BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, pajak adalah iuran rakyat kepada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk menyediakan barang

LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Perpajakan 2 PPN & PPnBM

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB II LANDASAN TEORI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) penerimaan negara, dan mendorong produk ekspor.

SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

BAB II LANDASAN TEORITIS. (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI. dikemukakan para ahli sebagai berikut: a. Prof. Dr. Rochmat Soemitro SH (2002:1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya pajak merupakan pungutan wajib oleh negara kepada

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi. Pajak mempunyai definisi yang berbeda-beda menurut sudut pandang yang

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus

Modul ke: Pertemuan 2. 02Fakultas EKONOMI. Perpajakan I. Program Studi AKUNTANSI

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

LANDASAN TEORI. dalam buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2008, h3),

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang masih terus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. berbagai faktor pendukung terutama stabilitas ekonomi.

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB III PEMBAHASAN TENTANG EFEKTIVITAS PENERAPAN E-FAKTUR ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK

Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh. untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk kesejahteraan rakyat. Pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar negara perlu terus

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

BAB III PEMBAHASAN TENTANG MEKANISME PENGAJUAN RESTITUSI ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA. pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. langsung berhubungan dengan teori keahlian yang diterima diperkuliahan. Praktik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH definisi pajak yaitu iuran rakyat

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

BAB II LANDASAN TEORI

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi saat ini di negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada

Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan Mandiri. mahasiswa secara mandiri yang bertujuan memberikan pengalaman praktis di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. ini pemungutnya dilaksakan oleh Pemerintah Pusat khususnya Depertemen

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

Perpajakan. Aryo Prasetyo, S.Kom., MMSI Vokasi Akuntansi UI, STIE Dewantara, IBI K-57. (Sesi 1)

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2013:1). Fungsi pajak dibagi menjadi dua, yaitu fungsi budgetair dan fungsi mengatur (regulerend). Fungsi budgetair yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Sedangkan fungsi mengatur (regulerend) yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah (Mardiasmo, 2013:1). 2.2 Pengelompokan Pajak Menurut Mardiasmo (2013:5) pajak dikelompokan ke dalam tiga kelompok, yaitu berdasarkan golongannya, berdasarkan sifatnya, dan berdasarkan lembaga pemungutnya. Pengelompokan pajak akan diuraikan sebagai berikut. Menurut golongannya pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung. Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. (Mardiasmo, 2013:5) Contohnya yaitu Pajak Penghasilan (PPh). Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain (Mardiasmo, 2013:5). Contohnya yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 1

Menurut sifatnya, pajak dibedakan menjadi dua, yaitu Pajak Subjektif dan Pajak Objektif. Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak (Mardiasmo, 2013:5). Contohnya yaitu Pajak Penghasilan (PPh). Pajak Objektif adalah pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. (Mardiasmo, 2013:5). Contohnya yaitu Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Menurut lembaga pemungutannya, pajak dibedakan menjadi dua, yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara (Mardiasmo, 2013:6). Contohnya yaitu Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM), dan Bea Materai. Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah (Mardiasmo, 2013:6). Pajak daerah terdiri atas pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Contoh dari pajak provinsi yaitu pajak kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor. Contoh dari pajak kabupaten/kota yaitu pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan. 2.3 Sistem Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2013:7) sistem pemungutan pajak dibedakan menjadi tiga yaitu: 1) Official Assesment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang 2

terutang oleh Wajib Pajak (Mardiasmo, 2013:7). Ciri-cirinya yaitu Wajib pajak bersifat pasif, wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak pemerintah (fiskus), utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh pihak pemerintah (fiskus). 2) Self Assesment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang (Mardiasmo, 2013:7). Ciri-cirinya yaitu Wajib Pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada Wajib Pajak sendiri, fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 3) With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan pemerintah dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak (Mardiasmo, 2013:8). Ciri-cirinya yaitu wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain pemerintah dan Wajib Pajak. 2.4 Surat Pemberitahuan (SPT) Menurut Mardiasmo (2013:31) Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya 3

terutang dan untuk melaporkan tentang pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran dan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 2.5 Surat Setoran Pajak (SSP) Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. SSP berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh Pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi. Tempat pembayaran dan penyetoran pajak dapat dilakukan pada bank yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan atau Kantor Pos dengan batas waktu pembayaran atau penyetoran untuk Pajak Penghasilan (PPh) paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan untuk PPN paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa PPN dialaporkan. 2.6 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri (di dalam daerah pabean), baik konsumsi barang maupun konsumsi jasa (Waluyo, 2011:9). Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak tidak langsung karena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ini pada akhirnya 4

dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain (konsumen) yang menggunakan Barang Kena Pajak (BKP) atupun Jasa Kena Pajak (JKP). 2.7 Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 berikut perubahannya, yaitu Undang- Undang No. 11 Tahun 1994, Undang-Undang No. 18 Tahun 2000, dan yang terakhir Undang-Undang No. 42 Tahun 2009. Undang-Undang ini disebut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984. 2.8 Barang Kena Pajak Menurut Mardiasmo (2013:295) barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud. Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN 1984. Pada dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali Undang-Undang menetapkan sebaliknya. Jenis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah meliputi barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, uang, emas batangan, surat-surat berharga (saham, obligasi dan lainnya). 5

2.9 Jasa Kena Pajak Menurut Mardiasmo (2013:297) jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN 1984. Pada dasarnya semua jasa dikenakan pajak, kecuali yang ditentukan lain oleh Undang-Undang PPN. Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah meliputi jasa pelayanan kesehatan medis, jasa dibidang pelayanan sosial, jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa dibidang keagamaan, jasa pendidikan, jasa kesenian dan hiburan, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja, jasa perhotelan, jasa yang disediakan oleh pemerintah, jasa penyediaan tempat parkir, jasa telepon umum, jasa pengiriman uang dengan wesel pos, jasa boga atau katering. 2.10 Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean (Mardiasmo, 2013:300). Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa kena Pajak yang dikenai 6

pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1984 (Mardiasmo, 2013:300). Kewajiban sebuah badan atau orang pribadi yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yaitu melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP), memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) yang terutang, menyetor Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) yang terutang, mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahn Nilai (PPN). 2.11 Dasar Pengenaan Pajak Menurut Mardiasmo (2013:305) Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang, meliputi harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP),ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak 7

dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang -undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. 2.12 Tarif Pajak Pertambahan Nilai Menurut Mardiasmo (2013:306) tariff PPN adalah 10% (sepuluh persen). Sedangkan tarif ekspor BKP/JKP adalah 0% (nol persen). Pengenaan tarif 0% (nol persen) bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN, tetapi pajak masukan yang telah dibayar untuk perolehan BKP/JKP yang berkaitan dengan kegiatan tersebut dapat dikreditkan. Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/ atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, Pemerintah diberi wewenang mengubah tarif Pajak Pertambahan Nilai menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal. 2.13 Pajak Masukan dan Pajak Keluaran Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) karena perolehan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak (JKP) dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean dan atau impor 8

Barang Kena Pajak (BKP). Pajak keluaran ialah pajak yang dikenakan ketika subjek pajak melakukan penjualan terhadap barang kena pajak (BKP) dan atau jasa kena pajak (JKP). 2.14 Faktur Pajak Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP). Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap pembayaran dalam hal penerimaan pembayaaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pengerjaan, atau saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (Mardiasmo,2013:311). Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender yang disebut dengan Faktur Pajak gabungan. Faktur Pajak harus dibuat pada saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak, saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan, untuk faktur pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) atau saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. 9

Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP setelah jangka waktu 3 bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak. Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat: 1) Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak 2) Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak 3) Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga 4) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut 5) Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) yang dipungut 6) Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak 7) Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak. 2.15 Pengertian SPT PPN SPT Masa PPN merupakan sebuah form yang digunakan oleh Wajib Pajak Badan untuk melaporkan penghitungan jumlah pajak baik untuk melapor Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang terhutang. Fungsi dari SPT Masa PPN selain untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak, namun juga dapat digunakan untuk melaporkan harta dan kewajiban serta penyetoran pajak dari pemotong atau pemungut. Ada 2 jenis SPT Masa PPN yaitu SPT PPN 1111 dan SPT PPN 1111 DM. SPT PPN 1111 adalah 10

SPT PPN yang biasa digunakan oleh pengusaha kena pajak dengan menggunakan perhitungan tarif normal untuk pajak keluaran dan pajak masukkannya. Sedangkan SPT PPN DM adalah SPT dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan. Direktur Jenderal Pajak menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-45/PJ/2010 tentang bentuk, isi, dan tata cara pengisian serta penyampaian Surat Pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan. SPT Masa PPN 1111 DM, terdiri dari 1) Induk SPT Masa PPN 1111 DM - Formulir 1111 DM (F.1.2.32.05) 2) Lampiran SPT Masa PPN 1111 DM: Formulir 1111 A DM (D.1.2.32.13) - Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak dan Formulir 1111 R DM (D.1.2.32.14) - Daftar Pengembalian BKP dan Pembatalan JKP oleh PKP yang Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan. 2.16 Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) dapat diperhitungkan dengan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran. Namun dalam rangka memberikan kemudahan dan menyederhanakan dalam menghitung PPN yang harus disetor, PKP dapat menghitung besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan. Penggunaan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan tersebut terbatas pada PKP 11

yang melakukan kegiatan usaha tertentu atau memiliki peredaran usaha dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi jumlah tertentu. Dasar hukum yang digunakan dalam pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan yaitu Pasal 9 ayat (7), Pasal 9 ayat (7a), Pasal 9 ayat (7b) Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2009, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2010 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-45/PJ/2010. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2010 Pengusaha Kena Pajak yang dapat menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan yaitu PKP yang memiliki jumlah peredaran usaha dalam dua tahun buku sebelumnya tidak melebihi Rp 1.800.000.000 (satu miliar delapan ratus juta rupiah) untuk setiap satu tahun buku, dan Wajib Pajak yang baru dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Tanggal 20 Desember 2013 diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 197/PMK.03/2013 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2010 Tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai (PMK-197/PMK.03/2013). Berdasarkan PMK- 197/PMK.03/2013 batasan penyerahan BKP dan/atau JKP bagi pengusaha kecil, dinaikkan menjadi tidak lebih dari Rp 4.800.000.000. Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan harus melaksanakan secara taat asas dalam 1 (satu) tahun buku, sepanjang peredaran usaha dalam 1 (satu) tahun buku tidak melebihi Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan wajib beralih menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak 12

Keluaran mulai Masa Pajak berikutnya setelah peredaran usahanya melebihi Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Jika Pengusaha Kena Pajak tidak melakukan penghitungan pajak terutang menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak berikutnya setelah peredaran usahanya melebihi Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pajak Masukan dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan dengan cara untuk penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) sebesar 60% dari Pajak Keluaran dan untuk penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) sebesar 70% dari Pajak Keluaran. Pengusaha Kena Pajak tidak dapat membebankan Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai biaya untuk penghitungan Pajak Penghasilan. Hal-hal yang perlu diperhatikan Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan jika memilih beralih menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran yaitu Pengusaha Kena Pajak hanya diperbolehkan mulai menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak pertama tahun buku berikutnya. PKP tersebut harus memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan paling lama pada batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak pertama dalam tahun buku dimulainya penggunaan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran. 13

Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak tertentu dalam periode tahun buku yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan, dan mengakibatkan peredaran usaha tahun buku yang bersangkutan menjadi lebih besar dari Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka Pengusaha Kena Pajak wajib menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran. Kewajiban menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran berlaku mulai Masa Pajak setelah Masa Pajak yang peredaran usahanya menjadi lebih besar dari Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Pengusaha Kena Pajak yang mulai menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan mulai Masa Pajak pertama tahun buku dimulainya penggunaan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran. 2.17 Prosedur Pencatatan Penjualan dan PPN Terutang Dalam akuntansi komersial maupun dalam akuntansi pajak terdapat persamaan dalam melakukan pencatatan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Akun biaya yang digunakan dalam akuntansi pajak tetap sama dengan akun yang digunakan dalam akuntansi komersial namun hanya ada akun tambahan seperti akun PPN Masukan dan akun PPN Keluaran. Berikut ini adalah beberapa contoh jurnal yang digunakan. 14

1) Pada Saat Pembelian BKP/JKP Pembelian (D) PPN Masukan (D) xxx xxx Kas/Utang Dagang(K) xxx 2) Pada Saat Penjualan BKP/JKP Kas/Piutang Dagang (D) xxx Penjualan BKP/JKP (K) PPN Keluaran (K) xxx xxx 2.18 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Dalam penelitian ini akan dibahas tiga hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan Pajak Pertambahan Nilai. Adapun hasil penelitian tersebut akan diuraikan sebagai berikut. Decky Sanjaya (2016) menulis tentang Tata Cara Pemungutan Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. XYZ. Tujuan penelitian tersebut yaitu untuk mengetahui Tata Cara Pemungutan Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. XYZ. Teknik analisis data yang digunakan yaitu deskriptif komparatif. Hasil Penelitian tersebut yaitu pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN PT. XYZ sudah sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Maria Kristina menulis tentang Prosedur Pendaftaran, Pembuatan, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan Aplikasi e-faktur pada PT. ABC. Tujuan penelitian tersebut yaitu untuk mengetahui Prosedur Pendaftaran, Pembuatan, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan Aplikasi e- Faktur pada PT. ABC. Metode analisis yang digunakan yaitu metode deskriptif 15

komparatif. Hasil Penelitian tersebut yaitu PT. ABC sudah melakukan Kewajiban Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan aplikasi e- Faktur sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak. Sucipta (2016) menulis tentang Tata Cara Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dari Sektor Kegiatan Membangun Sendiri Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara. Tujuan penelitian tersebut yaitu untuk mengetahui, memahami dan mengutarakan bagaimana tata cara pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dari sektor kegiatan membangun sendiri di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara. Metode analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif. Hasil Penelitian tersebut yaitu tata cara pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dari Sektor Membangun Sendiri sangat berkaitan dengan self assessment system. Berdasarkan penelitian sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa perbedaan yaitu perbedaan subjek penelitian, periode penelitian dan objek penelitian. Subjek penelitian ini adalah KKP Ketut Alit Adi Krisna & Rekan, periode penelitian yaitu periode 2017, dan objek dari penelitian ini adalah prosedur pemungutan, penyetoran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 16