BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikologis, yakni antara usia 10-19 tahun yang merupakan suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas (adolescence). Masa remaja adalah periode paralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa (Widyastuti, 2010). Dilihat dari segi kuantitas, jumlah penduduk usia remaja (10-19 tahun) di Indonesia sebesar 22,2% dari total penduduk Indonesia yang terdiri dari 50,9 % laki laki dan 49,1% perempuan (Kurniawan, (2002) dalam Sulaiman, (2009)). Begitu juga dengan jumlah remaja dibanyak negara berkembang tumbuh dengan pesat. Lima tahun terakhir, kelompok remaja merupakan salah satu perhatian utama di bidang kesehatan karena gaya hidup mereka yang unik dan berbeda dengan kelompok umur dari generasi sebelumnya ( Surjadi, (2002) dalam Sulaiman, (2009)). Remaja mempunyai kebutuhan nutrisi yang spesial karena pada saat tersebut terjadi pertumbuhan yang pesat dan terjadi perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan timbulnya pubertas. Perubahan pada masa remaja akan mempengaruhi kebutuhan dalam penggunaan zat gizi. Hal ini disertai dengan pembesaran organ dan jaringan tubuh yang cepat. Perubahan hormon yang menyertai pubertas juga menyebabkan banyak perubahan fisiologis yang mempengaruhi kebutuhan gizi pada remaja (Poltekes Depkes Jakarta I). Faktor status gizi remaja puteri sangat mempengaruhi terjadinya menarche (haid pertama). Beberapa saat sebelum mulai menstruasi, sejumlah wanita biasanya 1
2 mengalami rasa tidak nyaman. Mereka biasanya merasakan satu atau beberapa gejala yang disebut sebagai gabungan dari gejala fisik atau fisiologis yang biasanya terjadi mulai beberapa hari sampai satu minggu sebelum haid dan menghilang setelah haid datang atau istilah populernya adalah Premenstrual Syndrome (Mitayani, 2009). Premenstrual Syndrome ( PMS ) merupakan masalah kesehatan umum yang paling banyak dilaporkan oleh wanita usia reproduktif. Menurut BKKBN (Badan Kesejahteraan Keluarga Berencana Nasional) tahun 2005, Wanita Usia Subur (Wanita usia Reproduktif) adalah wanita yang berumur 18 49 tahun yang berstatus belum kawin, kawin ataupun janda. Terdapat fakta yang mengungkapkan bahwa sebagian remaja mengalami gejala gejala yang sama dan kekuatan Premenstrual Syndrome (PMS) yang sama sebagaimana yang dialami oleh wanita yang lebih tua (Freeman, 2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pelayanan Kesehatan Ramah Remaja (PKRR) di bawah naungan WHO tahun 2005 menyebutkan bahwa permasalahan wanita di Indonesia adalah seputar permasalahan mengenai gangguan menstruasi (38,45%), masalah gizi yang berhubungan dengan anemia (20,3%), gangguan belajar (19,7%), gangguan psikologis (0,7%), serta masalah kegemukan (0,5%) (Setiasih, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Corney dan Stanton tahun 1991 mengatakan bahwa ada perbedaan tingkat prevalensi antara negara Barat dengan negara Asia, seperti Indonesia kejadian PMS sangat rendah antara 23-24% sedangkan negara Barat seperti Inggris dan Yugoslavia lebih tinggi tingkat prevalensinya yaitu 71-73%. Dilaporkan dari negara-negara Barat, gejala-gejala perubahan emosional telah dialami oleh 88% wanita, sementara gejala fisik ada 69% (Wijaya, 2008).
3 Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh American College of Obstetricians and Gynecologist) bahwa sedikitnya 85% dari wanita menstruasi mengalami minimal satu dari gejala Premenstrual Syndrome (PMS) dan umumnya terjadi pada wanita usia 14 50 tahun dengan gejala yang bervariasi dan berubah ubah pada tiap wanita dari bulan ke bulan (Saryono, 2009). Berdasarkan penelitian Setyarini (2010), menemukan adanya hubungan antara status gizi dengan kejadian Premenstrual Syndrome PMS) dengan menggunakan desain penelitian analitik cross sectional dengan menggunakan data primer. Jumlah sampel 186 responden diambil secara ranom sampling. Hasil analisa menggunakan Uji Mann Whitney dengan taraf signifikan α = 0,05. Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa sebagian besar Premenstrual Syndrome (PMS) dialami oleh responden yang mempunyai status gizi kurang dengan nilai p = 0,011. Tingginya masalah Premenstrual Syndrome (PMS) pada remaja akan berdampak pada produktivitasnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Gejala gejala fisik, psikologis dan emosional yang sering dialami atau dilaporkan adalah rasa kembung, pembengkakan dan nyeri payudara, ketegangan, depresi, mood yang berubah-ubah dan perasaan lepas kendali (Glasier, 2006). Penyebab Premenstrual Syndrome belum dapat diketahui secara pasti. Namun ada beberapa teori yang menyebutkan bahwa Premenstrual Syndrome (PMS) disebabkan salah satunya oleh faktor status gizi wanita. Penyebab lain adalah akibat ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesterone, faktor kejiwaan, masalah sosial, dan gangguan fungsi serotonin (Karyadi, 2008). Banyak persoalan yang dihadapi para remaja berkaitan dengan masalah gizi yang sehubungan dengan perkembangan untuk mencapai kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Masalah-masalah gizi dan kesehatan yang dihadapi
4 remaja tersebut saling berkaitan dengan satu sama lain dan diperlukan penanganan yang terpadu dan menyeluruh (Khomsan, 2003). Seorang siswi kadang kala mengalami stress dalam menjalani kegiatan proses pembelajaran yang dapat berpengaruh pada kondisi kesehatannya dan konsentrasi belajarnya (Mulyono, 2002). Faktor stress juga dapat memperberat gangguan Premenstrual Syndrome (Wikipedia, 2009). Disamping itu, kondisi sosial ekonomi yang berbeda antara masing-masing individu dapat mencerminkan keteraturan dan jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari yang pada akhirnya akan menunjukkan asupan zat gizi secara spesifik. Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di SMP Negeri 3 Berastagi tanggal 19 Desember 2011 pada 20 siswi yang sudah menstruasi terdapat 15 siswi (75%) mengalami premenstrual syndrome (PMS) dengan keluhan yang berbeda - beda. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi Premenstrual Syndrome (PMS) non farmakologik yaitu dengan merubah pola nutrisi yang memiliki efek yang bermakna, karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Abraham (2009), dengan penambahan nutrisi tertentu disertai perubahan pola makan 1-2 minggu menjelang menstruasi dapat mengurangi gejala PMS. Nutrisi yang dianjurkan bagi penderita PMS adalah diet rendah lemak dan garam, mengandung protein, vitamin, mineral, Vitamin B, vitamin C, vitamin E, Ca, Mg, dan Zn yang seimbang serta perbanyak makan buah, sayur dan serat tinggi. Dengan perubahan pola makan tersebut sehingga gejala Pre-menstrual syndrome (PMS) bisa berkurang dan tidak perlu lagi obat-obatan.
5 Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Premenstrual Syndrome ( PMS) pada Remaja Puteri di SMP Negeri 3 Berastagi. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah Adakah Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Premenstrual Syndrome (PMS) pada Remaja Puteri di SMP Negeri 3 Berastagi Tahun 2012?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian Premenstrual Syndrome (PMS) pada remaja puteri di SMP Negeri 3 Berastagi Tahun 2012. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui status gizi pada remaja puteri (siswi) di SMP Negeri 3 Berastagi Tahun 2012. b. Untuk mengetahui kejadian Premenstrual Syndrome (PMS) pada remaja puteri (siswi) di SMP Negeri 3 Berastagi Tahun 2012.
6 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Bagi peneliti sendiri, dapat memperdalam pengetahuan tentang status gizi dan kejadian Premenstrual Syndrom ( PMS). b. Bagi institusi pendidikan, sebagai bahan masukan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang PMS terutama dalam hubungannya dengan status gizi. c. Bagi profesi kebidanan, sebagai bahan kajian/informasi dalam mengkaji, menganalisa, mendiagnosa dan memberikan perawatan pada wanita yang mengalami Premenstrual Syndrome (PMS). 2. Manfaat Aplikatif Dapat memberikan masukan bagi para remaja puteri untuk mengatur kebutuhan gizi sehingga dapat meminimalkan gejala-gejala Premenstrual Syndrome (PMS) yang mereka alami.