BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka Pajak Daerah Pajak daerah merupakan salah satu bagian dari Pendapatan Asli Daerah yang memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai perubahan atas Undang- Undang No. 34 Tahun 2000, dijelaskan bahwa "Pajak daerah adalah iuran wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang sifatnya memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat". Berdasarkan definisi tersebut, pemungutan pajak daerah sepenuhnya menjadi kewajiban dan wewenang pemerintah daerah masing-masing di seluruh Indonesia termasuk di Provinsi Bali. Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, pajak daerah dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu : 1. Pajak Provinsi, jenis pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah ditingkat provinsi, terdiri dari : a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air dengan tarif maksimum 5%, 8

2 b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air dengan tarif maksimum 10%, c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dengan tarif maksimum 5%, d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan Tanah dengan tarif maksimum 20%. 2. Pajak Kabupaten/Kota, jenis pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah ditingkat kabupaten/kota yang terdiri dari : a. Pajak Hotel dengan tarif maksimum 10%, b. Pajak Hiburan dengan tarif maksimum 35%, c. Pajak Restoran dengan tarif maksimum 10%, d. Pajak Reklame dengan tarif maksimum 25%, e. Pajak Penerangan Jalan dengan tarif maksimum 10%, f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C dengan tarif maksimum sebesar 20%, g. Pajak Parkir dengan tarif maksimum 20%. Penetapan tarif pajak daerah untuk daerah tingkat provinsi diatur melalui peraturan pemerintah sehingga berlaku seragam di seluruh Indonesia. Untuk tarif pajak pada tingkat kabupaten kota diatur sesuai dengan peraturan pemerintah daerah masing-masing. 9

3 2.1.2 Retribusi Daerah Retribusi daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah kepada kepentingan perseorangan atau badan sebagaimana yang dijelaskan pula dalam Undang-Undang No. 28 tahun Penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa pemungutan terhadap retribusi daerah akan berdasarkan prestasi dan jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakatnya. Pada Undang-Undang No. 28 tahun 2009 dijelaskan penggolongan jenis retribusi yang terbagi menjadi 3 golongan, yaitu : 1. Retribusi Jasa Umum, merupakan retribusi yang dipungut oleh pemerintah daerah atas pelayanan yang ditujukan untuk kepentingan umum yang terdiri dari : a. Pelayanan Kesehatan, b. Pelayanan Persampahan/Kebersihan, c. Penggantian Biaya cetak KTP dan Akte Catatan Sipil, d. Pelayanan Pemakaman dan Penguburan Mayat, e. Pelayanan Parkir di tepi jalan, f. Pelayanan pasar, g. Pengujian Kendaraan Bermotor, h. Pemeriksaan Alat Pmadaman Kebakaran, i. Penggantian Biaya Cetak Peta, j. Pengujian Kapal Perikanan. 10

4 2. Retribusi Jasa Usaha, merupakan retribusi atas jasa yang diberikan pemerintah daerah dengan memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal dan atas pelayanan pemerintah daerah yang belum disediakan oleh pihak swasta. Jenis retribusi ini antara lain : a. Pemakaian Kekayaan Daerah, b. Pasar Grosir / Pertokoan, c. Tempat Pelelangan, d. Terminal, e. Tempat Khusus parkir, f. Tempat Penginapan / pesanggerahan / villa, g. Penyedotan Kakus, h. Rumah Potong hewan. 3. Retribusi Perizinan Tertentu, retribusi yang dipungut atas pemberian izin kepada perseorangan atau badan tertentu yang terdiri ataas : a. Izin mendirikan bangunan, b. Izin tempat penjualan minuman beralkohol, c. Izin gangguan, d. Izin trayek. 11

5 2.1.3 Kinerja keuangan pemerintah daerah Menurut Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan kinerja sebagai keluaran / hasil dari program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Secara umum, kinerja merupakan prestasi/hasil kerja yang dicapai organisasi dalam kurun waktu tertentu (Bastian, 2006). Dari 2 (dua) pengertian tersebut, kinerja menekankan pada apa yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi suatu pekerjaan dalam proses mengubah input menjadi output. Pengukuran terhadap kinerja dilakukan melalui metode atau alat yang digunakan untuk mencatat dan menilai pencapaian pelaksanaan kegiatan berdasarkan tujuan, sasaran dan strategi. Pandangan pengukuraan kinerja modern selain menilai input dan output juga menilai tingkat fleksibilitas organisasi dalam melayani pelanggan. Pengukuran kinerja pemerintah selayaknya berpandangan pada sistem pengukuran kinerja modern. Alasan dari penyataan ini karena produk dan jasa yang dihasilkan pemerintah pusat maupun daerah ditujukan untuk memenuhi harapan dan keinginan masyarakat. Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa value for money merupakan inti pengukuran kinerja pada organisasi pemerintah. Pengukuran kinerja dengan konsep value for money terdiri dari 3 indikator yaitu: 1. Ekonomi Ekonomi adalah hubungan antara pasar dan masukan (cost of input). Dengan kata lain ekonomi adalah praktik pembelian barang dan jasa 12

6 input dengan kualitas tertentu pada harga terbaik yang dimungkinkan (spending lost). Suatu kegiatan operasional dikatakan ekonomis bila dapat menghilangkan atau mengurangi biaya yang tidak diperlukan (Mardiasmo, 2002). 2. Efisiensi Efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktivitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan. Proses produktivitas dikatakan efisien apabila hasil kerja atau produk dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber daya dan dana seminimal mungkin tanpa mengurangi kualitas hasil. 3. Efektivitas Pengertian efektifitas pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan. Efektifitas merupakan hubungan keluaran (output) dengan sasaran yang harus dicapai. Indikator efektivitas menggambarkan jangkauan akibat dan dampak (outcome). Dari keluaran (output) program dalam mencapai tujuan program. Jadi, semakin besar kontribusi output yang dihasilkan terhadap pencapaian tujuan yang ditetapkan, maka semakin efektif proses kerja suatu organisasi. 13

7 Pengukuran terhadap kinerja keuangan sebagian besar penelitian menggunakan rasio efisiensi yang membandingkan antara input dan output. Rasio efisiensi pada penelitian ini disesuaikan rasio yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali dalam menilai kinerja keuangan pemerintah daerah di Provinsi Bali Opini Audit Pendapat auditor (opini audit) merupakan bagian dari laporan audit yang merupakan informasi utama dari laporan audit. Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 pasal 1 ayat 11 bahwa opini adalah pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Menurut Mulyadi (2002), terdapat 5 (lima) jenis pendapat auditor : 1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified opinion) Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan oleh auditor apabila laporan keuangan sudah menyajikan secara wajar semua hal yang bersifat material sesuai dengan prinsip akunransi berlaku umum di Indonesia. Penerbitan pendapat wajar tanpa pengecualian oleh auditor apabila memenuhi kondisi sebagai berikut : a. Seluruh Laporan Neraca, Laporan Rugi Laba, Laporan Ekuitas dan Laporan arus kas terdapat dalam Laporan Keuangan. b. Dalam melaksanakan tugasnya, seluruh standar umum dapat dipenuhi oleh auditor. 14

8 c. Auditor dapat mengumpulkan bukti yang cukup dan auditor selama melaksanakan tugas atau perikatan dapat memenuhi standar pekerjaan lapangan. d. Laporan akuntansi yang disajikan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. e. Tidak ada keadaan yang mengharuskan auditor untuk menambah paragraph penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit. 2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas (Unqualified opinion with explanatory language) Auditor dapat menambahkan bahasa penjelas atau paragraf penjelas dalam laporan auditnya. Keadaan yang menjadi penyebab auditor perlu menambahkan paragraf penjelas, yaitu : a. Dalam laporan keuangan yang di audit tidak menunjukkan konsistensi penerapan prinsip akuntansi berlaku umum. b. Muncul keraguan besar dari auditor terhadap kelangsungan hidup suatu entitas. c. Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan. d. Penekanan terhadap suatu hal tertentu oleh auditor. 15

9 e. Laporan audit yang melibatkan auditor lain. 3. Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified opinion) Opini audit wajar dengan pengecualian diberikan auditor apabila laporan keuangan telah disajikan oleh klien secara wajar sesuai satandar akuntansi berlaku umum namun terdapat hal-hal yang dikecualikan. Keadaan diberikannya opini wajar dengan pengecualian yaitu : a. Bukti kompeten untuk keperluan audit belum mencukupi serta adanya pembatasan ruang lingkup audit oleh klien. b. Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum yang berdampak material, namun auditor menyimpulkan untuk tidak menyatakan pendapaat tidak wajar. 4. Pendapat tidak wajar (Adverse opinion) Pendapat tidak wajar merupakaan pendapat auditor yang diberikan kepada klien apabila laporan keuangan yang disajikan tidak sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum. 16

10 5. Tidak memberikan pendapat (Disclaimer of opinion) Penolakan pemberian pendapat oleh auditor mencakup 2 kondisi yang menjadi penyebab, yaitu : a. Auditor tidak dapat melaksanakan kegiatan audit yang memadai untuk memungkinkan dalam memberikan pendapat. b. Auditor berada dalam posisi yang memiliki kecendrungan tidak independennya hubungan auditor dengan klien. Lima jenis pendapat auditor tersebut merupakan pendapat yang lumrah diberikan oleh Auditor atas pemeriksaan keuangan pada perusahaan swasta. Pendapat auditor dalam sektor publik yang diberikan atas hasil pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dijelaskan dalam UU No. 15 tahun Terdapat 4 jenis pendapat (opini) yang dapat diberikan yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Wajar (TW) dan Tidak Memberikan Pendapat (TMP). Opini audit terbaik yang mampu diperoleh Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali adalah opini audit wajar tanpa pengecualian (WTP) dan opini audit wajar dengan pengecualian (WDP). 2.2 Penelitian Sebelumnya Ada beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu : 1. Virgasari (2009) yang berjudul hubungan antara opini audit pada laporan keuangan daerah, pendapatan asli daerah (PAD), dan dana alokasi umum 17

11 (DAU) dengan Kinerja keuangan pemerintah daerah. Lokasi penelitian dilakukan pada kabupaten/kota di wilayah Provinsi Jawa Timur. Secara parsial dan simultan hasil pengujian dari penelitian tersebut memberikan kesimpulan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara opini audit pada laporan keuangan daerah, PAD, dan DAU dengan Kinerja keuangan pemerintah daerah yang menggunakan konsep value for money. Penelitian Virgasari memberikan hasil yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Angelina dkk (2013) dengan variabel yang sama namun lokasi yang berbeda yaitu kabupaten/kota di seluruh Pulau Sumatera. Hasil pengujiannya menunjukkan bahwa opini audit berhubungan negatif signifikan terhadap kinerja keuangan, PAD berhubungan positif signifikan terhadap kinerja keuangan, dan DAU berhubungan negatif signifikan dengan kinerja keuangan. Kedua penelitian ini memberikan hasil yang berbeda berkaitan dengan dengan pengaruh opini audit terhadap kinerja keuangan, sehingga pengaruh variabel tersebut layak untuk diuji kembali. 2. Rukmana (2013) pada penelitiannya yang berjudul "pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, dan dana perimbangan terhadap kinerja keuangan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau tahun ". Penelitian Rukmana memberikan hasil bahwa secara parsial pajak daerah dan dana perimbangan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan, sedangkan retribusi daerah tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Terdapat perbedaan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rukmana dengan penelitian 18

12 yang dilakukan oleh Wenny (2012) yang berjudul "analisis pengaruh PAD terhadap kinerja keuangan pada pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan tahun ". Penelitian Wenny menyimpulkan bahwa secara parsial pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil perusahaan dan kekayaan daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan hanya lain-lain pendapatan yang sah yang berpengaruh terhadap Kinerja keuangan pemerintah daerah. Perbedaan yang terjadi dari dua hasil penelitian ini layak untuk diteliti kembali. Maka, dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah pajak daerah, dan retribusi daerah dalam mempengaruhi kinerja keuangan. Pemilihan dua variabel dikarenakan pajak daerah dan retribusi daerah merupakan bagian penerimaan dalam PAD yang paling optimal. 3. Florida (2007) penelitiannya yang berjudul "pengaruh pendapatan asli daerah terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara" menyimpulkan bahwa secara parsial hanya pajak daerah dan retribusi daerah yang dominan mempengaruhi kinerja keuangan pemerintah, sedangkan laba BUMD dan penerimaan lain-lain yang sah tidak dominan berpengaruh terhadap Kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. Secara simultan PAD berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah. Batubara (2009) yang meneliti variabel yang sama menyimpulkan bahwa secara parsial pajak daerah, retribusi daerah, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah 19

13 berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara tahun Hasil perusahaan dan kekayaan daerah yang dipisahkan tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. 4. Julitawati dkk (2012) penelitiannya yang berjudul "pengaruh PAD dan Dana Perimbangan terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Aceh" menyimpulkan bahwa secara simultan dan parsial variabel PAD dan Dana Perimbangan memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan yang menggunakan rasio efisiensi. Dijelaskan lebih lanjut dalam penelitiannya bahwa setiap peningkatan PAD akan diikuti dengan meningkatnya Kinerja keuangan pemerintah daerah, sedangkan peningkatan Dana Perimbangan justru menurunkan Kinerja keuangan pemerintah daerah. Pengaruh negatif Dana Perimbangan diasumsikan bahwa dana perimbangan yang tinggi menunjukkan kemandirian keuangan pemerintah daerah yang tergolong lemah karena harus mendanai pemerintahan melalui bantuan dana dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah lainnya. 5. Sesotyaningtyas (2012) dalam penelitiannya yang berjudul "pengaruh leverage, ukuran legislatif, intergovernmental revenue dan pajak daerah terhadap Kinerja keuangan pemerintah daerah" yang dilakukan pada pemerintah kabupaten/kota di Pulau Jawa. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa secara simultan variabel bebas berpengaruh terhadap kinerja keuangan yang menggunakan rasio efisiensi. Secara parsial hanya 20

14 pajak daerah yang berpengaruh secara signifikan terhadap Kinerja keuangan pemerintah daerah yang menggunakan rasio efisiensi. Dari penjabaran penelitian terdahulu, maka penelitian ini ingin menguji kembali faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Kinerja keuangan pemerintah daerah. Penelitian ini menguji kembali pajak daerah, retribusi daerah dan opini audit BPK dalam mempengaruhi Kinerja keuangan pemerintah daerah di Provinsi Bali tahun Kerangka Penelitian Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Virgasari (2009) dengan tetap menggunakan pokok bahasan tentang Kinerja keuangan pemerintah daerah. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah : 1. Penelitian ini dilakukan pada pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi Bali mulai tahun Variabel bebas dispesifikasi terfokus pada sisi penerimaan pemerintah daerah yaitu pajak daerah dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan potensial penyumbang PAD. 21

15 Gambar berikut ini menunjukkan hubungan pengaruh antar variabel yang ingin dibuktikan dalam penelitian ini. Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Pajak Daerah (X1) Retribusi Daerah (X2) Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Y) Opini Audit BPK (X3) Dari diagram kerangka berpikir diatas, dapat dijelaskan bahwa penelitian ini ingin membuktikan bahwa Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Opini Audit dari BPK memiliki pengaruh langsung pada Kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun Rumusan Hipotesis Hipotesis merupakan dugaan sementara dari pokok permasalahan penelitian yang akan diuji kebenarannya (Sugiyono, 2009). Hipotesis dapat dirumuskan berdasarkan teori yang mendukung model penelitian ataupun dari penelitian-penelitian 22

16 sebelumnya. Berdasarkan penelitian sebelumnya maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Pengaruh Pajak Daerah terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dapat disimpulkan bahwa pajak daerah merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang pemungutannya bersifat memaksa dan harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat. Sumber-sumber penerimaan berupa pajak daerah harus dioptimalkan oleh pemerintah daerah guna meningkatkan kekayaan daerah, sehingga pemerintah daerah mampu menyediakan berbagai sarana dan pelayanan umum kepada masyarakat dengan lebih baik. Wenny (2012) menyatakan bahwa kemampuan pemerintah daerah dalam menghasilkan keuangan daerah harus terus dipacu pertumbuhannya guna menghasilkan kinerja yang lebih baik. Pungutan hasil pajak daerah sebagai salah satu sumber penting PAD akan sangat memperlihatkan kinerja keuangan pemerintah daerah Penelitian yang dilakukan oleh Florida (2007) memperoleh hasil bahwa pajak daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan. Penelitian Rukmana (2013) menunjukkan hasil bahwa pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan daerah, pengaruh tersebut menunjukkan arah pengaruh yang positif. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis. H1 : Pajak Daerah berpengaruh positif terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah. 23

17 2.4.2 Pengaruh Retribusi Daerah terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Siahaan (2005:6) dalam Rukmana (2013) menjelaskan bahwa retribusi daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau perizinan tertentu yang diberikan oleh pemerintah daerah untuk perorangan ataupun badan. Sama halnya dengan pajak daerah, retribusi daerah merupakan salah satu sumber penerimaan dalam PAD. Semua sumber-sumber kekayaan asli daerah harus mampu digali dan dikembangkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan dan pemerintahannya. Semakin optimal pemungautan terhadap retribusi daerah menunjukkan bahwa kemampuan pemerintah daerah dalam menggali sumber PAD semakin baik. Dengan demikian, retribusi daerah akan memberikan berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Sesuai dengan hasil penelitian dari Florida (2007) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari retribusi daerah terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah. Batubara (2009) menyimpulkan hasil yang sejalan dengan penelitian Florida (2007) bahwa pajak daerah berpengaruh signifikan terhadp kinerja keuangn pemerintah daerah. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis. H2 : Retribusi daerah berpengaruh positif terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Pengaruh Opini Audit BPK terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah 24

18 Opini audit dari BPK menjadi salah satu tolak ukur dalam menilai akuntabilitas suatu pemerintah daerah. Laporan keuangan yang berpredikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dan wajar dengan pengecualian (WDP) tidaklah diperoleh dengan mudah, diperlukan komitmen dan motivasi dari semua tingkatan pegawai dalam menyusun laporan keuangan yang mengacu pada standar dan peraturan yang berlaku. Budianto (2012) menyatakan terdapat 4 kriteria untuk memperoleh opini WTP ataupun WDP yaitu kepatuhan terhadap SAP, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, tingkat pengungkapan serta efektifitas pengendalian intern. Diperolehnya predikat opini WTP atau WDP oleh suatu pemerintah daerah menggambarkan bahwa pemerintah daerah telah berkinerja dengan cukup baik. Semakin wajar opini dari BPK yang diperoleh pada tahun (t), seharusnya menjadi motivasi oleh pemerintah daerah untuk mempertahankan ataupun meningkatkan kinerja pada tahun selanjutnya (t+1). Penelitian yang dilakukan oleh Virgasari (2009) menunjukkan bahwa opini audit BPK berhubungan positif terhadap Kinerja keuangan pemerintah daerah di Provinsi Jawa Timur. Penelitian yang dilakukan oleh Indrarti (2011) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara opini audit BPK dengan kinerja keuangan pemerintah daerah. Berdasarkan uraian tersebut dapat diumuskan hipotesis. H3 : Opini audit BPK berpengaruh positif terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah. 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Mardiasmo (2002:132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dan sektor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2008:96) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok PAD dipisahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kinerja Keuangan 1.1 Definisi Kinerja Keuangan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan pajak dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut secara logis dinilai wajar karena jumlah peningkatan pajak berbanding lurus

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pendapatan Asli Daerah 2.1.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belanja Daerah Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kota Bandung merupakan salah satu daerah otonom yang termasuk ke dalam Provinsi Jawa Barat yang tidak lepas dari dampak penerapan otonomi daerah. Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dan berkelanjutan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Mempercepat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pendapatan Asli Daerah II.1.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH A. Pemerintah Daerah 1. Pengertian Pemerintah Daerah Pengaturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia, telah diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah memberikan agenda baru dalam pemerintahan Indonesia terhitung mulai tahun 2001. Manfaat ekonomi diterapkannya otonomi daerah adalah pemerintah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah sebagai wujud nyata dari pelaksanaan otonomi daerah memberikan konsekuensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemerintah Daerah Sistem administrasi keuangan daerah di Indonesia ditandai dengan dua pendekatan, yaitu dekonsentarsi dan desentralisasi. Dekonsentrasi adalah administrasi dan

Lebih terperinci

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com DASAR HUKUM Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Dirubah dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017 DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017 JENIS DATA 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Satuan Data XIX. RINGKASAN APBD I. Pendapatan Daerah - 584244829879

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu landasan yuridis bagi pengembangan Otonomi Daerah di Indonesia adalah lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pengganti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai tujuan pokok. Pencapaian tujuan dalam suatu program kerja tidak saja bergantung pada konsep-konsep

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : 1. 2. 3. 4. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mensyaratkan bentuk dan

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pelaksanaan Otonomi Daerah secara luas, nyata dan bertanggungjawab yang diletakkan pada Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kinerja dan Penilaian Kinerja Dalam Sektor Publik

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kinerja dan Penilaian Kinerja Dalam Sektor Publik BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kinerja dan Penilaian Kinerja Dalam Sektor Publik Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk 19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Pembangunan daerah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang dijalankan selama ini. Keberhasilan akan ditentukan dari bagaimana kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keuangan Daerah 2.1.1. Pengertian Keuangan Daerah Keuangan Daerah atau anggaran daerah merupakan rencana kerja pemerintah daerah dalam bentuk uang (rupiah) dalam satu periode

Lebih terperinci

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat 1 Desentralisasi Politik dan Administrasi Publik harus diikuti dengan desentralisasi Keuangan. Hal ini sering disebut dengan follow money function. Hubungan

Lebih terperinci

Kata Kunci : Opini Audit pada Laporan Keuangan Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Kinerja Keuangan Daerah.

Kata Kunci : Opini Audit pada Laporan Keuangan Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Kinerja Keuangan Daerah. HUBUNGAN ANTARA OPINI AUDIT ATAS LAPORAN KEUANGAN DAERAH, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) DENGAN KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA Novita Angelina, Irsutami Jurusan Akuntansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia mempunyai tujuan akhir menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada awal

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada awal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Terjadinya gejolak sosial pada tahun 1999 memunculkan lahirnya kebijakan otonomi daerah di Indonesia. Gejolak sosial tersebut didahului dengan adanya krisis

Lebih terperinci

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH www.clipartbest.com I. PENDAHULUAN Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan keuangan daerah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan keuangan daerah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah mengharuskan setiap daerah untuk mengelola segala urusan daerah secara mandiri. Begitupula dengan urusan yang berkaitan dengan keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Reformasi manajemen keuangan negara di Indonesia diawali lahirnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Reformasi manajemen keuangan negara di Indonesia diawali lahirnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Reformasi manajemen keuangan negara di Indonesia diawali lahirnya paket peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara. Lahirnya regulasi ini sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam undang-undang ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 71 Tahun 2010

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 71 Tahun 2010 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) pendapatan Asli

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DI KOTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumber Penerimaan Daerah Salah satu kemampuan yang dituntut terhadap daerah adalah kemampuan daerah tersebut untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (self supporting)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari 19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari Pembangunan

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 3.1. PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 33 Tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kondisi perekonomian dan menuntut pemerintah agar mampu melaksanakan reformasi di segala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik (good governance), Pemerintah Daerah terus melakukan upaya untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas

Lebih terperinci

BAB III RETRIBUSI DAERAH. Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34

BAB III RETRIBUSI DAERAH. Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34 29 BAB III RETRIBUSI DAERAH A. Konsep Pemungutan Retribusi Daerah Pemungutan retribusi daerah yang saat ini didasarkan pada Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun

Lebih terperinci

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN 2006 1) dan Pendapatan Dalam tahun anggaran 2006, Pendapatan Daerah ditargetkan sebesar Rp.1.028.046.460.462,34 dan dapat direalisasikan sebesar Rp.1.049.104.846.377,00

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemerintah Daerah Di masa orde baru pengaturan pemerintahan daerah ditetapkan dengan Undang-Undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, tapi belum memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era otonomi daerah yang secara resmi mulai diberlakukan di Indonesia, sejak tanggal 1 Januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi dalam mencari sumber penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa melalui otonomi daerah, pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah menantang pemerintah daerah untuk. mewujudkan pemerintah yang akuntabilitas dan transparan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah menantang pemerintah daerah untuk. mewujudkan pemerintah yang akuntabilitas dan transparan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah menantang pemerintah daerah untuk mewujudkan pemerintah yang akuntabilitas dan transparan. Pemerintah daerah diwajibkan menerbitkan laporan

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

ketentuan perundang-undangan.

ketentuan perundang-undangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belanja Daerah Belanja menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2015 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Pernyataan Nomor 2 adalah: Semua pengeluaran dari Rekening kas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara, dimana kawasan daerahnya terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem sentralisasi menjadi desentralisasi. Bentuk pelaksanaan desentralisasi ditandai dengan diberlakukannya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sumber Penerimaan Daerah Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya. Menurut Adam Smith peranan pemerintah dapat diklasifikasikan dalam :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa orde baru, pembangunan yang merata di Indonesia sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa orde baru, pembangunan yang merata di Indonesia sulit untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa orde baru, pembangunan yang merata di Indonesia sulit untuk direalisasikan. Pemerintah pusat dalam menjalankan kewenangan dan tanggung jawabnya cenderung

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; BERITA DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2004, dan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 mewajibkan pemerintah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2004, dan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 mewajibkan pemerintah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tanggal 9 Desember 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang merupakan peraturan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis pajak, tata cara pemungutan pajak dan seterusnya yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Akuntansi Sektor Publik Dalam waktu yang relatif singkat Akuntansi Sektor Publik di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Saat ini terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sumbersumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah yang sesuai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rerangka Teori Dan Penurunan Hipotesis 1. Rerangka Teori a. Teori Keagenan Teori keagenan merupakan sebuah teori yang menjelaskan hubungan perjanjian antara satu orang atau lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan

Lebih terperinci

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH KEPADA DESA DI KABUPATEN DEMAK DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Terminologi Retribusi Daerah. Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Terminologi Retribusi Daerah. Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep dan Definisi Retribusi Daerah 1. Terminologi Retribusi Daerah Pemungutan retribusi daerah yang saat ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan

Lebih terperinci

Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kabupaten Jember

Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kabupaten Jember Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kabupaten Jember Khoirul Ifa STIE Widya Gama Lumajang khoirul_ifa@yahoo.co.id Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PENJABARAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2015 Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 9 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH RETRIBUSI DAERAH HAPOSAN SIMANJUNTAK,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM I. PENJELASAN UMUM Undang-Undang Dasar 1945 memiliki semangat pemberlakuan asas desentralisasi dan otonomi

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2016 PENJABARAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2016 PENJABARAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH SALINAN BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENJABARAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2016 BUPATI KUDUS, Menimbang melalui :

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pengawasan intern pemerintah merupakan fungsi manajemen yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui apakah suatu instansi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kinerja Dalam Organisasi Sektor Publik

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kinerja Dalam Organisasi Sektor Publik BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kinerja Dalam Organisasi Sektor Publik Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Kabupaten Bekasi merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BONTANG TAHUN ANGGARAN 2001

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BONTANG TAHUN ANGGARAN 2001 PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 21 TENTANG PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BONTANG TAHUN ANGGARAN 21 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ketentuan umum pasal 1 Undang-Undang No.32 tahun 2004 menyatakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ketentuan umum pasal 1 Undang-Undang No.32 tahun 2004 menyatakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Teori Otonomi Daerah a. Pengertian otonomi daerah Ketentuan umum pasal 1 Undang-Undang No.32 tahun 2004 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan nasional merupakan kegiatan yang berlangsung terus-menerus dalam pembangunan nasional. Tujuan pembangunan nasional adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung. 8 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Pengertian Pajak Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Bab ini akan menguraikan pengertian pendapatan asli daerah (PAD), dana alokasi umum (DAU) dan fiscal stress terhadap Kinerja Keuangan. Menjabarkan teori yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dana yang sangat potensial yang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dana yang sangat potensial yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dana yang sangat potensial yang digunakan oleh pemerintah sebagai sumber pembiayaan dalam menyelenggarakan roda pemerintahan.

Lebih terperinci

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih, APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Wilayah Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya merupakan peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu, mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan

Lebih terperinci

Subbag Hukum BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan

Subbag Hukum BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan PENGATURAN MENGENAI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH SEBAGAIMANA DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH www.kaltimpost.co.id I. PENDAHULUAN Dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki tujuan pembangunan nasional yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Pembangunan daerah termasuk ke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Belanja Daerah Menurut PSAP No.2, Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Upaya Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Penajam Paser Utara. Ditetapkannya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 34 BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan rangkaian siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang pelaksanaannya dimulai dari perencanaan,

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENJABARAN TARGET APBD INDUK DAN PENETAPAN PENCAPAIAN TARGET PENERIMAAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PER TRIWULAN TAHUN ANGGARAN 2012

Lebih terperinci