BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak dan Lemak Minyak dan lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu minyak dan lemak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Satu gram minyak atau lemak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Minyak dan lemak juga berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin-vitamin A, D, E dan K. Lemak diuraikan dalam tubuh untuk menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas. Gliserol ini dapat dikonversikan menjadi glukosa oleh hati dan kemudian glukosa inilah yang digunakan sebagai sumber energi (Gustone, 1986). Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud) yaitu dalam bentuk cairan (minyak) atau padatan (lemak) pada suhu kamar. Kebanyakan lemak hewani berwujud padat, sementara minyak nabati berwujud cair, meskipun demikian ada juga minyak nabati yang bersifat padat yang dikenal dengan nama butter (mentega) (Tambunan, 2006). Satu sifat yang khas dan mencirikan golongan lipida (termasuk minyak dan lemak) adalah daya larutnya dalam pelarut organik (misalnya eter, benzen, kloroform) atau sebaliknya ketidak-larutannya dalam pelarut air. Lemak dan minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida (lebih dari 80-85% lipid) merupakan senyawa hasil kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak (Vaughan, 1970).
Zat warna dalam minyak terdiri dari dua golongan yaitu zat warna alamiah dan warna dari hasil degradasi zat warna alamiah. Zat warna yang tergolong zat warna alamiah yaitu zat warna yang secara alamiah di dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat warna tersebut antara lain terdiri dari α dan β karoten, xantofil, klorofil, dan antosianin, zat warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecokelatan, kehijau-hijauan dan kemerahan-merahan (Almatsier, 2004). 2.2 Klasifikasi Tanaman Kelapa Kelapa merupakan tanaman tropis yang penting bagi negara-negara Asia dan Pasifik. Kelapa adalah salah satu jenis tumbuhan dari suku aren-arenan atau Arecaceae dan merupakan anggota tunggal dalam marga Cocos. Kelapa disamping dapat memberikan devisa bagi negara juga merupakan mata pencarian jutaan petani. Tanaman kelapa terutama tumbuh baik di daerah khatulistiwa dengan suhu sekitar 27 C. Bila kelapa diproduksi untuk minyak, maka hasil minyaknya termasuk diurutan kedua sesudah kelapa sawit (Suhardiyono, 1995). Pohon dengan batang tunggal atau kadang-kadang bercabang. Akar serabut, tebal dan berkayu berkerumun membentuk bonggol. Batang beruas-ruas namun bila sudah tua tidak terlalu tampak, khas tipe monokotil dengan pembuluh menyebar, berkayu. Daun tersusun secara majemuk, menyirip sejajar tunggal, warna daun hijau kekuningan. Bunga tersusun majemuk, terdpat bunga jantan dan betina, berumah satu. Buah besar, diameter 10 cm sampai 20 cm atau bahkan lebih, berwarna kuning, hijau atau coklat, buah tersusun dari mesokarp berupa serat yang berlignin, disebut sabut. Kelapa secara alami tumbuh di pantai dan pohonnya mencapai ketinggian 30 m (Sukamto, 2001).
berikut : Menurut Suhardiman (1999), tanaman kelapa memiliki klasifikasi sebagai Kingdom : Plantae Divisi Kelas Ordo Famili Genus : Magnoliophyta : Liliopsida : Arecales : Arecaceae : Cocos Spesies : Cocos nucifera L. 2.3 Minyak Kelapa Minyak kelapa merupakan minyak yang diperoleh dari kopra (daging buah kelapa yang dikeringkan) atau dari perasan santannya. Minyak kelapa diperoleh dari buah tanaman kelapa atau Cocos nucifera L., yaitu pada bagian inti kelapa (kernel atau endosperm). Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua diperkirakan mencapai 30-35%, kandungan minyak dalam kopra mencapai 63-72%. Kandungan asam lemak minyak kelapa yang paling banyak adalah asam laurat C12:0 (asam lemak jenuh). Zat warna alamiah yang terdapat pada minyak kelapa adalah karoten yang merupakan hidrokarbon tidak jenuh dan tidak stabil pada suhu tinggi (Suhardiyono, 1995). Minyak kelapa terdiri dari trigliserida, yaitu persenyawaan antara gliserol dengan asam lemak. Kandungan asam lemak dari minyak kelapa adalah : asam lemak jenuh diperkirakan 91% dan asam lemak tidak jenuh sekitar 9%. Selain itu minyak kelapa yang belum dimurnikan juga mengandung sejumlah kecil komponen bukan lemak seperti fosfatida, gum, sterol (0,06-0,08%), tokoferol
(0,003%), dan asam lemak bebas (<5%) serta sedikit protein dan karoten (Suhardiyono, 1995). Menurut Tambunan (2006), komposisi asam lemak pada minyak kelapa adalah seperti yang disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Asam Lemak Rumus Kimia Jumlah (%) Asam Lemak Jenuh Asam Kaproat C 5 H 11 COOH 0,0-0,8 Asam Kaprilat C 7 H 15 COOH 5,5-9,5 Asam Kaprat C 9 H 19 COOH 4,5-9,5 Asam Laurat C 11 H 23 COOH 44,0-52,0 Asam Miristat C 13 H 27 COOH 13,2-19,0 Asam Palmitat C 15 H 31 COOH 7,5-10,0 Asam Stearat C 17 H 35 COOH 1,0-3,0 Asam Lemak Tidak Jenuh Asam Palmitoleat C 15 H 29 COOH 0,0-1,3 Asam Oleat C 17 H 33 COOH 5,0-8,0 Asam Linoleat C 17 H 31 COOH 1,5-2,5 Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemaknya digolongkan ke dalam minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya yang paling besar dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Dengan adanya asam lemak jenuh yang cukup tinggi, maka minyak kelapa sedikit banyak mempengaruhi kadar kolesterol dalam darah manusia. Sifat asam lemak yang tidak jenuh akan mengakibatkan bau tengik pada minyak bila terlalu lama disimpan, karena teroksidasi oleh udara. Proses oksidasi ini dapat juga disebabkan oleh sinar matahari. Bau tengik merupakan hasil pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida (Asni, 2013).
2.3.1 Pembuatan Minyak Kelapa Menurut Tiyas (2011), secara garis besar proses pembuatan minyak kelapa dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu proses basah dan proses kering. 2.3.1.1 Proses Basah Pada proses basah, minyak kelapa diesktrak dari daging buah kelapa segar. Pada waktu daging buah kelapa diparut, sel-selnya akn rusak dan isi sel dengan mudah dikerluarkan dalam wujud emulsi berwarna putih yang dikenal dengan santan. Bila santan didiamkan, secara perlahan akan terjadi pemisahan bagian yang banyak minyak (krim) dengan bagian yang sedikit minyak (skim). Krim lebih ringan dibanding skim, karena itu krim berada pada bagian atas dan skim pada bagian bawah. Santan demikian mengandung minyak sebanyak 50%. Sisa minyak yang lain dapat diperoleh dengan penambahan air dan pemerasan kedua dan ketiga (Tiyas, 2010). Menurut Tiyas (2010), untuk menghasilkan minyak dengan proses basah dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : 1. Cara Basah Tradisional Cara basah tradisional ini sangat sederhana, dapat dilakukan dengan peralatan yang mudah didapat dan teknik yang sederhana. Mula-mula dilakukan ekstraksi santan dari kelapa parut. Kemudian santan dipanaskan untuk menguapkan air dan menggumpalkan bagian bukan minyak yang disebut blondo. Terakhir, blondo diperas untuk mengeluarkan sisa minyak. 2. Cara Basah Fermentasi Pada cara basah fermentasi, santan didiamkan untuk memisahkan skim dari krim. Selanjutnya, krim dicampur dengan ragi tape dan difermentasi selama 20-24 jam untuk memudahkan penggumpalan bagian bukan minyak (terutama protein)
dari minyak pada waktu pemanasan. Asam yang dihasilkan oleh mikroba selama fermentasi menyebabkan protein santan mengalami penggumpalan. Gumpalan protein ini disebut blondo. Blondo yang mengapung diatas minyak dipisahkan kemudian dipres sehingga mengeluarkan minyak. 3. Cara Basah Sentrifugasi Cara basah sentrifugasi (Lava Proses) agak mirip dengan cara basah fermentasi. Pada cara ini, santan diberi perlakuan sentrifugasi pada kecepatan 3000-3500 rpm sehingga terjadi pemisahan skim dari krim. Selanjutnya krim diasamkan dengan asam asetat, sitrat atau HCl sampai ph 4. Setelah itu santan dipanaskan dan diberi perlakuan seperti dua cara sebelumnya. 2.3.1.2 Proses Kering Pada proses kering, yang menjadi bahan bakunya adalah kopra. Kopra merupakan daging buah kelapa yang sudah dikeringkan. Proses pengeringan bisa dengan sinar matahari, dengan pengarangan atau pengasapan di atas api dan dengan pemanasan langsung. Kadar air buah kelapa segar berkisar 50-55%, setelah dikeringkan menjadi 4-6% (Suhardiman, 1999). Menurut Suhardiman (1999), garis besar urutan pembuatan minyak kelapa dengan proses kering adalah sebagai berikut : a. Perlakuan Pendahuluan Perlakuan pendahuluan dimaksudkan untuk mengeringkan kopra yang kadar airnya lebih dari 7%. Sebab dengan kopra berkadar air tinggi pemecahan jaringan akan sukar dan terjadi hidrolisa, sehingga timbul asam lemak bebas sehingga hasil minyak menurun.
b. Pemecahan Jaringan Kopra dipecah menjadi bagian yang lebih kecil dengan suatu alat yang disebut disintegrator. Sedang satuan alat pemecah kopra lainnya memecah bagianbagian kecil tersebut menjadi serbuk kopra. Setelah menjadi serbuk kopra, disalurkan ke mesin pemanas. c. Pemasakan Pemasakan dimaksudkan untuk memudahkan keluarnya minyak dari sel, menggumpalkan protein sehingga memudahkan pemisahan. Pada proses pemasakan ini dibutuhkan suhu sekitar 87-88 C selama 20 menit dan diharapkan kada air turun sekitar 2-3%. d. Pengepresan Tujuan pengepresan adalah untuk mengeluarkan minyak semaksimal mungkin. Peralatan yang digunakan misalnya expeller, roller pengepresan dan hidrolik press. e. Penyaringan Minyak hasil pengepresan keadaannya masih keruh, sehingga masih perlu disaring dengan alat yang disebut filter-press. Minyak yang keluar ditampung pada bak penampung. f. Pemurnian Minyak hasil penyaringan (minyak kasar) masih perlu dimurnikan untuk menghilangkan asam lemak bebas dan lendir agar minyak menjadi lebih jernih, menghilangkan zat-zat warna yang terlarut dan menghilangkan bau yang tidak dikehendaki. Pemurnian dilakukan dengan 3 tahap yaitu netralisasi, pemucatan (bleaching process), dan penghilangan bau (deodorisasi).
2.3.2 Standar Mutu Minyak Kelapa Minyak yang dihasilkan dari proses manapun yang digunakan selayaknya aman untuk dikonsumsi masyarakat. Persyaratan mutu minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Standar Mutu Minyak Kelapa Menurut SNI 01-2902-1992 No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan Keadaan 1. - Warna - Normal - Bau - Normal 2. Air (H2O) % (b/b) Maks. 0,5% 3. Kotoran % Maks. 0,05% 4. Bilangan Iod g iod/100 g 8-10,0 5. Bilangan Penyabunan mg KOH/g 255-265 6. Bilangan Peroksida mg O 2 /g Maks. 5,0 7. Bilangan Asam mg KOH/g Maks. 5,0 8. Minyak Pelikan - Negatif 9. Untuk industri makanan tidak boleh mengandung logam-logam berbahaya dan arsen 2.4 Bilangan Peroksida Kerusakan lemak yang utama adalah timbul bau dan rasa tengik yang disebut dengan proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh pembentukan radikal bebas asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Hal dimulai dari pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat
reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak, logam-logam berat Cu, Fe, Co, Mn. Faktor-faktor penyebab ketengikan diantaranya ketengikan oleh oksidasi yang terjadi bila kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak dan lemak, ketengikan oleh enzim dan ketengikan oleh proses hidrolisa karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak. Konsumen atau pabrik yang menggunakan minyak sebagai bahan baku dapat menilai mutu dan kualitasnya dengan melihat angka oksidasi. Dari angka ini dapat diperkirakan sampai sejauh mana proses oksidasi berlangsung, sehingga dapat pula dinilai kemampuan minyak untuk menghasilkan barang jadi yang memiliki daya tahan dan daya simpan yang lebih lama (Romarta, 2015). Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Bilangan peroksida adalah jumlah peroksida yang terdapat dalam contoh, dinyatakan dengan istilah miligram oksigen aktif per gram yang mengoksidasi KI pada suhu kamar. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida ini dapat ditentukan dengan metode iodometri (Ketaren, 2008). Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan minyak atau lemak sudah mengalami oksidasi, namun pada bilangan peroksida yang rendah bukan selalu menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini (Sulistijowati, 2013). Prinsip penetapan bilangan peroksida adalah larutan contoh yang dilarutkan dengan campuran asam asetat glasial, alkohol 95% dan kloroform lalu direaksikan dengan 1 gram KI dan dibiarkan di tempat gelap selama 30 menit sambil dicampur lalu ditambah 50 ml air. Iodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat 0,02 N (Romarta, 2015).
Penggunaan KI hablur akan bereaksi dengan oksigen agar melepaskan I 2 bebas. I 2 tersebut akan bereaksi dengan larutan Na 2 S 2 O 3. Pada proses ini tidak digunakan larutan KI karena dikhawatirkan air yang digunakan untuk melarutkan KI mengandung oksigen yang dapat memutuskan ikatan rangkap tersebut sama halnya dengan penggunaan air bebas oksigen. Hal ini mengakibatkan bilangan peroksida semakin besar. Pada penetapan ini, sebelum ditirtasi harus diletakkan ditempat gelap dan didiamkan selama 30 menit. Hal ini disebabkan larutan bilangan peroksida mudah terurai oleh cahaya yang mengakibatkan larutan tersebut akan kehilangan fungsinya, didiamkan selama 30 menit karena reaksi antara larutan bilangan peroksida dengan lemak tidak jenuh berjalan lambat sehingga 30 menit dianggap reaksi sudah berjalan sempurna (Sulistijowati, 2013). Bilangan peroksida dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Bilangan peroksida = Keterangan : V 1 = Volume Na 2 S 2 O 3 yang digunakan dalam titrasi sampel, dinyatakan dalam ml V 2 = Volume Na 2 S 2 O 3 yang digunakan dalam titrasi blanko, dinyatakan dalam ml N = Normalitas Na 2 S 2 O 3, dinyatakan dalam normal (N) W = Berat sampel, dinyatakan dalam gram 2.5 Bilangan Asam Asam lemak bebas merupakan asam lemak dalam keadaan bebas dan tidak berikatan lagi dengan gliserol. Asam lemak bebas terbentuk karena terjadinya reaksi hidrolisis dan proses oksidasi selama pengolahan dan penyimpanan. Dalam bahan pangan, asam lemak dengan kadar lebih besar dari 0,2% dari berat lemak
akan mengakibatkan keracunan bagi tubuh. Asam lemak bebas dalam minyak tidak dikehendaki karena degradasi asam lemak bebas tersebut menghasilkan rasa dan bau yang tidak disukai. Oleh sebab itu, dalam pengolahan minyak diupayakan kandungan asam lemak bebas serendah mungkin. Untuk mengetahui berapa asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak dapat digunakan analisa bilangan asam (Dwi, 2009). Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak. Bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak atau lemak. Caranya adalah dengan melarutkan sejumlah minyak atau lemak dalam etanol 95% netral dan diberi indikator fenolftalein. Kemudian dititrasi dengan larutan KOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna merah jambu yang tetap (Dwi, 2009). Prinsip penentapan bilangan asam adalah pelarutan contoh minyak atau lemak dalam pelarut organik tertentu (alkohol 95% netral) dilanjutkan dengan penitaran menggunakan larutan basa (NaOH atau KOH). Jumlah larutan NaOH atau KOH yang digunakan adalah ukuran dari keasaman minyak atau lemak. Bilangan asam dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Bilangan Asam = Keterangan : V N W = Volume KOH pada titrasi, dinyatakan dalam ml = Normalitas KOH, dinyatakan dalam normal (N) = Berat sampel minyak atau lemak, dinyatakan dalam gram 56,1 = bobot molekul KOH