I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

EFISIENSI TEKNIS USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2015)

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA RAMALAN II TAHUN 2013)

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. didasarkan pada nilai-nilai karakteristik lahan sangat diperlukan sebagai

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sejak tahun Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

1. Angka. 2. Angka Kering. beras atau. meningkat. meningkat dari 1,4. diperkirakan akan. Produksi ubi kayu 2010.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu tanaman palawija penting di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi suatu negara, terutama negara

PENDAHULUAN. Peranan studi kelayakan dan analisis proyek dalam kegiatan pembangunan. keterbatasan sumberdaya dalam melihat prospek usaha/proyek yang

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA TETAP 2014 DAN ANGKA RAMALAN I 2015)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN DEMAK

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA TETAP TAHUN 2015)

PENDAHULUAN. kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian cukup tinggi untuk digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014)

BAB I PENDAHULUAN. beras/padi. Komoditas yang memiliki nama lain Zea mays merupakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN DEMAK

PRODUKSI PADI DAN JAGUNG TAHUN 2015 ANGKA TETAP TAHUN 2014 DAN ANGKA RAMALAN I TAHUN 2015

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA SEMENTARA TAHUN 2013)

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

BAB II LANDASAN TEORI. bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan-bahan lainnya yang

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

PRODUKSI PADI DAN JAGUNG TAHUN 2014 ANGKA TETAP TAHUN 2013 DAN ANGKA RAMALAN I TAHUN 2014

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. pertanian menjadi daerah permukiman, industri, dan lain-lain. Menurut BPN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yudohusodo (2006) mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi produksi pertanian tropis dan potensi pasar pangan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hortikultura, subsektor kehutanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan,

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA RAMALAN III 2010)

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA SUMATERA UTARA (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. Diversifikasi pangan merupakan program alternatif yang digunakan dalam

PRODUKSI PADI DAN JAGUNG ANGKA TETAP TAHUN 2009 DAN ANGKA RAMALAN II TAHUN 2010

I PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. makanan. Dalam sejarah, kehidupan manusia dari tahun ke tahun mengalami

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengganti nasi. Mi termasuk produk pangan populer karena siap saji dan

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Menurut hasil Sensus Penduduk 2010 (SP2010), jumlah penduduk Indonesia sebesar 237,6 juta orang terdiri dari 119,6 juta orang laki-laki dan perempuan sebanyak 118,0 juta orang. Dibandingkan dengan hasil Sensus Penduduk 2000, telah terjadi penambahan jumlah penduduk sebanyak 32,5 juta orang atau meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49 persen per tahun (BPS 2012). Hal tersebut secara langsung menyebabkan terjadinya peningkatan pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Dalam UU No. 7 tahun 1996 pasal 1, pangan merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman. Untuk itu, kondisi ketahanan pangan khususnya yang berkaitan dengan penyediaan pangan bagi manusia sangat penting untuk diperhatikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan pasal 1 ayat 9 dijabarkan sebagai upaya peningkatan konsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang. Ketahanan pangan sebagai suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau telah diamanatkan dalam UU No. 7 tahun 1996. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 juga telah menargetkan pada tahun 2010-2014 terjadi peningkatan ketahanan pangan sejalan dengan peningkatan produksi per tahun yang rata-rata padi 5,22 persen, jagung 10,02 persen, kedelai 20,05 persen, kacang tanah 10,20 persen, kacang hijau 4,55 persen, ubi kayu 5,54 persen, dan ubi jalar 6,78 persen. Salah satu solusi dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan adalah diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan merupakan penganekaragaman produk makanan, namun tidak hanya berfokus pada hal itu saja, melainkan juga harus mengubah ketergantungan masyarakat terhadap salah satu jenis makanan pokok 1

saja seperti beras (BKP 2010). Suyastiri (2008) menyatakan bahwa diversifikasi pangan merupakan hal yang sangat penting karena (1) dalam lingkup skala nasional pengurangan konsumsi beras akan memberikan dampak positif terhadap ketergantungan impor beras, (2) dapat mengubah lokasi sumberdaya ke arah yang efisien, fleksibel, dan stabil jika didukung dengan pemanfaatan potensi lokal, dan (3) diversifikasi konsumsi pangan penting dilihat dari segi nutrisi untuk dapat mewujudkan Pola Pangan Harapan. Cara yang dapat dilakukan dalam mencapai diversifikasi pangan salah satunya dengan memanfaatkan pangan lokal yang ada seperti umbi-umbian. Hal ini sesuai dengan Permentan No. 43 tahun 2009 tentang Gerakan Percepatan Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal dan Peraturan Presiden No. 22 tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Kedua kebijakan tersebut ditujukan untuk mendorong terwujudnya penyediaan aneka ragam pangan dan peningkatan pangan berbasis potensi sumber daya lokal. Saat ini masyarakat sayangnya belum memahami benar penganekaragaman pangan berbasis potensi lokal. Masyarakat saat ini sering kali beranggapan bahwa mengkonsumsi makanan pokok selain beras diidentikkan sebagai masyarakat golongan rendah 1. Hal ini mengakibatkan ketergantungan terhadap beras tetap tinggi. Bahkan, masyarakat di wilayah Timur Indonesia yang semula tidak mengkonsumsi beras sebagai pangan pokoknya sudah beralih mengkonsumsi beras. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa konsumsi beras lebih tinggi daripada bahan pangan sumber karbohidrat alternatif, seperti umbi-umbian, pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah, dan lain-lain. Konsumsi pangan ideal untuk padi-padian adalah 275 gram per kapita per hari, namun pada tahun 2008, konsumsi padi-padian melebihi ideal sebesar 326 gram dan pada tahun 2009 pun masih melebihi keadaan idealnya walaupun sudah menurun dibanding tahun 2009 yakni sebesar 314,4 gram. Bahkan skor PPH tahun 2009 menurun jumlahnya 1 Roadmap Penganekaragaman Pangan:Memadukan Sumber Daya Pemerintah, Swasta, Perguruan Tinggi dan Swasta [http://www.journal.uii.ac.id/index.php/jep/article/view/50/148] 2

dibandingkan skor PPH tahun 2008. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penganekaragaman pangan masyarakat masih rendah dilihat dari skor PPH masih dibawah 100. Ini disebabkan karena pola pikir yang berkembang di masyarakat bahwa dikatakan belum makan jika belum mengkonsumsi nasi. Diketahui pula bahwa terjadi penurunan terhadap konsumsi beras, namun secara bersamaan konsumsi bahan pangan lainnya juga ikut menurun seperti umbi-umbian. Jumlah konsumsi pangan umbi-umbian idealnya yaitu 100 gram per kapita per hari, namun pada tahun 2008 hanya 51,7 gram dan pada tahun 2009 hanya 40,2 gram (BPS diolah BKP 2010). Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dalam Renstra tahun 2010-2014 menetapkan tujuh komoditas yang menjadi unggulan nasional, yaitu: padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar. Berdasarkan Lampiran 2, produksi tanaman pangan selama periode 2005-2010 mengalami pertumbuhan yang positif untuk lima komoditas unggulan nasional. Selain itu, sub-sektor tanaman pangan juga menyerap tenaga kerja paling besar dibandingkan dengan sub-sektor pertanian lainnya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian tahun 2005-2008 Subsektor Tahun Rata-rata Laju Pertumbuh 2005 2006 2007 2008 an (%) Tan. 22,961,255 22,765,897 22,311,310 23,382,721 22,547,778 2,44 Pangan Hortikultu 2,728,861 2,686,072 2,637,874 2,574,835 2,666,165-1,20 -ra Perkebunan 10,412,037 10,309,700 10,116,582 9,281,711 10,229,909-4,18 Total Pertanian 41,561,987 41,229,716 41,907,617 42,689,635 41,599,395 1,27 Sumber: Renstra Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2010-2014 Sub-sektor tanaman pangan rata-rata menyerap 22,5 juta orang atau 54,19 persen dari angkatan kerja di sektor petanian dengan laju pertumbuhan terbesar yaitu 2,44 persen per tahun. Lampiran 3 juga menunjukkan bahwa tanaman pangan merupakan sumber penghasilan utama sebagian besar rumah tangga pertanian di Indonesia yaitu sebesar 32,24 persen. Salah satu komoditas tanaman pangan yang mengalami pertumbuhan adalah ubi jalar. Ubi jalar (Ipomea batatas L.) merupakan salah satu dari dua puluh jenis 3

pangan yang berfungsi sebagai sumber karbohidrat. Ubi jalar berpotensi dikembangkan untuk mendukung program penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal, karena: (1) sebagai salah satu sumber karbohidrat, (2) produktivitasnya tinggi, (3) potensi diversifikasi produk beragam, (4) zat gizi beragam, dan (5) potensi permintaan pasar lokal, regional, dan ekspor yang terus meningkat (BPPP 2011). Selain itu, ubi jalar pun memiliki beberapa keunggulan dibanding tanaman pangan lain yaitu risiko kegagalan relatif kecil, biaya produksi relatif rendah, pemasaran mudah, daya adaptasi luas, dan hasil olahannya sangat beragam 2. Sentra produksi ubi jalar di Indonesia dengan luas areal di atas 10.000 ha berturut-turut adalah Jawa Barat, Papua, NTT, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara (Zuraida 2009). Tingkat produksi ubi jalar paling tinggi di Indonesia adalah Jawa Barat yaitu sebesar 422.3 ton. Begitu pun dengan luas panen ubi jalar di provinsi Jawa Barat menempati peringkat kedua sebesar 28 Ha (Lampiran 4). Namun, produktivitasnya menempati peringkat lebih rendah dari peringkat luas panen dan produksi yaitu 150,6 kw/ha (BPS 2012). Karakteristik sistem produksi ubi jalar di Indonesia saat ini dicirikan oleh skala usaha dan penggunaan modal kecil, penerapan teknologi usahatani belum optimal, masih ditempatkan sebagai tanaman samping, kurang tersedianya bibit bermutu menurut agroekosistem, dan belum adanya sistem pewilayahan produksi komoditas ubi jalar 3. Pertumbuhan produksi dan produktivitas ubi jalar di Indonesia pada tahun 2011 terhadap 2010 bernilai positif jika dibandingkan dengan beberapa komoditi lainnya. Dapat dilihat pada Tabel 2 bahwa pertumbuhan 2011 terhadap 2010 produksi ubi jalar sebesar 5.92 persen yaitu dari 2.051 ton menjadi 2.172 ton. Produktivitas ubi jalar pun tumbuh sebesar 7.99 persen dari 113.27 ton pada tahun 2010 menjadi 122.32 persen (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011). 2 http://cybex.deptan.go.id [06 Februari 2012] 3 Dr. Handewi P. S. Rachman 2010. Kajian Keterkaitan Produksi, Perdagangan, dan Konsumsi Ubi jalar.[http://km.ristek.go.id/assets/css/reset.css" rel="stylesheet" type="text/css"] 4

Tabel 2. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi dan Palawija di Indonesia Tahun Pertumbuhan 2011 No. Jenis Komoditi 2010 2011 ARAM-III terhadap 2010 (%) 1. Padi Produksi (000 Ton) Luas Panen (000 Ha) Produktivitas (Kw/Ha) 2. Jagung Produksi (000 Ton) Luas Panen (000 Ha) Produktivitas (Kw/Ha) 3. Ubi Jalar Produksi (000 Ton) Luas Panen (000 Ha) Produktivitas (Kw/Ha) 66,469 13,253 50,15 18,328 4,132 44,36 2,051 181 113,27 65,385 13,224 49,44 17,230 3,870 44,52 2,172 178 122,32 Keterangan: ARAM-III = Angka Ramalan-III Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementrian Pertanian, 2011-1,63-0,22-1,42-5,99-6,34 0,36 5,92-1,92 7,99 Di provinsi Jawa Barat pun dapat dilihat baik dari sisi produksi dan produktivitas ubi jalar dari tahun 2007-2011 memiliki trend yang terus meningkat seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 5. Produktivitas ubi jalar pada tahun 2007 sebesar 133,73 Kw/Ha meningkat menjadi 150.62 Kw/Ha pada tahun 2011. Begitu pun dengan produksi ubi jalar meningkat dari 375.714 ton tahun 2007 menjadi 422.228 ton tahun 2011. Di beberapa negara, ubi jalar sudah merupakan produk komersial yang cukup diminati. Negara-negara maju telah lama memanfaatkan ubi jalar sebagai produk olahan bernilai gizi tinggi dan secara ekonomis memiliki peluang pasar yang besar (Hasyim 2008). Beberapa varietas unggul seperti Cilembu, Sari, Cangkuan memiliki produktivitas antara 15-30 ton/hektar (Destialisma 2009). Namun, disaat produksi ubi jalar sangat melimpah yakni saat musim panen raya, nilai jual komoditas ini akan menurun. Hal tersebut sesuai dengan hukum ekonomi yaitu ketika supply meningkat maka harga jualnya akan turun. Untuk itu, perlu dilakukan terobosan agar nilai jual komoditas ini tetap stabil sepanjang tahun. Salah satunya dengan memanfaatkan perkembangan ilmu dan teknologi serta metode pengolahan hasil atau pasca panen yang lebih baik. Banyak hal telah dilakukan dalam pengolahan pasca panen ubi jalar seperti membuat tepung ubi jalar dan pemanfaatannya dalam pembuatan beberapa produk (Destialisma 2009). Selain itu, tepung ubi jalar juga telah dikembangkan menjadi 5

bahan baku pangan seperti mencoba pemanfaatan tepung ubi jalar dalam pembuatan produk-produk roti, cookies dan biskuit dengan hasil yang cukup memuaskan. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa bahan baku berupa ubi jalar diperlukan oleh industri sehingga perlu adanya kesinambungan bahan baku. Namun, budidaya yang selama ini dilakukan oleh petani ubi jalar diindikasikan masih belum efisien. Hal tersebut dilihat dari penggunaan sumber daya yang tidak sesuai anjuran, tingkat pendapatan petani yang rendah, dan produksi ubi jalar masih di bawah potensi produksi (Khotimah 2010). Dari kedua sudut pandang tersebut, baik dari segi produksi maupun pengolahannya, ubi jalar memiliki prospek yang baik dan sesuai dengan konsep diversifikasi yang telah disebutkan sebelumnya. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi baik dalam hal kualitas maupun kuantitas. 1.2. Perumusan Masalah Jawa Barat merupakan provinsi sentra produksi ubi jalar terbesar di Indonesia. Kabupaten Bogor merupakan salah satu Kabupaten yang berada di dalamnya. Kontribusi PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kabupaten Bogor terhadap PDRB Jawa Barat merupakan yang terbesar yaitu 9,57 persen dari total PDRB Wilayah Bogor 4. Tingginya angka PDRB di Kabupaten Bogor dipacu oleh pertumbuhan indusri khususnya industri yang berada di bagian utara Kabupaten Bogor. Di Kabupaten Bogor terdapat 40 buah kecamatan, 409 desa, 17 kelurahan, dan 426 desa. Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra ubi jalar. Hal ini dapat dilihat dari segi luas tanam, luas panen, produksi, dan hasil per hektar. Ubi jalar di Kabupaten Bogor menempati posisi tertinggi kedua setelah Kabupaten Kuningan, seperti yang ditunjukkan di atas (Tabel 3). 4 http://bakorpembang-wilbgr.jabarprov.go.id [06 Februari 2012] 6

Tabel 3. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Hasil per Hektar Ubi Jalar di Jawa Barat Tahun 2010 Tahun 2010 Kabupaten Luas Tanam Luas Panen Produksi Hasil per Hektar (Ha) (Ha) (ton) (Kw/Ha) Bogor 3,965 3,881 59,555 153,45 Sukabumi 1,441 1,443 21,270 147,40 Bandung 3,258 2,524 29,122 115,38 Tasikmalaya 2,145 2,123 23,388 110,16 Kuningan 5,553 5,592 96,857 173,21 Sumedang 1,591 1,539 18,974 123,29 Sumber: BPS Jawa Barat, 2010 Salah satu wilayah penghasil ubi jalar di Kabupaten Bogor adalah Desa Cikarawang. Desa Cikarawang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Produktivitas ubi jalar di Kecamatan ini pada tahun 2007 dan 2008 sebesar 14,57 ton/ha dan 14,32 ton/ha (Lampiran 6). Di Desa Cikarawang terdapat enam buah kelompok tani yang bergerak di komoditas padi atau palawija. Kelompok tani tersebut antara lain kelompok tani Hurip, Setia, Mekar, Subur Jaya, Andalan, dan KWT Melati. Ubi jalar merupakan salah satu dari tujuh komoditas yang menjadi unggulan nasional. Untuk itu, selama tahun 2010-2014 komoditas tersebut menjadi perhatian pemerintah dalam rangka peningkatan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011). Hal ini akan dapat terlaksana dengan baik jika komoditas tersebut dapat memberikan keuntungan bagi petani sehingga petani mau untuk mengusahakan komoditas tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis pendapatan usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang untuk mengetahui apakah usahatani ubi jalar di daerah tersebut menguntungkan untuk dilaksanakan. Potensi ubi jalar di Desa Cikarawang tersebut sayangnya dihadapi dengan permasalahan produktivitas ubi jalar yang rendah. Rata-rata produktivitas ubi jalar di Desa Cikarawang adalah 9,5 ton per hektar (wawancara dengan ketua kelompok tani). Sedangkan menurut BPS (2012), produktivitas ubi jalar nasional sebesar 12,232 ton per hektar. Ini menunjukkan bahwa produktivitas ubi jalar di Desa Cikarawang masih rendah di bawah produktivitas nasional. Hal tersebut diduga terjadi karena ketidakefisienan teknis dalam usahatani ubi jalar di Desa 7

Cikarawang sehingga diperlukan analisis efisiensi teknis usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang untuk mengetahui apakah usahatani ubi jalar di desa tersebut sudah efisien. Oleh karena itu, mengingat ubi jalar merupakan salah satu komoditas unggulan nasional yang dapat meningkatkan ketahanan pangan maka diperlukan pencapaian efisiensi teknis agar menghasilkan output yang optimal. Efisiensi teknis dalam hal teknik budidaya yang benar akan mempengaruhi tingkat pendapatan yang dihasilkan petani sehingga diperlukan informasi mengenai keragaan budidaya untuk mengetahui pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar. Pencapaian efisiensi teknis juga sebagai upaya peningkatan tingkat kompetitif dan keuntungan usahatani. Untuk itu dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pendapatan usahatani petani ubi jalar di Desa Cikarawang? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ubi jalar di Desa Cikarawang? 3. Bagaimana efisiensi teknis serta faktor apa yang mempengaruhi inefisiensi teknis petani di Desa Cikarawang? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang. 2. Menganalisis faktor - faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ubi jalar di Desa Cikarawang. 3. Menganalisis efisiensi teknis serta faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis petani ubi jalar di Desa Cikarawang. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan pertimbangan, masukan, dan tambahan informasi bagi petani ubi jalar dalam upaya peningkatan produktivitas dan pendapatan usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang. 2. Sebagai tambahan informasi dan masukan bagi pemerintah daerah dalam upaya penyusunan strategi dan kebijakan pertanian yang lebih baik. 3. Sebagai informasi bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut pada bidang yang berkaitan dengan penelitian ini. 8

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Komoditas yang akan diteliti adalah ubi jalar. Petani yang dijadikan contoh dalam penelitian ini adalah petani ubi jalar di dusun Carang Pulang dan Cangkrang Desa Cikarawang yang menanam ubi jalar pada musim tanam akhir tahun 2011. Analisis kajian dibatasi untuk melihat bagaimana pendapatan usahatani petani ubi jalar di Desa Cikarawang, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ubi jalar dan efisiensi teknis usahatani, dan faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis petani ubi jalar di daerah penelitian. 9