BAB III LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen

BAB III LANDASAN TEORI. tidak terlalu diperhatikan di kalangan masyarakat.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. dengan atau tanpa bahan tambah yang membentuk masa padat (SNI suatu pengerasan dan pertambahan kekuatan.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. Belanda. Kata concrete dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin concretus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Zai, dkk (2014), melakukan penelitian Pengaruh Bahan Tambah Silica

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

a. Jenis I merupakan semen portland untuk penggunaan umum yang memerlukan persyaratan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. dengan atau tanpa bahan campuran tambahan (admixture). Beton akan semakin

PEMANFAATAN LIMBAH KERAMIK SEBAGAI AGREGAT KASAR DALAM ADUKAN BETON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Beton PT. Pionir Beton

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 LANDASAN TEORI

Berat Tertahan (gram)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas bahan, cara pengerjaan dan cara perawatannya.

BAB III LANDASAN TEORI. Beton ringan adalah beton yang memiliki berat jenis (density) lebih ringan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk masa padat. Beton disusun

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PEMERIKSAAN AGREGAT

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. dibandingkan beton normal biasa. Menurut PD T C tentang Tata Cara

PENGARUH PENGGUNAAN SILICA FUME PADA BETON RINGAN DENGAN AGREGAT KASAR GERABAH

BAB V HASIL PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek

TEKNOLOGI BETON JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR. Oleh : Garnasih Tunjung Arum

BAB III LANDASAN TEORI. sekumpulan interaksi mekanis dan kimiawi dari material pembentuknya.

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN KOLOM BETON BERTULANG TERHADAP KUAT TEKAN

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Abstrak

BAB III LANDASAN TEORI. dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat (SNI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN SERBUK KACA SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN PADA CAMPURAN BETON DITINJAU DARI KEKUATAN TEKAN DAN KEKUATAN TARIK BELAH BETON

BAB 1 PENDAHULUAN. digunakan bahan tambah yang bersifat mineral (additive) yang lebih banyak bersifat

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. membentuk masa padat. Jenis beton yang dihasilkan dalam perencanaan ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang berupa batu kerikil dan agregat halus yang berupa pasir yang kemudian

Pengaruh Variasi Jumlah Semen Dengan Faktor Air Yang Sama Terhadap Kuat Tekan Beton Normal. Oleh: Mulyati, ST., MT*, Aprino Maramis** Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. Mutu Beton ditentukan oleh banyak faktor antara lain (Sutikno, 2003) d. Susunan butiran agregat yang dipakai

Jurnal Teknik Sipil No. 1 Vol. 1, Agustus 2014

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Asroni (2010), secara sederhana beton dibentuk oleh pengerasan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Nilai kuat tekan beton rerata pada umur 28 hari dengan variasi beton SCC

BAB I PENDAHULUAN. penggunaannya sehingga mendukung terwujudnya pembangunan yang baik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Viscocrete Kadar 0 %

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bahan atau Material Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI

PEMERIKSAAN KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON BERAGREGAT KASAR BATU RINGAN APE DARI KEPULAUAN TALAUD

PENGARUH PENAMBAHAN FLY ASH PADA BETON MUTU TINGGI DENGAN SILICA FUME DAN FILLER PASIR KWARSA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian, analisis data, dan. pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

III. METODE PENELITIAN. diameter 15 cm dan tinggi 30 cm, dan benda uji balok beton dengan panjang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel

BAB III METODE PENELITIAN. dengan abu terbang dan superplasticizer. Variasi abu terbang yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. UCAPAN TERIMAKASIH... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR GRAFIK...

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah membuat program untuk membangun pembangkit listrik dengan total

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia Teknik Sipil, pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. & error) untuk membuat duplikasi proses tersebut. Menurut (Abdullah Yudith, 2008 dalam lesli 2012) berdasarkan beratnya,

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia konstruksi modern saat ini.

SNI Standar Nasional Indonesia

PENGARUH PENAMBAHAN METAKAOLIN TERHADAP KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON MUTU TINGGI

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Beton merupakan bahan bangunan yang sangat populer digunakan dalam dunia jasa konstruksi terutama dalam pembutan struktur bangunan karena beton mudah di bentuk dan bahan pembuat beton mudah didapatkan. Berdasarkan SNI 03 2847 2012, beton diartikan sebagai campuran semen, agregat halus, agregat kasar, dan air serta tanpa atau dengan bahan tambah (admixture). Menurut Tjokrodimuljo (1996), beton merupakan hasil pencampuran portland cement, air dan agregat. Terkadang ditambah menggunakan bahan tambah dengan perbandingan tertentu, mulai dari bahan kimia tambahan, fiber, sampai bahan buangan non kimia. 3.2 Bahan Penyusun Beton 3.2.1 Semen Portland Semen portland adalah bahan pokok dalam konstruksi yang paling banyak digunakan dalam pembetonan. Menurut ASTM C-150,1985, semen portland didefinisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih banyak kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya. Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker, terutama yang terdiri dari silikat-silikat kalsium yang 13

14 bersifat hidrolis dengan gips sebagai bahan tambah (PUBI, 1982). Semen merupakan bahan perekat yang berfungsi mengikat antara agregat kasar dan agregat halus yang dicampurkan dengan air hingga membentuk suatu massa yang padat dan mengisi rongga-rongga di antara agregat. Menurut ASTM maupun Standart Nasional Indonesia (SNI) semen dibagi menjadi 5 jenis, yaitu: a. Tipe I (Ordinary Portland Cement) Semen portland tipe I merupakan jenis semen yang umum digunakan untuk berbagai jenis pekerjaan konstruksi yang mana tidak terkena efek sulfat pada tanah atau berada di bawah air. b. Tipe II (Modified Cement) Semen portland tipe II merupakan semen dengan panas hidrasi sedang atau di bawah semen portland tipe I serta tahan terhadap sulfat. Semen ini cocok digunakan untuk daerah yang memiliki cuaca dengan suhu yang cukup tinggi serta pada struktur drainase. c. Tipe III (Rapid-Hardening Portland Cement) Semen portland tipe III memberikan kuat tekan awal yang tinggi. Penggunaan tipe III ini jika cekatan akan segera dibuka untuk penggunaan berikutnya atau kekuatan yang diperlukan untuk konstruksi lebih lanjut. Semen tipe III ini hendaknya tidak digunakan untuk konstruksi beton massal atau dalam skala besar karena tinggi panas yang dihasilkan dari reaksi beton tersebut.

15 d. Tipe IV (Low-Heat Portland Cement) Semen portland tipe IV digunakan jika pada kondisi panas yang dihasilkan reaksi beton harus diminimalisasi. Namun peningkatan kekuatan lebih lama dibandingkan semen tipe lainnya tetapi tidak mempengaruhi kuat akhir. e. Tipe V (Sulphate-Resisting Cement) Semen portland tipe V digunakan hanya pada beton yang berhubungan langsung dengan sulfat, biasanya pada tanah atau air tanah yang memiliki kadar sulfat yang cukup tinggi. 3.2.2 Agregat Halus (Pasir Silika) Agregat adalah butiran mineral yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton dan menempati kira-kira 70% dari volume beton agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat beton atau mortar, sehingga dalam pemilihan agregat merupakan suatu bagian yang penting dalam pertumbuhan beton atau mortar (Tjokrodimuljo,1996). Pasir silika dipilih karena kandungan silika (SiO2 ) pada pasir silika lebih tinggi dibangdingkan pasir pada biasanya. Karena silika (SiO2 ) akan berekasi dengan kapur bebas yang ada pada mortar beton. Hal ini dapat meningkatkan mutu beton yang akan dibuat. Menurut SK SNI T-15-1990-03, kekasaran pasir dibedakan menjadi 4 kelompok menurut gradasinya, yaitu pasir kasar, pasir agak kasar pasir agak halus, dan pasir halus. Penjelasan lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 3.1.

16 Tabel 3.1 Batas-batas Gradasi Untuk Agregat Halus (Pasir) Lubang Persen Berat Butir Yang Lewat Ayakan (mm) Daerah I Daerah II Daerah III Daerah IV 10 100 100 100 100 4,8 90-100 90-100 90-100 95-100 2,4 60-95 75-100 85-100 95-100 1,2 30-70 55-90 75-100 90-100 0,6 15-34 35-59 60-79 80-100 0,3 5-20 8-30 12-40 15-50 0,15 0-10 0-10 0-10 0-15 Sumber : SK SNI T-15-1990-03 Keterangan: - Daerah I : Pasir kasar - Daerah II : Pasir agak kasar - Daerah III : Pasir agak halus - Daerah IV : Pasir halus Sampai sejauh ini, campuran (mix design) semen portland, pasir dan air dalam pembuatan beton ringan belum ada patokan dan standarisasinya. Karena berat jenis beton yang akan dihasilkan bergantung juga dengan penambahan foam yang akan digunakan. Maka penulis mengacu pada perbandingan semen dan pasir dalam pembuatan dinding kedap air (trasram). Dalam pembuatan dinding kedap air biasa digunakan perbandingan semen : pasir antara 1 : 2 sampai 1 : 3. Maka pada penelitian ini penulis menggunakan perbandingan 1 semen : 2 pasir. 3.2.3 Air Air adalah bahan yang diperlukan pada campuran beton agar bereaksi dengan semen dan menjadi pelumas antara butir-butir agregat sehingga mudah dikerjakan dan dipadatkan. Air yang dibutuhkan untuk mereaksikan semen hanya sekitar 30% dari berat semen (Tjokodimuljo, 1992).

17 Syarat air yang baik untuk dapat direaksikan dalam pembuatan beton menurut PUBI 1982 adalah : 1. air harus bersih, 2. tidak mengandung lumpur, minyak, dan benda terapung lainnya yang dapat dilihat oleh mata, 3. tidak mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gr/lt, 4. tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan merusak beton lebih dari 5 gr/lt. 3.3 Foam Agent Foaming agent merupakan suatu bahan tambah berupa zat additive yang dicampurkan ke mortar beton. Foaming agent yang dicampurkan ke dalam air akan menghasilkan foam pekat dengan bantuan alat foam generator atau dengan Electric Mixer. Foam pekat yang dihasilkan apabila dicampurkan dan diaduk ke dalam mortar beton maka volume beton akan mengembang dan berat jenisnya menjadi ringan karena membentuk rongga udara didalam beton. 3.4 Silica Fume Silica fume merupakan bahan pengisi (filler) dalam beton yang mengandung kadar silica yang tinggi. Kandungan SiO2 mencapai lebih dari 90%. Penggunaan silica fume dalam campuran beton dimaksudkan untuk menghasilkan beton dengan kekuatan tekan yang tinggi (Zai, 2014).

18 Penambahan silica fume ke dalam campuran beton juga berpengaruh terhadap nilai slump dari mortar. Semakin banyak silica fume yang dicampurkan maka nilai slump dari campuran beton akan semakin rendah. 3.5 Superplasticizer Untuk mempermudah proses pengadukan dan pengerjaan pengecoran beton (workability) yang mempunyai nilai slump menurun akibat penambahan silica fume maka diperlukan bahan tambah yang mampu meningkatkan nilai slump. Bahan tambah yang digunakan adalah bahan superplasticizer. Penambahan superplasticizer bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam campuran beton akan tetapi diperoleh campuran beton yang padat. Penggunaan kadar air dalam campuran beton yang dikurangi bertujuan untuk meningkatkan kuat tekan dari beton tersebut. Sika Viscocrete-1003 adalah Superplasticizer generasi ketiga untuk beton dan mortar, hal ini dikembangkan untuk memproduksi beton dengan aliran tinggi dengan sifat retensi aliran biasa dan penurunan yang signifikan dalam bleeding dan segregation. Superplasticizer ini dapat mereduksi air sampai 30% dari campuran awal. Mengunakan sika viscocrete 1003 selain memfasilitasi pengurangan air, baik dari segi kohesi dan perilaku pemadatan kuat. (PT.Sika Indonesia). 3.6 Faktor Air Semen Faktor air semen merupakan rasio perbandingan antara berat air terhadap berat semen. Nilai FAS semakin besar maka jumlah berat air semakin tinggi dan

19 akan menyebabkan rendahnya mutu beton, tetapi akan mempermudah pengerjaan. Begitu pula sebaliknya jika nilai FAS rendah. (Mulyono, 2004) 3.7 Nilai Slump Nilai slump digunakan sebagai tolak ukur kekentalan campuran beton. Kadar air dalam campuran beton adalah faktor utama yang mempengaruhi tinggi atau rendanya nilai slump. Semakin tinggi nilai slump maka beton mudah dikerjakan di lapangan. Akan tetapi kuat tekan yang diperoleh akan rendah dikarenakan kandungan air dalam campuran beton begitu banyak. Begitu pula dengan sebaliknya. Slump-Flow Test dapat digunakan untuk menentukan filling ability baik di laboratorium maupun di lapangan. Slump-flow test digunakan untuk menetukan flowability (kemampuan alir) dan stabillitas SCC. Peralatan terdiri dari sebuah lingkaran berdiameter 500 mm yang digambar pada sebuah tatakan datar. Alat uji Kerucut slump diisi dengan adukan SCC kemudian diangkat keatas. Sehingga campuran SCC akan turun mengalir membentuk lingkaran. Waktu yang dibutuhkan campuran beton untuk mencapai diameter 500 mm adalah 2-5 menit. Kebutuhan nilai slump flow untuk pengecoran konstruksi bidang vertikal berbeda dengan bidang horisontal. Kriteria yang umum dipakai untuk penentuan awal workabilitas beton SCC berdasarkan tipe konstruksi adalah sebagai berikut : Untuk konstruksi vertikal, disarankan menggunakan slump-flow antara 65 cm sampai 80 cm.

20 Untuk konstruksi horisontal disarankan menggunakan slump-flow antara 60 cm sampai 75 cm. (Adityo, 2004) 3.6 Beton Ringan Berdasarkan SNI 03 2847 2012, Beton yang mengandung agregat ringan dan berat volume setimbang, sesuai yang ditetapkan ASTM C-567, antara 1140 1840 kg/m 3. Beton ringan merupakan beton dengan berat kurang dari 1800 kg/m 3, kuat tekannya lebih kecil dibanding beton normal dan kurang dapat menghantarkan panas. Pembuatan beton ringan biasanya dibuat dengan cara pemberian gelembung udara kedalam campuran betonnya, dengan menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat bakar, batu apung dan sebagainya (Tjokrodimuljo, 1992). Menurut Tjokrodimuljo (1992), cara mendapatkan beton ringan adalah sebagai berikut: a. Beton agregat ringan : beton ringan yang memiliki agregat kasar dan agregat halus ringan b. Beton busa : beton ringan yang dicampur dengan bahan pengembang dengan menambahkan udara pada adukan beton c. Beton tanpa agregat halus (non pasir) : beton ringan yang tidak mengandung agregat halus Berdasarkan SK SNI T-03-3449-2002, kuat tekan minimum dan jenis agregat ringan terdapat pada tabel 3.3.

21 Tabel 3.3 Kuat Tekan Minimum dan Jenis Agregat Beton Ringan Kontruksi Bangunan Kuat Berat Tekan Isi Jenis Agregat Ringan (Mpa) (kg/m 3 ) Minimum 17,24 1400 Agregat yang dibuat melalui proses Struktural pemanasan batu Serpih, batu lempung, Maksimum 41,36 1850 batu sabak, terak besi atau terak abu terbang Struktural Ringan Minimum 6,89 800 Agregat ringan alam Maksimum 17,24 1400 scoria atau batu apung Minimum - - Struktural sangat ringan sebagai isolasi Maksimum - 8000 Perlit atau vermikulit Sumber: SK SNI T-03-3449-2002 3.7 Kuat Tekan Beton Kuat tekan beton merupakan kekuatan beton untuk menerima beban tiap satuan luas. Kuat tekan beton mencerminkan dari mutu beton tersebut, semakin tinggi mutu maka kuat tekan beton akan semakin besar.(mulyono, 2004) Berdasarkan SNI 03-1974-1990 Kuat tekan beban beton adalah besarnya beban per satuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu, yang dihasilkan oleh mesin tekan. Benda uji di lapangan yang digunakan adalah silinder 150 mm x 300 mm, seiring dengan kemajuan jaman dan teknologi dimensi benda uji dapat diperkecil dengan menggunakan cetakan silinder diameter 100 mm x 200 mm yang membutuhkan bahan lebih sedikit namun dengan penggunaan agregat tidak melebihi 1/3 dari diameter silinder tersebut. Berdasarkan teori yang ada perbedaan

22 ukuran cetakan benda uji akan mempengaruhi kuat tekan beton sehingga diperlukan suatu faktor kali seperti gambar 3.1. sumber: Ozyldirim dan Carino, 2006 Gambar 3.1 Pengaruh Diameter Silinder Terhadap Kuat Tekan Beton Rumus untuk mendapatkan nilai kuat tekan beton berdasarkan percobaan di laboratorium sebagai berikut : P f ' c (3 1) A Keterangan : f c = Kuat tekan beton (MPa) P = Beban tekan (N) A = Luas penampang benda uji (mm 2 )

23 3.8 Modulus Elastisitas regangan. Modulus elastisitas merupakan nilai perbandingan antara tegangan dan Berdasarkan SNI 2847 2013 tentang persyaratan beton struktural pada gedung dijelaskan bahwa nilai modulus elastisitas untuk beton diizinkan diambil nilai sebesar: Keterangan : E = Modulus Elastisitas (MPa) σ = Tegangan (MPa) ε = Regangan E (3 2) 3.9 Kadar Penyerapan Air Kadar penyerapan air merupakan persentase penyerapan air dalam beton. Beton dengan agregat atau bahan tambah pembuat ringan berat beton akan membuat kadar penyerapan sebagai kendala utama. Pada pengujian kadar penyerapan air maka dapat dihitung berdasarkan : W Ww Ws x100% (3-3) Ws Keterangan : W = Kadar Penyerapan Air Ww = Berat beton SSD (Kg) Ws = Berat beton kering oven (Kg)

24 Berdasarkan SNI 03 2914 1990 tentang spesifikasi beton bertulang kedap air, beton dapat dikategorikan beton kedap air apabila beton normal direndam air dan memenuhi syarat sebagai berikut: a. Beton direndam selama 10 ± 0,5 menit ditimbang, resapan maksimum 2,5% dari beton kering oven b. Beton direndam selama 24 jam, resapan maksimum 6,5% dari berat kering oven