AKIBAT PELANGGARAN OLEH NOTARIS TERHADAP PEMBUATAN AKTA NOTARIIL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 2

BAB II. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari

JURNAL. Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Tesis. Oleh : Yeni Rahman NIM

BAB I PENDAHULUAN. jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan jasa notaris, telah dibentuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEJABAT NOTARIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN AKTA AUTENTIK

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

Kekuatan Pembuktian Akta Notaris yang Mengandung Kesalahan dalam Penulisan Komparisi Abstract: Abstrak: Al-Qānūn, Vol. 20, No.

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Barrori Mirza I 1 BARRORI MIRZA ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang

BAB I PENDAHULUAN. profesional yang tergabung dalam komunitas tersebut menanggung amanah. yang berat atas kepercayaan yang diembankan kepadanya.

Oleh I Made Erwan Kemara A.A.Gede Agung Dharma Kusuma I Ketut Westra Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH PUTUSAN MK NO. 49/PUU-X/2012. Dinny Fauzan, Yunanto, Triyono. Perdata Agraria ABSTRAK

BAB IV PENUTUP. ditarik kesimpulan sebagai berikut bahwa: a. Pertimbangan Hukum Hakim terhadap Tanggung Jawab Notaris/PPAT

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

RISALAH LELANG SEBAGAI AKTA OTENTIK PENGGANTI AKTA JUAL BELI DALAM LELANG

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

Jurnal Independent Vol 2 No P a g e. Oleh : Bambang Eko Muljono, SH, S.pN, M.Hum, MMA

PERANAN DAN FUNGSI MAJELIS PENGAWAS WILAYAH TERHADAP PELAKSANAAN TUGAS JABATAN NOTARIS RUSLAN / D

Tanggung Jawab Notaris/PPAT terhadap Akta yang Dibatalkan oleh Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. otentik, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata yaitu:

RELEVANSI DAN KEKUATAN HUKUM AKTA PERDAMAIAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA DI BIDANG EKONOMI

BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

DAFTAR PUSTAKA. Adjie, Habib, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Bandung: Refika Aditama, 2011.

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Fernando Kobis 2

PENGAMBILAN FOTO COPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan lainnya, yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB I PENDAHULUAN. jabatannya, Notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

URGENSI PENETAPAN LIMITASI WAKTU PEMERIKSAAN KESESUAIAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DI KANTOR PERTANAHAN SEBELUM PEMBUATAN AKTA OLEH PPAT

BAB II BATASAN PELANGGARAN YANG DILAKUKAN NOTARIS DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS DAN KODE ETIK NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. tanah, padahal luas wilayah negara adalah tetap atau terbatas 1.

A.Latar Belakang Masalah

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH BERAKHIR MASA JABATANNYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 2004 JO UNDANG-UNDANG NO

Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN AKTA OTENTIK YANG DILAKUKAN OLEH NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Negara Indonesia adalah negara hukum. Semua Warga Negara

BAB I PENDAHULUAN. unsur yang diatur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 1. Dibuat dalam bentuk ketentuan Undang-Undang;

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP PENYIMPANAN MINUTA AKTA SEBAGAI BAGIAN DARI PROTOKOL NOTARIS

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk

SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF. (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN.

TANGGUNGJAWAB WERDA NOTARIS TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA HERIANTO SINAGA

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB I PENDAHULUAN. hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan

Transkripsi:

Jurnal Cakrawala Hukum, Vol.7, No.2 Desember 2016, hlm. 206 215 E-mail:jurnalcakrawalahukum@unmer.ac.id Website: http://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jch ISSN (Cetak): 2356-4962 ISSN (Online): 2598-6538 AKIBAT PELANGGARAN OLEH NOTARIS TERHADAP PEMBUATAN AKTA NOTARIIL Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang lorikacahayaintan@gmail.com ABSTRACT The problem that will be discussed in this research is whether the deed made before the notary is legally valid, in case of violation of Article 16 Paragraph (1) Letter (a) of Notary Position Law, how the Notary s responsibility to the deed already issued by a notary if it does not implement Article 16 Paragraph (1) Subparagraph (a) of the Notary Position Law. The research method used is normative. Based on the result of research in the validity of the deed made before the notary in case of violation of Article 16 Paragraph (1) Subparagraph (a) of Law on Notary Position, as the case of transition or sale and purchase of building on Malang City Government land. Found a deed made before a notary, and has been issued by a notary, in case of violation of Article 16 Paragraph (1) Letter (a) Law on the position of Notary, legally valid. Sanctions only affect the legal subject of a Notary pursuant to Article 16 paragraph (11) that is subject to sanctions in the form of written warning, suspension, dismissal with respect; or dismissal with disrespect. Keywords: Notary, Responsibility, Authentic Deed. ABSTRAK Permasalahan yang akan menjadi pembahasan pada penelitian ini yaitu apakah akta yang dibuat di hadapan notaris sah secara hukum, jika terjadi pelanggaran terhadap Pasal 16 Ayat (1) Huruf (a) Undang-Undang Jabatan Notaris, bagaimana tanggung jawab Notaris terhadap akta yang sudah dikeluarkan notaris jika tidak melaksanakan Pasal 16 Ayat (1) Huruf (a) Undang-Undang Jabatan Notaris. Metode penelitian yang digunakan yaitu normatif. Berdasarkan hasil penelitian dalam keabsahan akta yang dibuat di hadapan notaris jika terjadi pelanggaran terhadap Pasal 16 Ayat (1) Huruf (a) Undang-Undang tentang Jabatan Notaris, sebagaimana kasus peralihan atau jual beli bangunan di atas tanah Pemerintah Kota Malang. Ditemukan akta yang dibuat di hadapan notaris, dan sudah dikeluarkan oleh notaris, jika terjadi pelanggaran terhadap Pasal 16 Ayat (1) Huruf (a) Undang-Undang tentang jabatan Notaris, sah secara hukum. Sanksi hanya berpengaruh pada subjek hukum seorang Notaris sesuai pada ketentuan pasal 16 ayat (11) yaitu dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat; atau pemberhentian dengan tidak hormat. Kata Kunci: Notaris, Tanggung jawab, Akta Otentik. 206

Akibat Pelanggaran oleh Notaris terhadap Pembuatan Akta Notariil Lembaga Kenotariatan adalah salah satu lembaga kemasyarakatan yang ada di Indonesia, lembaga ini timbul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia yang menginginkan pembuktian dalam melakukan hubungan hukum di bidang keperdataan yang terjadi di antara mereka (G.H.S. Lumban Tobing, 1999, 2). Pemberian kualifikasi notaris sebagai Pejabat Umum berkaitan dengan kewajiban seorang notaris untuk melaksanakan sebagaimana yang termuat dalam Pasal 16 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Bertindak jujur artinya, seorang notaris diwajibkan oleh undang-undang dalam melakukan profesinya yaitu harus jujur dalam menuangkan isi akta, menyampaikan apa adanya kepada para pihak dalam melakukan perbuatan hukum, selanjutnya yaitu saksama, artinya, sebelum membuat akta yang diminta oleh para pihak terlebih dahulu seorang notaris harus memastikan para pihak benar-benar sesuai dengan identitas yang ditunjukkan dan jangan sampai salah dalam memasukkan data dalam akta, seorang notaris dalam mejalankan profesinya mandiri dan tidak tergantung dengan instansi lain, dan tidak berpihak kepada pihak tertentu. Pasal 16 Ayat (1) Huruf (a) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang tentang Jabatan Notaris (UUJN), jika tidak melaksanakan pasal tersebut akan berakibat terhadap kesempurnaan akta tersebut. Substansi Pasal 16 Ayat (1) Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris berkaitan dengan keterangan dari pihak pembeli bangunan di atas tanah Pemerintah Kota Malang dengan menggunakan jasa notaris di Kota Malang, menjelaskan bahwa terdapat suatu kejanggalan terhadap akta yang dibuatnya, fakta dilapangan dengan apa yang dituangkan dalam akta, sehingga pernyataan atau keterangan para pihak tersebut oleh Notaris dituangkan dalam akta Notaris. Realitas hukum yang terjadi tersebut menjadi suatu pelajaran tentang kedudukan atau posisi notaris dalam menjadi pejabat umum untuk menuangkan kesepakatan dalam sebuah akta. Berkaitan dengan penjelasan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, bahwa karena tindakan ketidakjujuran seorang notaris dalam melaksanakan tugasnya yaitu berakibat fatal terhadap produk hukum yang dibuatnya, yaitu seperti yang tercantum dalam Pasal 16 Ayat (1) Huruf (a) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Peralihan atau jual beli bangunan yang berdiri di atas tanah Pemerintah Kota Malang berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Perumahan Kota Malang Nomor: 030.2/135/35.73/305/ 2011, yaitu tentang ijin pemakaian tempat-tempat tertentu yang dikuasai oleh Pemerintah Kota Malang tertanggal 11-08-2011, yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Perumahan Kota Malang, dari pihak satu kepada pihak lain yang dikuatkan dengan adanya akta jual beli bangunan dengan Notaris A, Pemerintah Kota Malang yang dikelola oleh Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) tidak bisa berbuat apa-apa mengenai status jual beli yang dilakukan pihak sebelumnya. Proses peralihan yang tercantum dalam akta jual beli bangunan di atas tanah Pemerintah Kota Malang tidak terdaftar di kantor Badan Pengelola Asset Daerah (BPAD) setempat, yaitu selaku pengelola asset daerah, sehingga pihak pembeli sampai saat ini tidak mendapatkan kepastian hukum selaku pemilik baru berdasarkan AJB tersebut. Indikasi Penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh notaris dalam melakukan dan membantu proses peralihan hak sewa atas tanah kepada pihak pembeli mengakibatkan ketidakpastian kepada para pihak. Hal ini dibuktikan dengan tidak terdaftarnya pemilik (Pembeli) sebagai pemilik hak sewa atas tanah tersebut di atas tanah Pemerintah Kota Malang. Pokok permasalahan yang akan menjadi pembahasan pada penelitian ini yaitu apakah akta yang dibuat di hadapan nota- 207

Jurnal Cakrawala Hukum Vol.7, No.2 Desember 2016: 206 215 ris sah secara hukum, jika terjadi pelanggaran terhadap Pasal 16 Ayat (1) Huruf (a) Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Tanggung jawab Notaris terhadap akta yang sudah dikeluarkan notaris jika tidak melaksanakan Pasal 16 Ayat (1) Huruf (a) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Pembahasan Proses peralihan yang tercantum dalam akta jual beli bangunan di atas tanah Pemerintah Kota Malang tidak terdaftar di kantor Badan Pengelola Asset Daerah (BPAD) setempat, oleh karena itu pihak pembeli sampai saat ini tidak mendapatkan kepastian hukum selaku pemilik baru berdasarkan AJB tersebut. Berdasarkan keterangan pihak pembeli, bahwa di saat proses peralihan hak bangunan dari pihak pertama kepada pihak kedua, Notaris tidak membacakan isi akta jual beli tersebut kepada pembeli, akhirnya isi akta tidak sama dengan fakta dilapangan. Keabsahan Akta yang dibuat di Hadapan Notaris jika terjadi pelanggaran terhadap Pasal 16 Ayat (1) Huruf (a) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. G.H.S. Lumban Tobing, dalam bukunya yang berjudul Peraturan Jabatan Notaris menyebutkan bahwa lembaga kemasyarakatan yang dikenal sebagai notaris ini timbul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia, yang menghendaki adanya alat bukti baginya mengenai hubungan hukum keperdataan yang ada dan/ atau terjadi diantara mereka, suatu lembaga dengan pengabdiannya yang ditugaskan oleh kekuasaan umum (openbaar gezag) untuk dimana dan apabila undangundang mengharuskan sedemikian atau dikehendaki oleh masyarakat, membuat alat bukti tertulis yang mempunyai kekuatan otentik. Pasal 1338 KUHPerdata adalah pilar utama asas kebebasan berkontrak, artinya bebas tidak dalam arti sebenarnya, tapi bebas ada pembatasan atau perkecualian. Menurut pendapat umum yang di anut pada setiap akta otentik demikian juga pada akta notaris mempunyai 3 (tiga) kekuatan pembuktian yaitu (G.H.S. Lumban Tobing, 1999, 55-59): Kekuatan pembuktian lahiriah (Uitwendige bewijs kracht) akta otentik merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahan sebagai akta otentik acta publica probant sesse ipsa jika dilihat dari luar atau lahirnya sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik maka akta tersebut berlaku sebagai akta otentik sampai terbukti sebaliknya artinya sampai ada yang membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah (Sudikno Mertokusumo, 1999, 123). Nilai pembuktian akta notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat apa adanya, secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan dengan alat bukti yang lain. Jika ada yang menilai bahwa suatu akta notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta otentik, maka yang bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan akta otentik. Kekuatan pembuktian formil (Formale Bewijskracht) akta notaris harus memberikan kepastian bahwa suatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuktian akta. Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul atau waktu menghadap. identitas dari para pihak menghadap comparanten, paraf dan tanda tangan para pihak yang penghadap, saksi dan Notaris, demikian juga tempat dimana akta itu dibuat, serta akta pejabat/ berita penghadap pada akta pihak. Berdasarkan teori kepastian hukum, kepastian hukum mengharuskan dilahirkannya kaedah-kaedah yang berlaku secara umum agar ter- 208

Akibat Pelanggaran oleh Notaris terhadap Pembuatan Akta Notariil cipta suasana yang aman dan tentram dalam masyarakat. Apabila aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus dibuktikan oleh formalitas dari akta, yaitu harus dapat membuktikan ketidakbenaran mereka yang menghadap, pembuktian ketidakbenaran tempat dimana akta itu dibuat, pembuktian ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan dan didengar oleh Notaris, dan juga harus dapat membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau ketidakbenaran para pihak yang diberikan atau disampaikan di hadapan notaris, dan ketidakbenaran tanda tangan para pihak, saksi dan Notaris atau ada prosedur pembuatan akta yang tidak dilakukan. Dengan kata lain pihak yang mempermasalahkan akta tersebut harus melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta Notaris. Jika tidak mampu membuktikan ketidakbenaran tersebut, maka akta tersebut harus diterima oleh siapapun. Pengingkaran atau penyangkalan harus dilakukan dengan suatu gugatan kepengadilan umum. Penggungat harus dapat membuktikan bahwa ada aspek formal yang dilanggar atau tidak sesuai dalam akta yang bersangkutan misalnya bahwa yang bersangkutan tidak pernah merasa menghadap Notaris pada hari, tanggal, bulan tahun, dan pukul yang tersebut dalam awal akta atau merasa tanda tangan dirinya, demikian juga tempat dimana akta itu dibuat tidak sama dalam penutup akta. Kekuatan pembuktian material (Materiele bewijskracht) merupakan kepastian tentang materi suatu akta, karena apa yang tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihakpihak yang membuat akta atau mereka yang mendapatkan hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya, keterangan atau pernyataan yang dituangkan/ dimuat dalam akta pejabat atau akta berita acara atau keterangan para pihak yang disampaikan di hadapan Notaris dan para pihak harus dinilai benar berkata yang kemudian dituangkan dalam akta. Ketiga aspek di atas merupakan kesempurnaan Akta Notaris sebagai akta otentik dan siapapun terikat oleh akta tersebut. Jika dapat dibuktikan dalam suatu persidangan pengadilan, bahwa ada salah satu aspek tersebut tidak benar, maka akta bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian akta di bawah tangan atau akta tersebut didegradasikan dalam kekuatan pembuktiannya sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Keabsahan Akta Analisis terhadap keabsahan Akta yang dibuat di hadapan Notaris jika terjadi pelanggaran terhadap Pasal 16 Ayat (1) Huruf (l) Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), ditegaskan bahwa; Dalam menjalankan jabatannya Notaris berkewajiban membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit dua orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris. Apabila syarat formal dalam pembuatan akta tidak dipenuhi, maka akta yang dibuat oleh Notaris hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Suatu aspek materiil ataupun formil dalam sebuah akta sangat penting untuk mengukur terhadap keabsahan akta tersebut, sehingga advice yang diberikan oleh seorang Notaris bisa menjamin terhadap perjanjian yang dilakukan oleh para pihak. Hal ini secara normatif mengkaitkan dengan teori kepastian hukum sebagaimana yang dikutip dalam pendapat Peter Mahmud Marzuki, bahwa teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu: Pertama, adanya aturan jelas yang memberikan pemahaman kepada seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu. Artinya dalam hal ini suatu degradasi sebuah Akta yang dibuat oleh Notaris sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 16 Ayat (1) Huruf l dan Ayat 209

Jurnal Cakrawala Hukum Vol.7, No.2 Desember 2016: 206 215 (7) Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris tidak terpenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Namun dalam pasal tersebut tidak dijelaskan mengenai degradasi Akta Notaris jika tidak melaksanakan Pasal 16 Ayat (1) Huruf (a) UUJN. Padahal dalam pasal tersebut seorang Notaris wajib bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum; Kedua, dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum, setiap warga negara dapat mengetahui apa saja beban tanggung jawab yang dapat dijatuhkan oleh Negara kepadanya dan untuk membebaskan setiap warga negara dari kesewenang-wenangan negara dalam menjatuhkan hukuman. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan Hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan (Marzuki, 2008, 158). Notaris dalam hal ini diberi wewenang untuk menuangkan semua perbuatan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undangundang lainnya. Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 16 Ayat (1) Huruf (a) UUJN, bahwa jika seorang Notaris tidak melaksanakan pasal tersebut di atas maka dapat dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian dengan tidak hormat. Degradasi Bukti dan Batalnya Akta Notaris Mengenai faktor-faktor penyebab terdegradasinya Akta Notaris sebagai alat bukti yang kuat dan terpenuh, serta batalnya akta Notaris, pada dasarnya dapat disebabkan oleh beberapa hal. Salah satu diantaranya diatur dalam ketentuan pasal 1868 KUHPerdata yang dirumuskan; Akta otentik adalah akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh dan dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat dimana akta itu dibuat. Pasal ini hanya merumuskan arti kata otentik dan tidak menyebutkan siapa pejabat umum itu, bagaimana bentuk aktanya dan kapan pejabat umum itu berwenang, secara implicit pasal 1868 KUHPerdata menghendaki adanya undangundang yang mengatur tentang pejabat umum dan bentuk aktanya. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris merupakan satusatunya Undang-Undang organik yang mengatur Notaris sebagai pejabat umum dan bentuk akta Notaris. Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta a. Tanggungjawab Notaris Terhadap Gugatan Perdata Apabila mengacu pada konsep liability dan responsibility di atas, dilihat dari cakupan maknanya berarti keduanya memiliki perbedaan. Istilah liability berarti suatu keadaan untuk melaksanakan kewajiban hukum tertentu. Sedangkan istilah responsibility memiliki makna yang lebih luas, karena tidak hanya berupa kewajiban (obligation) untuk merespon atau memenuhi atas apa yang pernah dilakukan terkait dengan keputusan, keahlian, dan kemampuan seseorang, tetapi juga kewajiban untuk memulihkan (restitution) atau membayar ganti rugi terhadap kerugian yang disebabkan oleh tindakan yang pernah dilakukan. Ini berarti bahwa istilah responsibility mencakup tidak hanya kewajiban untuk memenuhi atau memikul tanggung jawab hukum tetapi juga tanggung jawab moral terkait dengan tindakan, keputusan, keahlian (profesi) tertentu yang sedang dilakukan. Dengan demikian, berarti istilah tang- 210

Akibat Pelanggaran oleh Notaris terhadap Pembuatan Akta Notariil gung jawab baik dalam arti liability dan responsibility tidak bisa dilepaskan dari makna kewajiban (obligation). Hakikatnya tugas dan kewenangan notaris adalah mengkonstantir keinginan atau kehendak yang diterangkan oleh penghadap kedalam sebuah akta otentik dengan mendasarkan pembuatannya pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 702 K/Sip/1973 tertanggal 5 September 1973 yang berbunyi: Notaris fungsinya hanya mencatatkan/ menuliskan apa-apa yang dikehendaki dan dikemukan oleh para pihak yang menghadap notaris tersebut. Tidak ada kewajiban bagi notaris untuk menyelidiki secara materil apaapa (hal-hal) yang dikemukakan oleh penghadap dihadapan notaris tersebut. Berkaitan dengan gugatan perdata yang ada hubungannya dengan akta otentik yang telah dibuat oleh dan/ di hadapan notaris, terdapat dua kemungkinan kedudukan notaris dalam gugatan perdata tersebut, yang diantaranya (Habib Adjie, 2009, 21): 1. Notaris dipanggil dalam kapasitasnya sebagai saksi di pengadilan terkait dengan akta yang telah dibuat dihadapan atau oleh dirinya yang dijadikan sebagai alat bukti dalam perkara perdata. 2. Notaris dipanggil dalam kapasitasnya sebagai tergugat yang dilayangkan di pengadilan terkait akta otentik yang dibuatnya karena dianggap telah merugikan pihak penggugat. Pembuktian perdata, suatu akta otentik yang dibuat dihadapan atau oleh notaris merupakan alat bukti yang sempurna bagi pihak yang berkepentingan. Hal terjadinya penyangkalan bahwa pihak yang menyangkalnya harus bisa membuktikan ketidakbenaran akta tersebut mengenai kepastian: 1. Hari, tanggal, bulan dan tahun penghadap. 2. Waktu (pukul) menghadap. 3. Tanda tangan yang tercantum dalam minuta akta. 4. Merasa tidak pernah menghadap. 5. Akta tidak ditanda tangani dihadapan notaris. 6. Akta tidak dibacakan. 7. Alasan lain berdasarkan formalitas akta. Penyangkalan terhadap hal-hal yang disebut di atas dapat dilakukan dengan cara mengajukan gugatan ke pengadilan negeri oleh pihak yang mempermasalahkan keotentikan akta notaris tersebut. Jika gugatan mengenai ketidakbenaran akta yang dibuat notaris itu tidak terbukti di muka persidangan, maka akta notaris tersebut tetap berlaku sebagai alat bukti yang bernilai sempurna dan mengikat para pihak-pihak yang berkepentingan terhadapnya sepanjang tidak dibatalkan oleh para pihak sendiri atau berdasarkan putusan pengadilan. Namun jika gugatan untuk menyangkal ketidakbenaran akta tersebut terbukti, maka kedudukan akta notaris tersebut akan terdegradasi menjadi akta di bawah tangan dimana nilai pembuktiannya akan tergantung pada pihak atau hakim yang menilainya. Berdasarkan pendapat Habib Adjie, terdegradasinya akta notaris menjadi akta di bawah tangan yang berdampak pada kerugian materiil yang dialami oleh pihak yang menggugat dan pihak tersebut dapat membuktikan mengenai kerugian yang dialaminya, maka penggugat tersebut dapat meminta sejumlah ganti kerugian (E.Y Kanter dan S.R Sianturi, 1982, 166). b. Tanggungjawab notaris terhadap gugatan pidana Definisi kesalahan secara umum dapat ditemukan dalam bidang hukum pidana. Hukum pidana, seseorang yang dinyatakan bersalah harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: (Habib Adjie, 2009, 22) 1. Mampu bertanggung jawab; 2. Sengaja atau alpa; 3. Tidak ada alasan pemaaf 211

Jurnal Cakrawala Hukum Vol.7, No.2 Desember 2016: 206 215 Kemampuan bertanggung jawab merupakan keadaan normalitas psikis dan kematangan atau kecerdasan seseorang yang membawa kepada tiga kemampuan yaitu: a. Mampu untuk mengerti nilai dan akibat-akibatnya sendiri; b. Mampu untuk menyadari bahwa perbuatan itu menurut pandangan masyarakat tidak diperbolehkan; c. Mampu untuk menentukan niat dalam melakukan perbuatan itu. Permasalahan pertama menyangkut apakah Notaris dalam hal membuat akta otentik mengerti benar akan nilai dan akibat-akibat dari pembuatan akta tersebut, sebelum akhirnya akta tersebut dinyatakan cacat hukum, dalam praktek lebih banyak ditemui seseorang Notaris yang akan membuat akta cenderung menganggap akta yang dibuat sudah sah apabila para pihak telah sepakat, dan masing-masing pihak cakap melakukan perbuatan hukum, ada objek dan causa yang diperbolehkan. Notaris juga memiliki peran dalam hal memberikan nasehat hukum kepada penghadap terkait permasalahan yang ada, yang kemudian juga diformulasikan sebagai bagian dari keinginan dari penghadap yang dituangkan ke dalam akta otentik dan bukan sebagai keinginan notaris yang dituangkan dalam akta. Memidanakan notaris berdasarkan aspekaspek formal semata tanpa mengkaji lebih dalam mengenai unsur kesalahan ataupun kesengajaan dari notaris merupakan suatu perbuatan tindakan tanpa dasar hukum yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya: (Habib Adjie, 2008, 122-123) 1. Dalam hal Notaris dituduh telah membuat surat palsu atau memalsukan surat yang seolah-olah surat tersebut adalah surat yang asli dan tidak dipalsukan (Pasal 263 ayat 1 KUHP), melakukan pemalsuan surat, dan pemalsuan tersebut telah dilakukan didalam akta-akta otentik (Pasal 264 ayat 1 angka 1 KUHP) mencantumkan suatu keterangan palsu didalam suatu akta otentik (Pasal 266 ayat 1 KUHP). Hal yang perlu diketahui bahwa notaris tidak membuat surat akan tetapi notaris membuat akta, sehingga perlu dibedakan antara akta dengan surat. Surat mengandung makna alat bukti yang dibuat dan dipergunakan untuk maksud dan tujuan tertentu tanpa terikat pada prosedur tertentu yang diatur dalam undangundang. Hal ini tentu berbeda dengan definisi akta yang bermakna alat bukti yang sejak semula dibuatnya digunakan sebagai alat bukti yang bernilai sempurna untuk maksud dan tujuan tertentu dihadapan atau oleh pejabat yang berwenang dengan mengacu pada prosedur pembuatan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam kaitannya dengan pasal 263 ayat 1 KUHP bahwa akta notaris tidak bisa serta merta dipersamakan dengan surat pada umumnya karena dari kaedah pembuatannya yang berbeda. 2. Pada dasarnya setiap keterangan atau pernyataan yang diterangkan penghadap kepada notaris merupakan bahan utama dalam pembuatan akta otentik sesuai dengan keinginan dan kehendak pihak yang menghadap. Karena tanpa adanya kehendak atau keinginan yang diterangkan penghadap kepada notaris, mustahil notaris dapat membuat akta. Jikalau ada keterangan ataupun pernyataan yang diduga palsu yang kemudian dimasukkan atau dicantumkan ke dalam akta notaris tidak lantas menjadikan akta tersebut menjadi palsu. Contohnya dalam pembuatan akta, pihak penghadap menyerahkan KTP atau Surat Nikah yang secara fisik terlihat asli untuk dimasukkan sebagai keterangan perihal identitas penghadap di dalam akta. Jika dikemudian hari terbukti ternyata surat nikah atau KTP tersebut adalah palsu bukan berarti notaris telah memasukkan keterangan palsu ke dalam 212

Akibat Pelanggaran oleh Notaris terhadap Pembuatan Akta Notariil akta sebagaimana yang dimaksud pasal 264 ayat 1 angka 1 KUHP dan Pasal 266 ayat 1 KUHP, akan tetapi hal tersebut menjadi tanggung jawab pihak yang menghadap sendiri karena tidak ada kewajiban bagi notaris untuk meneliti lebih dalam mengenai maksud dan tujuan penghadap membuat akta. Penjatuhan sanksi perlu diperhatian mengenai sifat, sasaran dan prosedur penerapan sanksisanksi tersebut karena penjatuhan sanksi perdata, sanksi administratif dan sanksi pidana memiliki sifat, sasaran dan prosedur yang berbeda. Sanksi perdata dan administratif sasarannya lebih menekankan pada penjatuhan hukuman terhadap perbuatan hukum yang dilakukan sedangkan sanksi pidana sasarannya lebih menekankan pada orang yang melakukan perbuatan melawan hukum. Sanksi administratif dan sanksi perdata bersifat reparatoir atau korektif yang artinya memperbaiki suatu keadaan yang agar perbuatan tersebut tidak dilakukan kembali oleh notaris yang bersangkutan atau oleh notaris lain. Bersifat regresif yang artinya memulihkan kembali suatu keadaan agar seperti sebelum terjadinya pelanggaran. Aturan hukum tertentu selain dijatuhi hukum adinistratif juga dijatuhi hukuman secara pidana secara kumulatif yang bersifat condemnatoir atau menghukum. Kaitannya dengan pelanggaran undang-undang jabatan notaris perubahan tidak diatur mengenai sanksi pidana dalam undang-undang tersebut sehingga dalam hal ini sanksi pidana didasarkan pada ketentuan pidana umum. (Habib Adjie, 2008, 124). Kriteria yang menjadi batasan-batasan dapat dipidananya seorang notaris adalah sebagai berikut: (Habib Adjie, 2008, 127) 1. Apabila dengan sengaja dan penuh kesadaran seorang notaris turut serta bersama-sama dengan salah satu pihak untuk melakukan tindakan hukum terhadap aspek formal akta yang dibuat dihadapan atau oleh notaris demi menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak yang lain. 2. Apabila akta yang dibuat dihadapan atau oleh notaris dapat dibuktikan bahwa dalam pembuatannya tidak berdasar atau bertentangan dengan undang-undang jabatan notaris perubahan. 3. Apabila majelis pengawas menilai bahwa tindakan hukum yang dilakukan notaris dalam menjalankan jabatannya tidak sesuai dengan ketentuan yang mengatur profesi notaris. Sepanjang tindakan hukum yang dilakukan notaris telah memenuhi kriteria di atas maka notaris yang bersangkutan dapat dipidanakan karena dianggap telah memenuhi unsur-unsur pelanggaran yang terdapat tidak hanya pada UUJN tetapi juga harus berdasar kriteria pelanggaran yang menjadi batasan dalam kode etik profesi notaris dan juga ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Tidak dibenarkan memidanakan notaris dengan hanya berpegang pada ketentuan pelanggaran yang terdapat dalam KUHP semata, karena hal tersebut merupakan bentuk kesalahan dalam memahami kedudukan notaris sebagai jabatan. c. Perbuatan Melanggar Hukum yang Dilakukan oleh Notaris Perbuatan melanggar hukum merupakan perbuatan yang menimbulkan kerugian, dan secara normatif perbuatan tersebut tunduk pada ketentuan pasal 1365 KUHPerdata. Bentuk tanggung gugat yang dianut oleh pasal 1365 KUHPerdata ini adalah tanggung gugat berdasarkan kesalahan (Liability based fault). Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan pasal tersebut yang mensyaratkan adanya kesalahan pada pelaku untuk sampai pada keputusan apakah perbuatan seseorang itu merupakan perbuatan melanggar hukum. Selain itu perlu dipahami, bahwa unsur kesalahan itu harus dibuktikan oleh pihak yang menderita kerugian 213

Jurnal Cakrawala Hukum Vol.7, No.2 Desember 2016: 206 215 sebagaimana yang diatur dalam pasal 1865 KUHPerdata dan 163 HIR, dan mengenai ada tidaknya kesalahan Notaris, telah di jelaskan pada pembahasan terdahulu. Perbuatan melanggar hukum, yang dimaksud dalam perbuatan melanggar hukum oleh Notaris, tidak hanya perbuatan yang langsung melanggar hukum, melainkan juga perbuatan yang secara langsung melanggar peraturan lain. Yang dimaksud dengan peraturan lain adalah peraturan yang berada dalam lapangan kesusilaan, keagamaan dan sopan santun dalam masyarakat dilanggar. Kasus peralihan atau jual beli bangunan di atas tanah pemkot Kota Malang yang dikelola oleh Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD), maka terhadap Notaris yang aktanya cacat hukum, maka Notaris yang bersangkutan telah menyalahi ketentuan Pasal 16 Ayat (1) Huruf (a) UUJN, yang dikaitkan dengan Pasal 1865 Jo 1870 KUHPerdata, selain pengertian tentang perbuatan melanggar hukum seperti tersebut di atas. Penutup Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis yang dilakukan terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa keabsahan akta yang dibuat di hadapan Notaris jika terjadi pelanggaran terhadap Pasal 16 Ayat (1) Huruf (a) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana kasus peralihan atau jual beli bangunan di atas tanah Pemerintah Kota Malang, merupakan akta yang sah secara hukum karena telah memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian (Pasal 1320 KUHPerdata). Apabila dikaitkan dengan tidak terpenuhinya Pasal 16 Ayat (1) Huruf l UU JN, maka akta ini terdegradasi dari akte otentik menjadi akte di bawah tangan. Berdasarkan UU JN, sanksi berpengaruh pada subjek hukum seorang Notaris sebagaimana ketentuan Pasal 16 Ayat (11) yaitu dikenai sanksi berupa; peringatan tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat. Bahwa tanggung jawab Notaris terhadap akta yang sudah dikeluarkan notaris jika tidak melaksanakan Pasal 16 Ayat (1) Huruf (a) UU JN, dalam hal ini diklasifikasikan terdapat 2 (dua) aspek pertanggungjawaban diantaranya pertanggungjawaban perdata, dan pertanggungjawaban secara administratif terhadap Notaris. Atas dasar cacat hukum. Tentang perjanjian yang sudah dituangkan dalam akta, maka langkah yang dilakukan para pihak yang dirugikan bisa melakukan penggantian biaya ganti rugi sebagaimana yang tertuang dalam pasal 1365 KUHPerdata. Hal di atas, kiranya perlu adanya tindakan yang inten dari majelis pengawas daerah terhadap notaris-notaris yang tidak mematuhi kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam Undang-Undang Jabatan Notaris dalam memberikan jasa hukum kepada klien. Demikian pula perlu adanya regulasi hukum mengenai tindakan terhadap Notaris yang seringkali melakukan tindakan pelanggaran hukum yang mengakibatkan kerugian pada para pihak. DAFTAR PUSTAKA Buku Abdul Qadir, Muhammad, 2011, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung. Adjie, Habib, 2009, Hukum Notaris Indonesia, Refika Aditama, Bandung., 2008, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Refika Aditama, Bandung. Budiono, Herlien 2009, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung. Hernoko, Agus Yudha, 2010, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Nasional, Kencana, Jakarta. 214

Akibat Pelanggaran oleh Notaris terhadap Pembuatan Akta Notariil Marzuki, Peter Mahmud, 2005, Penelitian Hukum. Kencana, Jakarta. Mertokusumo, Sudikno, 1999, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta. Saputro, Anke Dwi, ed., 2008, 100 Tahun Ikatan Notaris Indonesia. Jati Diri Notaris Indonesia. Dulu. Sekarang. dan di Masa Datang, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Soekanto, Soerjono, 1981, Fungsi Hukum dan Perubahan Sosial, Alumni, Bandung. Tobing, G.H.S, Lumban 1980, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta. Yahanan, Annalisa et. al, 2000, Perjanjian Jual Beli Berklausula Perlindungan Hukum Paten, Tunggal Mandiri Publishing, Malang. Peraturan Perundang-Undangan Undang-undang dasar Negara Republik Indonesia UUD 1945 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPerdata (Burgerlij Wetbuk). Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok- Pokok Agraria Nomor (UUPA) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 37 Tahun 1998 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 1 Tahun 2006 Kode Etik Pejabat Pembuat Akta Tanah Kode Etik Notaris 215