BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran gula darah tikus model selama penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan bahkan menyebabkan kematian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.3. Air. Asam amino. Urea. Protein

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

Sistem Ekskresi. Drs. Refli, MSc Diberikan pada Pelatihan Penguatan UN bagi Guru SMP/MTS se Provinsi NTT September 2013

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME

Efek Diabetes Pada Sistem Ekskresi (Pembuangan)

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.2

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Rhodamine B merupakan zat warna golongan xanthenes dyes. Pewarna

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Ekskresi Manusia

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari.

TINJAUAN PUSTAKA Persea americana Mill.

biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. ORGAN EKSKRESI

BAB VII SISTEM UROGENITALIA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. struktur parenkhim masih normal. Corpusculum renalis malpighi disusun oleh komponen

GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS BETINA (Rattus rattus) YANG DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI DALAM JANGKA WAKTU LAMA


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

HASIL DAN PEMBAHASAN

STRUKTUR HISTOLOGIS ORGAN HEPAR DAN REN MENCIT (Mus musculus L) JANTAN SETELAH PERLAKUAN DENGAN EKSTRAK KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L)

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini meliputi bidang Ilmu Gizi, Farmakologi, Histologi dan Patologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING

Mahasiswa dapat menjelaskan alat ekskresi dan prosesnya dari hasil percobaan

Pengamatan Histopatologi Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan dan Kondisi Fisik Hewan Coba

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penentuan Kandungan Logam Berat HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Diabetes Mellitus (DM) Oleh Dr. Sri Utami, B.R. MS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu 4 (LPPT 4) Universitas

BAB I PENDAHULUAN. mellitus meluas pada suatu kumpulan aspek gejala yang timbul pada seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gejala Diabetes pada Anak yang Harus Diwaspadai

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terkandung di dalam urine serta adanya kelainan-kelainan pada urine.

BAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas

yang dihasilkan oleh pankreas dan berperan penting dalam proses penyimpanan Gangguan metabolisme tersebut disebabkan karena kurang produksi hormon

PEMBAHASAN. 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit. Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.1

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan

Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si LOGO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Senyawa 2-Methoxyethanol (2-ME) tergolong senyawa ptalate ester (ester

BAB I PENDAHULUAN. berkhasiat obat ini adalah Kersen. Di beberapa daerah, seperti di Jakarta, buah ini

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya stres oksidatif pada tikus (Senturk et al., 2001) dan manusia

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Hewan Coba

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. dibagi menjadi kelompok kontrol dan perlakuan lalu dibandingkan kerusakan

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BAWANG TIWAI TERHADAP HISPATOLOGI GINJAL MENCIT ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

DETEKSI SENYAWA MUKOPOLISAKARIDA PADA TUBULUS SEMINIFERUS DAN DUKTUS EPIDIDIMIS DALAM TESTIS TIKUS Rattus norvegicus DENGAN PEWARNAAN HISTOKIMIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. primitif sampai manusia. Pembuluh darah mempunyai peranan penting bagi. tubuh. Darah terdiri atas dua komponen utama yaitu :

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa-bangsa itik lokal yang ada umumnya diberi nama berdasarkan

BAB VI PEMBAHASAN. salam dapat menurunkan ekspresi kolagen mesangial tikus Sprague dawley DM.

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 10. SISTEM ORGANISASI KEHIDUPANLatihan Soal 10.5

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) Penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan yang serba instan. Sayangnya pengkonsumsian makanan. sehingga berakibat terjadinya penumpukan lemak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman alpukat.

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli - Desember Hewan coba

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam tubuh manusia yang

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi

- - SISTEM EKSKRESI MANUSIA - - sbl1ekskresi

Transkripsi:

38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penimbangan Berat Badan dan Pengukuran Gula Darah Penimbangan berat badan selama penelitian memperlihatkan bahwa berat badan tikus kelompok diabetes memiliki rataan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok non-diabetes di awal penelitian namun pada 2 minggu terakhir terdapat penurunan berat badan kelompok diabetes. Pada periode tersebut rataan berat badan tikus non-diabetes tetap pada posisi puncak pertumbuhan, sehingga nilai berat badan kedua kolompok berada pada nilai yang sama. Hal demikian sangat mungkin terkait dengan kondisi klinis diabetes yang diketahui pada periode tertentu dapat menyebabkan penurunan berat badan. Hasil penimbangan berat badan selama penelitian ditunjukkan pada Gambar 5. 350.0 300.0 Berat Badan (g) 250.0 200.0 150.0 100.0 50.0 DB nondb 0.0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Penimbangan ke Gambar 5. Pertumbuhan Berat Badan Tikus Model Diabetes dan Non-Diabetes. Keterangan : DB : Tikus Kelompok Diabetes, NonDB : Tikus Kelompok Non Diabetes Hasil pengukuran kadar gula darah tikus model diabetes secara umum menunjukkan rataan yang mempunyai pola menurun pada akhir penelitan yang terlihat pada Gambar 6. Pada pengukuran terakhir gula darah tikus model diabetes mencapai nilai di bawah 200 mg/dl. Data demikian mengindikasikan bahwa Sambiloto mempunyai efek hipoglikemik yang cukup kuat. Pengukuran gula darah pada kelompok non-diabetes setelah pemberian Sambiloto selama 4 minggu menunjukkan bahwa nilai rataannya tetap pada kisaran 100 mg/dl, walaupun ada kecenderungan menurun pada periode akhir penelitian.

39 Kadar Gula Darah (mg/dl) 500.0 450.0 400.0 350.0 300.0 250.0 200.0 150.0 100.0 50.0 0.0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 DB nondb Sampling ke Gambar 6. Nilai Kadar Gula Darah Rata-rata Tikus Model Diabetes dan Non- Diabetes. Keterangan : DB : Tikus Kelompok Diabetes, NonDB : Tikus Kelompok Non Diabetes Ragam respon tikus model diabetes setelah pemberian sambiloto dari setiap periode sampling dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8. Gambar 7 dapat ditunjukkan adanya ragam respon individu yang tidak dapat dilihat dari sampel per waktu pengorbanan. Nilai gula darah per waktu pengorbanan menunjukkan adanya keragaman yang langsung menurun (DB5), ada pula yang meningkat dan berfluktuasi pada pemeriksaan minggu berikutnya. Pada model diabetes yang menunjukkan nilai gula darah diatas 250 mg/dl secara umum menunjukkan penurunan nilai gula darah setelah pemberian sambiloto, namun sampel diabetes pada minggu ke-7 (DB7) justru menunjukkan peningkatan pada minggu ke 3 pasca akhir pemberian Sambiloto. 600 Kadar Gula Darah (mg/dl) 500 400 300 200 100 DB8 DB7 DB6 DB5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Minggu ke Gambar 7. Nilai Kadar Gula Darah per Waktu Sampling Tikus Model Diabetes dengan Nilai Kadar Gula Darah Tinggi. Keterangan : DB 5 : Sampel Tikus Diabetes pada Minggu ke-5, DB 6 : Sampel Tikus Diabetes pada Minggu ke- 6, DB 7 : Sampel Tikus Diabetes pada Minggu ke-7, DB 8 : Sampel Tikus Diabetes pada Minggu ke-8

40 Keragaman respon terhadap pemberian Sambiloto selama 4 minggu juga ditemukan pada tikus model diabetes yang menunjukkan nilai kadar gula darah di bawah 150 mg/dl, dapat ditunjukkan pada Gambar 8. Tikus sampel diabetes pada minggu ke-5 (DB5) menunjukkan nilai kadar gula yang meningkat tajam (350 mg/dl) pada minggu pertama pasca pemberian sambiloto, sementara tikus yang lain mendekati nilai 100 mg/dl. Kadar Gula Darah (mg/dl) 400 350 300 250 200 150 100 50 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Minggu ke DBr8 DBr7 DBr6 DBr5 Gambar 8. Nilai Kadar Gula Darah Per Waktu Sampling Tikus Model Diabetes dengan Nilai Kadar Gula Darah Awal Rendah Keterangan : DB 5 : Sampel Tikus Diabetes pada Minggu ke-5, DB 6 : Sampel Tikus Diabetes pada Minggu ke- 6, DB 7 : Sampel Tikus Diabetes pada Minggu ke-7, DB 8 : Sampel Tikus Diabetes pada Minggu ke-8 Adanya keragaman respon dari individu mendorong dilakukannya evaluasi histomorfologi terhadap organ urogenital berdasar nilai kadar gula darah saat pengorbanan. 4.2 Hasil pengamatan histologis ginjal tikus model diabetes setelah pemberian seduhan sambiloto. Hasil pengamatan mikroskopis ginjal dengan metoda parafin dan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) secara kualitatif disajikan pada tabel 3. Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa hasil pengamatan ginjal pada tikus model diabetes memperlihatkan adanya perubahan morfologi. Hasil yang didapat mengindikasikan adanya perubahan yang mengarah pada degenerasi.

41 Tabel 3 Hasil Pengamatan Mikrokopis Jaringan Ginjal Kelompok Hemaktosilin-eosin Kapiler-kapiler glomerulus tampak jelas dan di dalam ruang Non-diabetes Bowman tidak ditemukan adanya perubahan Tidak ditemukan perubahan pada tubuli Pembendungan Gula darah tinggi Ditemukan perubahan pada glomerulus berupa degenerasi, penebalan dinding kapiler glomerulus sehingga lumen kapiler tidak terlihat. Ditemukan perubahan pada tubuli berupa degenerasi dan hilangnya batas antar sel. Perluasan ruang Bowman Adanya endapan protein Pembendungan. Gula darah rendah Ditemukan perubahan pada glomerulus berupa degenerasi. Ditemukan degenerasi tubuli. Perluasan ruang Bowman Endapan protein Pembendungan Ginjal merupakan organ tubuh yang berperan penting untuk ekskresi sebagian besar hasil metabolisme melalui urin, mengatur konsentrasi unsur-unsur yang terdapat dalam cairan tubuh serta membuang banyak toksik dan zat asing lainnya (Guyton 1996). Pengamatan mikromorfologi ginjal tikus kelompok nondiabetes secara umum menunjukkan keberadaan kapiler-kapiler glomerulus yang tampak jelas dan tidak ditemukan adanya perubahan pada ruang Bowman, sedangkan pada bagian lain terlihat adanya pembuluh darah yang berisi eritrosit. Gambaran demikian secara patologis dapat berarti kongesti (pembendungan) bila ditemukan adanya perubahan morfologi se-sel di sekitarnya. Sebagaimana disampaikan Ressang (1984), kongesti adalah keadaan yang menggambarkan

42 adanya darah secara berlebihan di dalam pembuluh darah pada daerah tertentu. Pengamatan lebih jauh pada daerah yang mengalami kongesti tidak ditemukan adanya perubahan yang mengindikasikan adanya edema atau perubahan patologis lainnya. Gambaran pembuluh darah yang berisi eritrosit ditemukan baik pada kelompok non-diabetes maupun model diabetes sehingga gambaran ini lebih menggambarkan adanya ketidaksempurnaan pengeluaran darah saat pengorbanan daripada menggambarkan adanya kongesti. Hasil pengamatan ginjal tikus kelompok non-diabetes dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Gambaran histomorfologi ginjal tikus model non-diabetes. Berdasarkan hasil pengamatan histomorfologi jaringan ginjal tikus model diabetes terlihat adanya degenerasi pada daerah korteks. Pada tikus model diabetes dengan kadar gula darah yang masih tinggi setelah pemberian Sambiloto, di bagian korteks menunjukan adanya beberapa perubahan pada glomerulus dan tubulus, perubahan yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 10. Pada glomerulus dapat ditemukan adanya inti sel yang mengecil, dan ada yang membesar, ruang Bowman meluas, dinding kapiler menebal (lumen kapiler tidak jelas). Perubahan yang ditemukan pada tubulus adalah adanya ukuran sel yang berubah, batas antar sel menjadi tidak jelas, dapat ditemukan endapan protein di sitoplasma. Hasil pengamatan dari kelompok model diabetes gula darah tinggi secara umum dapat ditemukan perubahan mulai dari degenerasi hingga nekrosa.

43 Gambar 10. Gambaran histomorfologi ginjal tikus model diabetes dengan kadar gula darah yang masih tinggi. Ditemukan adanya perluasan ruang Bowman (panah biru), degenerasi glomerulus (panah merah muda), degenerasi tubuli (panah merah), batas antar sel hilang (panah hijau), endapan protein (panah kuning). Ginjal pada tikus kelompok model diabetes dengan kadar gula darah rendah (mendekati normal) dapat dilihat pada gambar 11, secara umum menunjukan adanya penurunan tingkat kerusakan dan secara histologis sudah mendekati gambaran pada kelompok non-diabetes, walaupun masih ditemukan adanya perluasan ruang Bowman, degenerasi maupun nekrosa. Gambar 11. Gambaran histomorfologi ginjal tikus kelompok gula darah rendah. Ditemukan adanya perluasan ruang Bowman (panah biru), degenerasi glomerulus (panah merah muda), degenerasi tubuli (panah merah), batas sel hilang (panah hijau), endapan protein (panah kuning). Degenerasi merupakan perubahan morfologi dan penurunan fungsi sel yang bersifat sementara yang disebabkan oleh adanya gangguan metabolisme, anoksia, iskemia dan akibat senyawa-senyawa toksik. Berbagai kondisi tersebut menyebabkan berkurangnya energi sel sehingga merusak sel secara tidak langsung (Jubb et al. 1993), hal ini berkaitan dengan salah satu gejala klinis yang dapat

44 dilihat pada tikus diabetes yaitu lemah atau lesu. Glomerulus sebagai filter darah pada dasarnya akan menghasilkan filtrat yang bebas protein. Adanya akumulasi massa protein berwarna eosinofilik di mesangium maupun dalam ruang Bowman menunjukkan adanya peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul protein yang berukuran besar dapat menembus filter. Menurut Carlthon dan McGavin (1995), bila epitel tubulus mengalami degenerasi dan kematian sel maka protein yang lolos tidak mampu untuk diserap kembali secara maksimal sehingga tertimbun di dalam lumen. Keberadaan endapan dapat mengindikasikan tingkat kerusakan, seperti dinyatakan Ressang (1984) bahwa kerusakan glomerulus cenderung diikuti oleh kerusakan epitel tubulus berupa degenerasi ataupun adanya endapan protein dalam sitoplasma maupun lumen tubulus. Keberadaan protein dalam tubulus dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus, sehingga protein yang berukuran besar pun dapat lolos serta adanya gangguan fungsi enzim lisosom epitel tubuli yang diakibatkan oleh bahan yang bersifat merusak (Glayster 1986). Kerusakan tubuli yang semakin parah akan mempengaruhi fungsi tubuli sebagai tempat reabsorbsi. Hal ini mengakibatkan selektifitas tubuli menurun sehingga akan mempengaruhi homeostatis pada tubuh. Lebih dari itu kehilangan kemampuan filtrasi ini juga tidak mampu menahan gula sehingga pada kasus diabetes ditemukan glukosuria. Peningkatan glukosa darah dapat dipahami sebagai akibat penurunan produksi insulin yang berfungsi sebagai transport glukosa ke dalam sel secara aktif (transport aktif). Berkurangnya kemampuan sel dalam memanfaatkan insulin sangat mungkin juga menjadi penyebab kerusakan jaringan glomerulus dan tubulus ginjal tikus model diabetes. 4.3 Hasil pengamatan histologis vesika urinaria tikus model diabetes setelah pemberian sambiloto. Pengamatan histomorfologi vesika urinaria dengan metode parafin dilakukan dengan mengamati bentuk morfologi struktur jaringan vesika urinaria tikus yang diwarnai dengan pewarnaan hemaktosilin-eosin (HE). Hasil pengamatan terhadap vesika urinaria secara kualitatif disajikan dalam tabel 4.

45 Tabel 4 Hasil Pengamatan Mikroskopis Jaringan Vesika Urinaria Kelompok Hemaktosilin-eosin Non-diabetes Sel epitel transisional tampak teratur dan jelas dengan ukuran yang seragam. Tidak ditemukan perubahan. Gula darah tinggi Ditemukan perubahan pada epitel berupa degenerasi hingga nekrosa. Ditemukan hiperemi Gula darah rendah Sel epitel transisional mulai teratur mendekati gambaran kelompok non-diabetes. Secara umum tidak ditemukan perubahan. Ditemukan hiperemi Vesika urinaria (kandung kemih), merupakan organ muscular berongga yang ukuran dan posisinya bervariasi tergantung pada jumlah urin yang ada di dalamnya (Frandson 1992). Gambaran mikromorfologi vesika urinaria tikus kelompok non-diabetes secara umum menunjukkan sel epitel transisional (peralihan) tampak teratur dan jelas dengan ukuran yang seragam. Hasil pengamatan histomorfologis vesika urinaria pada kelompok non-diabetes menunjukkan tidak terlihat adanya perubahan patologis. Hasil pengamatan kelompok non-diabetes disajikan pada Gambar 12. Gambar 12. Gambaran histomorfologi vesika urinaria tikus kelompok non-diabetes. Dapat dilihat sel epitel transisional yang teratur (panah biru).

46 Pengamatan pada tikus model diabetes dengan gula darah yang tinggi, yaitu Gambar 13 menunjukkan adanya perubahan pada epitel peralihan berupa inti sel yang membesar dan mengecil. Hasil pengamatan dari model diabetes ini secara umum dapat ditemukan perubahan yang lebih mengarah pada degenerasi epitel transisional (peralihan). Pada kelompok ini dapat dilihat adanya pembuluh darah yang berisi eritrosit. Gambaran demikian secara patologis dapat berarti hiperemi, namun pada pengamatan lebih lanjut daerah yang ditemukan adanya hiperemi tidak ditemukan perubahan yang mengindikasikan adanya edema atau perubahan patologis lainnya sehingga gambaran pembuluh darah yang berisi eritrosit yang juga ditemukan pada kelompok gula darah rendah lebih menggambarkan ketidaksempurnaan pengambilan darah saat pengorbanan. Degenerasi epitel ditandai dengan adanya perubahan ukuran sel-sel epitel peralihan sehingga terjadi perubahan ukuran sel dengan beberapa inti yang membesar. Degenerasi dapat disebabkan oleh infeksi, demam, keracunan (intoksikasi), suhu yang rendah/tinggi, anoksia, gizi buruk dan gangguan sirkulasi. Ketika degenerasi menjadi menetap (irreversible), akan terjadi kematian sel (apoptosis atau nekrosa). Nekrosa melibatkan sekelompok sel hingga pada sebagian jaringan dapat ditemukan sejumlah sel radang. Nekrosa dapat terjadi akibat bahan beracun, aktivitas mikroorganisme, defisiensi pakan dan kadangkadang gangguan metabolisme termasuk hipoksia. Nekrosa ini ditandai dengan inti mengecil atau warna inti terlihat tidak jelas atau tidak terjadi sama sekali seolah-olah menghilang (kariolisis) namun hal ini terjadi dalam jumlah sedikit.

47 Gambar 13. Gambaran histomorfologi vesika urinaria tikus kelompok gula darah tinggi. Dapat dilihat adanya degenerasi sel epitel peralihan (panah merah), hiperemi (panah kuning). Gambaran vesika urinaria pada tikus kelompok gula darah yang rendah mendekati non-diabetes pada Gambar 14 secara umum menunjukkan sel epitel transisional (peralihan) mulai teratur dan jelas mendekati gambaran vesika urinaria tikus kelompok non-diabetes serta tidak ditemukan adanya perubahan patologis. Gambar 14. Gambaran histomorfologi vesika urinaria tikus kelompok gula rendah. Dapat dilihat sel epitel transisional yang masih teratus (panah biru). 4.4 Hasil pengamatan histologis testis tikus model diabetes setelah pemberian seduhan sambiloto Gambaran mikromorfologi terhadap potongan jaringan testis tikus menunjukkan adanya penurunan sebaran spermatozoa. Hasil pengamatan histomorfologi disajikan pada tabel 5.

48 Tabel 5 Hasil Pengamatan Mikroskopis Jaringan Testis Kelompok Hemaktosilin-eosin Non-diabetes Ukuran sel-sel spermatogonium seragam pada setiap tubulus dan jumlahnya banyak. Terdapat kelengkapan dari susunan komponen sel-sel (terdapat spermatogonium, spermatosit primer, spermatid hingga spermatozoa). Jumlah spermatozoa banyak hingga memenuhi setiap tubulus. Secara anatomis, bagian spermatozoa lengkap. Gula darah tinggi Spermatogonia berkurang dalam jumlah banyak pada setiap tubulus seminiferi. Komponen sel-sel tidak lengkap, pada banyak tubulus seminiferi tidak terdapat spermatosit primer Sebaran spermatozoa sedikit sekali. Secara anatomis, bagian spermatozoa lengkap. Gula darah rendah Ukuran dan jumlah spermatogonium berkurang tetapi masih mendekati kelompok non-diabetes. Komponen sel-sel tidak selengkap kelompok non-diabetes pada beberapa tubulus tidak terdapat spermatosit primer Jumlah spermatozoa berkurang tetapi mulai mendekati kelompok non-diabetes. Secara anatomis, bagian spermatozoa lengkap. Gambaran mikromorfologis testis tikus model non-diabetes pada gambar 15 secara umum menunjukkan keteraturan dan kelengkapan susunan komponen sel-sel pada tubuli seminiferi. Keberadaan spermatogonium, spermatosit primer, spermatid hingga spermatozoa tersusun mengisi berurutan mulai dari bagian basal sampai lumen tubuli seminiferi. Spermatogonia merupakan sel pertama dalam proses spermatogenesis. Hasil pengamatan di bawah mikroskop, sel ini terlihat bersinggungan dengan membran basal dari tubulus. Bagian basal merupakan sel

49 peritubular dan spermatogonia yang secara bebas mudah dicapai oleh darah yang mengandung nutrisi maupun toksikan (Foster 1988). Spermatogonia berbentuk bulat dengan nukleus gelap, besar, bundar dan butir-butir kromatin halus dengan ukuran yang tidak tetap (Lu 1995). Pada kelompok ini setiap tubulus seminiferi dipenuhi dengan spermatozoa yang jumlahnya sangat banyak. Secara anatomis, bagian dari spermatozoa lengkap yaitu terdapat kepala dan ekor. Gambar 15. Gambaran histomorfologi tubuli seminiferus tikus model non-diabetes. Dapat dilihat keteraturan dan kelengkapan komponen sel-el pada tubuli seminiferi yaitu spermatogonia (panah hijau), spermatosit (panah biru), spermatid (panah merah), spermatozoa (panah merah muda). Testis pada tikus model diabetes yang masih menunjukan kadar gula darah tinggi pada saat pengambilan sampel organ pada pengamatan mikroskopik ditemukan beberapa perubahan, yaitu penurunan jumlah spermatogonium, komponen sel-sel tidak lengkap yaitu tidak terdapat spermatosit primer pada sebagian besar tubuli. Spermatosit primer terlihat lebih besar dari spermatogonia dan merupakan sel yang terbesar diantara sel-sel lainnya di dalam tubuli seminiferi. Sel ini terletak lebih kearah lumen tubuli (lebih sentral) daripada spermatogonia (Banks 1993). Sebaran spermatozoa pada tubulus seminiferi sedikit sekali (menjauhi gambaran kelompok non-diabetes). Hasil pengamatan testis kelompok gula darah tinggi disajikan pada Gambar 16.

50 Gambar 16. Gambaran histomorfologi testis tikus kelompok gula darah tinggi. Dapat ditemukan penurunan jumlah spermatogonia (panah hijau), spermatozoa (panah merah muda). Penurunan distribusi spermatozoa sangat berkaitan dengan keadaan hiperglikemia yang dapat menyebabkan terjadinya impotensi sementara atau bahkan menetap akibat komplikasi berupa neuropati diabetik sehingga menyebabkan produksi spermatozoa menurun (Dalimarta 1998). Testis pada tikus kelompok gula darah yang rendah pada Gambar 17 ditemukan adanya sel spermatogonium yang mengecil dan jumlahnya tidak sebanyak pada kelompok non-diabetes serta terjadi penurunan spermatozoa. Secara umum pada kelompok ini mengindikasikan adanya gambaran histologis yang menuju perbaikan dan secara keseluruhan mendekati gambaran pada kelompok non-diabetes. Gambar 17. Gambaran histomorfologi testis tikus model diabetes dengan kadar gula darah rendah. Ditemukan adanya penurunan jumlah spermatogonia (panah hijau), spermatozoa (panah merah muda).

51 4.5 Hasil pengamatan histologis epididimis tikus model diabetes setelah pemberian seduhan sambiloto. Epididimis merupakan saluran reproduksi yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses spermatogenesis. Hasil pengamatan jaringan testis disajikan pada tabel 6. Tabel 6 Hasil Pengamatan Mikroskopis Jaringan Epididimis Kelompok Hemaktosilin-eosin Non-diabetes Sebaran spermatozoa penuh pada setiap tubuli. Tidak ditemukan perubahan. Gula darah tinggi Sebaran spermatozoa berkurang dalam jumlah banyak bahkan terdapat tubulus yang kosong. Gula darah rendah Sebaran spermatozoa tidak sepenuh pada non-diabetes. Gambaran mikromorfologi epididimis tikus kelompok non-diabetes secara umum menunjukkan pada setiap tubulus dipenuhi oleh spermatozoa serta tidak ditemukan adanya perubahan baik pada epitel tubulus maupun pada jaringan intertubuli. Pengamatan epididimis tikus kelompok non-diabetes dapat ditunjukkan pada Gambar 18. Gambaran epididimis kelompok diabetes dengan gula darah tinggi menunjukkan terjadinya penurunan sebaran spermatozoa dalam jumlah banyak yang menjauhi gambaran non-diabetes, bahkan terdapat banyak tubulus yang kosong, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 19. Hal ini berkaitan dengan penurunan jumlah spermatozoa yang diproduksi dari testis. Pada kelompok gula darah rendah yang ditunjukkan pada Gambar 20, setiap tubulus mulai dipenuhi oleh spermatozoa walaupun sebaran spermatozoa tidak sebanyak kelompok non-diabetes.

52 Gambar 18. Gambaran histomorfologi epididimis tikus kelompok non-diabetes. Ditemukan spermatozoa dalam jumlah banyak (panah biru). Gambar 19. Gambaran histomorfologi epididimis tikus kelompok gula darah tinggi. Terjadi penurunan sebaran spermatozoa dalam jumlah banyak (panah biru). Gambar 20. Gambaran histomorfologi epididimis tikus kelompok gula darah rendah. Terjadi penurunan spermatozoa namun sudah mulai mendekati nondiabetes (panah biru).

53 Evaluasi pada tikus model diabetes pasca pemberian sambiloto memberikan perbaikan kadar gula darah selaras dengan perbaikan gambaran histologis pada organ ginjal, vesika urinaria, testis dan epididimis. Efek terapeutik sambiloto selama satu bulan dapat ditemukan pada selang waktu yang berbeda.