1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirsak (Annona muricata L.) merupakan tanaman yang berasal dari Karibia, Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Sirsak termasuk salah satu tanaman herbal yang setiap bagiannya bisa dimanfaatkan sebagai obat, mulai dari buah, batang, daun, hingga akar mempunyai khasiat masing-masing (Yudha, 2016:1). Sirsak memiliki banyak manfaat, setiap 100 g buah sirsak memiliki kandungan gizi sebanyak 65 kalori, 1 g protein, 0,3 g hidrat arang, 14 mg kalsium, 27 mg fosfor, 0,6 mg besi, 10 SI vitamin A, 0,07 mg vitamin B, 20 mg vitamin C dan 81,7 % kandungan air. Bagian daun dan batang sirsak mengandung senyawa tanin, fitosterol, Ca-oksalat dan alkaloid murisne. Khasiat dari sirsak digunakan pula dalam pengobatan ambeien, sakit kandung air seni (kemih), bayi mencret, anyang-anyangan, sakit pinggang dan bisul (Septiatin, 2009:125). Zuhud (Adri dan Hersoelistyorini, 2013:1) mengemukakan, daun sirsak banyak digunakan sebagai obat herbal untuk mengobati berbagai penyakit, antara lain penyakit asma di Andes (Peru), diabetes dan kejang di Amazonia (Peru). Menurut Ardra (2013:5) kandungan senyawa acetogenins yang terdapat pada daun sirsak mempunyai kegunaan untuk membunuh berbagai macam sel kanker. Cisannonacin memiliki potensi 10.000 kali lebih besar dari adriamicin untuk mengatasi kanker. Senyawa acetogenins dapat membunuh sel-sel kanker tanpa mengganggu selsel sehat dalam tubuh manusia. 1
2 Sirsak memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan sebagai obat anti-kanker, mengingat jumlah penderita penyakit ini semakin meningkat terutama di negara-negara berkembang. Data Kementerian Kesehatan RI (2015) menyatakan, pada tahun 2012 sekitar 8,2 juta kematian disebabkan oleh penyakit kanker. Kanker paru, hati, perut, klorektal dan kanker payudara adalah penyebab terbesar kematian akibat kanker setiap tahunnya. Kebutuhan masyarakat akan sirsak semakin meningkat, sebagai sumber makanan bergizi maupun bahan pengobatan berbagai penyakit. Akan tetapi, usaha pembudidayaan sirsak oleh petani masih kurang berkembang. Menurut Rukmana (2015:2) secara nasional, pemanfaatan sumber daya lahan untuk pengembangan budidaya sirsak masih relatif sempit. Produksi rata-rata sirsak di Indonesia dalam lima tahun terakhir (2008-2012) ialah 58.536,6 hektar/tahun. Sedangkan proporsi luas panen sirsak hanya mencapai 0,54% dari luas panen buah-buahan di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2013), produksi sirsak di Indonesia mencapai 52.086 ton. Jumlah ini jauh mengalami penurunan jika dibandingkan dengan produksi sirsak pada tahun 2006 yang mencapai 84.373 ton. Sedangkan di Provinsi Jambi, produksi sirsak pada tahun 2012 sebesar 840 ton dan mengalami penurunan pada tahun 2013 menjadi 337 ton. Usaha budidaya sirsak dalam skala agribisnis telah berkembang di berbagai negara, diantaranya Malaysia, Thailand dan Australia. Produk utama komoditas sirsak yang diminta pasar dunia berupa konsentrat buah sirsak. Indonesia memiliki prospek yang sama dengan negara lain dalam produksi sirsak, apabila dilakukan pengelolaan secara intensif berpola agribisnis dan agroindustri sebagai sumber devisa negara (Rukmana, 2015:3).
3 Potensi alam Provinsi Jambi terbilang cocok untuk pengembangan budidaya sirsak. Hal ini didukung oleh lahan yang masih cukup luas dan iklim yang sesuai bagi pertumbuhan sirsak. Menurut Sudjijo (2008:2-3) tanaman sirsak dapat tumbuh dengan baik sampai pada ketinggian 1000 m dari permukaan laut. Menurut Zuhud (2011:18) tanaman sirsak akan tumbuh dengan baik di daerah beriklim basah sampai daerah kering bersuhu 22-28 O C, kelembaban udara (RH) 60-80%, dan curah hujan berkisar antara 1.500-2.500 mm per tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2015:1), curah hujan rata-rata di Provinsi Jambi pada tahun 2013 mencapai 2093,6 mm. Walau demikian, pertumbuhan sirsak juga dipengaruhi berbagai faktor untuk mendukung pertumbuhan optimalnya. Sebagian besar tanah di Provinsi Jambi merupakan jenis PMK (Podsolik Merah Kuning). Tanah ini bersifat asam dan memiliki kandungan bahan organik yang rendah. Berdasarkan data Badan Perencanaan Daerah Provinsi Jambi (2010:4), jenis tanah yang memiliki persebaran terluas di Provinsi Jambi ialah tanah PMK dengan luas 2.036.386 hektar atau 39,93% dari luas wilayah Provinsi Jambi. Menurut Taufik (2014:6) podsolik merah kuning merupakan bagian dari tanah ultisol. Tanah PMK bewarna merah sampai kuning dengan kesuburan yang relatif rendah karena mengalami proses pencucian. Untuk mendukung pertumbuhan tanaman budidaya di daerah yang memiliki tingkat kesuburan rendah dibutuhkan penambahan nutrisi melalui pemupukan. Pupuk yang aman dan tidak menimbulkan residu kimia pada hasil panen ialah pupuk organik. Salah satu jenis pupuk organik yang murah dan ramah lingkungan ialah pupuk hijau.
4 Menurut Musnamar (2003:46) pupuk hijau adalah pupuk yang memanfaatkan jaringan tumbuhan hijau. Jaringan tumbuhan kemudian dibenamkan ke dalam media tanah untuk menambah nutrisi. Jenis tumbuhan yang biasanya digunakan sebagai pupuk hijau antara lain rerumputan, leguminosae dan non leguminosae. Salah satu tanaman yang mudah dijumpai dan belum banyak dimanfaatkan potensinya ialah lamtoro gung. Lamtoro gung (Leucaena leucocephala L.) dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, makanan ternak dan reboisasi lahan. Menurut Soerodjotanoso (Palimbungan dkk., 2006:2) ekstrak tumbuhan tersebut selain sebagai pupuk organik, juga berfungsi sebagai pestisida nabati. Sebagai pupuk, komposisi kimia daun lamtoro gung mengandung 3,84% N, 0,20% P, 2,06% K, 1,31% Ca, 0,33% Mg. Hasil penelitian Wahyudi (2009:271) mengemukakan bahwa tanah ultisol yang diberi pupuk guano dan pupuk hijau daun lamtoro sampai dengan dosis 20 ton/ha dapat meningkatkan ph tanah, C-organik tanah, bobot kering tanaman dan serapan nitrogen pada tanaman jagung. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Multasih, dkk. (2001), mendapati bahwa pupuk hijau yang berasal dari daun lamtoro, gamal dan orok-orok dapat meningkatkan kualitas hijauan dan hasil jagung segar jika dibandingkan dengan pupuk urea. Lebih lanjut penelitian yang dilakukan oleh Syofianto (2011:32) mendapati pemberian pupuk hijau lamtoro, kirinyu, gamal dan titonia sebanyak 10 ton/ha dapat meningkatkan hasil produksi tanaman kacang tanah. Akan tetapi, penelitian tentang pemberian pupuk hijau lamtoro untuk memacu pertumbuhan tanaman sirsak belum pernah dilakukan.
5 Penelitian tentang pemberian pupuk hijau lamtoro untuk memacu pertumbuhan tanaman berkaitan erat dengan nutrisi dan proses-proses fisiologi tumbuhan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian-penelitian terbaru sebagai bahan pengayaan, khususnya pada mata kuliah nutrisi tumbuhan. Mata kuliah nutrisi tumbuhan adalah mata kuliah pilihan yang wajib dikontrak pada semester VI di Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi. Selain itu, mata kuliah ini juga wajib dikontrak pada Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian di berbagai universitas di Indonesia. Berpedoman dari latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang Pengaruh Pupuk Hijau Lamtoro Gung (Leucaena leucocephala L.) terhadap Pertumbuhan Bibit Sirsak (Annona muricata L.) Sebagai Pengayaan Mata Kuliah Nutrisi Tumbuhan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah pupuk hijau lamtoro gung (L. leucocephala L.) berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit sirsak (A. muricata L.)? 2. Pada dosis berapakah pupuk hijau lamtoro gung (L. leucocephala L.) memberikan hasil optimum terhadap pertumbuhan bibit sirsak (A. muricata L.)?
6 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh pupuk hijau lamtoro gung (L. leucocephala L.) terhadap pertumbuhan bibit sirsak (A. muricata L.). 2. Memperoleh dosis pupuk hijau lamtoro gung (L. leucocephala L.) yang optimum terhadap pertumbuhan bibit sirsak (A. muricata L.). 1.4 Hipotesis Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 2 Terdapat pengaruh pupuk hijau lamtoro (L. leucocephala L.) gung terhadap pertumbuhan bibit sirsak (A. muricata L). 3 Tidak terdapat pengaruh pupuk hijau lamtoro (L. leucocephala L.) gung terhadap pertumbuhan bibit sirsak (A. muricata L). 4 Terdapat dosis pupuk hijau lamtoro gung (L. leucocephala L.) yang optimum terhadap pertumbuhan bibit sirsak (A. muricata L). 5 Tidak terdapat dosis pupuk hijau lamtoro gung (L. leucocephala L.) yang optimum terhadap pertumbuhan bibit sirsak (A. muricata L). 5.1 Kegunaan Hasil Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menambah wawasan bagi peneliti dan masyarakat untuk memanfaatkan potensi tumbuhan lamtoro sebagai pupuk hijau untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman budidaya.
7 2. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk memperkaya pengetahuan bagi petani sirsak khususnya dan masyarakat pada umumnya dalam pengembangan budidaya sirsak dan pemanfaatan potensi lamtoro sebagai pupuk yang ramah lingkungan. 3. Sebagai pengayaan untuk mata kuliah Nutrisi Tumbuhan. 5.2 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup dan keterbatasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Media tanam yang digunakan ialah PMK, pasir, dan pupuk hijau lamtoro. 2. Tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah bibit tanaman sirsak yang telah berumur 2,5 bulan. 3. Bibit tanaman sirsak yang digunakan adalah bibit sirsak yang diperoleh dari Balai Benih Induk (BBI) Provinsi Jambi. 4. Pertumbuhan yang diamati ialah pertumbuhan vegetatif tanaman meliputi luas daun, warna daun, jumlah daun, diameter batang, tinggi batang, dan biomassa daun sirsak. 5.3 Definisi Operasional 1. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari makhluk hidup, baik dari hewan maupun tumbuhan. Menurut Prihmantoro (1996:10) pupuk organik berasal dari pelapukan sisa-sisa makhluk hidup, seperti tanaman, hewan, manusia dan kotoran hewan.
8 2. Pupuk hijau adalah jenis pupuk yang berasal dari bagian tumbuhan yang masih bewarna hijau dan diaplikasikan langsung ke media tanam. Menurut Sutejo (2011:111), pemberian nama pupuk hijau didasarkan pada bahan pembentuk pupuk, yaitu bagian-bagian tanaman yang masih muda yang dibenamkan ke dalam tanah, terutama yang termasuk ke dalam famili leguminosae. Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan tersedianya bahan-bahan organik dan unsur hara bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang diusahakan.