BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu 1. Beby Kendida Hasibuan, 2005 Pengaruh Pemberian Kredit Terhadap Peningkatan Kemampulabaan Usaha Kecil Percetakan di Kelurahan Medan Barat Pada Tahun 2005. Tujuan penelitian untuk melihat apakah kredit itu benar-benar digunakan dan bermanfaat bagi perluasan dan perkembangan usaha adalah dengan melihat kemampulabaan usaha tersebut setelah menerima kredit. Terdapat dua permasalahan yaitu Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari pemberian kredit terhadap peningkatan kemampulabaan usaha kecil, dan apakah terdapat berbedaan kemampulabaan bagi usaha kecil sebelum dan sesudah menerima kredit?. Untuk menjawab kedua permasalahan tersebut digunakan regresi sederhana dan uji t perbedaan dua rata-rata. Hasil dari penelitian yang dilakukan adalah variabel hutang yang dalam hal ini kredit mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap jumlah kemampulabaan usaha kecil. 2. Lambok Tampubolon (2006) Pengaruh Pemberian Kredit Terhadap Pengembagan Usaha Kecil Pada Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) PT Angkasa pura II Polonia Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kredit usaha kecil oleh program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL) PT Angkasa Pura II Polonia Medan terhadap pengembangan usaha kecil dan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan atas pengembangan usaha kecil sebelum dan sesudah pemberian kredit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kredit mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap pengembangan usaha kecil yang diukur dari peningkatan laba. B. Pengertian Bank Pengertian bank pada awalnya dikenal adalah meja tempat menukar uang. Pengertian kemudian berkembang menjadi tempat penyimpanan uang sesuai dengan kegiatan bank pada saat itu. Pengertian bank mulai berubah seiring dengan semakin modernnya perkembangan dunia perbankan. Menurut Kasmir (2004:9), secara sederhana bank diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya. Menurut Simorangkir (2004:10), bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa. Pemberian kredit itu dilakukan baik dengan modal sendiri atau dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga ataupun dengan jalan mengedarkan alat-alat pembayaran baru berupa giral. Pengertian bank menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7/1992 tentang Perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berdasarkan beberapa pengertian bank diatas dapat disimpulkan bahwa bank memiliki fungsi sebagai lembaga perantara keuangan antara masyarakat
yang kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana. Masyarakat yang kelebihan dana maksudnya adalah masyarakat yang memiliki dana yang berlebihan kemudian disimpan di bank. Penyimpanan uang di bank disamping aman juga menghasilkan bunga dari uang yang disimpannya. Dana simpanan masyarakat ini disalurkan kembali oleh bank kepada masyarakat yang kekurangan dana (membutuhkan dana). Masyarakat yang kekurangan dana atau membutuhkan dana dalam rangka membiayai suatu usaha atau kebutuhan lain, dapat menggunakan pinjaman ke bank atau yang biasa disebut dengan kredit. Masyarakat yang akan diberikan kredit diberikan berbagai persyaratan juga dikenakan bunga dan biaya administrasi yang besarnya tergantung masing-masing bank. C. Pengertian Kredit Kata kredit berasal dari bahasa Yunani credere yang berarti kepercayaan. Kepercayaan yang dimaksud di dalam perkreditan adalah kepercayaan antara si pemberi kredit dan si penerima kredit. Menurut pasal 1 ayat 11 UU No. 10/1998 tentang Perubahan UU No. 7/1992 tentang perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Menurut Simorangkir (2004:100), kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang dan barang) dengan balas prestasi (kontraprestasi) yang akan terjadi pada waktu mendatang. Kredit bersifat kooperatif antara si pemberi kredit
dengan si penerima kredit atau antara kreditur dan debitur. Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung resiko. Kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen-komponen kepercayaan, resiko, dan pertukaran ekonomi di masa mendatang. Berdasarkan pengertian di atas maka unsur-unsur kredit terdiri dari: 1. Adanya pihak yang memberi pinjaman (kreditur) 2. Adanya pihak yang meminjam (debitur) 3. Adanya objek yang dipinjamkan 4. Unsur perjanjian 5. Unsur waktu pinjaman 6. Adanya unsur kesepakatan dalam perjanjian D. Jenis Kredit Kredit yang diberikan oleh bank terdiri dari beragam jenis, tergantung dari kemampuan bank yang menyalurkannya, demikian pula dengan jumlah serta tingkat suku bunga yang ditawarkan. Menurut Kasmir (2004:41), secara umum jenis-jenis kredit yang ditawarkan meliputi: 1. Kredit Investasi, merupakan kredit yang diberikan kepada pengusaha yang melakukan investasi atau penanaman modal. Kredit jenis ini pada umumnya memiliki jangka waktu yang relatif panjang yaitu diatas 1 (satu) tahun. Contoh jenis ini adalah kredit untuk membangun pabrik atau membeli peralatan pabrik seperti mesin-mesin.
2. Kredit Modal Kerja, merupakan kredit yang digunakan sebagai modal usaha. Kredit jenis ini biasanya berjangka waktu pendek yaitu tidak lebih dari 1 (satu) tahun. Contoh kredit ini adalah untuk membeli bahan baku, membayar gaji karyawan, dan modal kerja lainnya. 3. Kredit Perdagangan, merupakan kredit yang diberikan kepada para pedagang dalam rangka memperlancar atau memperluas atau memperbesar kegiatan perdagangannya. Contoh jenis kredit ini adalah untuk membeli barang dagangan yang diberikan kepada supplier. 4. Kredit Produktif, merupakan kredit yang dapat berupa investasi, modal kerja atau perdagangan, dalam arti kredit ini diberikan untuk diusahakan kembali sehingga pengembalian kredit diharapkan dari hasil usaha yang dibiayai. 5. Kredit Konsumtif, merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan pribadi misalnya, keperluan konsumsi, baik pangan, sandang maupun pangan. Contoh jenis kredit ini adalah kredit perumahan, kredit kendaraan bermotor yang kesemuanya untuk dipakai sendiri. 6. Kredit Profesi, merupakan kredit yang diberikan kepada para kalangan profesional seperti dosen, dokter atau pengacara. E. Standar Pemberian Kredit Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai beberapa tujuan yang hendak dicapai yang tentunya tergantung dari tujuan bank itu sendiri. Tujuan pemberian kredit juga tidak akan terlepas dari misi bank tersebut didirikan, menurut Kasmir (2003:105) dalam praktiknya tujuan pemberian suatu kredit adalah sebagai berikut:
1. Mencari Keuntungan Tujuan utama pemberian kredit adalah untuk memperoleh keuntungan dalam bentuk bunga, sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup bank. 2. Membantu Usaha Nasabah Tujuan selanjutnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana untuk investasi maupun dana untuk modal kerja. Pihak debitur akan dapat mengembangkan dan memperluas usahanya dengan menggunakan dana tersebut. 3. Membantu Pemerintah Tujuan lainnya adalah membantu pemerintah dalam berbagai bidang. Penyaluran kredit oleh pihak perbankan bagi pemerintah semakin banyak semakin baik, mengingat semakin banyak kredit berarti adanya kucuran dana dalam rangka peningkatan pembangunan di berbagai sektor. Kredit, dengan demikian, mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Pemberian kredit selain memiliki tujuan, juga memiliki fungsi dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan. Menurut Suyatno (2003:16) fungsi kredit antara lain: 1. Kredit pada hakikatnya dapat meningkatkan daya guna uang. 2. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. 3. Kredit dapat meningkatkan daya guna dan peredaran barang. 4. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi. 5. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha.
6. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan. 7. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional. Setiap bank memiliki standar dalam menyalurkan kreditnya, karena dengan standard pemberian kredit, maka akan memudahkan untuk menganalisa aspekaspek hukum setiap orang yang mengajukan permohonan kredit. Aspek standar pemberian kredit tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1. Nama, untuk menentukan identitas orang. 2. Cakap, artinya seorang (pemohon kredit) tersebut mampu melakukan perbuatan hukum. 3. Dewasa, hanya orang yang sudah dewasa yang bisa mengajukan permohonan kredit 4. Orang yang ditaruh di bawah curatele atau Pengawasan atau Pengampunan. 5. Orang yang dinyatakan pailit 6. Kewarganegaraan 7. Domisili 8. NPWP 9. Akta pendirian perusahaan dan perubahannya 10. SIUP/SITU/TDP 11. Rekening Koran 12. Agunan 13. Laporan Keuangan 14. Studi Kelayakan Proyek
F. Prinsip-prinsip Pemberian Kredit Bank harus merasa yakin bahwa kredit yang diberikan pasti akan kembali sebelum suatu fasilitas kredit diberikan. Keyakinan tersebut diperoleh dari hasil penilaian kredit sebelum kredit tersebut disalurkan. Penilaian dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti melalui prosedur penilaian yang benar dan sungguhsungguh. Bank dalam melakukan penilaian kriteria-kriteria serta aspek pemberian kredit telah memiliki ukuran-ukuran penilaian yang telah ditetapkan dan sudah menjadi standar penilaian setiap bank. Menurut Suyatno (2003:30) kriteria penilaian yang umum dan harus dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang layak mendapatkan pinjaman, dilakukan dengan analisis 5 C dan 7 P. Penilaian dengan analisis 5 C adalah sebagai berikut: 1. Character (Analisis Watak) Merupakan sifat atau watak seseorang. Penilaian watak atau kepribadian calon debitur dimaksudkan untuk mengetahui apakah calon debitur dapat dipercaya, jujur, dan memiliki itikad baik dalam hal pelunasan atau pengembalian pinjaman. Penilaian ini dapat diketahui terutama didasarkan kepada hubungan yang telah terjalin antara bank dan calon debitur atau informasi yang diperoleh dari pihak yang mengetahui moral, kepribadian, dan perilaku calon debitur dalam kehidupan sehari-harinya. 2. Capacity (Analisis kemampuan) Merupakan penilaian untuk melihat kemampuan nasabah dalam mengelola bisnis, berdasarkan pada latar belakang pendidikan pengalamannya dalam
mengelola usaha, sehingga akan terlihat kemampuan calon debitur dalam mengembalikan kredit yang disalurkan. 3. Capital (Analisis Modal) Adalah jumlah modal sendiri yang dimiliki oleh pemohon sebagai benteng yang kuat dalam menghadapi goncangan dari luar, sebaiknya jumlah modal sendiri lebih besar dari kredit yang diminta. 4. Condition (Analisis Kondisi dan Prospek Usaha) Penilaian kredit hendaknya juga meliputi kondisi ekonomi, sosial dan politik yang ada sekarang dan prediksi untuk di masa yang akan datang. 5. Collateral (Analisis Agunan Kredit) Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan dipakai sebagai alat pengaman dalam ketidak pastian untuk menjaga kemungkinan bila kredit tidak dilunasi. Penilaian suatu kredit selanjutnya menurut Suyatno (2003:33) dapat pula dilakukan dengan analisis kredit 7 P dengan unsur penilaian sebagai berikut: 1. Personality (Kepribadian), yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari maupun kepribadiannya masa lalu. 2. Party (Klasifikasi), yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu, berdasarkan modal, loyalitas, serta karakternya. 3. Purpose (Tujuan), yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit. 4. Prospect (Prospek), yaitu untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang menguntungkan atau tidak.
5. Payment (Keuangan), merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah diambil. 6. Profitability (Keuntungan nasabah), untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba. 7. Protection (Jaminan), untuk menjaga agar kredit yang diberikan mendapat jaminan perlindungan. G. Prosedur & Tahapan Pemberian Kredit Prosedur pemberian kredit merupakan tahap-tahap yang harus dilalui sebelum suatu kredit diputuskan untuk dikucurkan, sehingga mempermudah bank dalam menilai kelayakan suatu permohonan kredit. Prosedur pemberian kredit secara umum dapat dibedakan antara pinjaman perseorangan dengan pinjaman suatu badan hukum, kemudian dapat pula ditinjau dari segi tujuannya apakah untuk konsumtif atau produktif. Menurut Kasmir (2003:124) secara umum prosedur pemberian kredit adalah sebagai berikut: 1. Pengajuan Berkas-berkas Pemohon kredit dalam hal ini mengajukan permohonan kredit yang dituangkan dalam suatu proposal, kemudian dilampiri dengan berkas-berkas lainnya yang dibutuhkan. Proposal tersebut hendaknya berisi latar belakang perusahaan, maksud dan tujuan permohonan kredit, besar kredit dan jangka waktu. Dokumen dokumen yang harus dilampirkan meliputi fotokopi Akte Notaris, Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP), Neraca, Laporan Laba Rugi 3 tahun terakhir, bukti diri dari pimpinan perusahaan serta fotokopi sertifikat jaminan. Penilaian-penilaian sementara dapat dilakukan dari neraca dan laporan laba rugi dengan menggunakan current ratio, acid test ratio, inventory turn over, sales to receivable ratio, profit margin ratio, return on net work, dan working capital. 2. Penyelidikan Berkas Pinjaman Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah berkas yang diajukan sudah lengkap sesuai persyaratan dan sudah benar termasuk menyelidiki keabsahan berkas. 3. Wawancara Awal Merupakan penyidikan kepada calon peminjam dengan langsung berhadapan dengan calon peminjam. Tujuannya adalah untuk meyakinkan bank apakah berkas-berkas tersebut sesuai dan lengkap seperti yang diinginkan oleh bank. Wawancara ini juga untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan nasabah yang sebenarnya. 4. On the Spot (Peninjauan Lapangan) Merupakan kegiatan pemeriksaan ke lapangan dengan meninjau berbagai objek yang akan dijadikan usaha atau jaminan. Hasil on the spot kemudian dicocokkan dengan hasil wawancara awal, akan lebih baik jika nasabah tidak diberitahukan pada saat hendak dilakukan on the spot. 5. Wawancara Kedua Merupakan kegiatan perbaikan berkas, jika terjadi kekurangan-kekurangan pada saat setelah dilakukann on the spot di lapangan.
6. Keputusan kredit Keputusan kredit dalam hal ini adalah untuk menentukan apakah kredit akan diberikan atau ditolak, jika diterima maka dipersiapkan administrasinya, namun jika ditolak hendaknya dikirim surat penolakan beserta alasannya. 7. Penandatanganan Akad Kredit/Perjanjian Lainnya Kredit sebelum dicairkan, terlebih dahulu calon nasabah menandatangani akad kredit, mengikat jaminan dengan hipotik dan surat perjanjian atau pernyataan yang dianggap perlu. 8. Realisasi Kredit Realisasi kredit diberikan setelah penandatanganan akad kredit dan surat-surat yang diperlukan dengan membuka rekening giro atau di bank yang bersangkutan. 9. Penyaluran/Penarikan Dana Adalah pencairan atau pengembalian uang dari rekening sebagai realisasi dari pemberian kredit dan dapat diambil sesuai ketentuan dan tujuan kredit yaitu secara bertahap atau sekaligus. Menurut Jusuf (2003:15), tahapan-tahapan dalam pemberian kredit dapat digambarkan sebagai berikut:
Prosedur Pemberian Kredit Permohonan Kredit Layak Diteruskan Tidak Data Kurang Pengumpulan Data Usaha Dan Peninjauan Jaminan Analisis Kredit Layak Diteruskan Penyusunan Proposal Kredit Tidak T O L A K P E R M O H O N A N Data Kurang Tidak Disetujui Pengumpulan Data Pelengkap Data Kurang Ada Masalah Hukum Tidak dapat diselesaikan Membahayakan Bank K R E D I T Pengikatan Kredit Dan Pengikatan Jaminan Administrasi Kredit Pencairan Dana Dan / atau Pembukaan Fasilitas Sumber: Menurut Jusuf (2003:15) Gambar 2.1. Prosedur Pemberian Kredit
H. Batas Maksimum Pemberian Kredit Pemberian kredit suatu bank pada hakikatnya harus menganut asas mengambil resiko sekecil mungkin. Resiko yang dimaksud adalah resiko terhadap kemungkinan kredit tersebut tidak dapat dibayar kembali oleh debiturnya. Resiko ini dapat dihindari bila suatu bank tidak terlalu banyak memberikan kredit kepada nasabah tertentu saja. Pemberian kredit yang hanya terkonsentrasikan pada hanya beberapa nasabah mengandung resiko tinggi karena kehidupan bank akan tergantung pada beberapa nasabah tersebut. Untuk mencegah pemberian kredit yang berlebihan tersebut, di beberapa negara diatur secara tegas, bahkan dalam Undang-undang yaitu dengan menetapkan batas maksimum. Batas maksimum pemberian kredit adalah batas maksimum penyediaan dana yang diperkenankan untuk dilakukan oleh bank kepada peminjam. Menurut Usman (2001: 252) maka ketentuan batas maksimum pemberian kredit dibedakan atas dua jenis yaitu: 1. Jenis Batas Maksimum 30% Bank Indonesia telah menetapkan batas maksimum yang lebih rendah dari 30% dari modal bank, tetap tidak boleh melebihi 30% dari modal bank yang bersangkutan. Batas maksimum pemberian kredit ini ditujukan kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait. 2. Jenis Batas Maksimum 10% BI dapat menetapkan batas maksimum yang lebih rendah dari 10% tetap tidak boleh melebihi 10% dari modal bank yang bersangkutan. Batas maksimum pemberian kredit ini ditujukan kepada pemegang saham yang memiliki 10%
atau lebih dari modal disetor bank, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, keluarga dari pihak pemegang saham, pejabat bank lainnya, dan perusahaan-perusahaan yang didalamnya terdapat kepentingan dari pihakpihak yang telah disebutkan sebelumnya. I. Kredit Bermasalah Kredit-kredit bermasalah dalam dunia perbankan dewasa ini timbul selain karena indikasi debitur yang tidak mau membayar utangnya, juga terlihat dari pelaksanaan prosedur pemberian kredit yang ternyata juga mengalami penyimpangan. Kredit yang digolongkan sebagai kredit yang bermasalah ialah kredit yang tergolong sebagai kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Menurut Sinungan (1999: 235), kredit bermasalah dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Kredit Tidak Lancar Kredit yang selama tiga atau enam bulan mutasinya tidak lancar, pembayaranpembayaran bunga tidak baik serta angsuran utang pokok tidak lancar. 2. Kredit Diragukan Kredit yang tidak lancar dan telah sampai pada jatuh temponya belum dapat juga diselesaikan oleh nasabah yang bersangkutan. Bank pada umumnya memberi kesempatan kepada nasabah untuk berusaha menyelesaikan selama 3 atau 6 bulan barulah bank mengambil langkah lebih lanjut, seperti mencairkan barang-barang jaminan, mengajukan ke Pengadilan atau langkah-langkah lainnya.
3. Kredit macet Kredit macet merupakan kelanjutan dari usaha penyelesaian atau pengaktifan kembali kredit yang tidak lancar dan usaha itu tidak berhasil. Usaha-usaha yang dilakukan oleh pihak bank dalam pemberian kredit seperti penetapan kebijakan dan prosedur pemberian kredit serta penganalisaan calon peminjam adalah ditujukan agar kredit-kredit yang diberikan dapat kembali dengan baik dan membawa keuntungan yang diharapkan, artinya kredit berjalan baik dan lancar. Dalam perkembangannya tidak semua kredit yang diberikan berjalan lancar, sebagian akan tidak lancar dan sebagian menuju ke arah kemacetan. Menurut Kasmir (2003: 128), dalam praktiknya, kemacetan suatu kredit disebabkan oleh 2 unsur sebagai berikut: 1. Dari Pihak Perbankan Kredit macet diakibatkan karena kurangnya ketelitian pihak analisis kredit menyebabkan salah prediksi/salah perhitungan. Kredit macet dapat pula terjadi akibat kolusi dari pihak analis kredit dengan pihak debitur sehingga dalam analisisnya dilakukan secara subyektif dan akal-akalan. 2. Dari Pihak Nasabah Dari pihak nasabah kemacetan kredit dapat terjadi akibat 2 hal yaitu: a. Adanya unsur kesengajaan Yaitu tidak adanya unsur kemauan untuk membayar dari pihak debitur walaupun sebenarnya nasabah tersebut mampu.
b. Adanya unsur tidak sengaja Artinya debitur mau membayar, tetapi tidak mampu melakukan pembayaran oleh sebab tertentu seperti musibah bencana alam, dan faktor lain yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia. Terhadap kredit yang mengalami kemacetan harus dilakukan penyelamatan sehingga bank tidak mengalami kerugian. Menurut Suyatno (2003: 339) penyelamatan terhadap kredit macet dilakukan dengan cara: 1. Reschedulling (Penjadwalan Ulang) Suatu tindakan yang diambil dengan cara memperpanjang jangka waktu kredit atau jangka waktu angsuran sehingga debitur mempunyai waktu yang lebih lama untuk mengembalikannya. 2. Recondition (Persyaratan Kembali) Merupakan tindakan bak mengubah berbagai persyaratan yang ada seperti kapitalisasi bunga, penurunan suku bunga, pembebasan bunga dan lain-lain. 3. Restructuring (Penataan Kembali) Merupakan tindakan bank kepada nasabah dengan cara menambah modal nasabah dengan pertimbangan nasabah mungkin membutuhkan tambahan dana dan usaha yang dibiayai mungkin masih layak. 4. Kombinasi Merupakan kombinasi dari ketiga jenis yang diatas. Seorang nasabah dapat saja diselamatkan dengan kombinasi antara Reschedulling dengan Restructuring, misalnya jangka waktu diperpanjang, pembayaran bunga ditunda, atau reconditioning dengan reschedulling misalnya jangka waktu diperpanjang, modal ditambah.
5. Penyitaan Jaminan Merupakan jalan terakhir apabila nasabah sudah tidak punya itikad baik ataupun sudah tidak mampu lagi untuk membayar semua hutang-hutangnya.