresentasikan tekanan ban pada permukaan perkerasan. Berat beban yang digunakan untuk perkerasan normal adalah 200 kg. Di Indonesia, beban as maksimum yang diijinkan adalah 8 ton dan beban as standar adalah 8,2 ton (AASHTO Road Test) sehingga beban setengah as (dua ban) adalah 41 kn, dan tekanan ban sebesar 580 kpa. 3. Tinggi Jatuh Beban Tinggi jatuh beban yang dimiliki alat FWD adalah 81 mm, 135 mm, 196 mm, dan 361 mm. Berat beban dan tinggi jatuh beban merefleksikan beban impuls yang diberikan kepada perkerasan untuk menimbulkan besar lendutan yang diinginkan. Apabila timbul lendutan besar, antara 1 mm dan 1,5 mm, maka berat beban dan tinggi jatuh harus direduksi. Disarankan berat beban adalah 100 kg dan tinggi jatuh nomor 3 (196 mm), yang akan memberikan peak load : 25 kn dan peak stress level :355 kpa. 4. Jarak Antar Deflektor Alat FWD mempunyai 7 (tujuh) buah deflektor yang dapat diatur/disesuaikan jarak antar deflektornya sesuai dengan kondisi lapangan. Jarak antar deflektor berkaitan erat dengan bentuk cekung lendutan yang diinginkan. 5. Pembacaan Temperatur Perkerasan Alat FWD dilengkapi dengan alat ukur temperatur (permukaan) perkerasan secara otomatis dengan menggunakan sinar infra merah. Hasil pengukuran secara otomatis akan disimpan dalam komputer. Ketelitian pembacaan temperatur akan mempengaruhi hasil perhitungan seluruh modulus lapisan (layer modulus), khususnya modulus lapisan aspal. Pengukuran temperatur permukaan dengan alat infra merah ini dapat dilakukan dengan syarat tidak terjadi perbedaan yang cukup besar antara dua pengukuran yang berurutan. Pengukuran manual pada kedalaman 5 cm dapat mewakili temperatur perkerasan. II-26
27 Pengolahan Data FWD Data defleksi digunakan untuk mengevaluasi kapasitas struktur perkerasan. Pendekatan yang digunakan dengan menggunakan data lendutan, yang menggunakan pengukuran cekung defleksi (dibandingkan dengan menggunakan lendutan maksimum saja). Pendekatan yang pertama adalah dengan mempertimbangkan kombinasi antara pengaruh kekakuan (nilai modulus) dengan tebal yang akan menentukan kapasitas perkerasan secara keseluruhan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah defleksi maksimum yang terjadi sebagai gambaran dari dua parameter yang berbeda, yaitu kapasitas struktural dan modulus tanah dasar. Melalui data defleksi maksimum, dapat diestimasikan nilai modulus tanah dasar sebagai berikut: 0.24P MR = (2.28) d r r. keterangan: MR = Modulus Resilien tanah dasar, psi P = beban, lbs dr = lendutan yang diukur pada jarak r, inchi r = radius terhadap lendutan yang diukur, inchi D 1+ 1 a dr = 1,5 p + (2.29) 2 Ep D E p M a + 3 R a M R Persamaan 2.28 dan 2.29 berlaku apabila memenuhi nilai berikut, Nilai Ep dapat diketahui dengan metode trial and error : 2 E 2 p a = + 3 e a D dan r 0, 7a R e (2.30) M II-27
28 keterangan: D = Tebal total lapis perkerasan di atas tanah dasar P = Beban pelat a = jari-jari beban pelat d 0 = lendutan pada pusat beban Ep = Modulus efektif seluruh lapisan perkerasan di atas tanah dasar = modulus resilient M R Indeks Tebal perkerasan efektif didapatkan dengan rumus sebagai berikut: ITP 0,023633D3 eff = Ep (2.31) Indeks tebal perkerasan (ITP) didapatkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: logn = Z R 2,32 log( M ΔPSI log 4,2 1,5 9,36 log( 2,54) 3,9892 So + ITP ,5853 0,4 + ( ITP + 2,54) R ) 3,0566 5,19 + (2.32) keterangan: Z R = Standar deviasi So = Overall standard deviation (0,4-0,5 untuk perkerasan lentur) ΔPSI = selisih nilai indeks permukaan IP 0 = 4,2 untuk indeks permukaan asli (AASHO Road Test for flexible pavement) IPt = indeks tebal permukaan kritis Desain tebal lapis tambahan didapatkan dari rumus berikut: ( ITP ITPeff ) Dol = (2.33) a ol keterangan: D ol = tebal lapis tambahan yang dibutuhkan ITP = indeks tebal perkerasan rencana ITP eff = indeks tebal perkerasan yang terpasang saat ini = koefisien struktural perkerasan terpasang a ol II-28
29 Metode yang kedua adalah dengan mengestimasi modulus lapisan yang efektif, yaitu: Eac: Modulus efektif lapisan aspal Eb/sb: Modulus lapisan efektif dari lapis pondasi dan lapis pondasi bawah Esg: Modulus lapisan tanah dasar yang mencerminkan kondisi material pada saat pengukuran. Tujuan dari metode ini adalah untuk menghitung ulang (backcalculation) seluruh modulus lapisan dari hasil cekung lendutan. Analisis kapasitas struktur perkerasan lentur berdasarkan kombinasi kekuatan-tebal dari semua lapisan di atas tanah dasar. Asumsi dasar pada metode ini adalah terdapat satu set modulus lapisan (E1, E2, E3,..En) eksisting yang diprediksi berdasarkan cekung lendutan yang terjadi akibat beban dinamik. Teori yang digunakan dalam teknik backcalculation untuk mendapatkan nilai-nilai modulus pada tiap lapisan adalah teori elastis multilapisan (multi-layered elastic). Keterbatasan dari pendekatan ini adalah memerlukan perhitungan matematika yang kompleks sehingga digunakan bantuan program komputer. Hal lain yang harus diperhatikan adalah modulus untuk lapisan aspal harus disesuaikan dengan temperatur standar sebelum analisis kapasitas struktur dilakukan. II-29
30 Gambar 2. 1 (a) Flexible Pavement, (b) Rigid Pavement...II-1 Gambar 2. 2 Korelasi DDT dan CBR...II-4 Gambar 2. 3Faktor Konversi untuk Perkerasan Full Depth...II-10 Gambar 2. 4 Faktor Pengaturan Temperatur untuk Ketebalan yang Bervariasi...II-13 Gambar 2. 5 Hubungan Design Rebound Deflection dan ESAL...II-14 Gambar 2. 6 Grafik Desain Ketebalan Overlay Berdasarkan Lendutan Balik dan Desain ESAL...II-15 Gambar 2. 7 Konsep Dasar Sistem Multilapis...II-17 Gambar 2. 8 Kurva Pengaruh Tegangan untuk Sistem Dua Lapis dari Burmister...II-20 Gambar 2. 9 Sistem Perkerasan Tiga Lapis...II-22 Gambar Skema Benkelman Beam...II-24 Gambar Alat Falling Weight Deflectometer...II-25 Tabel 2. 1 Jalur Rencana...II-2 Tabel 2. 2 Faktor Regional (FR)...II-7 Tabel 2. 3 Faktor Ekivalen dari Aspal Emulsi...II-10 Tabel 2. 4 Faktor Konversi untuk Menentukan Ketebalan Efektif...II-11 Tabel 2. 5 Faktor Pertumbuhan Total...II-16 Tabel 2. 6 Persamaan Persamaan dari Sistem Satu Lapis...II-19 II-30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR 1.1 Umum Overlay merupakan lapis perkerasan tambahan yang dipasang di ataskonstruksi perkerasan yang ada dengan tujuan meningkatkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Sebelum tahun 1920-an, desain perkerasan pada dasarnya adalah penentuan ketebalan bahan berlapis yang akan memberikan kekuatan dan perlindungan untuk tanah dasar
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Tebal Perkerasan dengan Metode Analisa Komponen dari Bina Marga 1987 1. Data Perencanaan Tebal Perkerasan Data perencanaan tebal perkerasan yang digunakan dapat
Lebih terperinciDR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA
PERKERASAN JALAN BY DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA Perkerasan Jalan Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas,sebagai berikut :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan diatasnya sehingga diperlukan suatu konstruksi yang dapat menahan dan mendistribusikan beban lalu lintas yang
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G
9 BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu-lintas. Jenis konstruksi perkerasan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR KONSTRUKSI JALAN RAYA. 1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Spine Road III Bukit Sentul
BAB III METODOLOGI PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR KONSTRUKSI JALAN RAYA 3.1. Data Proyek 1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Spine Road III Bukit Sentul Bogor. 2. Lokasi Proyek : Bukit Sentul Bogor ` 3.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, pertumbuhan ekonomi di suatu daerah juga semakin meningkat. Hal ini menuntut adanya infrastruktur yang cukup memadai
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Tebal Perkerasan Dalam usaha melakukan pemeliharaan dan peningkatan pelayanan jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah daerah yang mengalami kerusakan
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Menurut Sukirman (1999), perencanaan tebal perkerasan lentur jalan baru umumnya dapat dibedakan atas 2 metode yaitu : 1. Metode Empiris Metode ini dikembangkan berdasarkan
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. A. Parameter Desain
BAB III LANDASAN TEORI A. Parameter Desain Dalam perencanaan perkerasan jalan ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu berdasarkan fungsi jalan, umur rencana, lalu lintas, sifat tanah dasar, kondisi
Lebih terperincikonfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda perkerasan. Dengan demikian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beban Lalu lintas Konstruksi perkerasan jalan menerima beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda-roda kendaraan. Besarnya tergantung dari berat total kendaraan, konfigurasi
Lebih terperinciPERANCANGAN STRUKTURAL PERKERASAN BANDAR UDARA
PERANCANGAN STRUKTURAL PERKERASAN BANDAR UDARA PERKERASAN Struktur yang terdiri dari satu lapisan atau lebih dari bahan 2 yang diproses Perkerasan dibedakan menjadi : Perkerasan lentur Campuran beraspal
Lebih terperinciBab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL
63 Bab V Analisa Data V.1. Pendahuluan Dengan melihat kepada data data yang didapatkan dari data sekunder dan primer baik dari PT. Jasa Marga maupun dari berbagai sumber dan data-data hasil olahan pada
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii ABSTRAK iii KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN viii DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN ix BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 LATAR
Lebih terperinciB. Metode AASHTO 1993 LHR 2016
70 B. Metode AASHTO 1993 1. LHR 2016 dan LHR 2026 Tipe Kendaraan Tabel 5.9 LHR 2016 dan LHR 2026 LHR 2016 (Smp/2Arah/Hari) Pertumbuhan Lalulintas % LHR 2026 Smp/2arah/hari Mobil Penumpang (2 Ton) 195 17,3
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Bina Marga Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan saat melakukan survei visual adalah kekasaran permukaan, lubang, tambalan, retak, alur,
Lebih terperinciDESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO
DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO 199 1 Siegfried 2 & Sri Atmaja P. Rosyidi 1. Metoda AASHTO 9 Salah satu metoda perencanaan untuk tebal perkerasan jalan yang sering
Lebih terperinciGambar 3.1. Diagram Nilai PCI
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Penentuan Kerusakan Jalan Ada beberapa metode yang digunakan dalam menentukan jenis dan tingkat kerusakan jalan salah satu adalah metode pavement condition index (PCI). Menurut
Lebih terperinciBAB II METODE PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR. digunakan untuk melayani beban lalu lintas [6]. Perkerasan merupakan struktur
BAB II METODE PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR II.1. UMUM Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas [6]. Perkerasan merupakan struktur
Lebih terperinciPERANCANGAN PERKERASAN CONCRETE BLOCK DAN ESTIMASI BIAYA
PERANCANGAN PERKERASAN CONCRETE BLOCK DAN ESTIMASI BIAYA Patrisius Tinton Kefie 1, Arthur Suryadharma 2, Indriani Santoso 3 dan Budiman Proboyo 4 ABSTRAK : Concrete Block merupakan salah satu alternatif
Lebih terperinci1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
1 LAPIISAN DAN MATERIIAL PERKERASAN JALAN (Sonya Sulistyono, ST., MT.) A. Jenis dan Fungsi Lapis Perkerasan 1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Kontruksi perkerasan lentur (flexible Pavement)
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi syarat-syarat secara teknis maupun ekonomis. Syarat-Syarat umum jalan yang harus dipenuhi adalah:
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM Jalan raya adalah suatu lintasan yang bermanfaat untuk melewatkan lalu lintas dan satu tempat ke tempat lain sebagai penghubung dalam satu daratan. Jalan raya sebagai sarana
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Pavement Condition Index (PCI) Pavement Condotion Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi
Lebih terperinciStudi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda
Jurnal Rekayasa Hijau No.1 Vol. I ISSN 2550-1070 Maret 2017 Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda Rahmi Zurni, Welly Pradipta,
Lebih terperinciKOMPARASI TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE BINA MARGA
KOMPARASI TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE BINA MARGA Wesli 1), Said Jalalul Akbar 2) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh email: 1) ir_wesli@yahoo.co.id,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Agustus 2005 oleh Washington State Departement of Transportation (WSDOT).
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1.1 Umum Program EVERSERIES merupakan program komputer yang diperuntukkan dalam perencanaan overlay ataupun analisis perkerasan lentur. Program ini dikeluarkan Agustus 2005
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Metode Analisa Komponen
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Metode Analisa Komponen Untuk merencanakan tebal perkerasan jalan ruas jalan Palbapang Barongan diperlukan data sebagai berikut: 1. Data Lalu-lintas Harian Rata rata (LHR)
Lebih terperinciGAMBAR KONSTRUKSI JALAN
1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah
Lebih terperinciBAB V VERIFIKASI PROGRAM
49 BAB V VERIFIKASI PROGRAM 5.1 Pembahasan Jenis perkerasan jalan yang dikenal ada 2 (dua), yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Sesuai tujuan dari penelitian
Lebih terperinciSTUDI KORELASI DAYA DUKUNG TANAH DENGAN INDEK TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA
STUDI KORELASI DAYA DUKUNG TANAH DENGAN INDEK TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA Said Jalalul Akbar 1), Wesli 2) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh Email:
Lebih terperinciBAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR
BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR 4.1 Data Perencanaan Tebal Perkerasan Jenis jalan yang direncanakan Arteri) Tebal perkerasan = Jalan kelas IIIA (jalan = 2 lajur dan 2 arah Jalan dibuka pada
Lebih terperinciStudi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993
Rekaracana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Januari 2015 Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993 PRATAMA,
Lebih terperinciPerbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013
Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Teknik Sipil Itenas No.x Vol. xx Agustus 2014 Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya
Lebih terperinciBAB III METODA PERENCANAAN
BAB III METODA PERENCANAAN START PENGUMPULAN DATA METODA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU JALAN LAMA METODE BINA MARGA METODE AASHTO ANALISA PERBANDINGAN ANALISA BIAYA KESIMPULAN DAN SARAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakan roda perekonomian nasional dan daerah, mengingat penting dan strategisnya fungsi jalan untuk mendorong
Lebih terperinciBINA MARGA PT T B
BINA MARGA PT T- 01-2002-B SUSUNAN LAPISAN PERKERASAN 2 KRITERIA PERENCANAAN Beban Lalu lintas Klasifikasi Jalan Realibilitas Kekuatan bahan Daya Dukung Tanah Faktor Lingkungan 3 RUMUS DASAR Rumus AASHTO
Lebih terperinciJurnal J-ENSITEC, 01 (2014)
Jurnal J-ENSITEC, 01 (2014) PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ANTARA BINA MARGA DAN AASHTO 93 (STUDI KASUS: JALAN LINGKAR UTARA PANYI NG KI RA N- B ARI BIS AJ AL E NGKA) Abdul Kholiq, S.T.,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan (pavement) adalah lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi sebagai sarana transportasi.
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Validasi Program Suatu program dapat digunakan jika program tersebut mempunyai dasar perhitungan manual. Program KENPAVE merupakan program yang didasari pada metode sistem
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Jalan Jalan merupakan suatu akses penghubung asal tujuan, untuk mengangkut atau memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain. Infrastrukur jalan di Indonesia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Perkerasan Jalan Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan yaitu : perkerasan lentur, perkerasan kaku dan gabungan dari keduanya
Lebih terperinciSTUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B
STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI 1732-1989-F DAN Pt T-01-2002-B Pradithya Chandra Kusuma NRP : 0621023 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK
Lebih terperinciBAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Tebal Perkerasan Menggunakan Metode Manual Desain Perkerasan Jalan 2013 1. Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan Baru a. Umur Rencana Penentuan umur rencana
Lebih terperinciASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN
ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN Prof. Dr.Ir.Hary Christady Hardiyatmo, M.Eng.,DEA Workshop Continuing Profesional Development (CPD) Ahli Geoteknik Hotel Ambara - Jakarta 3-4 Oktober 2016
Lebih terperinciAnalisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO Rigid Pavement ARI SURYAWAN (hal. 213)
Analisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO 1993 + Rigid Pavement ARI SURYAWAN (hal. 213) Data - Data yang diperlukan : Umur rencana = 20 tahun CBR tanah dasar = 6 % Kuat tarik lentur (fcf) = 4.0
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,
BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, terutama di daerah perkotaan terus memacu pertumbuhan aktivitas penduduk. Dengan demikian, ketersediaan
Lebih terperinciANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO
ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO 1993 1 (Studi Kasus Paket Peningkatan Ruas Jalan Siluk Kretek, Bantul, DIY) Sisqa Laylatu Muyasyaroh
Lebih terperinciMODULUS RESILIENT TANAH DASAR DALAM DESAIN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR SECARA ANALITIS
MODULUS RESILIENT TANAH DASAR DALAM DESAIN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR SECARA ANALITIS ABSTRAK Dr. Ir. Djunaedi Kosasih, MSc. Ir. Gregorius Sanjaya S, MT Dosen Departemen Teknik Sipil Dosen Jurusan Teknik
Lebih terperinciSTUDI KASUS: JALAN RUAS KM. 35 PULANG PISAU. Adi Sutrisno 06/198150/TK/32229
STUDI KASUS: JALAN RUAS KM. 35 PULANG PISAU Adi Sutrisno 06/198150/TK/32229 Jalan Raya Flexible Pergerakan bebas Jarak Dekat Penelitian Metode Lokasi Kerusakan = Kerugian Materi Korban Batasan Masalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pada dasarnya jalan memiliki umur pelayanan dan umur rencana. Dengan berjalannya waktu tingkat pelayanan jalan akan berkurang, oleh karena itu untuk menjaga tingkat
Lebih terperinciPERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR AKIBAT MENINGKATNYA BEBAN LALU LINTAS PADA JALAN SINGKAWANG-SAGATANI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN
PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR AKIBAT MENINGKATNYA BEBAN LALU LINTAS PADA JALAN SINGKAWANG-SAGATANI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN Eka Prasetia 1)., Sutarto YM 2)., Eti Sulandari 2) ABSTRAK Jalan merupakan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI 3.1 Metode Pengumpulan Data
30 BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Pengumpulan Data Di dalam mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan, difokuskan pada pokok-pokok permasalahan yang ada, sehingga tidak terjadi penyimpangan dan kekaburan
Lebih terperinciTeknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015
Reka Racana Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015 PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN Nomor 02/M/BM/2013 FAHRIZAL,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kasifikasi Jalan Perencanaan peningkatan ruas jalan Bayah Cikotok yang berada di Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor menjadi Jalan Nasional.
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN START Jalan Lama ( Over Lay) Data data sekunder : - Jalur rencana - Angka ekivalen - Perhitungan lalu lintas - DDT dan CBR - Faktor Regional - Indeks Permukaan - Indeks Tebal
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas umum,yang berada pada permukaan tanah, diatas
Lebih terperinciAnalisis Struktur Perkerasan Lentur Menggunakan Program Everseries dan Metoda AASHTO 1993 Studi kasus: Jalan Tol Jakarta - Cikampek
Ferdian, dkk. ISSN 0853-2982 Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Analisis Struktur Perkerasan Lentur Menggunakan Program Everseries dan Metoda AASHTO 1993 Studi kasus: Jalan Tol Jakarta -
Lebih terperinciBAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI
V-1 BAB V EVALUASI V.1 TINJAUAN UMUM Dalam Bab ini, akan dievaluasi tanah dasar, lalu lintas, struktur perkerasan, dan bangunan pelengkap yang ada di sepanjang ruas jalan Semarang-Godong. Hasil evaluasi
Lebih terperinciB. Metode AASHTO 1993 LHR 2016
70 B. Metode AASHTO 1993 1. LHR 2016 dan LHR 2026 Tipe Kendaraan Tabel 5.9 LHR 2016 dan LHR 2026 LHR 2016 (Smp/2Arah/Hari) Pertumbuhan Lalulintas % LHR 2026 Smp/2arah/hari Mobil Penumpang (2 Ton) 195 17,3
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang digunakan berupa batu pecah
Lebih terperinciSTUDI PENGARUH BEBAN BELEBIH (OVERLOAD) TERHADAP PENGURANGAN UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN
STUDI PENGARUH BEBAN BELEBIH (OVERLOAD) TERHADAP PENGURANGAN UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil RINTO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Metode desain tebal lapis tambah (overlay) terkinimenggunakan. lendutan/defleksi ini menjadi lebih kecil dari lendutan ijin.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode desain tebal lapis tambah (overlay) terkinimenggunakan pengukuran lendutan permukaan sebagai input. Apabila kondisi suatu struktur perkerasan lentur semakin
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan, yaitu :
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Perkerasan Jalan Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan, yaitu : perkerasan lentur, perkerasan kaku dan gabungan dari keduanya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi dan Klasifikasi Jalan Menurut Peraturan Pemerintah (UU No. 22 Tahun 2009) Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan
Lebih terperinciPerbandingan Kekerasan Kaku I Gusti Agung Ayu Istri Lestari 128
ABSTRAKSI GaneÇ Swara Vol. 7 No.1 Maret 2013 PERBANDINGAN PERKERASAN KAKU DAN PERKERASAN LENTUR I GUSTI AGUNG AYU ISTRI LESTARI Fak. Teknik Univ. Islam Al-Azhar Mataram Perkerasan jalan merupakan suatu
Lebih terperinciMenetapkan Tebal Lapis Perkerasan
METODE PERHITUNGAN BIAYA KONSTRUKSI JALAN Metode yang digunakan dalam menghitung tebal lapis perkerasan adalah Metode Analisa Komponen, dengan menggunakan parameter sesuai dengan buku Petunjuk Perencanaan
Lebih terperinciSTUDI PENGARUH PENGAMBILAN ANGKA EKIVALEN BEBAN KENDARAAN PADA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN FLEKSIBEL DI JALAN MANADO BITUNG
STUDI PENGARUH PENGAMBILAN ANGKA EKIVALEN BEBAN KENDARAAN PADA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN FLEKSIBEL DI JALAN MANADO BITUNG Soraya Hais Abdillah, M. J. Paransa, F. Jansen, M. R. E. Manoppo Fakultas Teknik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Perkerasan jalan secara umum dibedakan atas dua macam yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Pada dasarnya perkerasan lentur
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian
BAB IV METODE PENELITIAN A. Tahapan Penelitian Penelitian ini disusun dalam lima tahap penelitian utama Gambar 4.1. Awalnya perencanaan tebal perkerasan jalan menggunakan Metode Analisa Komponen dari Bina
Lebih terperinciPERBANDINGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN DAN ASPHALT INSTITUTE
PERBANDINGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN DAN ASPHALT INSTITUTE Rifki Zamzam Staf Perencanaan dan Sistem Informasi Politeknik Negeri Bengkalis E-mail : rifkizamzam@polbeng.ac.id
Lebih terperinciPERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR
PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR Oleh : Andini Fauwziah Arifin Dosen Pembimbing : Sapto Budi
Lebih terperincigambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan
BAB HI LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Konstruksi perkerasan lentur terdiri dan lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk
Lebih terperinciPROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2008
PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAHAN PADA PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN PROGRAM EVERSERIES STUDI KASUS : JALAN TOL JAKARTA-CIKAMPEK RUAS BEKASI BARAT-BEKASI TIMUR TUGAS AKHIR Diajukan sebagai syarat untuk
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pengujian Sifat-Sifat Fisis dan Indeks Tanah Colluvium Pengujian sifat-sifat fisis dan indeks tanah dilakukan untuk mengetahui jenis atau klasifikasi
Lebih terperinciGambar III.1 Diagram Alir Program Penelitian
BAB III PROGRAM DAN METODOLOGI PENELITIAN III.1 Program Penelitian Program penelitian diawali dengan studi pustaka tentang teori dasar struktur perkerasan kaku berdasarkan metoda ICAO. Sesuai dengan tujuan
Lebih terperinciPERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN CIJELAG - CIKAMURANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE AASTHO 93
PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN CIJELAG - CIKAMURANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE AASTHO 93 DANIEL SARAGIH NRP : 0021114 Pembimbing :Ir. SILVIA SUKIRMAN FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK
Lebih terperinciBAB IV STUDI KASUS BAB 4 STUDI KASUS
BAB IV STUDI KASUS BAB STUDI KASUS Untuk menguji ketepatan program FPP dalam melakukan proses perhitungan, maka perlu dilakukan suatu pengujian. Pengujian ini adalah dengan membandingkan hasil dari perhitungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pemeliharaan dan rehabilitasi. Saat ini, pemeliharaan dan rehabilitasi di Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pekerjaan perbaikan perkerasan jalan, dikenal dua istilah yaitu pemeliharaan dan rehabilitasi. Saat ini, pemeliharaan dan rehabilitasi di Indonesia belum dapat
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi Masalah. Studi Literatur. Pengumpulan Data Sekunder. Rekapitulasi Data. Pengolahan Data.
BAB IV METODE PENELITIAN A. Tahapan Penelitian Secara umum, tahapan-tahapan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam bagan alir dibawah ini. Identifikasi Masalah Studi Literatur Pengumpulan Data Sekunder
Lebih terperinciPERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR RUAS JALAN PARINGIN- MUARA PITAP KABUPATEN BALANGAN. Yasruddin¹)
73 INFO TEKNIK, Volume 12 No. 1, Juli 2011 PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR RUAS JALAN PARINGIN- MUARA PITAP KABUPATEN BALANGAN Yasruddin¹) Abstrak Jalan raya merupakan prasarana transportasi yang sangat
Lebih terperinciKEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti
KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT Oleh : Dwi Sri Wiyanti Abstract Pavement is a hard structure that is placed on the subgrade and functionate to hold the traffic weight that
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapis tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Apapun jenis perkerasan
Lebih terperinciEvaluasi Struktural Perkerasan Kaku Menggunakan Metoda AASHTO 1993 dan Metoda AUSTROADS 2011 Studi Kasus : Jalan Cakung-Cilincing
Irawan, dkk. ISSN 0853-2982 Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Abstrak Evaluasi Struktural Perkerasan Kaku Menggunakan Metoda AASHTO 1993 dan Metoda AUSTROADS 2011 Studi Kasus : Jalan Cakung-Cilincing
Lebih terperinciBAB II1 METODOLOGI. Berikut ini adalah bagan alir (Flow Chart) proses perencanaan lapis
BAB II1 METODOLOGI 3.1 Kriteria dan Tujuan Perencanaan Dalam dunia civil, salah satu tugas dari seorang civil engineer adalah melakukan perencanaan lapis perkerasan jalan yang baik, benar dan dituntut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan 2.1.1 Istilah Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : 1. Jalan adalah prasarana
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan konstruksi yang berfungsi untuk melindungi tanah dasar (subgrade) dan lapisan-lapisan pembentuk perkerasan lainnya supaya tidak mengalami
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah 1. Kadar Air Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan sebanyak dua puluh sampel dengan jenis tanah yang sama
Lebih terperinciANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN (MDP) 2013
ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN (MDP) 2013 Ricky Theo K. Sendow, Freddy Jansen Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sam Ratulangi Email:
Lebih terperinciPROYEK AKHIR. PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN PASURUAN-PILANG STA s/d STA PROVINSI JAWA TIMUR
PROYEK AKHIR PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN PASURUAN-PILANG STA 14+650 s/d STA 17+650 PROVINSI JAWA TIMUR Disusun Oleh: Muhammad Nursasli NRP. 3109038009 Dosen Pembimbing : Ir. AGUNG BUDIPRIYANTO,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Paramater Perencanaan Tebal Lapisan Konstruksi Perkerasan Menurut Alamsyah (2001), lapisan perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan
Lebih terperinci1 FERRY ANDRI, 2 EDUARDI PRAHARA
ANALISIS PERENCANAAN PELAPISAN TAMBAH PADA PERKERASAN LENTUR BERDASARKAN METODE SNI 1732-1989-F DAN AASHTO 1993 STUDI KASUS : RUAS CIASEM- PAMANUKAN (PANTURA) 1 FERRY ANDRI, 2 EDUARDI PRAHARA 1 Teknik
Lebih terperinciPerencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Benkelman Beam Pada Ruas Jalan Kabupaten Dairi-Dolok Sanggul, Sumatera Utara
Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Benkelman Beam Pada Ruas Jalan Kabupaten
Lebih terperinciTUGAS AKHIR - RC
TUGAS AKHIR RC09 1380 EVALUASI PARAMETER KOEFISIEN DISTRIBUSI KENDARAAN (C) UNTUK JALAN TIPE 4/2UD UNTUK PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR CARA BINA MARGA (Studi Kasus : Jl. Yogyakarta Magelang Km 21
Lebih terperinciTINJAUAN ULANG PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA
TINJAUAN ULANG PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA (Studi Kasus Proyek Rekonstruksi / Peningkatan Struktur Jalan Simpang Peut Batas Aceh Selatan Km 337) Tugas Akhir
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan umum Jalan memiliki umur layan atau umur rencana. Jika umur layan telah terlampaui, maka perlu adanya suatu lapisan tambahan (overlay) untuk meremajakan struktur perkerasan.
Lebih terperinciPerkerasan kaku Beton semen
Perkerasan kaku Beton semen 1 Concrete pavement profile 2 Tahapan Perencanaan Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) 3 Parameter perencanaan tebal perkerasan kaku Beban lalu lintas Kekuatan tanah dasar Kekuatan
Lebih terperinciANALISA DESAIN OVERLAY DAN RAB RUAS JALAN PONCO - JATIROGO LINK 032, STA KM
ANALISA DESAIN OVERLAY DAN RAB RUAS JALAN PONCO - JATIROGO LINK 032, STA KM 143+850 146+850 Nama Mahasiswa : Ocky Bahana Abdiano NIM : 03111041 Jurusan : Teknik SipiL Dosen Pembimbing : Ir. Sri Wiwoho
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perencanaan dan perancangan secara umum adalah kegiatan awal dari rangkaian fungsi manajemen. Inti dari sebuah perencanaan dan perancangan adalah penyatuan pandangan
Lebih terperinciKERUSAKAN YANG TIMBUL PADA JALAN RAYA AKIBAT BEBAN ANGKUTAN YANG MELEBIHI DARI YANG DITETAPKAN
KERUSAKAN YANG TIMBUL PADA JALAN RAYA AKIBAT BEBAN ANGKUTAN YANG MELEBIHI DARI YANG DITETAPKAN Abstrak: Permukaan perkerasan jalan raya yang telah dibangun perlu dipelihara agar tetap mulus untuk memberikan
Lebih terperinci