6 KINERJA USAHA PERIKANAN GIOB

dokumen-dokumen yang mirip
METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

Sensitivity of Gillnet Fisheries in Tegal City, Central Java Province

C E =... 8 FPI =... 9 P

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari ABSTRAK

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

6 KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP PADA DIMENSI EKONOMI

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

8.1 Dukungan Potensi Wilayah terhadap Pengembangan Perikanan Giob Wilayah Kabupaten Halmahera Selatan memiliki luas ,72 km 2 dan lebih

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes

II. KERANGKA PEMIKIRAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN

III. METODE PENELITIAN

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kabupaten Lampung Barat pada bulan Januari

III. KERANGKA PEMIKIRAN

5.3 Keragaan Ekonomi Usaha Penangkapan Udang Net Present Value (NPV)

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu

6 KELAYAKAN USAHA PERIKANAN

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Aspek Ekonomi dan Keuangan. Pertemuan 11

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan Penelitian 3.3 Metode Penelitian 3.4 Pengumpulan Data

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PAJEKO DI TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

usaha dari segi keuntungan. Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan

MATERI 7 ASPEK EKONOMI FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

III. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TUGAS PENGANTAR EKONOMI PRODUKSI ANALISIS USAHA JAHIT ARYAN TAILOR

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

III. METODE PENELITIAN

Analisis Kelayakan Finansial Usaha Penangkapan Ikan Dengan Jaring Insang (Gillnet) di Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil

A. Kerangka Pemikiran

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

5 EVALUASI TEKNIS PERIKANAN GIOB

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODE PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011.

TOTAL BIAYA. 1. Keuntungan bersih R/C 2, PP 1, ROI 0, BEP

PERBANDINGAN BERBAGAI ALTERNATIF INVESTASI

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 3 Peta lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Pendeglang.

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE

BAB I PENGANTAR. sudah dimekarkan menjadi 11 kecamatan. Kabupaten Kepulauan Mentawai yang

BAB V. Kesimpulan Dan Saran

BAB I PENDAHULUAN. (barang/jasa) dibutuhkan peranan supplyer untuk memasok produk yang

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PUKAT CINCIN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) LAMPULO BANDA ACEH PROPINSI ACEH

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL

METODE PERBANDINGAN EKONOMI. Pusat Pengembangan Pendidikan - Universitas Gadjah Mada

III. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

VII. ANALISIS FINANSIAL

ANALISIS FINANSIAL ALAT TANGKAP JARING CUMI DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN

Diterima: 14 Juni 2008; Disetujui: 28 Desember 2008 ABSTRACT ABSTRAK

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang semakin berkembang saat ini, di mana ditunjukkan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data

III. METODE PENELITIAN

ANALISIS PRODUKTIVITAS DAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN JARING ARAD (BABY TRAWL) DI PANGKALAN TAMBAK LOROK KOTA SEMARANG

Transkripsi:

6 KINERJA USAHA PERIKANAN GIOB 6.1 Pendahuluan Perikanan merupakan salah satu bidang yang diharapkan mampu menjadi penopang peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia. Sub sektor perikanan dapat berperan dalam pemulihan dan pertumbuhan perekonomian bangsa Indonesia karena potensi sumberdaya ikan yang besar dalam jumlah dan keberagamanya. Selain itu sumberdaya ikan termasuk sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources) sehingga dengan pengelolaan yang bijaksana, dapat terus dinikmati manfaatnya. Sumberdaya perikanan dikategorikan sebagai sumberdaya yang dapat pulih, namun pertanyaan yang sering muncul adalah seberapa besar ikan yang dapat dimanfaatkan tanpa harus menimbulkan dampak negatif untuk masa mendatang. Keberlanjutan merupakan kata kunci dalam pembangunan perikanan yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi sumberdaya dan kesejahteraan masyarakat perikanan itu sendiri (Fauzi & Anna 2005). Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup atau pendapatan nelayan antara lain dengan meningkatkan produksi hasil tangkapannya. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi tersebut adalah dengan mengusahakan unit penangkapan yang produktif, yakni yang tinggi dalam jumlah dan nilai hasil tangkapannya. Selain itu, unit penangkapan tersebut haruslah bersifat ekonomis, efisien dan menggunakan teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat serta tidak merusak kelestarian sumberdaya perikanan. Wilayah Kabupaten Halmahera Selatan yang lebih didominasi oleh laut yaitu sebesar 78% (BPS Kabupaten Halmahera Selatan 2011) menggambarkan bahwa wilayah ini memiliki potensi sumberdaya perikanan dan kelautan sangat besar dan berpeluang berkontribusi baik untuk peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat maupun berkontribusi terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Kegiatan perikanan tangkap di Halmahera Selatan lebih didominasi usaha perikanan tangkap skala kecil, karena teknologi penangkapan yang digunakan masih tergolong sederhana. Secara keseluruhan jenis kapal penangkap ikan didominasi oleh kapal motor berukuran 0-5 GT (230,12%). Charles (2001)

91 mengatakan bahwa skala usaha perikanan dapat dilihat dari berbagai aspek diantaranya berdasarkan ukuran kapal yang dioperasikan. Untuk itu dengan armada penangkapan dengan jenis kapal penangkap ikan ini dapat dikatakan bahwa kegiatan perikanan tangkap Kabupaten Halmahera Selatan sampai saat ini adalah usaha perikanan tangkap skala kecil. Komposisi kapal perikanan di Kabupaten Halmahera Selatan tergolong sama dengan komposisi armada perikanan tangkap di Indonesia yang didominasi oleh usaha perikanan tangkap skala kecil hingga mencapai sekitar 97,11% (KKP 2009). Salah satu usah perikanan tangkap skala kecil adalah perikanan giob. Perikanan giob sebenarnya adalah perikanan pukat cincin (purse seine) yang dirancang khusus untuk menangkap ikan julung-julung. Perbedaan teknis giob dengan pukat cincin yang lain adalah ukuran alat tangkap, dimana giob memiliki ukuran tinggi yang relatif lebih kecil. Sebaran usaha perikanan giob di Kabupaten Halmahera Selatan tidak merata di semua wilayah, tetapi lebih berada pada daerah-daerah tertentu yang memiliki potensi ikan julung-julung. Kayoa merupakan salah satu wilayah yang menjadi sentra utama perikanan giob, dan merupakan daerah produksi julung-julung utama di Kabupaten Halmahera Selatan dan Provinsi Maluku Utara umumnya. Usaha perikanan giob di Kayoa dimiliki oleh masyarakat setempat yang memiliki ekonomi di atas rata-rata dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya. Pemilik usaha giob umumnya berprofesi ganda, selain sebagai nelayan berprofesi pula sebagai pedagang dan petani. Walaupun terkesan menjadi usaha alternatif tetapi usaha giob membutuhkan investasi yang mahal. Investasi usaha perikanan giob sebagian besar dilakukan dengan menggunakan modal sendiri oleh pemilik. Investasi tersebut meliputi kapal, mesin, alat tangkap serta kelengkapan lainnya. Jika ditinjau dari manfaat ekonomi, perikanan giob memberi manfaat yang sangat besar terhadap penduduk yang bermukim di wilayah sekitarnya. Usaha ini mendatangkan penghasilan kepada nelayan pemilik, nelayan ABK dan keluarga serta masyarakat di wilayah tersebut. Dalam perkembangannya perikanan giob sebenarnya mengalami berbagai permasalahan sehingga terkesan usaha giob memiliki produktivitas yang rendah.

92 Pada sisi yang lain, nelayan tidak memiliki suatu standar ukuran usaha yang pantas untuk dikembangkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kelayakan usaha perikanan giob dan menentukan ukuran giob yang terbaik berdasarkan kelayakan usaha giob dalam membangun usaha perikanan yang berkelanjutan. Manfaat penelitian ini adalah sebagai acuan informasi bagi pelaku usaha giob dalam melakukan investasi sehingga usaha perikanan giob tetap berkelanjutan. 6.2 Metode Penelitian Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah survei, dengan menggunakan teknik wawancara dengan bantuan kuisioner. Obyek penelitian yaitu seluruh pemilik giob yang ada di Kayoa, Halmahera Selatan. Data yang dikumpulkan meliputi biaya investasi, biaya operasional, hasil tangkapan, harga jual, dan keuntungan. Untuk mencapai tujuan penelitian ini maka data yang dikumpulkan dikalsifikasikan berdasarkan ukuran kapal giob. Berdasarkan hasil identifikasi ditemukan ukuran giob berkisar 4,5 GT-15 GT, maka dipilih ukuran giob yang memiliki ukuran yang berbeda dengan anggapan dapat mewakili masing-masing ukuran. Untuk itu ditentukan 3 unit giob berukuran berbeda dengan menggunakan mesin pendorong berkekuatan yang berbeda pula yaitu: gion 4,5 GT menggunakan mesin 25 PK 1 unit, 10,5 GT menggunakan mesin 40 PK 1 unit dan 15 GT menggunakan mesin 40 PK 2 unit. Untuk mengetahui besarnya biaya investasi dari setiap komponen dan biaya tidak tetap dilakukan analisi deskriptif kuntitatif, yaitu membandingkan nilai komponen dari masing-masing giob dalam bentuk persentase. Kelayakan usaha dilakukan untuk mengkaji kemungkinan keuntungan atau kerugian yang diperoleh dari giob berukuran 4,5 GT, 10,5 GT dan 15 GT. Analisis yang digunakan untuk mengevaluasi kelayakan usaha, yaitu analisis finansial yang dikembangkan oleh Hanley dan Spash (1993) dalam Prabowo et al. (2012) sebagai berikut: 1) Net Present Value (NPV), digunakan untuk menilai manfaat investasi dengan nilai ukuran masa kini (present value) dari keuntungan bersih usaha giob, jika NPV > 0 maka usaha layak diteima dan jika NPV < 0 maka usaha tidak layak diterima. Rumus untuk menghitung NPV adalah:

93 = ( )...(18) keterangan: Bt = manfaat (penerimaan) bruto pada tahun ke-t (Rp) Ct = biaya bruto pada tahun-t (Rp) i = tingkat suku bunga (%) t = periode investasi (i= 1, 2, 3,..., n) 2) Internal Rate of Return (IRR) merupakan suku bunga maksimal untuk sampai kepada NPV = 0, jadi dalam keadaan batas untung rugi. Oleh karena itu juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih usaha perikanan tangkap. Bila setiap manfaat yang diwujudkan secara otomatis ditanam kembali pada tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan yang sama dan diberi bunga selama sisa umur usaha. Secara matematis, Internal Rate of Return (IRR) dinyatakan dengan persamaan : IRR = i 1 + NPV 1 ( i 2 NPV 1 - NPV 2 - i 1 )...(19) keterangan : i 1 i 2 = interest rate yang menghasilkan NPV positif = interest rate yang menghasilkan NPV negatif NPV 1 = NPV pada discount rate i 1 NPV 2 = NPV pada discount rate i 2 Usaha perikanan tangkap dinyatakan layak bila IRR > 6,0% (suku bunga deposito) yang berlaku di Bank Indonesia (BI). Bila IRR sama dengan interest rate yang berlaku maka NPV usaha perikanan tangkap tersebut sama dengan nol. Jika IRR < dari interest rate yang berlaku maka nilai NPV lebih kecil dari 0, berarti usaha perikanan tangkap tersebut tidak layak dilaksanakan dan ini menjadi pertimbangan negatif bagi dukungan lembaga keuangan. 3) Benefit-Cost Ratio (B/C ratio) merupakan perbandingan antara nilai sekarang dari keuntungan bersih yang positif dengan nilai sekarang dari keuntungan bersih yang negatif. Rumus yang digunakan adalah:

94 B/C Ratio = ( ) ( ) ( ) ( )... (20) Keterangan: B = keuntungan C = biaya I = discount rate t = periode kriterianya adalah: Jika net B/C ratio > 1, investasi layak karena memberikan keuntungan. Jika net B/C ratio = 1, usaha tidak untung dan tidak rugi. Jika net B/C ratio < 1, investasi tidak layak karena mengalami kerugian. 4) Return of Investment (ROI) digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian investasi dari manfaat yang diterima pemilik. Oleh karena itu, maka ROI merupakan parameter finansial yang paling dalam menyeleksi tingkat pengembalian investasi dari suatu usaha perikanan tangkap sebelum didukung secara penuh oleh lembaga keuangan. Parameter ROI ini sangat penting untuk dijadikan pertimbangan oleh lembaga keuangan karena tidak semua usaha perikanan tangkap dapat memberikan keuntungan pantastis dan tingkat pengembalian investasi yang baik. Secara matematis, Return of Investment (ROI) dinyatakan dengan persamaan : B ROI...(21) I keterangan : B = benefit I = investasi Terkait dengan analisis finansial ini, usaha perikanan julung-julung di Kepulauan Kayoa dapat dikatakan layak dan dapat didukung oleh lembaga keuangan bila usaha perikanan tangkap tersebut mempunyai NPV > 0, B/C ratio > 1, IRR lebih besar dari suku bunga deposito yang berlaku, dan ROI > 1.

95 Analisis keuntungan dan kriteria investasi dilakukan pada usaha perikanan giob untuk nelayan yang berpangkalan di Kayoa, menggunakan beberapa asumsi sebagai berikut: 1) Umur proyek ditentukan berdasarkan umur teknis kapal yaitu, umur paling lama 10 tahun. 2) Umur ekonomis mesin 5 tahun, alat tangkap 5 tahun, keranjang ikan, jerigen, dan tungku pengasapan masing-masing 1 tahun. 3) Penyusutan nilai kapal dan mesin, masing-masing sebesar 10%, alat tangkap 20%, keranjang ikan, jerigen, tungku pengasapan masing-masing 40%. 4) Kenaikan seluruh harga komponen biaya tetap sebesar 2% per tahun dan komponen biaya tidak tetap, komponen penerimaan, komponen penyusutan masing-masing sebesar 1% per tahun 5) Nilai investasi yang dianalisis disesuaikan dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang berlaku di Kota Ternate. 6) Jumlah trip berkisar 17 hari per bulan, dengan produksi rata-rata tahunan berdasarkan ukuran giob yaitu giob 4,5 GT (685 pak/tahun), 10,5 GT (1940 pak/tahun), 15 GT (2037 pak/tahun. 7) Tingkat suku bunga bank yang digunakan dalam analisis ini mengacu kepada tingkat suku bunga deposito sebesar 6,0% per tahun. Selain menggunakan analisis kriteria investasi, penelitian ini juga menggunakan analisis finansial rugi laba, yang meliputi: 1) Keuntungan usaha, suatu usaha menguntungkan akan memiliki nilai penerimaan lebih besar daripada total pengeluaran, sedangkan suatu usaha dikatakan merugi jika total pengeluaran lebih besar daripada penerimaan. =...(22) keterangan: = keuntungan usaha = total penerimaan = total biaya 2) Payback Period (PP), analisis payback periode bertujuan untuk mengetahui waktu tingkat pengembalian investasi yang telah ditanamkan saat memulai usaha giob. Analisis ini merupakan salah satu metode nelayan dalam

96 mengevaluasi kemampuan suatu usaha menghasilkan keuntungan (profitibilitas). Payback Periode adalah waktu yang diperlukan oleh suatu usaha untuk mengembalikan jumlah dana yang telah diinvestir dalam usaha tersebut. PP = I/π...(23) ketrangan: PP = payback period I = investasi/biaya yang dibutuhkan untuk membiayai pengadaan barang modal atau modal tetap (Rp). π = penerimaan (Rp) 6.3 Hasil Penelitian 6.3.1 Biaya investasi usaha giob Biaya investasi usaha perikanan giob di Kayoa, Halmahera Selatan berdasarkan tiga ukuran kapal yang berbeda (Tabel 30). Tabel tersebut menunjukkan bahwa komponen utama yang merupakan investasi dengan nilai tertinggi yaitu kapal penangkap, mesin dan jaring. Tabel 30 Biaya investasi usaha perikanan giob berdasarkan ukuran kapal Kapal 4,5 GT Kapal 10,5 GT Kapal 15 GT Uraian Proporsi Proporsi Proporsi Nilai (Rp) Nilai (Rp) Nilai (Rp) (%) (%) (%) Kapal penangkap 36.000.000 25,65 80.000.000 36,79 120.000.000 37,75 Mesin 27.400.000 19,52 35.400.000 16,28 70.800.000 22,27 Jaring 75.000.000 53,44 100.000.000 45,99 125.000.000 39,33 Keranjang ikan 250.000 0,18 250.000 0,11 250.000 0,08 Jerigen 200.000 0,14 300.000 0,14 300.000 0,09 Tungku pengasapan 1.500.000 1,07 1.500.000 0,69 1.500.000 0,47 Jumlah 140.350.000 100,00 217.450.000 100,00 317.850.000 100,00 Kenaikan (%) 54,9 46,2 Alat tangkap (jaring) merupakan komponen yang memiliki nilai investasi tertinggi yakni berkisar 39,33-53,44%, disusul kemudian kapal berkisar 25,65-37,75% dan mesin berkisar 16,28-22,27%. Kenaikan nilai investasi dari kapal

97 berukuran 4,5 GT ke 10,5 sebesar 54,9%, sedangkan kenaikan nilai investasi dari kapal berukuran 10,5 GT ke 15 GT sebesar 46,2%. 6.3.2 Biaya operasional Biaya operasional yang dikeluarkan pada usaha perikanan giob meliputi enam komponen. Komponen tersebut mencakup biaya operasional kegiatan penangkapan, biaya bahan pengolahan dan upah ABK (Tabel 31). Komponen biaya tidak tetap selama satu tahun pada usaha perikanan giob menujukkan bahwa upah ABK dan bahan bakar minyak merupakan komponen dengan nilai tertinggi. Perbedaan komponen BBM antara giob disebabkan karena penggunaan mesin dengan kapsitas yang berbeda. Ketiga giob masing-masing menggunakan motor tempel untuk giob ukuran 4,5 GT (25 PK satu unit), giob ukuran 10,5 GT (40 PK satu unit), dan giob ukuran 15 GT (40 PK dua unit). Tabel 31 Biaya tidak tetap usaha perikanan giob berdasarkan ukuran kapal Uraian Kapal 5 GT Kapal 10 GT Kapal 15 GT Nilai (Rp) Nilai (Rp) Nilai (Rp) Minyak tanah 13.770.000 18.360.000 36.720.000 Bensin 8.160.000 10.200.000 20.400.000 Oli 3.570.000 7.140.000 14.280.000 Bambu penjepit 1.000.000 1.000.000 1.000.000 Kayu bakar 2.000.000 2.000.000 2.000.000 Upah ABK 33.949.125 97.949.250 101.776.500 Jumlah 62.449.125 136.649.250 176.176.500 6.3.3 Kelayakan usaha giob Usaha perikanan tangkap, termasuk perikanan giob membutuhkan keberlanjutan ekonomi agar dapat memenuhi kebutuhan para pelaku yang terlibat di dalamnya. Dalam penelitian ini, keberlanjutan perikanan giob dikaji dengan menghitung kelayakan usaha unit penangkapa ikan. Kelayakan usaha perikanan giob yang dilakukan meliputi analisis finansial dan analisis kriteria investasi. Tabel 32 menyajikan hasil analisis kelayakan finansial usaha perikanan giob dari tiga ukuran kapal yang berbeda. Pada Tabel 32, ketiga ukuran kapal giob mempunyai NPV yang lebih besar dan masuk standar yang dipersyaratkan untuk nilai NPV usaha komersial (NPV>0). Nilai NPV untuk giob 4,5 GT, 10,5 GT dan 15 GT masing-masing sekitar Rp 15.771.360, Rp 72.795.666, dan Rp 32.996.526.

98 Nilai NPV ini menunjukkan bahwa investasi pada ketiga ukuran giob tersebut memberi manfaat bersih yang sangat layak termasuk setelah mempertimbangkan suku bunga yang berlaku. Terkait dengan ini, maka dari parameter NPV pengembangan giob pada ketiga ukuran tersebut di Kayoa, Halmahera Selatan termasuk layak. Tabel 32 Perbandingan analisis kelayakan usaha giob dari tiga ukuran giob yang berbeda di Kayoa Halmahera Selatan Parameter Kapal 4,5 GT Kapal 10,5 GT Kapal 15 GT NPV Rp 15.771.360 Rp 72.795.666 Rp 32.996.526 IRR 2,38% 7,02% 2,22% B/C Ratio 1,02 1,04 1,02 ROI 5,93 7,80 6,65 π Rp 69.313.355 Rp 170.195.658 Rp 151.300.449 PP 0,17 (20,23 bulan) 0,13 (15,39 bulan) 0,15 (18,03 bulan) Untuk parameter IRR, nilai ketiga usaha perikanan giob dengan kapal berukuran 4,5 GT, 10,5 GT dan 15 GT masing-masing 2,38%, 7,02%, dan 2,22%. Berdasarkan nilai IRR tersebut menunjukkan bahwa, usaha perikanan giob berukuran 10,5 GT mempunyai nilai IRR yang lebih besar dari pada suku bunga deposito bank yang berlaku (6%). Terkait dengan ini, dari segi IRR maka hanya usaha giob berukuran 10,5 GT yang layak dikembangkan lanjut. Nilai B/C ratio usaha giob ukuran 4,5 GT, 10,5 GT dan 15 GT mempunyai B/C ratio masingmasing 1,02, 1,04, dan 1,02, sedangkan nilai B/C ratio yang dipersyaratkan >1. Nilai ROI giob ukuran 4,5 GT, 10,5 GT dan 15 GT mempunyai nilai masing-masing 5,93; 7,80, dan 6,65, apabila dibandingkan maka nilai ROI giob 10,5 GT mempunyai nilai yang lebih besar. Berdasarkan perhitungan nilai rugi laba, laba yang diperoleh dari ketiga giob, berturut-turut adalah giob berukuran 4,5 GT (Rp 69.313.355), giob berukuran 10,5 GT (Rp 170.195.658) dan giob berukuran 15 GT (Rp. 151.300.449). Nilai perbandingan tersebut menujukkan bahwa giob berukuran 10 GT tetap memiliki nilai lebih tinggi, artinya usaha giob ukuran 10 GT lebih layak.

99 Jangka waktu pengembalian investasi yang ditanamkan pada giob berukuran 4,5 GT adalah 20,23 bulan bulan, giob berukuran 10,5 GT sebesar 15,39 bulan bulan dan giob berukuran 15 GT adalah 18,03 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa investasi yang ditanamkan pada giob berukuran 10 GT, maka pengembalian modal lebih cepat jika dibandingkan ukuran giob yang lain. 6.4 Pembahasan Perikanan giob milik nelayan di Kayoa Halmahera Selatan, jika diukur berdasarkan nilai investasi maka termasuk usaha skala mencengah. Hal ini disebabkan karena nilai investasi yang mencapai hingga ratusan juta rupiah Raihanah et al. (2011). Menurut DKP (2004) diacu dalam Raihanah et al. (2011), nilai investasi merupakan indikasi utama dalam sakala usaha perikanan yang dilakukan oleh masyarakat pesisir dimana bila kapal, alat tangkap dan peralatan pendukung dapat diusahakan secara lengkap maka usaha perikanan tersebut telah berkembang dalam skala mengengah ke atas. Dalam kegiatan usaha perikanan giob di Kayoa investasi yang dikeluarkan sebagai modal awal berkisar Rp 140.350.000-317.850.000. Biaya ini dikeluarkan untuk pembuatan atau pembelian kapal, pembelian mesin, jaring, keranjang ikan, dan tungku pengasapan. Selain biaya investasi pemilik giob harus mengeluarkan sejumlah biaya untuk dapat melakukan operasi penangkapan dan mempertahankan keberlanjutan usahanya, yaitu meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap akan selalu dikeluarkan oleh pemilik giob walaupun tidak melakukan kegiatan penangkapan. Biaya tetap meliputi biaya perawatan dan biaya penyusutan dari armada giob itu sendiri. Hasil perhitungan terhadap ketiga ukuran giob mendapatkan biaya perawatan masing-masing sebesar Rp 2.102.000; Rp 4.200.000 dan Rp 6.700.000, sedangkan biaya penyusutan Rp 14.870.000; Rp 21.490.000 dan Rp 34.170.000. Idealnya biaya-biaya tersebut harus dikeluarkan oleh pemiliki setiap bulan sehingga usaha perikanan giob selalu dipertahankan, namun fakta menunjukan bahwa pada perikanan giob biaya tersebut tidak mendapat perhatian dari pemiliki giob. Biaya tidak tetap akan dikeluarkan oleh pengusaha bila armadanya melakukan kegiatan penangkapan. Biaya-biaya tidak tetap meliputi minyak tanah,

100 bensin, oli, bambu penjepit, kayu bakat, dan upah ABK. Hasil perhitungan terhadap ketiga ukuran giob mendapatkan biaya tidak tetap masing-masing sebesar Rp 62.449.125; Rp 136.649.250 dan Rp 176.176.500. Jika dilihat perbandingan antar komponen pada biaya tidak tetap maka upah ABK dan BBM memiliki nilai tertinggi. Besar kecilnya upah ABK sangat dipengaruhi oleh banyaknya hasil tangkapan yang diperoleh, karena pembagian hasil berdasarkan persentasi dari jumlah hasil tangkapan. BBM utama yang digunakan adalah minyak tanah, sedangkan bensin berfungsi sebagai pancingan saat mesin dihidupkan. Banyak atau sedikitnya penggunaan BBM sangat ditentukan oleh jumlah hari operasi penangkapan (trip). Hasil perhitungan konsumsi BBM dalam satu tahun untuk giob berukuran 4,5 GT sebanyak Rp 21.930.000; giob berukuran 10,5 GT sebanyak Rp 28.560.000 dan giob berukuran 15 GT sebanyak Rp 57.120.000. Jumlah konsumsi BBM pada giob berukuran 15 GT, ini lebih besar jika dibandingkan dengan hasil perhitungan pada perikanan pajeko (mini purse seine) berukuran antara 13,21-17,63 GT di Tidore Kepulauan rata-rata sebesar Rp 53.500.000 (Namsa 2006). Karman (2008) menginformasikan konsumsi bensin pada perikanan mini purse seine di pulau Mayau Batangdua Ternate sebesar Rp 16.875.000. Kelayakan suatu usaha perikanan giob, selain tergantung pada besarnya biaya yang dikeluarkan selama operasi penangkapan, juga tergantung kepada harga ikan yang berdampak pada tingkat pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Dalam perhitungan ekonomi penentuan harga ikan umumnya tergantung pada keseimbangan pasar berdasarkan jumlah penawaran dan permintaan. Apabila produksi melimpah sedangkan permintaan menurun maka harga ikan akan menurun dan sebaliknya apabila produksi berkurang dan permintaan meningkat maka harga ikan akan meningkat. Nilai Net Present Value (NPV) merupakan cermin keuntungan bersih yang didapat pelaku usaha pada kondisi terakhir saat keuntungan dihitung (Hanley dan Spash 1993). Nilai Net Present Value (NPV) kelayakan usaha untuk ketiga giob yang berukuran berbeda menunjukkan nilai lebih dari 0. Artinya usaha giob di Kayoa Halmahera Selatan pada ukuran tersebut masih layak untuk dikembangkan. Nilai NPV yang diperoleh telah dihitung dengan discount rate (bunga deposito)

101 sebesar 6,0%. Perbandingan nilai NPV menunjukkan bahwa giob berukuran 10,5 GT memiliki nilai NPV lebih besar, jika dibandingkan dengan giob berukuran 4,5 GT dan 15 GT. Berdasarkan nilai IRR, giob berukuran 10,5 GT memiliki nilai sebesar 6,38% lebih besar dari suku bunga deposito 6%, sehingga layak untuk dikembangkan. Giob berukuran 4,5 GT dan 15 GT memiliki nilai IRR yang lebih kecil dari suku bunga kredit komersial. Rendahnya nilai IRR disebabkan karena pengaruh dari jumlah pendapatan yang diperoleh setiap operasi penangkapan. Giob berukuran 4,5 GT memiliki produksi bulanan yang relatif rendah diduga sering mengalami kegagalan hauling, karena keterlambatan melingkari gerombolan ikan. Hal ini disebabkan karena giob berukuran 4,5 GT menggunakan tenaga penggerak berkekuatan 25 PK. Giob berukuran 15 GT memiliki produksi bulanan yang relatif tinggi, namun karena menggunakan mesin berkekuatan 40 PK 2 unit mengakibatkan penggunaan BBM yang banyak. Berdasarkan B/C ratio, giob berukuran 10,5 GT tetap memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan ukuran yang lain. Nilai B/C ratio pada giob 10,5 GT adalah 1,02 sedangkan nilai B/C ratio giob 5 GT dan 15 GT yaitu 1,04 dan 1,02. Nilai B/C ratio ini menunjukkan perbandingan antara keuntungan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan selama umur teknis giob. Berdasarkan 3 kriteria dari investasi menunjukkan bahwa ketiga ukuran giob masih layak dengan giob ukuran 10 GT lebih baik dibandingan ukuran yang lain. Hasil analisis ROI ketiga giob, menunjukkan bahwa giob berukuran 10,5 GT mempunyai nilai paling tinggi yakni sebesar 7,80 disusul dengan giob berukuran 15 GT sebesa 6,65 dan giob berukuran 4,5 GT sebesar 5,93. Tinggi rendahnya nilai ROI terjadi karena dipengaruhi oleh besar kecilnya penerimaan. Bila mengacu pada standar ROI > 1, maka ketiga giob telah memenuhi standar tersebut sehingga layak dikembangkan. Berdasarkan nilai keuntungan usaha tahunan dari ketiga giob menunjukan bahwa ada kuntungan yang diraih dari masing-masing giob, keculai pada tahun dimana alat tangkap dan mesin mengalami pergantian karena telah mencapai batas umur ekonomis. Giob ukuran 4,5 GT, dan 10,5 GT mencapai nilai kuntungan minus pada tahun ke empat dimana terjadi pergantian alat tangkap, sedangkan

102 giob 15 GT mengalami nilai keuntungan minus pada tahun ke empat dan ke lima. Hal ini disebabkan karena giob ukuran 15 GT memiliki nilai investasi yang besar pada pergantian mesin, sehingga akumulasi nilai pengeluaran melebihi nilai pemasukan. 6.5 Kesimpulan 1) Usaha perikanan giob memiliki nilai investasi tertinggi pada komponen jaring jika dibandingkan dengan komponen yang lain. 2) Komponen biaya operasional usaha perikanan giob paling besar pada BBM selain upah ABK. 3) Giob ukuran 10,5 GT memenuhi semua kriteria investasi, sedangkan giob 4,5 GT dan 15 GT memiliki nilai BC/ratio dibawah standar bunga bank (deposito) yang berlaku. 4) Nilai keuntungan usaha giob 10,5 GT (Rp 176.273.189) lebih besar, jika dibandingkan dengan giob 4,5 GT (Rp 73.871.503), dan giob 15 GT (Rp 158.897.363). 5) Jangka waktu pengembalian investasi pada giob 10,5 GT (15,39 bulan) lebih cepat, jika dibandingkan dengan giob 4,5 GT (20,23 bulan) dan giob 15 GT (18,03 bulan).