BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa (Pradopo, 2010:121). Dalam karya sastra, bahasa yang digunakan sebagai mediumnya bukanlah bahasa pada umumnya, melainkan bahasa yang mengandung tanda. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Endraswara (2011:63) bahwa bahasa itu tidak sembarang bahasa, melainkan bahasa khas yang memuat tanda-tanda. Karya sastra memiliki berbagai macam jenis atau genre. Luxemburge dkk (1989:116) menyebutkan bahwa genre sastra terdiri atas teks monolog seperti sajaksajak (puisi), drama, dan teks bersifat naratif (prosa). Dari ketiga jenis karya sastra itu yang banyak memanfaatkan bahasa sebagai sistem tanda adalah puisi. Pradopo (2010:11) menambahkan bahwa genre sastra yang banyak menyimpan tanda di dalamnya adalah puisi, hal ini disebabkan karena puisi memiliki kadar kepadatan yang lebih tinggi daripada prosa sehingga, puisi tidak bersifat menguraikan. Puisi adalah ungkapan perasaan atau pikiran penyair yang dirangkai menjadi suatu bentuk tulisan yang mengandung makna. Salah satu bangsa di dunia yang banyak menghasilkan karya sastra puisi adalah bangsa Arab. Banyak penyair puisi modern maupun penyair puisi lama yang berasal dari Arab. Sejarah kesusastraan bangsa Arab memiliki masa yang panjang. 1
Sejarah kesusastraan Arab dibagi ke dalam lima periode, yaitu masa Jahiliyah, masa permulaan Islam sampai masa pemerintahan Umawi, masa pemerintahan Abbasiah, masa pemerintahan Turki, dan masa Modern (al-muhdar, 1983:25). Pada masa modern ini para penyair banyak mengangkat tema mengenai nasionalisme, politik, konflik, perlawanan dan juga romantisme. Salah seorang penyair Arab pada masa modern yang banyak menciptakan karya sastra khususnya puisi adalah Maḥmūd Darwīsy. Banyak dari karya Maḥmūd Darwīsy yang bertema perlawanan. Salah satu judul puisi karya Maḥmūd Darwīsy yang bertemakan perlawanan adalah Yaṭīru al-ḥamāmu. Puisi ini merupakan salah satu karya sastra yang terdapat dalam antologi puisi al-aʽmālu al-kāmilatu, dan dalam puisi ini terdapat tanda-tanda yang tidak dapat dimaknai secara langsung. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis semiotik untuk mendapatkan makna yang utuh. 1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah makna yang terkandung dalam puisi Yaṭīru al-ḥamāmu dalam antologi puisi al-aʽmālu al-kāmilatu karya Maḥmūd Darwīsy. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap makna yang terkandung dalam puisi Yaṭīru al-ḥamāmu karya Maḥmūd Darwīsy dengan analisis semiotik. 2
1.4 Tinjauan Pustaka Penelitian terhadap Maḥmūd Darwīsy dan karya-karyanya sudah banyak dilakukan. Rooke ( 2008 ) menulis artikel yang berjudul In the presence of absence: Mahmoud Darwish s Testament. Artikel ini berisi tentang karya terakhir Maḥmūd Darwīsy yang berjudul Fī Ḥaḍrati al-giyābi Penelitian lain dilakukan oleh Putri, seorang mahasiswi Universitas Indonesia Jurusan Sastra Arab pada tahun 2009 yang menulis skripsi berjudul Tema Patriotisme dalam Tiga Puisi Karya Mahmoud Darwish. Dalam penelitiannya itu disimpulkan bahwa struktur ketiga puisi memiliki ketidakteraturan larik pada tiap baitnya dan kalimat pada puisinya menggunakan kalimat tunggal ataupun kalimat majemuk yang disajikan dengan satu kesatuan yang padu pada setiap baitnya, sehingga menciptakan makna tambahan dan yang paling banyak merupakan penegasan. Karya lain Maḥmūd Darwīsy yang telah diteliti adalah puisi yang berjudul Yaumiyyātu Jurḥi Filasṭīniyyin dalam antologi puisi al-aʽmāl al-ūlā. Puisi ini diteliti dengan menggunakan analisis semiotik oleh Sastiani pada tahun 2011, seorang mahasiswi Jurusan Sastra Asia Barat, Universitas Gadjah Mada. Dari penelitian tersebut disimpulakan bahwa puisi Yaumiyyātu Jurḥi Falisṭīniyyin menggambarkan penderitaan dan kesengsaraan yang dialami oleh rakyat Palestina akibat pendudukan Israel di Palestina. 3
Vebriyantie pada tahun 2011 telah meneliti karya Maḥmūd Darwīsy yang berjudul Jundiyyun Yaḥlumu biz-zanābiqil-baidā a dalam antologi puisi Ākhirul- Lail dengan menggunakan analisis semiotik. Puisi itu menggambarkan tentang tentara Israel yang ingin merebut Palestina yang mereka anggap sebagai tanah kelakhirannya. Sejauh tinjauan pustaka yang telah dilakukan, penelitian terhadap puisi Yaṭīru al-ḥamāmu dalam antologi puisi al-aʽmālu al-kāmilatu karya Maḥmūd Darwīsy dengan analisis semiotik belum pernah dilakukan. Terlebih lagi karena di dalam puisi ini banyak mengandung tanda yang tidak dapat dimaknai secara langsung. Oleh karena itu, penelitian terhadap puisi ini akan dilakukan dengan menggunakan analisis semiotik dan diharapkan dapat mengungkap makna yang terkandung dalam puisi ini. 1.5 Landasan Teori Puisi adalah salah satu karya sastra yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan di dalamnya memuat banyak tanda-tanda sehingga, pemaknaan terhadap tanda yang terdapat dalam karya sastra tersebut perlu dilakukan agar dapat mengetahui makna yang utuh dari puisi tersebut. Oleh karena itu, teori yang digunakan untuk menganalisis puisi ini adalah teori semiotik. Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Pradopo (2010:119) mengatakan bahwa semiotik mempelajari tentang sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tandatanda tersebut mempunyai arti. 4
Sebagai tanda, karya sastra merupakan dunia dalam kata yang dapat dipandang sebagai sarana komunikasi antara pembaca dengan pengarangnya, karya sastra bukan sarana komunikasi biasa. Oleh karena itulah, karya sastra dapat dipandang sebagai gejala semiotik (Teeuw, 1984:37). Gejala ini dipertegas oleh Pradopo bahwa tanda-tanda itu bisa terlihat pada bahasa yang digunakan dalam sebuah karya sastra. Medium bahasa yang dipakai bukan bahasa yang bebas, melainkan sesuai dengan konvensi bahasa yang berlaku (Pradopo, 2010:121). Tanda pada bahasa memiliki dua prinsip, yaitu penanda (signifier) atau yang menandai, yang merupakan bentuk tanda, dan petanda (signified) atau yang ditandai, yang merupakan arti tanda (Pradopo, 2010:121). Sebagai tanda, makna karya sastra dapat mengacu pada sesuatu di luar karya sastra itu sendiri atau di dalam dirinya (Riffaterre, 1978:1). Menurut Riffaterre (1978:1-2), terdapat empat hal pokok dalam memproduksi makna karya sastra, khususnya puisi. Keempat hal tersebut adalah ketidaklangsungan ekspresi, pembacaan semiotik yang terdiri dari pembacaan heuristik dan pembacaan hemeneutik atau retroaktif, matriks atau kata kunci, dan hipogram yang berkenaan dengan prinsip intertekstual. 1.6 Metode Penelitian Berkaitan dengan teori yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu teori semiotik, maka metode yang digunakan adalah metode semiotik Riffaterre (1978) mengungkapkan bahwasanya ada empat hal pokok dalam memproduksi makna puisi yaitu: ketidaklangsungan ekpresi, pembacaan semiotik (heuristik, hermeneutik atau 5
retroaktif), matriks atau kata kunci dan hipogram (berkenaan dengan prinsip intertekstual). Dalam penelitian ini penulis hanya akan menggunakan dua dari empat hal pokok tersebut, yaitu ketidaklangsungan ekspresi, pembacaan semiotik. Tahap pertama yang akan digunakan adalah mencari ketidaklangsungan ekspresi dalam puisi Yaṭīru al-ḥamāmu. Ketidaklangsungan ekspresi disebabkan oleh penggantian arti, penyimpangan arti, dan penciptaan arti. Dalam hal ini, akan dicari makna dalam bahasa kiasan dan makna yang menyimpang. Setelah melalui pembacaan tahap pertama, pembaca sampai pada pembacaan tahap kedua, yang disebut sebagai pembacaan retroaktif atau pembacaan hermeneutik. Pada tahap ini terjadi proses interpretasi tahap kedua, interpretasi yang sesungguhnya. Pembaca berusaha melihat kembali dan melakukan perbandingan berkaitan dengan apa yang telah dibaca pada proses pembacaan tahap pertama. Pembaca berada di dalam sebuah efek dekoding. Artinya pembaca mulai dapat memahami bahwa segala sesuatu yang ada pada awalnya, pada pembacaan tahap pertama, terlihat sebagai ketidakgramatikalan, ternyata merupakan fakta-fakta yang berhubungan. Riffaterre (1978:1-2) 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari empat bab. Bab I adalah pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan dan pedoman 6
transliterasi Arab-Latin. Bab II memuat tentang biografi singkat Maḥmūd Darwīsy dan puisi Yaṭīru al-ḥamāmu selanjutnya, bab III berisi analisi semiotik terhadap puisi Yaṭīru al-ḥamāmu dalam antologi puisi al-aʽmālu al-kāmilatu karya Maḥmūd Darwīsy. Terakhir, bab IV adalah kesimpulan. 1.8 Pedoman Transliterasi Transliterasi Huruf Arab ke Latin yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari buku pedoman transliterasi Arab-Latin yang diterbitkan berdasarkan keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI no: 158 th.1987 dan nomor 0543/b/u/1987. a. Konsonan Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian yang lain dengan huruf dan tanda sekaligus. Huruf Arab Nama Huruf Latin أ Alif - ب Bā B ت Tā T ث Sā Ṡ ج Jīm J ح Ḥā Ḥ خ Khā Kh د Dāl D ذ Żāl Ż ر Rā R ز Zā Z س Sīn S ش Syīn Sy ص Ṣād Ṣ Huruf Arab Nama Huruf Latin ض Dād Ḍ 7
Ṭā Ẓā Ain Gain Fā Qāf Kaf Lām Mīm Nūn Wawu Hā Lam Alif Hamzah Yā ط ظ ع غ ف ق ك ل م ن و ه ال ء ي Ṭ Ẓ G F Q K L M N W H ʹ Y a. Vokal Vokal bahasa Arab, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong, dan vokal panjang. Vokal tunggal Vokal rangkap Tanda Latin Tanda Latin ﹷ A ي... ﹶ Ai ﹻ I و... ﹶ Au ﹹ U Vokal panjang Tanda Latin ا... ﹶ ى... Ā ي... ﹻ Ī و... ﹸ Ū b. Tā` Marbūṭah Transliterasi untuk tā` marbūṭah ada dua. Pertama, tā` marbūṭah hidup atau mendapat harakat fatḥah, kasrah, atau ḍammah, transliterasinya adalah /t/.kedua, tā` marbūṭah mati atau mendapat sukūn, transliterasinya adalah /h/. Kalau pada kata 8
yang terakhir dengan tā` marbūṭah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al serta kedua kata itu terpisah, maka tā` marbūṭah itu ditransliterasikan dengan /h/. Contoh: : al-madinah al-munawwarah atau al-madinatul- Munawwarah. c. Syaddah Tanda Syaddah dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah tersebut. Contoh: : nazzala d. Kata Sandang Transliterasi kata sandang dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyyah. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf /I/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang tersebut. Contoh: : asy-syamsu Kata sandang yang diikuti huruf qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu /I/ ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. 9
Contoh: : al-qamaru e. Hamzah Hamzah ditransliterasikan dengan apostrof jika terletak di tengah dan akhir kata. Bila terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab berupa alif. Contoh: : inna, : ya`khużu, : syai`un, f. Penulisan Kata Pada dasarnya, setiap kata ditulis terpisah, tetapi untuk kata-kata tertentu yang penulisannya dalam huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka transliterasinya dirangkaikan dengan kata lain yang mengikutinya. Contoh: : Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīn atau Wa innallāha lahuwa khairur-rāziqīn 10
g. Huruf Kapital Meskipun dalam sistem tulisan Arab tidak dikenal huruf kapital, tetapi dalam transliterasinya, huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Contoh: : Wa mā Muḥammadun illā rasūl 11
12