HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP CITRA RAGA DENGAN KEPUTUSAN MEMBELI PRODUK KOSMETIKA PADA WANITA KARIR S K R I P S I

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA KETERTARIKAN IKLAN POND S DI TELEVISI DENGAN KEPUTUSAN MEMBELI PRODUK POND S PADA MAHASISWA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

HUBUNGAN ANTARA CITRA RAGA DAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI MENGIKUTI SENAM PADA REMAJA PUTRI DI SANGGAR SENAM 97 SUKOHARJO.

BAB II LANDASAN TEORI. (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan dan tinggal di kota

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada kenyataannya, penampilan merupakan salah satu hal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Masyarakat dituntut untuk

ANALISIS PENGARUH ATRIBUT PRODUK YANG DIPERTIMBANGKAN DALAM PEMBELIAN KOSMETIK TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN DI SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA CITRA MEREK HANDPHONE DENGAN KEPUTUSAN MEMBELI. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. dan pengambilan keputusan pembelian tanpa rencana atau impulsive buying.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena pengaruh hormonal. Perubahan fisik yang terjadi ini tentu saja

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier, kebutuhan yang pertama yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu yang beranekaragam mendorong banyak orang mendirikan tempat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. up, dan lainnya. Selain model dan warna yang menarik, harga produk fashion

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada perilaku konsumennya (Tjiptono, 2002). konsumen ada dua hal yaitu faktor internal dan eksternal.

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pola perilaku konsumsi masyarakat. Globalisasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. besar bagi perubahaan gaya hidup. Gaya hidup modern yang cenderung

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orang dengan orang lain, yang berfungsi dalam interaksi dengan cara-cara yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat dicermati dengan semakin banyaknya tempat-tempat per-belanjaan.

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk dunia bisnis dalam persaingan yaitu bisnis yang bergerak dalam

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini sangat mudah sekali mencari barang-barang yang diinginkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. produk pelumas mesin kendaraan bermotor merek Mesran SAE. Pihak produsen

TESIS PENGARUH GAYA HIDUP HEDONIS, KECANDUAN BERBELANJA, KETERLIBATAN FASHION TERHADAP PEMBELIAN TIDAK TERENCANA PRODUK FASHION GLOBAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di

BAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengganti barang tersebut. Akan tetapi, pada saat ini konsep belanja itu sebagai

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam alat teknologi seperti televisi, koran, majalah, dan telepon.

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa untuk menarik simpatik masyarakat. Banyaknya usaha-usaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan kemajuan yang pesat didunia kecantikan saat ini hanya

BAB I PENDAHULUAN. seolah-olah hasrat mengkonsumsi lebih diutamakan. Perilaku. kehidupan dalam tatanan sosial masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di lingkungan bisnis yang bergerak sangat dinamis dan penuh dengan

BAB I PENDAHULUAN. bidang yang sama sehingga banyak perusahaan yang tidak dapat. mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pemasaran yang semakin global, persaingan yang hypercompetitive

BAB I PENDAHULUAN. informasi mendalam suatu produk. Barang menurut Fandy (dalam Latif,

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat sekarang ini sudah menjadikan belanja atau shopping bukan hanya

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Sarlito (2013) batasan umum usia remaja adalah tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. di mana bisnis dan perekonomian juga semakin mengglobal, membuat

BAB 1 PENDAHULUAN. ingin menunjukkan eksistensi dirinya dalam sosialitas. Bagi wanita, kecantikan

HUBUNGAN ANTARA CITRA MEREK LAPTOP DENGAN MINAT MEMBELI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia yang semakin modern, menuntut masyarakat untuk mengikuti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM MELAKUKAN PEMBELIAN PADA MINIMARKET GALAXY DI BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH IDEAL DENGAN USAHA MEMBANGUN DAYA TARIK FISIK PADA PEREMPUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal penting yang mendapatkan perhatian khusus. Cross dan Cross

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, yang bisa disebut dengan kegiatan konsumtif. Konsumtif

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di bidang industri, perdagangan maupun jasa. Selain itu banyak produk

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PENGARUH GAYA HIDUP TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam menciptakan produksinya. Intensi membeli yang dilakukan konsumen

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja pun kehidupan untuk berkumpul bersama teman-teman tidak lepas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam memprediksikan perilaku pembelian konsumen terhadap suatu

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, modernitas memunculkan gaya hidup baru. Dunia modern

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi dan. mengakibatkan berbagai perilaku manusia sebagai konsumen semakin mengalami

BAB I PENDAHULUAN. kosumen. Mulai dari produk makanan, minuman, barang elektronik, barang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam

BAB I. Dengan adanya kemajuan dan perubahan tersebut secara tidak langsung. menuntut kita untuk dapat mengimbanginya dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. yang dituntut untuk menjaga penampilannya melainkan kaum pria telah mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagian besar yang sering melakukan adalah kaum wanita dari pada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengakses informasi melalui media cetak, TV, internet, gadget dan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Selama dekade terakhir, merek mempunyai peranan sangat penting bagi

PERILAKU KONSUMEN. By Eka DJ Ginting

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan dan keinginan konsumen, mengembangkan produk, menetapkan harga,

HUBUNGAN ANTARA KEBUTUHAN BERAKTUALISASI DIRI DAN KONFLIK PERAN DENGAN CITRA DIRI. Skripsi

BAB 1 PENDAHULUAN. Mengkaji dunia konsumen memanglah tidak ada habis-habisnya. Di dunia dengan

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN SINETRON KEPOMPONG DI TELEVISI DENGAN CITRA DIRI PADA REMAJA PUTERI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. besar bagi perubahaan gaya hidup. Manusia selalu berusaha untuk memenuhi

BAB V PENUTUP. jeli dalam mengatur pengeluaran agar tidak berlebih. Kebutuhan atas pakaian sering

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memiliki pelanggan yang loyal adalah tujuan akhir dari semua bisnis

Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Pada Produk X Dengan Citra Diri Remaja Putri

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Saat ini emas semakin disukai sebagai salah satu pilihan investasi, sebagian

Nuke Farida ÿ. UG Jurnal Vol. 7 No. 09 Tahun Kata Kunci: Semiotika Pierce, Iklan, Hedonisme

BAB I PENDAHULUAN. dengan kegiatan masyarakat yang sering mengunjungi mall atau plaza serta melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Industri Kreatif Indonesia pada Tahun Seni Pertunjukan. 2 Seni Rupa. 3 Televisi dan Radio.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perubahan dalam gaya hidup. Kehidupan yang semakin modern menjadikan

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP CITRA RAGA DENGAN KEPUTUSAN MEMBELI PRODUK KOSMETIKA PADA WANITA KARIR S K R I P S I Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi Oleh Febrina Puspitasari F. 100 030 028 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumen memiliki kebutuhan yang tidak ada habisnya, sehingga selalu merasa tidak puas dengan apa yang sudah didapatnya. Konsumen dan segmen dewasa ini yang berumur antara 17-24 tahun memiliki perilaku serta cara hidup outer-directed yaitu fase hidup dimana mereka mempunyai perilaku bergejolak dan biasanya hanya sebentar. Konsumen ini sifatnya hanya sebagai conformers dan inovator dan suka mencoba produk baru. Mowen dan Minor (2002) menyatakan bahwa keputusan membeli konsumen dipengaruhi oleh faktor keterlibatan konsumen dan kepercayaan mereka. Semakin tinggi konsumen terlibat dalam upaya pencarian informasi produk, semakin besar dorongan konsumen untuk melakukan pembelian. Konsumen yang memiliki kepercayaan pada merek tertentu lebih yakin dalam memutuskan pembelian. Faktor internal tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap keputusan pembelian. Pengambilan keputusan (decision making) melibatkan proses kognitif, dimulai dengan mengenali masalah, mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah, menilai, memilih, hingga memutuskan. Proses pembuatan keputusan konsumen dalam membeli produk-produk tidak dapat dianggap sama. Misalnya pembelian air minum mempunyai proses yang berbeda dengan pembelian makanan ringan. Apalagi ketika membeli kosmetik yang dapat dikatakan tergolong kebutuhan tambahan. Perilaku membeli ada yang bersifat kebiasaan dimana konsumen mempunyai keterlibatan yang rendah dengan produk yang mempunyai harga murah dan sering

membeli. Konsumen sering kali mengganti merek karena perilaku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan keterlibatan konsumen yang rendah tetapi perbedaan yang dirasakan besar. Konsumen berganti merek untuk suatu jenis produk karena adanya rasa ketertarikan untuk mencoba merek yang ternyata memberikan kepuasan bagi dirinya, karena kebiasaan suka mencoba berbagai merek maka akan berdampak pada perilaku membeli konsumen. Perilaku konsumen dalam membeli suatu produk sudah sangat konsumtif. Ini terurtama terjadi pada mereka yang sudah berkerja dan memiliki kemampuan finansial yang tinggi. Umumnya keputusan pembelian dilakukan oleh mereka cukup mempunyai pendapatan, siap konsumsi dan cenderung membelanjakannya untuk mendukung hidup hura-hura, seperti hiburan, membeli pakaian dan dekorasi rumah (Ihalaw, 2003). Pernyataan ini didukung oleh Kotler (1999) yang menyatakan bahwa keputusan membeli ada yang bersifat kebiasaan, dimana konsumen mempunyai harga murah disuatu tempat yang sering mereka kunjungi. Solomon (1999) menyatakan bahwa suatu kelompok memiliki kekuatan yang dapat memberikan pengaruh kepada konsumen, salah satunya adalah acuan dimana seseorang mengagumi kualitas orang lain atau kelompok tertentu. Ia akan mencoba untuk meniru kualitas itu dengan cara meniru perilaku orang lain, termasuk pilihan produk sampai dengan pilihan kegiatan waktu luang. Untuk menjual produk yang ditawarkan, produsen biasanya dengan cara mempengaruhi konsumen agar memakai produk tersebut sesering digunakan sehingga produk yang tersedia dapat langsung dibeli oleh konsumen, Limbing (dalam Engel, 1998 dkk.). Budaya konsumerisme sebagai anak ideologi kapitalis sangat besar dipandang oleh kekuatan-kekuatan pengendali pasar, terutama

kecanggihan dan kecerdikan media yang menjadi sarana vital bagi pasar. Keputusan pembelian pada penelitian ini adalah berkaitan dengan pembelian kosmetika pada wanita yang sudah bekerja atau wanita karir. Pembelian kosmetik umumnya dilakukan perempuan. Hal ini karena perempuan lebih banyak memberikan perhatian dalam hal fisik terutama wajah untuk mencapai suatu keadaan yang ideal. Mendukung ulasan tersebut, bahwa individu pada dasarnya memiliki gambaran diri ideal seperti apa yang diinginkannya termasuk bentuk tubuh ideal seperti apa yang ingin dimilikinya. Kesesuaian antara tubuh yang dipersepsi oleh individu dengan bentuk tubuh idealnya akan memunculkan kepuasan terhadap tubuhnya. Sebaliknya ketidaksesuaian antara tubuh yang dipersepsi dengan bentuk tubuh idealnya memunculkan ketidakpuasan terhadap tubuhnya. Hal ini terkait erat dengan citra raga atau body image, yaitu bagaimana seseorang memandang dan menilai tubuhnya sendiri. Menurut Grinder (Chaerunnisa, 2008) citra raga adalah produk dari serangkaian pengalaman yang nyata maupun fantasi yang berasal dari perkembangan fisik seseorang, perhatian dari temanteman sebaya terhadap atribut-atribut fisik, maupun dari meningkatnya kesadaran terhadap harapan-harapan kultural. Tampil cantik merupakan keinginan setiap wanita. Semua wanita ingin kelihatan cantik di mata semua orang, terutama oleh lawan jenis. Hal inilah yang kemudian mendorong wanita untuk selalu terlihat cantik dan berlomba-lomba untuk tampil cantik dan menarik. Agar wanita tampil cantik dan menarik konsekuensi logisnya adalah pemakaian produk-produk kosmetik yang akan menunjang penampilan. Dengan kata lain wanita selalu erat kaitannya dengan produk kosmetik dan hampir-hampir tidak bisa dilepaskan dari produk-produk tersebut. Karena kosmetik adalah hal yang paling tidak

bisa dilepaskan dari kehidupan wanita, hal ini kemudian memunculkan ketergantungan pemakai terhadap produk-produk kosmetik merek tertentu. Bahkan ada yang sangat setia dengan suatu merek. Kosmetika bagi wanita merupakan suatu kebutuhan. Seorang wanita yang bekerja dituntut untuk selalu berpenampilan rapi dan menarik, sehingga kosmetika merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan karena dapat meningkatkan kepercayaan dirinya. Penggunaan kosmetika modern pada masa sekarang ini dikaitkan dengan wanita karier. Menurut Bartos (Damayanti, 2002) wanita bekerja atau wanita karier lebih sering menggunakan kosmetika daripada wanita yang tidak bekerja, karena kosmetika merupakan sarana yang digunakan wanita untuk mewujudkan bayangan dirinya seperti yang diinginkannya. Dengan menggunakan kosmetika wanita karier dapat mengembangkan kepercayaan dirinya. Salah satu penampilan yang bisa ditonjolkan adalah penampilan fisik, karena yang dinilai pertama kali adalah penampilan luar yang dapat dilihat indera mata secara langsung, sehingga penilaian tidak lepas dari apa yang melekat di badan yang termasuk di dalamnya adalah pemakaian kosmetika. Kondisi lingkungan kerja umumnya menuntut seseorang (khususnya wanita) untuk tampil menarik, cantik, modis, anggun mendorong wanita karir memakai kosmetika. Secara lebih jelas Menurut Sugestri (1997), hal-hal yang mendorong kaum wanita memakai kosmestik adalah : pengaruh iklim yang hebat, kegiatan kaum wanita di luar rumah umumnya membutuhkan pemakaian kosmetika untuk melindungi wajah dan untuk menetapkan penampilannya., karena status ekonomi yang telah mapan sehingga seseorang lebih mampu untuk membeli kosmetika dan ingin membentuk penampilan sesuai gambaran idealnya.

Keputusan membeli kosmetika pada wanita selalu melalui tahapan-tahapan antara lain, menganalisa kebutuhan dan keinginan mencari dan mengumpulkan informasi, melakukan penilaian terhadap sumber-sumber yang didapatkan, menilai dan menyeleksi produk-produk sebagai alternatif pembelian, kemudian apabila alternatifnya sudah sesuai, baru konsumen memutuskan untuk melakukan pembelian terhadap suatu produk. Menurut Kasali (1998) konsumen memilih barang berdasarkan keinginan keinginan manusia untuk mencoba hal hal baru, memiliki minat dan tuntutan tuntutan. Berkaitan dengan ulasan tersebut perempuan lebih dikenal sebagai seorang individu yang mudah sekali terpengaruh dengan perubahan perubahan, terutama motivasi tentang hal hal yang dapat merubah penampilan fisik dalam hal ini produk kosmetik. Kosmetik merupakan kebutuhan bagi seorang wanita. Hal ini memunculkan loyalitas kepada barang merek tertentu yang kemudian memunculkan pula konsumerisme di kalangan wanita terhadap kosmetik. Di sisi lain produk kosmetik tertentu dianggap dapat menaikkan gengsi seseorang. Sehingga dorongan yang kemudian muncul tidak hanya agar wanita tampil menarik, tapi juga dorongan agar mempunyai kelas sosial yang lebih tinggi. Konsekuensinya, pola konsumerisme wanita terhadap kosmetik semakin tinggi. Dorongan wanita untuk tampil cantik terkadang cenderung menjadi sebuah obsesi. Definisi Obsesi dalam kamus Bahasa Indonesia adalah sebuah pikiran yang selalu mengganggu kesadaran seseorang yang sukar dihilangkan dari ingatan (Poerwadarminta, 1994) yang seringkali terjadi adalah adanya kecenderungan seseorang untuk mencari kekurangan pada tubuhnya, dibanding kemampuan untuk menerima tubuhnya apa adanya. Bahkan ketika seseorang menerima tubuhnya yang dianggap cantik

sekalipun, ia akan mulai dengan memandang sebelah mata tubuhnya tersebut. Pandangan minor terhadap tubuh, yang sayangnya merupakan kecenderungan, menjadi sebuah jalan masuk kalangan pembuat iklan untuk menciptakan citra produk komoditi, terutama produk perawatan tubuh. Obsesi menjadi cantik itulah yang akhirnya melahirkan konsumerisme terhadap produk kosmetik. Penelitian yang dilakukan oleh sebuah biro marketing di Amerika (Arini, dkk. 2007) memaparkan bahwa tahun 2005, warga AS menghabiskan 8 milyar dollar hanya untuk belanja kosmetik. Bagi banyak orang, konsumerisme seperti pemburuan prestasi. Konsumerisme adalah sejenis spending yang menjadi indikator bagusnya demand economy atau permintaan ekonomi. Manakala perempuan melakukan pembelian kosmetika semata-mata untuk mengurangi ketegangan terhadap penampilan yang kurang memuaskan, pada akhirnya tidak memperhatikan produk atau jasa yang dikonsumsi dan menjadi gaya hidup yang konsumtif.. Perempuan berusaha tampil baik di hadapan orang lain, membeli berbagai macam kosmetik, alat rias, memperlihatkan dirinya mampu membeli mobil, rumah yang mewah, makan di tempat yang eksklusif. Akibat yang ditimbulkan dari keputusan membeli kosmetik secara berlebihan antara lain addictive consumption, yaitu mengkonsumsi barang atau jasa karena ketagihan. Perilaku konsumtif lainnya adalah compulsive consumption, yaitu berbelanja secara terus-menerus tanpa memperhatikan apa yang sebenarnya ingin dibeli. Produk yang dibeli belum tentu disukai atau dapat digunakan pembelinya. Biasanya individu berbelanja hanya untuk mengurangi tekanan atau stres yang dialami. Berdasarkan pandangan Bowlby (2001), setidak-tidaknya ada dua bentuk utama hasrat pembelian konsumtif, yang juga beroperasi dalam masyarakat

posmodern. Pertama, hasrat menjadi (to be), yaitu hasrat menjadi obyek cinta, kekaguman, idealisasi, pemujaan, penghargaan sang lain (the others). Orang merasa menjadi obyek cinta sang lain (penonton, fans, rakyat), oleh sebab itu ia akan bertingkah-laku dan menciptakan citra (image) dirinya sedemikian rupa agar ia tetap dicintai (narcissistic desire). Inilah, misalnya, orang-orang yang memperlihatkan eksistensi dirinya lewat tanda-tanda dan gaya hidup: mobil mewah, rumah megah, fashion eksklusif, parfum mahal,dan kosmetik. Kedua, hasrat memiliki (to have), yaitu hasrat memiliki sang lain (materi, benda, orang, kekuasaan, posisi) sebagai sebuah cara untuk memenuhi kepuasan diri (anaclictic desire). Hasrat memiliki. merupakan fondasi masyarakat posmodern, yang dilembagakan lewat sistem kapitalisme global. Di dalamnya, orang dikonstruksi secara sosial untuk.mengingingkan. iringan-iringan benda yang sebetulnya secara hakiki tidak mereka butuhkan. Di sini kapitalisme global merubah keinginan. (want) menjadi kebutuhan (need). Artinya, kebutuhan tersebut diciptakan. Kapitalisme tidak hanya memproduksi barang-barang, tapi juga memproduksi kebutuhan. dan dorongan hasrat di baliknya, untuk keberlanjutan produksi Gambaran seseorang mengenai kondisi fisiknya lebih bersifat subyektif. Apabila seseorang merasa bahwa keadaan fisiknya tidak sama dengan konsep idealnya, maka dia akan merasa memiliki kekurangan secara fisik meskipun mungkin dalam pandangan dan penilaian orang lain dia dianggap menarik secara fisik. Keadaan yang demikian, seringkali membuat seseorang tidak dapat menerima keadaan fisiknya secara apa adanya sehingga citra raganya menjadi negatif.

Mengamati fenomena pada masa sekarang ini nampak adanya pemakaian kosmetika yang berlebihan pada wanita karir. Hal ini terlihat dari cara mereka menghias diri yang menggunakan bahan-bahan kosmetika mahal. Hal ini seperti diungkapkan oleh Asti (24 tahun) wanita karir yang bekerja di sebuah perusahaan furniture eksport-import. Ia mengatakan: masalah kosmetika bagi saya merupakan hal yang dapat menunjang penampilan dalam pekerjaan, jadi saya menganggarkan biaya sendiri untuk alat-alat kosmetika. Saya tidak ingin menggunakan kosmetika asal-asalan tapi produk kosmetika yang benar-benar memiliki kualitas terbaik. Bagi saya tidak masalah mengeluarkan biaya sekian ratus ribu, yang penting saya puas dengan produk kosmetika yang saya pakai, saya menjadi percaya diri dan tidak minder ketika bertemu dengan para konsumen Beberapa wanita karir yang peneliti temuipun tidak berbeda jauh dengan pendapat di atas, bahkan tidak sedikit dari mereka yang melakukan operasi bedah wajah hanya untuk memperbaiki penampilan mereka agar lebih menarik. Mereka beranggapan wajah yang tidak cantik dapat dibuat menarik dengan peralatan teknologi yang canggih sehingga akan berpengaruh terhadap keputusan membeli.. Markin (Suntara, 1998) keputusan membeli merupakan aktivitas psikis yang timbul karena adanya perasaan (afektif) dan pikiran (kognitif) terhadap sesuatu barang atau jasa yang diinginkan. Faktor yang mempengaruhi keputusan membeli seseorang adalah kepercayaan pada barang atau jasa yang diinginkanya karena citra yang baik dari produk yang dijual. Keadaan ini dapat menimbulkan prestisius pada pemiliknya, sehingga keputusan seseorang untuk kebutuhan ini dimotivasi oleh pertimbangan emosional, yaitu: kesenangan / nilai estetis, seperti prestise dan status yang akan didapat.

Penelitian ini mengkaji hubungan antara persepsi terhadap citra raga dengan keputusan membeli produk kosmetika pada wanita karir didasari oleh pertimbangan bahwa kosmetika merupakan produk yang unik karena selain produk ini memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan mendasar wanita akan kecantikan sekaligus seringkali menjadi sarana bagi konsumen untuk memperjelas identitas dirinya secara sosial dimata masyarakat. Diharapkan wanita karir dapat memanfaatkan kosmetika sebagai sarana untuk memperbaiki penampilan, penggunaannya ditujukan agar penampilan wajah lebih menarik meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri mereka. Namun kenyataan yang terjadi dalam perspektif hedonis seringkali wanita membeli produk kosmetika sematamata hanya untuk kesenangan atau mengejar fantasi/ stimuli sensorik. Konsumsi kosmetika dari perspektif hedonis menghasilkan antisipasi untuk bersenang-senang, memenuhi fantasi, atau untuk memperoleh perasaan senang. Kosmetika lebih dari sekedar obyek dan merupakan symbol subyektif yang menimbulkan perasaan dan menjanjikan kesenangan serta kemungkinan realisasi dari fantasi. Kesenjangan yang terlalu jauh antara tubuh yang dipersepsi individu dengan tubuh ideal (citra raga) akan menyebabkan penilaian yang negatif terhadap tubuhnya. Penilaian negatif ini akan ditutupi dengan berbagai cara salah satunya yaitu kosmetika. Hal ini juga akan mendorong perempuan untuk mengambil keputusan pembelian kosmetika secara berlebihan yang pada dasarnya dilakukan hanya untuk mengurangi tekanan atau stres yang dialami karena penilaian negatif terhadap citra raga yang tidak sesuai dengan gambaran idealnya.

Berdasarkan uraian-uraian dan teori yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu: Apakah ada hubungan antara persepsi terhadap citra raga dengan keputusan membeli produk kosmetika? Berdasarkan rumusan masalah tersebut penulis tertarik untuk menguji secara empirik dengan mengadakan penelitian berjudul Hubungan antara persepsi terhadap citra raga dengan keputusan membeli produk kosmetika pada wanita karir. B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1.Hubungan antara persepsi terhadap citra raga dengan keputusan membeli produk kosmetika pada wanita karir. 2. Tingkat atau kondisi persepsi terhadap citra raga 3. Tingkat keputusan membeli produk kosmetika. 4. Peran atau kontribusi persepsi terhadap citra raga dengan keputusan membeli produk kosmetika pada wanita karir. C. Manfaat Penelitian 1. Bagi subjek penelitian Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan infomasi yang berkaitan dengan hubungan antara persepsi terhadap citra raga dengan keputusan membeli produk kosmetika pada wanita karir sehingga dapat dijadikan bahan pemikiran untuk membentuk persepsi yang positif terhadap citra raga.

2. Bagi produsen kosmetika Penelitian ini dapat memberikan hasil empiris berkaitan dengan hubungan antara persepsi terhadap citra raga dengan keputusan membeli produk kosmetika pada wanita karir sehingga dapat dijadikan bahan pemikiran bagi pimpinan perusahaan untuk memproduksi kosmetika sesuai dengan kebutuhan dan pilihan konsumen 3. Bagi Ilmuwan psikologi Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan dapat mengembangkan bidang ilmu psikologi khususnya yang berkaitan dengan hubungan persepsi terhadap citra raga dengan keputusan membeli produk kosmetika. 4. Bagi peneliti selanjutnya Penelitian ini memberikan hasil empiris mengenai hubungan antara persepsi terhadap citra raga dengan keputusan membeli produk kosmetika pada wanita karir, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dalam penelitian selanjutnya