BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan asli daerah di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB 2 LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3. Bagi peneliti selanjutnya, hasil peneletian ini diharapkan bisa menjadi. sumber referensi dalam melakukan peneletian lainnya yang sejenis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Keuangan Daerah dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. "dengan pemerintahan sendiri" sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah"

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

1. Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun Anggaran Anggaran Setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RINCIAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2012 ) PERHATIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

USULAN SCOPING LAPORAN EITI 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PENDAPATAN PER-SKPD SEBELUM DAN SESUDAH P-APBD TA 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pusat menerbitkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BONTANG TAHUN ANGGARAN 2001

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

A. Struktur APBD Kota Surakarta APBD Kota Surakarta Tahun

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

KODE REKENING PENDAPATAN PROVINSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Umum, Dana Bagi Hasil, Pendapatan Asli Daerah, Belanja Daerah, dan flypaper

KODE REKENING PENDAPATAN KABUPATEN/KOTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH

REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI ( APBD 2013 ) PERHATIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Belanja Pemeliharaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perubahan kedua dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah dan masyarakat daerah dalam mengejar kesejahteraan, walau dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2014 )

PEMUTAKHIRAN DATA PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DIREKTORAT PENDAPATAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB III GAMBARAN UMUM DANA PERIMBANGAN

PAJAK NEGARA DAN PAJAK DAERAH

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Halim (2007:96), Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan asli daerah di pisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu: pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, dan lani-lain PAD yang sah. Undang Undang No. 33 tahun 2004 Pasal I menyebutkan: Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumbersumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang asli digali di daerah yang digunakan untuk modal. a. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah Menurut Halim (2007:96) kelompok Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan yaitu: 1. Pajak Daerah Sesuai dengan undang-undang nomor. 28 tahun 2009 jenis pendapatan untuk kabupaten/kota terdiri dari: a) pajak hotel, b) pajak restoran, c) pajak hiburan, d) pajak reklame,

e) pajak penerangan jalan, f) pajak pengambilan bahan galian golongan C, g) pajak parker, 2. Retribusi Daerah Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi. Terkait dengan undang-undang perpajakan nomor 28 tahun 2009 jenis pendapatan retribusi untuk kabupaten /kota meliputi objek pendapatan yang terdiri dari: a) retribusi pelayanan kesehatan, b) retribusi pelayanan persampahan/kebersihan, c) retribusi penggantian biaya cetak KTP, d) retribusi penggantian biaya cetak akte catatan sipil, e) eetribusi pelayanan pelayanan pemakaman, f) retribusi pelayanan pengabuan mayat, g) retribusi pelayanan parker ditepi jalan umum, h) retribusi pelayanan pasar, i) retribusi pengujian kendaraan bermotor, j) retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, k) retribusi penggantian biaya cetak peta, l) retribusi pengujian kapal perikanan, m) retribusi pemakaian kekayaan daerah, n) retribusi jasa usaha pasar grosir atau pertokoan, o) retribusi jasa usahatempat pelelangan, p) retribusi jasa usaha terminal, q) retribusi jasa usaha tempat khsusus parker, r) retribusi jasa usaha tempat penginapan/villa, s) retribusi jasa usaha penyedot kakus, t) retribusi jasa usaha rumah potong hewan, u) retribusi jasa usaha pelayanan pelabuhan kapal, v) retribusi jasa usaha tempat rekreasi dan olahraga, w) retribusi jasa usaha penyebrangan di atas air, x) retribusi jasa usaha pengolahan limbah cair, y) retribusi jasa usaha penjualan produk usaha daerah, z) retribusi izin mendirikan bangunan, aa) retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol, bb) retribusi izin gangguan, cc) retribusi izin trayek.

3. Hasil pengolahan kekayaan milik daerah yang dipisahkan. Hasil pengolahan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup: a) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah (BUMD), b) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik Negara(BUMN), c) bagian laba penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat, 4. Lain-lain PAD yang sah Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah. Rekening ini disediakan untuk mengakuntansikan penerimaan daerah selain yang disebut di atas. Sesuai dengan Mendagri nomor 59 tahun 2007 jeni pendapatan ini meliputi objek pendapatan sebagai berikut : a) hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan secara tunai atau angsuran/cicilan, b) jasa giro, c) pendaptan bunga, d) penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, e) penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan atau pengadaan barang atau jasa oleh daerah, f) penerimaan keuntungan dari selisih dari niali tukar rupiah terhadap mata uang asing, g) pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, h) pendaptan denda pajak, i) pendapatan denda retribusi, j) pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, k) pendaptan dari pengembalian, l) fasilitas social dan fasilitas umum, m) pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, n) pendapatan dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

2.1.2 Dana Perimbangan Dana perimbangan merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Latar belakang lain adanya transfer dari pusat ke daerah antara lain untuk mengatasi ketimpangan fiskal horizontal, serta guna mencapai standar pelayanan untuk masyarakat. Ketimpangan fiskal horizontal muncul akibat tidak seimbangnya kapasitas daerah daerah dengan kebutuhal fiskalnya. Dengan kata lain kemampuan daerah untuk menghasilkan pendapatan asli tidak mampu menutup kebutuhan belanjanya. Dana perimbangan di kelompokan menjadi lima jenis sebagau berikut: 2.1.2.1 Dana Alokasi Umum Dana alokasi umum merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Berkaitan dengan perimbangan keuangan antar pemerintah pusat dan daerah, hal tersebut merupakan konsekuensi adanya penyerahan wewenang pemerintah pusat kepada pemerinth daerah. Dengan demikian, terjadinya transfer yang cukup signifikan di dalam APBN dari pemerintah pusat ke pemrintah daerah, dan pemerintah daerah secara leluasa dapat mengunakan dana ini apakah untuk pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat atau untuk keperluan lain yang penting.

Jumlah keseluruhan Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan dalam APBN, dengan ketentuan sebagai berikut: a. jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari pendapatan dalam negeri neto, b. proporsi DAU anatara provinsi dan kabupaten/kota dihitung dari perbandingan anatara bobot urusan pemerintahan yang menjadi wewenang provinsi dan kabupaten/kota, c. jika penentuan proporsi tersebut belum dapat dihitung secara kuantitatif, proporsi DAU anatara provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan dengan imbangan 10% dan 90%. 2.1.2.2 Dana Alokasi Khusus Dana alokasi khusus merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan pada daerah tertentu untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas nasional. Perhitungan dana alokasi khusus dibagi menjadi dua tahap yaitu: a. penentuan daerah tertentu yang menerima Dana Alokasi Khusus, daerah tersebut harus memenuhi kreteria umum, kriteria khusus dan kriteria teknis, b. penentuan besaran Dana Alokasi Khusus masing-masing daerah, yang ditentukan dengan perhitungan indeksberdasarkan kriteria umum, kriteria khusus dan kriteria teknis.

2.1.2.3 Dana Bagi Hasil 2.1.2.3.1 Dana Bagi Hasil Pajak Dana bagi hasil pajak adalah dana yang bersumber dari pendaptan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan angka persentase tertentu didasarkan atas daerah penghasil untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentalisasi. Pembagian dan mekanisme perhitungan dana bagi hasil pajak yang diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 dan PP Nomor 55 tahun 2005 adalah sebagai berikut: a. DBH Pajak Bumi dan Bangunan Penerimaan Negara dari PBB dibagi dengan imbangan 10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk daerah. DBH PBB untuk daerah tersebut dibagi dengan rincian sebagai berikut: 1) 16,2% untuk provinsi yang bersangkutan, 2) 64,8% untuk kabupaten /kota bersangkutan, 3) 9% untuk biaya pemungutan. Sedangkan bagian pemerintah pusat, yang 10% dari seluruh penerimaan PBB dialokasikan kepada seluruh kabupaten dan kota, dengan rincian sebagai berikut: 1) 6,5% dibagi secara merata kepada seluruh kabupaten/kota, 2) 3,5% dibagikan sebagai intensif kepada kabupaten dan kota yang realisasi penerimaan PBB sektor pedesaan dan perkotaan pada tahun anggaran sebelumnya mencapai/melampui rencana penerimaan yang ditetapkan.

b. DBH Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Penerimaan Negara dari BPHTB dibagi dengan proporsi 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah. DBH BPHTB untuk daerah sebesar 80% tersebut dibagi dengan rincian sebagai berikut: 1) 16% untuk provinsi untuk yang bersangkutan, 2) 64% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan. Bagian pemerintah pusat yang sebesar 20% dibagikan secara merata untuk seluruh kabupaten dan kota. c. DBH Pajak Penghasilan Penerimaan Negara dari PPH wajib pajak orang pribadi dalam negeri (WPOPDN) dan PPh pasal 21 dibagikan kepada daerah sebesar 20% dan sisanya, yaitu sebesar 80% untuk pemerintah pusat. DBH PPh untuk daerah dialokasikan ke provinsi dan kabupaten/kota dengan rincian sebagai berikut: 1) 8% untuk provinsi yang bersangkutan, 2) 12% untuk kabupaten/kota dalam provinsi yang besangkutan dengan rincian 8,4% untuk kabupaten/kota tempat WP terdaftar, dan 3,6% untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan deengan bagian yang sama besar. 2.1.2.3.2 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam berasal dari enam sektor yaitu kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan

pertambangan gas bumi. Pemerintah menetapkan alokasi dana bagi hasil dari sumberdaya alam sesuai dengan penetapan dasar perhitungan dan daerah penghasil. Penetapan daerah penghasil SDA dan dasar perhitungan DBH sumber daya alam dilakukan oleh Menteri Teknis, setelah berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri. Pembagian dan mekanisme perhitungan DBH Sumber Daya Alam adalah sebagai berikut: a. DBH Kehutanan 1) DBH kehutanan dari IIUPH untuk daerah sebesar 80% dibagi dengan rincian yaitu 16% untuk provinsi yang bersangkutan dan 64% untuk kabupaten/kota penghasil. 2) DBH kehutanan dari PSDH untuk daerah sebesar 80% dibagi dengan rincian yaitu 16% untuk provinsi yang bersangkutan, 32% untuk kabupaten/kota pengasil serta 32% dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. 3) DBH kehutanan dari dana reboisasi sebesar 40% dibagi kepada kabupaten/kota penghasil untuk mendanai kegiatan rehabilitasi hutan dan wilayahnya. b. DBH Pertambangan Umum Untuk DBH pertambangan umum, iuran tetap yang berasal dari wilayah kabupaten/kota dibagi dengan rincian 16% untuk provinsi yang bersangkutan dan 64% untuk kabupaten/kota penghasil. Sedangkan iuran eksplorasi dan eksplotasi yang berasal dari wilayah kabupaten/kota dibagi dengan rincian sebagai berikut:

1) 16% untuk provinsi yang bersangkutan 2) 32% untuk kabupaten/kota penghasil 3) 32% dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. c. DBH Pertambangan Minyak Bumi DBH pertambangan minyak bumi sebesar 15,5% berasal dari penerimaan Negara sumber daya alam pertambangan minyak bumi dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan, setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya, dibagi dengan rincian yaitu, 3% dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan, 6% dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil, 6% dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan dan sisanya sebesar 0,5% digunakan untuk menambah anggaran pendidikan dasar. d. DBH Perikanan Dana bagi hasil perikanan berasal dari pungutan perusahaan perikanan. DBH dari perikanan ini sebesar 80% yang dibagikan dengan porsi sama besar untuk seluruh kabupaten/kota. e. DBH Pertambangan Gas Bumi Penerimaan Negara sumber daya alam pertambangan gas bumi dapat berasal dari wilayah kabupaten/kota atau dari wilayah provinsi. Besarnya DBH pertambangan gas bumi adalah 30,5% setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya.

DBH pertambangan gas bumi yang berasal dari wilayah kabupaten/kota dibagi dengan rincian 6% dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan, 12% dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota penghasil, 12% dibagikan secara merata untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan serta 0,5% sisanya digunakan untuk menambah anggaran pendidikan dasar. f. DBH Pertambangan Panas Bumi Dana bagi hasil pertambangan panas bumi berasal dari setoran bagian pemerintah atau iuran tetap dan iuran produksi. Jumlah DBH pertambangan panas bumi untuk daerah adalah sebesar 80% dan dibagi dengan rincian 16% untuk provinsi yang bersangkutan, 32% untuk kabupaten/kota penghasil, serta 32% dibagi dengan porsi yang sama besar kepada seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. 2.1.3 Belanja Modal 2.1.3.1 Definisi Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010, Belanja Modal meliputi anatar lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, perlatan dan asset tak berwujud. Dengan kata lain belanja modal dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu tahun akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang

sifatnya memepertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. 2.1.3.2 Klasifikasi Belanja Modal Menurut Syaiful (2006) belanja modal dapat di kelompokan sebagai berikut : a) Belanja Modal Tanah Belanja modal tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/pemebelian/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai. b) Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai c) Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/ biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai. d) Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/peningkatan pembangunan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai. e) Belanja Modal Fisik Lainnya Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/pembuatan serta perawatan terhadap Fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan kedalam criteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian

barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah. 2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil Pajak, Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam, dan Belanja Modal adalah sebagai berikut berikut: Tabel 2.1 Kajian Penelitian Terdahulu No Peneliti Variabel Peneltian Hasil Peneltian 1 Syafitri (2009) Independen: 1Pertumbuhan Ekonomi 2.Pendapatan Asli Daerah 3.Dana Alokasi Umum Dependen: Belanja Modal Secara parsial Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum berpengaruh signifikan positif terhadap belanja modal sedangkan pertumbuhan ekonomi pengaruh signifikan negatif terhadap belanja modal. Secara simultan pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum, berpengaruh secara signifikan terhadap belanja modal. 2 Rina (2009) Independen : 1. Dana Alokasi Umum 2. Dana Bagi Hasil Pajak 3. Dana Bagi Hasil SDA Secara parsial Dana Alokasi Umum berpengaruh secara signifikan terhadap belanja modal, sedangkan Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam tidak berpengaruh secara signifikan terhadap belanja modal. Secara simultan, Dana Alokasi

3 Alfan (2009) Dependen: Belanja Modal Independen : 1. Dana Bagi Hasil Pajak 2. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Dependen: Belanja Modal Umum, Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam yang merupakan transfer pemerintah pusat berpengaruh signifikan terhadap belanja modal Secara parsial Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam berpengaruh signifikan positif terhadap belanja modal. Secara simultan, Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam berpengaruh signifikan positif terhadap belanja modal. 1. Syafitri Penelitian yang dilakukan oleh Syafitri (2009) yang berjudul Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian asumsi kelasik dan pengujian asumsi hipotesis. Hasil penelitian ini adalah Secara parsial Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum berpengaruh signifikan positif terhadap belanja modal sedangkan pertumbuhan ekonomi pengaruh signifikan negatif terhadap belanja modal. Secara simultan pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum, berpengaruh secara signifikan terhadap belanja modal. 2. Alfan

Penelitian yang dilakukan oleh Alfan (2009) yang berjudul Pengaruh Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam terhadap Belanja Modal pada Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian asumsi kelasik dan pengujian asumsi hipotesis. Hasil penelitian ini adalah Secara parsial Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam berpengaruh signifikan positif terhadap belanja modal. Secara simultan, Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam berpengaruh signifikan positif terhadap belanja modal 3. Rina Penelitian yang dilakukan oleh Rina (2011) yang berjudul Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Perimbangan terhadap Pengalokasian Belanja Modal pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian asumsi kelasik dan pengujian asumsi hipotesis. Hasil penelitian ini adalah Secara parsial Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum berpengaruh signifikan positif terhadap belanja modal sedangkan pertumbuhan ekonomi pengaruh signifikan negatif terhadap belanja modal. Secara simultan pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum, berpengaruh secara signifikan terhadap belanja modal. 1.3 Kerangka Konseptual Penelitian Menurut Erlina (2008 : 38) menyatakan bahwa kerangka teoritis adalah suatumodel yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktorpenting yang

telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Dalam penelitian ini, variabel indepeden adalah Pendapatan Asli Daerah, Dana AlokasiUmum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil, variabel independen adalah Belanja Modal. Kerangka konseptual penelitiandapat dilihat digambar 2.1 dibawah ini. Gambar 2.1 Variabel Independen Variabel Dependen Pendapatan Asli Daerah (X 1 ) H1 Dana Alokasi Umum (X 2 ) Dana Alokasi Khusus (X 3 ) H3 H2 Belanja Modal (Y) Dana Bagi Hasil (X 4 ) H4 H5

Pendapatan daerah yang diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah maupun yang berasal dari Transfer Pemerintah pusat yang berupa dana perimbangan di gunakan oleh pemerintah daerah salah satunya untuk membiayai belanja modal, sehingga setiap kenaikan atas Pendapatan Asli Daerah maupun dana perimbangan yang berupa Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus maupun Dana Bagi hasil maka akan berpengaruh juga terhadap Belanja Modal suatu pemerintahan. Peningkatan pendapatan asli daerah menunjukan kemampuan derah dalam memperoleh dana yang dialokasikan untuk tujuan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Semakin besar kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah maka semakin besar pula kemampuan pemerintah daerah dalam menanggung beban dan membiayai kewajiban belanja daerah. Meningkatnya Pendapatan Asli Daerah sangat membantu dalam belanja pemerintah daerah terutama dalam pembangunan daerah menjadi lebih baik serta membantu pertumbuhan ekonomi daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Fahri (2012) berkaitan dengan sumber pendanaan belanja modal dibiayai dari tiga sumber pendapatan yaitu Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, adapun sumber Pendaan di luar itu, yaitu Dana Bagi Hasil yang hanya digunakan untuk membiayai belanja pegawai serta belanja barang dan jasa yang sifatnya pakai habis.

1.4 Hipotesis Hipotesis adalah proposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris. Proposisi merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal, atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomena-fenomena Berdasarkan rumusan masalah, tujuan, teori, penelitian terdahulu, dan kerangka pemikiran maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : H 1 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap Belanja Modal H 2 :Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Belanja Modal H 3 :Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif terhadap Belanja Modal H 4 :Dana Bagi Hasil berpengaruh positif terhadap Belanja Modal H 5 :Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap Belanja Modal.