BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hukum perusahaan sebagai bagian dalam hukum bisnis semakin terasa dibutuhkan lebih-lebih pada awal abad 21 ini dengan prediksi bisnis internasional yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah perdagangan bebas, dengan segala konsekuensinya termasuk tuntutan daya saing yang semakin berat. Bentuk-bentuk badan hukum yang dikenal dalam sistim hukum dagang Indonesia adalah Perseroan Firma (Fa), Perseroan komanditer (CV), dan Perseroan Terbatas (PT). bentuk ini diatur dalam Buku Kesatu Bab III Bagian I Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD). Selain itu, masih ada bentuk badan hukum lainyang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang disebut dengan Maatschap atau persekutuan. 1 Dalam praktek sangat banyak kita jumpai perusahaan berbentuk perusahaan terbatas. Bahkan, berbisnis dengan membentuk pereroan terbatas ini, terutama untuk bisnis yang serius atau bisnis besar, merupakan model berbisnis yang paling lazim dilakukan, sehingga dapat dipastikan bahwa jumlah dari perseroan terbatas di Indonesia jauh melebihi jumlah bentuk bisnis lain. Seperti, Firma, Perusahaan Komanditer, Koperasi, dan lain-lain. Perseroan Terbatas merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, di samping karena pertanggung jawabannya yang bersifat 1 Soejono Dirjdosisworo, Hukum Perusahaaan Mengenai Bentuk-bentuk Perusahaan di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 1997), hal. 47
terbatas, Perseroan Terbatas juga memberikan kemudahan bagi pemilik (pemegang saham) nya untuk mengalihkan perusahaannya (kepada setiap orang) dengan menjual seluruh saham yang dimilikinya pada perusahaan tersebut. 2 Kata perseroan menunjukkan kepada modalnya yang terdiri atas sero (saham). Sedangkan kata terbatas kepada tanggung jawab pemegang saham yang tidak melebihi nilai nominal saham yang diambil bagian dan dimilikinya. Kata perseroan dalam arti umum adalah perusahaan atau organisasi usaha sedangkan Perseroan Terbatas adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang ada dan dikenal dalam sistim hukum dagang indonesia. Kegiatan perseroan harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan atau kesusilaan. Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan tujuan perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Angaran Dasar. Pasal 93 ayat (1) UUPT menyatakan : Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahunsebelum 4 pengangkatannya pernah : 1. dinyatakan pailit; 2. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komissaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau 3. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan. 3 2 Gunawan Wijaya & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Perseroan Terbatas, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2006), hal. 1 3 Lihat Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 4 Lihat Pasal 93 ayat 1 UUPT
Kepengurusan perseroan dilakukan oleh Direksi dan Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan dan bukan kepada perorangan pemegang saham, untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan di dalam maupun di luar pengadilan. Peraturan tentang pembagian tugas dan tanggung jawab setiap anggota Direksi ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan dilakukan oleh Komisaris atas nama RUPS yang dimuat dalam Anggaran Dasar perseroan. 5 Dalam Pasal 97 UUPT menyatakan : 6 1. Direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1) 2. Pengurusan sebagaimana dimaksud ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. 3. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkuta bersalah dan lalai dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagai mana dimaksud pada ayat (2) 4. Dalam hal direksi terdiri atas 2 (dua) anggota direksi atau lebih tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota direksi. 5. Anggota direksi tidak dapat dipertanggung jawabkan atas kergian sebagai mana dimaksud ayat (3) apabila dapat membuktikan : a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan c. Tidak mempunyai beturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. 6. Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota direksi yang karena kesalahannya atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan. 7. Ketentuan sebagaiman dimaksud pada ayat (5) tidak mengurangi hak anggota Direksi lainnya dan/atau anggota Dewan Komisaris untuk mengajukan gugatan atas nama perseroan. 5 Ibid, hal. 45 6 Lihat Pasal 97 UUPT
Doktrin putusan bisnis (Business Judgment Rule) yang merupakan cermin dari kemandirian dan diskresi dari Direksi dalam memberikan putusan bisnisnya merupakan perlindungan bagi Direksi yang beritikad baik dalam menjalankan tugas-tugasnya selaku Direksi. Doktrin Business Judgment Rule berkaitan erat dengan doktrin fiduciary duty, guna mengukur kepercayaan yang diberikan perseroan kepada Direksi berdasarkan prinsip fiduciary duty, maka sebagai organ perseroan yang menjalankan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dengan tujuan perseroan, Direksi tentu dihadapkan dengan risiko bisnis oleh karena itu guna melindungi ketidakmampuan yang disebabkan adanya ketentuan manusia, maka Direksi dilindungi oleh doktrin putusan bisnis Business Judgment Rule. 7 Doktrin putusan bisnis (Business Judgment Rule) ini merupakan suatu doktrin yang mengajarkan bahwa suatu putusan direksi mengenai aktivitas perseroan tidak boleh diganggu gugat oleh siapa pun, meskipun putusan tersebut merugikan perseroan, sepanjang putusan tersebut memenuhi syarat sebagai berikut : 8 1. Putusan sesuai hukum yang berlaku. 2. Dilakukan dengan itikad baik. 3. Dilakukan dengan tujuan yang benar (proper purpose) 4. Putusan tersebut mempunyai dasar-dasar yang rasional (rasional basis) 7 Tri Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas; bank dan persero, (Bogor: Ghalia Indonesia,2005), hlm. 46 8 Munir Fuadi, Doktri-doktrin Modern dalam Corporate Law, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 197
5. Dilakukan dengan kehati-hatian (due care) seperti dilakukan oleh orang yang cukup hati-hati pada posisi yang serupa. 6. Dilakukan dengan cara yang secara layak dipercayainya sebagai yang terbaik bagi perseron. Latar belakang dari berlakunya doktrin putusan bisnis ini adalah karena di antara semua pihak dalam perseroan, sesuai dengan kedudukannya selaku Direksi, maka pihak direksilah yang paling berwenang dan yang paling profesional untuk memutuskan apa yang terbaik dilakukan untuk perseroannya, sementara jika karena putusan bisnis dari Direksi terjadi kerugian bagi perseroan, sampai batasbatas tertentu masih dapat ditoleransi mengingat tidak semua bisnis harus mendapat untung. Dengan perkataan lain, perseroan juga harus menanggung risiko bisnis, termasuk risiko kerugian. B. Perumusan Masalah Sesuai dengan uraian di atas, maka Penulis merumuskan beberapa hal yang akan dibagi dalam tulisan ini yaitu, 1. Bagaiman tugas dan tanggung jawab Direktur PT menurut UU No. 40 Tahun 2007 2. Bagaiman prinsip Business Judment Rule dalam UU No. 40 Tahun 2007 3. Bagaiman tanggung jawab Direktur PT terhadap kepailitan PT terhadap kepailitan PT dikaitkan dengan prisip Business Judgment Rule
C. Tujuan dan Manfaat penulisan 1. Adapun yang dijadikan tujuan dari pembahasan dalam skripsi ini yaitu dapat diuraikan sebagai berikut a. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang tugas dan tanggung jawab direksi dalam perseroan b. Untuk mengetahi tentang doktrin Business Judgment Rule c. Untuk mengetahui tugas dan tanggung jawab Direktur berdasarkan prinsip Business Judgmen Rule 2. Manfaat penulisan a. Secara teoritis Secara teoritis, diharapkan pembahasan terhadap masalah yang akan dibahas akan melahirkan pemahaman baru tentang tugas dan tanggung jawab Direktur terhadap kepailitan PT di kaitkan dengan prinsip Business Judgment Rule. b. Secara praktis Secara praktis, pembahasan dalam skripsi ini dapat menjadi masukan bagi pembaca, khususnya bagi para pelaku bisnis yang memiliki kepentingan terhadap suatu perseroan untuk dapat mengetahui lebih jelas lagi arti pentingnya fungsi direksi dalam menjalankan perseroan sebagai pengurus perseroan, juga sebagai bahan untuk kajian bagi para akedemisi dalam menambah wawasan pengetahuan terutama dalam bidang pengelolaan perusahaan.
D. Keaslian Penulisan Tinjauan Yuridis Tanggung jawab Direktur PT terhadap Kepailitan PT di kaitkan dengan Prinsip Business Judgment Rule, yang diangkat menjadi judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum, kalaupun ada substansi pembahasannya berbeda. Penulisan skripsi ini disusun melalui referensi dari buku-buku, media cetak, majalah, undang-undang, internet dan bantuan dari berbagai pihak. Semua ini merupakan implikasi pengetahuan dalam bentuk tulisan yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah. E. Tinjauan Kepustakaan Penulisan skripsi ini adalah tentang jawab Direktur PT terhadap Kepailitan PT di kaitkan dengan Prinsip Business Judgment Rule berdasarakan UU No. 40 Tahun 2007. Keberadaan Direksi dalam perseroan terbatas ibarat nyawa bagi perseroan. tidak mumgkin suatu perseroan tanpa adanya Direksi. Sebaliknya, tidak mungkin ada Direksi tanpa ada perseroan. Oleh karena itu, keberadaan Direksi bagi perseroan terbatas sangat penting. Sekalipun Perseroan Terbatas sebagai badan hukum, yang mempunyai kekayaan terpisah dengan Direksi, tetapi hal itu hanya berdasarkan fisik hukum, bahwa perseroan terbatas dianggap sebagai subjek hukum, sama seperti manusia. Keberadaan Direksi adalah untuk mengurus perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Dengan demikian, keberadaan Direksi sangat
dibutuhkan oleh perseroan. Keberadaan Direksi diperlukan oleh perusahaan sebagai salah satu pilar utama dalam mengurus perseroan. 9 Direksi diberikan kepercayaan oleh seluruh pemegang saham melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham untuk menjadi organ Perseroan yang akan bekerja untuk kepentingan Perseroan, serta kepentingan seluruh pemegang saham yang mengangkat dan mempercayakan sebagai satu-satunya organ yang mengurus dan mengelola Perseroan. Dalam menjalankan kepengurusan dan perwakilan Perseroan, Direksi harus bertindak secara hati-hati, patut atau sebaik-baiknya sesuai dengan kewenangan yang diberikan dalam anggaran dasar. Seandainya dalam pengurusan dan perwakilan perseroan tersebut Direksi melakukan perbuatan atau tindakan yang melanggar batas kewenangan atau sesuatu ketentuan yang telah ditetapkan dalam anggaran dasar, maka kepadanya dapat dimintai pertanggungjawaban. Direksi dapat dimintai pertanggung jawaban secara pribadi, jika perseroan pailit sebagai akibat dari kesalahan atau kelalaiannya dalam menjalankan kepengurusan dan perwakilan perseroan yang mengakibatkan perseroan jatuh pailit. Dalam perkembangannya penerapan prinsip fiduciary duty telah menimbulkan kekhawatiran yang mendalam bagi para Direksi untuk mengambil keputusan bisnisnya. Dalam dunia bisnis adalah lazim bagi Direksi untuk mengambil sebuah keputusan yang bersifat spekulatif karena ketatnya persaingan usaha. Permasalahan timbul ketika keputusan bisnis yang diambilnya ternyata 9 Try Widiyono, Direksi PT, Keberadaan, tugas, wewenang dan tanggung jawab, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), hal. 41
merugikan perusahaan, padahal dalam mengambil keputusan tersebut, Direksi melakukannya dengan jujur dan itikad yang baik. Untuk melindungi para Direksi yang beritikad baik tersebut maka mucul prinsip Business Judgment Rule yang merupakan salah satu prinsip yang sangat populer untuk menjamin keadilan bagi para Direksi yang mempunyai itikad baik. Penerapan prinsip ini mempunyai misi utama, yaitu untuk mencapai keadilan, khususnya bagi para Direksi sebuah Perseroan dalam mengambil keputusan bisnis. Aturan Business Judgment Rule memberikan kekebalan kepada manajemen dari tanggung jawab perusahaan yang diambil dalam hal kekuasaan perusahaan dan wewenang manajemen dimana terdapat dasar-dasar yang masuk akal untuk mengindikasikan bahwa transaksi tersebut dilakukan dengan kepentingan dan dengan itikad baik. Doktrin putusan Business Judgment Rule ini merupakan suatu doktrin yang mengajarkan bahwa suatu putusan direksi mengenai aktivitas perseroan yang tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun, meskipun putusan tersebut kemudian ternyata salah atau merugikan perseroan. Business Judgment Rule merupakan suatu doktrin yang ditetapkan khusus terhadap kinerja Direksi dalam hal situasi setelah penyelidikan yang wajar terhadap Direktur telah dilakukan, perbuatan-perbuatan Direksi tersebut dilakukan berdasarkan itikad baik. 10 10 Denis J. Block, et al.(ed) The Business Judgment Rule : Fiduciaty duti and Corporate Directur,(united state: PrenticeHall Law & Busine, 1989), hal. 2
F. Metode Penulisan Suatu karya tulis ilmiah haruslah disusun berdasarkan data-data yang benar dan bersifat objektif sehingga dapat diuji kebenarannya. Jenis data yang yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder dimana data diperoleh dari daftar kepustakaan yakni yurisprudensi, buku-buku ilmiah, bahan seminar, undang-undang, majalah dan lain-lain yang ada kaitannya dengan skripsi ini sebagai acuan dalam pembahasan skripsi ini. Untuk itu penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif, dengan pengumpulan data secara studi pustaka (Librari Reserch). Penelitian kepustakan (Librari Reserch) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. G. Sistematika Penulisan Untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya diuraikan secara sistematis dan diperlukan suatu sistematika penulisan yang teratur yang penulis bagi menjadi dalam bab per bab, dimana masing-masing bab ini saling berkaitan satu dengan lainnya. Adapun Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : Bab I : Berisikan pendahuluan yang merupakan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II Merupakan suatu bab yang membahas tentang Tugas dan Tanggung jawab Direktur PT dalam UU No. 40 Tahun 2007 dimana didalamnya diuraikan tantang kewajiban untuk
menyelenggarakan RUPS, kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan, prinsip umum mengenai tugas dan tanggung jawab Direktur, tugas dan tanggung jawab Direktur dalam PT, tugas dan tanggung jawab Direktur kepada perseroan dan pemegang saham perseroan. Bab III Merupakan suatu bab yang membahas tentang prinsip Business Judgment Rule dalam UU No. 40 Tahun 2007 dimana didalamnya diuraikan tentang pengertian, latar belakang yuridis prinsip Business Judgment Rule, tujuan prinsip Business Judgment Rule, kontradiksi Business Judment Rule, Business Judgment Rule menurut hukum Indonesia. BAB IV Merupakan suatu bab yang membahas tentang Tanggung jawab Direktur PT terhadap kepailitan PT dikaitkan dengan prinsip Business Judgment Rule dimana didalamnya diuraikan tentang kepailitan perseroan menurut UU No. 40 Tahun 2007 dan UU No. 37 Tahun 2004, pemberlakuan prinsip Business Judgment Rule terhadap direktur PT, tanggung jawab Direktur PT dikaitkan prinsip Business Judgment Rule. BAB V Berisikan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran yang mungkin berguna bagi perkembangan standart pengelolaan perseroan.